Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemajuan akan cepat dicapai bilamana didukung oleh sumber daya alam yang mencukupi dan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaliknya, kemajuan akan terhambat jika faktor sumber daya alam dan sumber daya manusia relatif terbatas. Sumber daya alam merupakan sumber daya pasif yang keberadaannya sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang mengelola. Apabila sumber daya manusia memiliki kualitas yang unggul, maka sumber daya alam dapat diolah sedemikian rupa sehingga menyumbangkan manfaat dan kontribusi yang besar bagi pembangunan manusia seutuhnya. Sumber daya manusia yang berkualitas pada umumnya lahir melalui proses pendidikan yang baik dan dari institusi pendidikan yang bermutu. Namun sejauh ini mutu pendidikan di Indonesia belum menunjukkan adanya peningkatan, setidaknya bila dilihat dari out put yang dihasilkan. Menurut laporan Pengembangan Manusia Human Development Report 2002-UNDP nilai Human Development Index HDI Indonesia tahun 2002 adalah 0,684 atau peringkat 109 dari 174 negara yang diteliti. Peringkat ini tidak lebih baik jika dibandingkan dengan peringkat pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 1996 Indonesia menempati peringkat 102, tahun 1997 dan 1998 Indonesia menduduki peringkat 99, dan tahun 1999 berada pada urutan 105. 1 Pendidikan adalah senjata perang jaman modern, pendidikan berwujud kemampuan berpikir dan skil yang tinggi. Desakan akan sumber daya manusia yang bermutu menjadi modal untuk bisa hidup di zaman sekarang, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk memenuhi tuntutan dunia luar. Sumber daya manusia yang bermutu tentunya ditunjang oleh lembaga pendidikan yang bermutu pula. Lembaga pendidikan merupakan lembaga awal yang akan mencetak skil dan pembentukan karakter dasar pada seseorang. Jika anak-anak Indonesia tidak mengecam lembaga pendidikan yang telah diwajibkan yakni 9 tahun atau setara dengan tamatan SMP, maka bisa dibayangkan betapa banyaknya anak-anak Indonesia yang akan hidup dalam kebodohan dan mereka hanya akan menjadi pekerja kasar. Tentunya ini akan menjadi beban tersendiri bagi negara dan menjadi pekerjaan rumah bersama. Mayoritas masyarakat Indonesia saat ini miskin harta, dan jangan sampai nantinya masyarakat Indonesia miskin ilmu pendidikan. Pekerjaan untuk mengentaskan kemiskinan harta adalah pekerjaan rumah jangka pendek, hal ini berguna untuk meringankan beban orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya, maka pekerjaan ini tidak bisa ditunda-tunda lagi. Sedang pekerjaan untuk memajukan pendidikan adalah kebijakan jangka panjang, dan kalau bangsa Indonesia tidak ingin jadi bangsa yang bisanya hanya mencetak tukang kuli atau jadi bulan-bulanan kaum kapitalis, maka keberpihakan semua lapisan pada 1 Widodo, Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Jakarta: Yayasan Kelopak–Magna Script, 2004, hal. 70 pendidikan adalah suatu keniscayaan. Tanpa peran serta semua elemen yang ada dalam masyarakat untuk memajukan pendidikan di Indonesia maka dirasakan belum bisa tercapai. Dan dalam hal ini, peran negara sangat penting sekali dalam menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas. Seluruh lapisan masyarakat mempunyai kewajiban untuk merancang nasib pendidikan di masa depan, seperti termaktub dalam pasal 6 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 bahwa “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan pendidikan”. 2 Demikian pula dalam pasal 8 “Masyarakat berhak berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan”. Sehingga dimanapun kita tinggal diseluruh kawasan di Indonesia, kita bisa berpartisipasi merancang pendidikan yang bermutu, layak dan sebisa mungkin tanpa memungut biaya sepeserpun. 3 Kondisi sumber daya manusia yang dipersiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus juga belum sepenuhnya memuaskan, terutama jika dilihat dari segi akhlak, moral dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa. Fakta-fakta empiris tersebut menunjukkan bahwa kinerja lembaga- lembaga pendidikan di Indonesia jauh dari memadai. Kondisi tersebut juga tidak terlepas dari peran guru. Sebagai pengajar dan pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap pendidikan. Hal itu menunjukkan bahwa kinerja pendidikan yang jauh dari maksimal antara lain disebabkan oleh kinerja guru yang tidak maksimal pula. 2 Edi Susanto, Pendidikan Gratis Bagi Rakyat Miskin, makalah disampaikan dalam acara Diskusi Publik, “Apa dan Bagaimana Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah RAPBS Kota Depok ke Depan”, oleh LSM Forppendik di Balaikota Depok: 5 Maret 2005, hal. 1 3 Ibid, hal. 4 Tidak konsisten atau lambannya kinerja guru antara lain dipicu oleh tidak jelasnya konsep dan penerapan sistem pendidikan yang dirasa masih kurang dan masih perlu dilakukannya perbaikan-perbaikan. Selama ini, pihak otoritas sekolah sering sekali berbicara tentang mutu pendidikan, tentang sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang masih perlu lagi diperbaiki tetapi lagi-lagi hal itu terbentur oleh minimnya anggaran dana, dan masih dibutuhkannya bantuan dari pihak pemerintah. Adapun anggaran bantuan dari