Sejarah Singkat Terbentuknya LSM Forppendik

B. Sejarah Singkat Terbentuknya LSM Forppendik

Pengurus Forppendik sebelum dideklarasikan menjadi lembaga yang berbentuk LSM adalah para orang tua korban dari kebijakan kepala sekolah dan komite sekolah SMAN 4 Cimanggis yang sewenang-wenang menetapkan Dana Sumbangan Pendidikan DSP atau sebut saja uang bangunan yang tinggimahal. Mereka tanpa terlebih dahulu me-musyawarahkan kepada orang tua murid telah menetapkan besaran biaya yang harus dibayar dan dibebankan kepada orang tua siswa. 47 Padahal Pemkot Depok telah menganggarkan biaya bangunan fisik, dan kepada sekolah-sekolah diharapkan jangan ada lagi yang memungut biaya bangunan sekolah. Namun faktanya, kepala sekolah melalui komite sekolah gencar menaikkan DSP maupun Sumbangan Operasional Sekolah SOP yang dulu dikenal dengan Sumbangan Pembangunan Pendidikan SPP. Hal ini bisa dikatakan sebagai “konspirasi” dalam dunia pendidikan. 48 Seperti yang terjadi di SMAN 4 Cimanggis Kota Depok. Sekolah tersebut sama sekali tidak mendengar aspirasi maupun keluhan orang tua siswa, musyawarah RAPBSAPBS di sekolah tersebut hanya formalitas belaka, boleh dibilang hanya sosialisasi dari keputusan yang telah dirancang sebelumnya tanpa mendengarkan keluhan dan aspirasi orang tua siswa dengan menaikkan biaya pembangunan sekolah sebesar Rp.2,5 juta, 49 untuk menutupi kebijakan tersebut, maka kepala sekolah maupun ketua Komite Sekolah KS meng-cover dengan kebijakan bahwa bagi orang tua siswa yang 47 Anwar Yudiono Humas LSM Forppendik, Wawancara Pribadi, 29 November 2007, pukul 19.30-21.30 48 Cornelis Leo Lamongi, “Menyoroti Dunia Pendidikan di Depok”, Monitor Depok:Jumat 11 Agustus 2006, hal. 7. 49 Cornelis Leo Lamongi, 5 November 2007 tidak mampu boleh mencicilnya, apalagi, menurut Cornelis, tidak ada satupun institusi yang mempunyai wewenang dalam mengontrol kinerja Komite Sekolah, pengontrolan kinerja Komite Sekolah ini hanyalah mengandalkan kejeliankritik dari orang tua murid, yang dalam kenyataannya orang tua murid tidaklah mempunyai waktu untuk itu. 50 Seharusnya pada saat pembuatan dan pengajuan RAPBS pihak sekolah dan komite sekolah memusyawarahkan terlebih dahulu bersama orang tua murid kelas 1 baru, karena merekalah yang memikul dana pendidikan yang diminta sekolah. Jangan ada lagi manipulasi informasi yang menyatakan seolah-olah RAPBS ini sudah disetujui oleh pihak orang tua murid atau main ketok palu bahwa RAPBS sudah final. 51 Hal inilah yang membuat biaya pendidikan di Depok menjadi mahal. Sedangkan banyak orang tua murid yang hanya pasrah dan mengeluh terhadap RAPBS yang diajukan pihak sekolah karena mereka khawatir bila mereka protes maka anak mereka akan ditekan di sekolah. Pada saat itu, Cornelis Leo Lamongi selaku orang tua siswa SMAN 4 Cimanggis Depok bersama orang tua siswa lainnya yang tidak jauh tempat tinggalnya merasa resah melihat kebijakan sekolah yang justru membebankan dan tidak memihak kepada orang tua siswa, terutama masalah Dana Sumbangan Pendidikan DSP atau biaya bangunan sekolah yang mahal. Bahkan setelah Cornelis melakukan penyelidikan ke sekolah-sekolah lainnya di Kota Depok, ternyata SMAN 4 Cimanggis Depok adalah sekolah tingkat SLTA Negeri termahal di Kota Depok. Maka Cornelis dan enam orang temannya itu bertekad 50 Cornelis Leo Lamongi, “Quo Vadis Komite Sekolah?”, Monitor Depok, 18 Febuari 2005. 51 Cornelis Leo Lamongi, “Soal RAPBS di berbagai Sekolah di Depok: Bicarakan dengan orangtua siswa baru kelas 1”, Monitor Depok: 22 September 2004. akan mengusut dan mengupayakan agar DSP atau biaya bangunan sekolah di SMAN 4 Cimanggis bisa dikurangi. Forum atau pertemuan yang dilakukan oleh Cornelis dan temannya itu guna mengkritisi kebijakan sekolah khususnya di SMAN 4 Cimanggis Depok ternyata membuahkan hasil. DSP di SMAN 4 Cimanggis turun menjadi Rp. 1,5 juta dan menjadi DSP termurah di tingkat SLTA Negeri Kota Depok. 52 Tidak sampai disana saja, forum itu terus berlanjut, karena banyak penyimpangan- penyimpangan terjadi disekolah baik berkaitan dengan kebijakan pemerintah seperti: penyimpangan dana BOS, maupun permasalahan pendidikan lainnya. Berangkat dari pengalaman banyaknya orang tua siswa baru di Kota Depok yang mengeluhkan besarnya biaya masuk sekolah negeri sumbangan pendidikan, diadakanlah pertemuan-pertemuan dari para pemerhati dan pengamat pendidikan yang berdomisili di Kota Depok. Agenda diskusi dalam setiap pertemuan hanya satu yaitu seputar permasalahan dan perkembangan kemajuan pendidikan di Kota Depok. Dari hasil pertemuan dan pengkajian yang dilakukan berulang-ulang, akhirnya disepakati perlu adanya sebuah lembaga non-pemerintah guna memperkuat komitmen dan rasa kepedulian dalam bidang pendidikan. Maka melalui Notaris Pria Takari Utama, SH, dengan Akta Pendirian No. 10 pada tanggal 27 Januari 2005 berdirilah secara formal sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dengan nama Forum Peduli Pendidikan Kota Depok yang disingkat dengan Forppendik. 52 Cornelis Leo Lamongi, 5 November 2007

C. Sifat Kelembagaan: