Latar Belakang Berdirinya LSM Forppendik

BAB III GAMBARAN UMUM LSM FORPPENDIK

A. Latar Belakang Berdirinya LSM Forppendik

Lembaga Swadaya Masyarakat LSM merupakan organisasi non- pemerintah, yang sering disebut dengan Non-Government Organization NGO. Organisasi seperti ini dibentuk oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat dalam konteks kepentingan kesejahteraan masyarakat. Terdapat cerita cukup menarik berkaitan dengan istilah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Istilah ini lahir dari ‘kurang tepat’-nya terjemahan NGO menjadi organisasi non-pemerintah atau Ornop. Terdapat dua pengertian dari istilah ini, sebagaimana dikemukakan oleh Bambang Ismawan, seorang aktivis LSM yang sudah malang melintang selama ini, sebagai berikut: Pertama, organisasi apapun asalkan bukan pemerintah. Tentu hal ini dapat berdimensi luas. Seperti organisasi bisnis, kalangan pers, paguyuban seni, olahraga, dan lainnya. Kedua, istilah non-pemerintah dapat berkonotasi negatif yaitu tidak mau bekerja sama atau memberontak. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus, banyak LSMNGO yang perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan keswadayaan dan kemandirian masyarakat. 41 Penjelasan lain yang sering dipakai oleh Kementrian Kerjasama Internasional Jerman Barat adalah Self-Help Promotion Institute SHPI yaitu 41 Hari Susanto, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru, Jakarta: Khanata–Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri DAMANDIRI, 2006, hal. 138 lembaga yang didirikan untuk menolong orang lain dan Self-Helf Organization SHO yaitu lembaga yang didirikan untuk menolong dirinya sendiri. Dengan menyimak nama lembaga yang berkembang di Jerman Barat itu, maka atas saran Prof. Dr. Sajogyo, Guru Besar dari IPB, lembaga seperti SHO yang ada di Indonesia tersebut diusulkan untuk dinamakan dengan sebutan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Kemudian istilah LSM sebagaimana didefinisikan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No.8 Tahun 1990–Lampiran II, dinyatakan sebagai “… organisasilembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri berniat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasilembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya…”. Dengan melihat pada definisi tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa posisi LSM merupakan penyeimbang dari sistem perencanaan yang menggunakan pendekatan bersifat dari atas top down approach. Karena semua ide atau gagasan yang muncul itu pada dasarnya berasal dari arus bawahmasyarakat. Dalam kaitannya dengan perihal tersebut, maka bentuk perencanaan yang dilakukan oleh sebuah LSM dapat dikategorikan ke dalam bentuk perencanaan yang sifatnya menggunakan pendekatan dari bawah bottom up approach . Bidang kegiatan LSM umumnya sangat luas cakupannya, yakni seperti bidang lingkungan hidup, bantuan hukum, pendidikan dan latihan, koperasi, penerbitan, pengembangan pedesaan dan pertanian, dan berbagai bentuk lain-lainnya. Dalam konteks pengentasan masyarakat dari kemiskinan, tampaknya perhatian LSM banyak ke kawasan pedesaan, mengingat jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan lebih banyak dibandingkan dengan di daerah perkotaan. LSM dan Organisasi Masyarakat Ormas merupakan baris terdepan yang mampu be- reaksi cepat dalam memperjuangkan hak-hak, terutama hak-hak kaum miskin. Menurut Syahrullah, seorang tokoh aktivis mahasiswa Gunadarma mengatakan, “Disaat sekarang ini, kalau kita melarat, kita tidak mungkin menjadi pintar. Semua peralatan, baik ruang maupun waktu untuk menjadi pintar hari ini harus dibeli dengan uang. Uang telah menguasai hidup kita.” Pernyataan tersebut adakalanya benar, karena itu adalah fakta yang memang Ia rasakan setiap hari. Tidak hanya aktivis mahasiswa tersebut yang merasakan, namun hari ini juga setiap orang dipaksa untuk merasakan hal yang sama. Hampir tidak ada dalam dunia ini yang tidak bisa dibeli dengan uang. Bahkan rasa kemanusiaan dan moralitas pun pada saat-saat tertentu terkadang bisa dibeli dengan uang. Betapa uang telah menguasai kehidupan. Demonstrasi yang menentang kedzaliman politik tertentu, dengan dalih moral force, misalnya, seringkali dapat ditukar dengan uang. Karenanya tidak heran jika demokrasi pun merupakan barang yang dapat ditegakkan dengan kapital. 42 Kemiskinan di Indonesia sampai saat ini menjadi permasalahan yang harus segera diatasi. Salah satu upaya dalam menanggulangi kemiskinan adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia. Faktor manusia ini mengandung empat elemen yang menentukan sumber daya manusia itu sendiri yakni: 42 Cornelis Leo Lamongi, Wawancara Pribadi, 5 November 2007, pukul 19.00–21.30 1. Pendidikan umum. Tetapi pendidikan umum ini membutuhkan investasi yang cukup besar. Sekarang ini UUD 1945 sudah menentukan besarnya anggaran pendidikan, yaitu minimal 20 dari APBN dan APBD. Jumlah ini ternyata masih sulit dipenuhi oleh pemerintah. Pentingnya pengembangan sumber daya manusia human development dan dampak investasi dalam sumber daya manusia ini telah menjadi perhatian utama The Odore W Schultz dalam bukunya yang relatif baru berjudul The Economics of Being Poor 1993. Dalam bukunya itu Schultz membahas beberapa hal. Pertama jenis pengetahuan yang diperlukan untuk meningkatkan yaitu pengetahuan umum. Kedua, perempuan sebagai potensi ekonomi sumber daya manusia. Ketiga, tingkat pendidikan akan menambah nilai ekonomi faktor manusia, yang berarti pula menghemat waktu yang memiliki nilai uang. Dengan kata lain, tingkat pendidikan manusia meningkatkan efisiensi ekonomi. Keempat, mutu pendidikan meningkatkan nilai tambah dari produksi, sehingga pendidikan atau investasi dalam sumber daya manusia akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi walaupun meningkatnya mutu manusia berakibat pula meningkatnya biaya. Kelima, investasi dalam pengembangan sumber daya manusia memiliki hasil yang tinggi high return. Investasi dalam pengembangan sumber daya manusia itu dapat pula diterapkan pada orang miskin. Schultz juga menghubungkan investasi dalam sumber daya manusia ini dengan membangun pertanian dan penduduk miskin di pedesaan. 43 2. Elemen kedua adalah sikap dan perilaku dalam kaitannya dengan etos kerja. Elemen ini berkaitan dengan apa yang sering disebut sebagai “budaya kemiskinan”. Menurut teori ini, kemiskinan seringkali disebabkan karena budaya kemiskinan dan kemiskinan budaya the poverty of culture . Contoh dari sikap dan perilaku yang menyebabkan kemiskinan ini, antara lain malas kerja, boros dalam konsumsi, rasa rendah diri atau tiada kepercayaan pada diri sendiri, cepat puas nrimo, pasrah dengan nasib, dan semacamnya. Arthur lewis menyebut juga kehendak berekonomi the will to economize yang memperhitungkan untung rugi dalam bekerja. Pentingnya pendekatan budaya dalam pemberantasan kemiskinan ini juga dilontarkan oleh Oscar Lewis. 3. Elemen ketiga adalah keterampilan teknis yang berkaitan dengan menggunakan alat-alat dan energi. Elemen ini berkaitan dengan perkembangan teknologi yaitu sistem peralatan untuk mengolah alam dan masyarakat. 4. Elemen keempat adalah kewiraswastaan. Kaum wiraswasta ini menjadi penggerak ekonomi dengan inovasinya yang menghubungkan dunia teknik dengan pasar. 43 M Dawam Rahardjo, Menuju Indonesia Sejahtera, Jakarta: Khanata pustaka LP3ES, 2006, hal. xiii Dunia pendidikan saat ini menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat umum. Hal ini bisa dilihat hampir di setiap media, baik media cetak maupun media elektronik selalu ada muatan berita perihal pendidikan. Pendidikan tidak hanya mencakup lembaga pendidikan formal ataupun non formal. Memaparkan permasalahan pendidikan sangat luas sekali dan tidak ada habisnya, tergantung dari perspektif mana permasalahan pendidikan tersebut dibicarakan. Perspektif tersebut diantaranya: permasalahan biaya pendidikan di Indonesia, sekolah negeri versus sekolah swasta, dan sebagainya. Ada pula yang melihat pendidikan dari perspektif kebijakan pemerintah seperti: alokasi APBN tahun 2007 untuk pendidikan sebesar 20 yang masih belum terwujud, Program wajib belajar 9 tahun, bantuan biaya pendidikan dari pemerintah, dan sebagainya. Perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini sudah semakin cepat. Hal ini bisa dilihat bukan saja dalam perkembangan lembaga pendidikan formal seperti: akhir-akhir ini marak terjadi di Sekolah Dasar SD yang lebih banyak membahas pelajaran umum dibawah koordinasi Depdiknas, kini mulai merubah diri dengan menambahkan label Islam dibelakangnya menjadi Sekolah Dasar Islam Terpadu SDIT, begitu juga dengan Sekolah Menengah Pertama SMP kini banyak memakai label Islam menjadi Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu SMPIT. tetapi lembaga pendidikan non formalpun juga demikian. Lembaga pendidikan non formal berkembang dengan pesatnya, mulai dari lembaga privat sampai dengan pelatihan-pelatihan pendidikan, dan lain-lain. Dari perkembangan pendidikan yang semakin bervariasi tersebut masyarakat dapat menilai dan dapat memilih sesuai kehendaknya. Ketika proses menuju kemajuan pendidikan di Indonesia diterapkan pemerintah, pendidikan juga mengalami permasalahan yang cukup serius. Seperti: mahaltingginya biaya pendidikan dibeberapa sekolah swasta dan perguruan tinggi, kurangnya sarana dan prasarana penunjang yang berimplikasi menurunnya kualitas pendidikan, dan sebagainya. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti dan jangan dibiarkan berlarut-larut. Karena tolak ukur kemajuan suatu bangsa dilihat dari tingkat kemajuan pendidikannya. Bangsa yang maju adalah bangsa yang berpendidikan, pendidikan adalah parameter ukuran dari kemajuan suatu bangsa. Pendidikan diupayakan agar dapat menciptakan Sumber Daya Manusia SDM yang berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas tersebut diharapkan nantinya percepatan kemajuan suatu bangsa, baik dalam hal pembangunan dan lain sebagainya akan mudah dilaksanakan dan tentunya pula hal ini akan mengurangi lajunya angka tingkat pengangguran di Indonesia. Untuk tujuan tersebut tentunya dibutuhkan dana yang tidak sedikit dan perlu adanya kesadaran dari semua pihak. Mengingat bahwa pendidikan adalah tolak ukur sebuah kemajuan, maka peran serta masyarakat dalam mendukung kemajuan pendidikan di Indonesia sangat dibutuhkan karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya dibebankan pada pemerintah saja. 44 Saat ini pemerintah pusat banyak memberikan bantuan biaya untuk pendidikan seperti: Bantuan Operasional Sekolah BOS dan bantuan lainnya. Tetapi kenyataannya masih banyak pungutan-pungutan biaya sekolah yang dibebankan kepada orang tua murid atau masyarakat dan masih banyaknya terjadi 44 Cornelis Leo Lamongi, Op. Cit, 5 November 2007 penyimpangan dana bantuan dari pemerintah sehingga lagi-lagi yang menjadi korban adalah masyarakat orang tua murid. Pemerintah Kota Depok mencanangkan dirinya sebagai kota pendidikan. Maka konsekuensinya segala infrastruktur penunjang harus turut dibangun pula guna meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri seperti sarana dan prasarana pendidikan, dan lain-lain. 45 Tetapi fakta justru sebaliknya seperti belum terwujudnya perpustakaan daerah, masih adanya siswa DO rawan DO, dan masih banyak permasalahan pendidikan yang perlu dibenahi di Kota Depok. Kota Depok bila ditinjau dari permasalahan pendidikan berada dalam kondisi dilematis. Disatu sisi Pemerintah Kota Pemkot menyatakan bahwa Depok sebagai Kota Pendidikan, namun disisi lain biaya pendidikan mulai dari SD, SMP, SMASMK Negeri dinilai oleh masyarakat Depok khususnya terkait dengan biaya DSP Dana Sumbangan Pendidikan yang terangkum dalam RAPBS disetiap sekolah dirasa lebih mahal dibanding daerah-daerah lain di Jabotabek. Memang tidak ada data yang mendukung argumen ini namun masyarakat luas merasakan akan beban biaya pendidikan di Kota Depok yang tinggi. 46 Menyadari kebutuhan adanya pembenahan pendidikan di Kota Depok itulah yang melatar belakangi terbentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Peduli Pendidikan LSM Forppendik. Sebuah forum yang peduli akan dunia pendidikan khususnya di Kota Depok dan terbentuknya forum ini diharapkan bisa bersama-sama LSM lainnya menjadi mitra dalam pembinaan pendidikan kedepan agar kualitas pendidikan di Kota Depok lebih baik. 45 Monitor Depok, “Perpustakaan daerah belum terwujud”, Jumat 31 Maret 2006, hal. 7 46 Cornelis Leo Lamongi, 5 November 2007

B. Sejarah Singkat Terbentuknya LSM Forppendik