pemerintah untuk pendidikan dirasa masih minim dan banyak terjadi kesimpang-siuran dalam pencairan dananya, serta transparansi penerima dana masih kurang, hal ini dikarenakan rumitnya birokrasi yang ada di Indonesia. Upaya menjaga agar tidak terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti: manipulasi dana bantuan pendidikan dari pemerintah, dll, maka perlu adanya keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM yang orientasinya jelas dan hanya fokus dibidang pendidikan saja. LSM ini nantinya sebagai wadah aspirasi masyarakat guna memonitoring terhadap regulatorpenyelenggara dan pengguna pendidikan, dan sebagai wadah yang akan berperan aktif dalam melakukan sosialisasi terhadap segala bentuk kebijakan dan program-program penyelenggara pendidikan guna mendorong kepada peningkatan kualitas sektor pendidikan yang berpihak kepada masyarakat luas. 4 Juga memfasilitasi antara pihak lembaga sekolah dengan pemerintah, memfasilitasi antara pihak murid dengan pihak sekolah dan sebagainya. 4 Sekilas tentang LSM Forppendik, makalah saat Diskusi Publik ‘Apa dan Bagaimana Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah RAPBS Kota Depok ke Depan’ oleh LSM Forppendik di Balaikota Depok, 5 Maret 2005 Wajib belajar Wajar 9 tahun yang telah dicanangkan oleh pemerintah sampai saat ini masih belum berhasil. Padahal kita ketahui bersama bahwa tolak ukur kemajuan suatu bangsa dilihat dari tingkat pendidikannya. Dan rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih rendah, dan tidak menutup kemungkinan sebagian masyarakat Indonesia masih ada yang buta aksara atau tidak bisa membaca dan menulis. Apalagi, menurut data Dinas Pendidikan di Kota Depok mencatat sejumlah 3.900 siswa dinyatakan DO dan 26.700 anak lainnya terancam Drop Out DO per April 2005. 5 Maka dari itulah diperlukan pembenahan dibidang pendidikan, baik sarana dan prasarana untuk menunjang pendidikan, juga sistem pendidikan itu sendiri perlu juga harus dilakukan pembenahan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Dan salah satu peran pengawasan dalam upaya membenahi pendidikan ini, salah satunya melalui peran LSM. Kota Depok dalam visi dan misinya mencanangkan sebagai kota pendidikan, akan tetapi para pemerhati pendidikan seperti LSM Forppendik mensinyalir bahwa masih banyak permasalahan pendidikan di Kota Depok yang perlu segera dibenahi. Seperti: mahal atau tingginya biaya pendidikan di Kota Depok 6 , masih banyaknya siswa yang di duga DO dan rawan DO 7 , serta masih minimnya kualitas pendidikan di Kota Depok peringkat ke 24 dari 25 5 Monitor Depok, “9.240 Siswa Depok diduga Putus Sekolah; Disdik Alokasikan Bantuan”, Sabtu 4 Maret 2006, hal. 6 6 Sampai saat ini masyarakat Depok masih belum merasakan keringanan biaya pendidikan dari strata SDN, SMPN maupun SMAN apalagi swasta. Seperti biaya UAS menjadi sangat mahal karena ada biaya ikutan yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah seperti biaya perpisahan, buku kenang-kenangan atau yang lainnya diluar APBS. Monitor Depok , Rabu 13 April 2005 7 Dinas Pendidikan Depok mencatat 3.900 siswa dinyatakan DO dan 26.700 anak lainnya terancam DO per April 2005. Bahkan Forppendik mensinyalir pada 2006 sebanyak 20 atau 5.340 siswa diperkirakan putus sekolah. Monitor Depok, Sabtu, 4 Maret 2006 KabupatenKota se-Jawa Barat 8 , yang perlu diperhatikan oleh stakeholders pendidikan seperti: Komisi D DPRD Depok, Dewan Pendidikan Kota Depok DPKD, PGRI Kota Depok dan LSM maupun elemen pemerhati pendidikan lainnya. Memasuki tahun ajaran baru, seringkali para orang tua murid merasa terbebani karena pihak sekolah yang selalu saja menuntut para orang tua murid untuk membayar dan menyelesaikan persoalan-persoalan administrasi seperti: biaya bangunan sekolah, biaya ujian sekolah, dana buku, dan lain-lain. Padahal, masih banyak orang tua murid yang tidak tahu akan adanya dana bantuan dari pemerintah, dan ketidaktahuan para orang tua siswa bahwa dana yang dibebankan orang tua murid tersebut dari pihak sekolah tanpa terlebih dahulu dilakukan musyawarah, sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan kebijakan sekolah yang terjadi, dan imbasnya adalah orang tua siswa atau juga masyarakat. Banyaknya permasalahan pendidikan di Kota Depok yang harus segera dibenahi, menuntut peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dan turut andil guna perbaikan mutu pendidikan, misalnya dengan ikut serta menyumbang dana pendidikan, memberikan masukanide konstruktif bagi pendidikan, me-monitoring bantuan dana, dan sebagainya. Peran serta masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Depok, dan dapat membantu menekan tingginya biaya pendidikan di Kota Depok. 8 LSM Forppendik mengungkapkan saat ini Depok menduduki peringkat ke-24 se-Jabar. Di daerah lain di Jawa Barat yang rangkingnya jauh di atas Kota Depok tidak menggunakan system Uji Kompetensi Siswa UKS. Monitor Depok, Selasa, 11 Juli 2006 Dari uraian tersebut, maka beralasanlah bila penulis menyusun dan menulis skripsi dengan judul: “PERAN LSM FORUM PEDULI PENDIDIKAN FORPPENDIK DALAM MEMONITORING PENDIDIKAN DI KOTA DEPOK Studi Kasus SDN Tugu 8 Cimanggis”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah