Insiden infeksi saluran kemih (ISK) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK) di RSUP H. Adam Malik

(1)

Insiden infeksi saluran kemih (ISK) pada penderita gagal ginjal

kronik (GGK) di RSUP H. Adam Malik.

Oleh :

MUHD HAFIDZ B. MOHD TAHA

070100282

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat

progresive dan irreversibel. Dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia dan akhirnya bisa menyebabkan gangguan pada sistem imunitas tubuh. Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun.

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross sectional retrospektif. Telah dilakukan penelitian terhadap 60 orang penderita gagal ginjal kronik yang dirawat di subbagian Nefrologi, bagian Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009. Informasi data penderita diambil dari rekam medis. Pada penelitian ini, penderita GGK dinyatakan positif ISK apabila jumlah leukosit pada sedimen urin lebih dari 5/ Lapangan Pandang Besar (LPB).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat insiden infeksi saluran kemih pada penderita gagal ginjal kronik di Subbagian Nefrologi, bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009.

Dari penelitian ini diperoleh sebanyak 18 orang (30%) penderita GGK yang mengalami komplikasi ISK dan 42 orang (70%) yang non ISK. Deskripsi terbanyak sampel penelitian adalah seperti berikut : jumlah penderita paling banyak berada pada kelompok umur 45-55 tahun, lamanya menderita penyakit antara 5–10 tahun, jenis kelamin wanita, pekerjaan ibu rumah tangga dan pensiunan, dan berdomisili di Kota Medan.

Peneliti berharap agar pihak RSUP H. Adam Malik Medan dapat melakukan prosedur penatalaksanaan yang tepat dan efisien dan memberikan informasi yang berguna bagi penderita gagal ginjal kronik agar perjalanan hidup penderita menjadi lebih bermakna.

Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa jumlah penderita GGK yang mengalami komplikasi ISK adalah sebanyak 18 orang dari 60 orang penderita yang diperiksa.


(3)

ABSTRACT

Chronic Renal Failure (CRF) is the progressive loss of kidney function, thus declining the support to fulfill body’s metabolism and fluid balance function. Immune system will collapse and this will precipitate the urinary tract infection (UTI) to happen. According to Rahardjo (1996) in Lubis (2006), CRF patients are estimated to be increase and its about 10% growth per year.

The design of this study is descriptive retrospective cross sectional with 60 samples are taken from subdivision of Nephrology, a divison of Internal Medicine, RSUP H. Adam Malik Medan in 2009. All data were collected from patient’s medical record. In this study, UTI were diagnosed when there is significant leukocyturia (> 5 leukocytes per high power field) in urine examination.

This study has an aim to know the incidence of UTI in patient with CRF who are controlling at RSUP H. Adam Malik Medan during 2009. Base on the study result, about 18 people (30%) having UTI in 60 patient with CRF. Other dominat finding in this study : UTI were dominant in 45-55 year group of patient, most of the patient with UTI have been diagnosed for CRF about 5-10 years, women are more prone to UTI, housewife and pensioner is the dominant occupation and most of the UTI patient are living in Kota Medan.

We hope with this result, the administration of RSUP H. Adam Malik would consider the best treatment and give information that will benefits for the CRF patients who presents with UTI.

The conclusion from the study is among 60 patient with CRF, 18 people are having UTI complication.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasihani. Dipanjatkan kesyukuran kepada Dzat Yang Maha Esa karena dengan izinNya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Judul yang dipilih adalah “Insiden infeksi saluran kemih (ISK) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK) di RSUP H. Adam Malik”. Karya tulis ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pembelajaran semester VIII di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Peneliti banyak mendapat bimbingan daripada berbagai pihak yang sangat membantu semasa penulisan dilakukan. Dengan ini, saya mengambil kesempatan untuk mengucapkan rasa setinggi-tinggi penghargaan dan terima kasih kepada :

1. dr.T.Azhar Johan, SpPK selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah dan seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak memberi

bantuan dan ilmu pengetahuan kepada peneliti.

2. dr. Dedi Ardinata, MKes dan dr. Asrul, SpB selaku dosen penguji yang banyak memberi informasi bagi melakukan penelitian.

3. Orang tua peneliti yang memberi dukungan moral dan material sehingga peneliti berhasil melakukan penulisan dengan jaya.

3. Teman-teman kelompok penulisan karya tulis ilmiah dan juga teman-teman lain yang telah banyak memberikan saran dan bantuan kepada peneliti selama penulisan dilakukan.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbasan ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang berguna untuk membaiki kesilapan dan juga buat menambah ilmu pengetahuan agar karya yang dihasilkan berkualitas.

Peneliti mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmiah kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta kepada sesiapa yang ingin

memanfaatkannya. Medan, 29 November 2010

Peneliti,

Muhd Hafidz b. Mohd Taha NIM : 070100282


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Kata Penghatar ii

Daftar Is iii

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

Daftar Singkatan vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) 4

2.1.1. Definisi GGK 4

2.1.2. Etiologi GGK 6

2.1.3. Patofisiologi GGK 6

2.1.4. Manifestasi Klinis GGK 8

2.1.5. Pemeriksaan GGK 8

2.2. Infeksi Saluran KEmih (ISK) 10

2.2.1. Definisi ISK 10

2.2.2. Etiologi ISK 12

2.2.3. Patofisiologi ISK 12

2.2.4. Manifestasi Klinis ISK 14

2.2.5. Pemeriksaan ISK 15


(6)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 20

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 20

3.2 Definisi Operasional 20

3.3 Cara Ukur 21

3.4 Alat Ukur 21

3.5 Kategori 21

3.6 Skala Pengukuran 21

BAB 4 METODE PENELITIAN 22

4.1 Jenis Penelitian 22

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 22

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 22

4.4 Teknik Pengumpulan Data 23

4.5 Pengolahan dan Analisis Data 23

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 24

5.1 Hasil Penelitian 24

5.2 Pembahasan 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 30

6.1 Kesimpulan 30

6.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31


(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman Tabel 2.1 Gangguan sistem imunitas tubuh pada

penderita gagal ginjal tahap akhir 17 Tabel 5.1 Distribusi Penderita ISK dan non ISK pada penderita GGK 23 Tabel 5.2 Distribusi Penderita ISK berdasarkan Kelompok Umur 23 Tabel 5.3 Distribusi Penderita ISK berdasarkan Lamanya Menderita

Penyakit GGK 24

Tabel 5.4 Distribusi Penderita ISK berdasarkan Jenis Kelamin 24 Tabel 5.5 Distribusi Penderita ISK Berdasarkan Jenis Pekerjaan 25 Tabel 5.6 Distribusi Penderita ISK Berdasarkan Tempat Tinggal 25


(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal 4


(9)

DAFTAR SINGKATAN

BPSI Badan Pusat Statistik Indonesia CFR chronic renal failure

GGK gagal ginjal kronik ISK infeksi saluran kemih LFG laju filtrasi glomerulus GFR glomerulus filtration rate ESRD end stage renal disease

NKUDIC National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse K/DOQI The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

NKF National Kidney Foundation

BUN blood ureum nitrogen

USG ultrasonography

EKG elektrokardiogram

eGFR estimated glomerular filtration rate

HIV human immuno virus

TNF tumor necrosis factor

TLR tolls like receptor

KTT kadar klearens kreatinin

MHC major histocompatibility complex


(10)

ABSTRAK

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat

progresive dan irreversibel. Dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia dan akhirnya bisa menyebabkan gangguan pada sistem imunitas tubuh. Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun.

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross sectional retrospektif. Telah dilakukan penelitian terhadap 60 orang penderita gagal ginjal kronik yang dirawat di subbagian Nefrologi, bagian Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009. Informasi data penderita diambil dari rekam medis. Pada penelitian ini, penderita GGK dinyatakan positif ISK apabila jumlah leukosit pada sedimen urin lebih dari 5/ Lapangan Pandang Besar (LPB).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat insiden infeksi saluran kemih pada penderita gagal ginjal kronik di Subbagian Nefrologi, bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009.

Dari penelitian ini diperoleh sebanyak 18 orang (30%) penderita GGK yang mengalami komplikasi ISK dan 42 orang (70%) yang non ISK. Deskripsi terbanyak sampel penelitian adalah seperti berikut : jumlah penderita paling banyak berada pada kelompok umur 45-55 tahun, lamanya menderita penyakit antara 5–10 tahun, jenis kelamin wanita, pekerjaan ibu rumah tangga dan pensiunan, dan berdomisili di Kota Medan.

Peneliti berharap agar pihak RSUP H. Adam Malik Medan dapat melakukan prosedur penatalaksanaan yang tepat dan efisien dan memberikan informasi yang berguna bagi penderita gagal ginjal kronik agar perjalanan hidup penderita menjadi lebih bermakna.

Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa jumlah penderita GGK yang mengalami komplikasi ISK adalah sebanyak 18 orang dari 60 orang penderita yang diperiksa.


(11)

ABSTRACT

Chronic Renal Failure (CRF) is the progressive loss of kidney function, thus declining the support to fulfill body’s metabolism and fluid balance function. Immune system will collapse and this will precipitate the urinary tract infection (UTI) to happen. According to Rahardjo (1996) in Lubis (2006), CRF patients are estimated to be increase and its about 10% growth per year.

The design of this study is descriptive retrospective cross sectional with 60 samples are taken from subdivision of Nephrology, a divison of Internal Medicine, RSUP H. Adam Malik Medan in 2009. All data were collected from patient’s medical record. In this study, UTI were diagnosed when there is significant leukocyturia (> 5 leukocytes per high power field) in urine examination.

This study has an aim to know the incidence of UTI in patient with CRF who are controlling at RSUP H. Adam Malik Medan during 2009. Base on the study result, about 18 people (30%) having UTI in 60 patient with CRF. Other dominat finding in this study : UTI were dominant in 45-55 year group of patient, most of the patient with UTI have been diagnosed for CRF about 5-10 years, women are more prone to UTI, housewife and pensioner is the dominant occupation and most of the UTI patient are living in Kota Medan.

We hope with this result, the administration of RSUP H. Adam Malik would consider the best treatment and give information that will benefits for the CRF patients who presents with UTI.

The conclusion from the study is among 60 patient with CRF, 18 people are having UTI complication.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berpenduduk keempat terbesar dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Penduduk Indonesia dianggarkan sebanyak 222 juta jiwa dan pecahan jumlah penduduk bagi provinsi Sumater Utara pada tahun 2000, mempunyai 11,7 juta jiwa (BPSI, 2010). Dan saat ini, tidak banyak penelitian epidemiologi tentang prevalensi infeksi saluran kemih pada penyakit ginjal kronik di Indonesia. Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Di kotamadya Medan, angka penderita gagal ginjal yang menjalani dialisa diperkirakan sebanyak 100 kali pada tahun 1982, menjadi 1100 pada tahun 1990 (Lubis dalam Lubis, 2006).

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal akibat berbagai penyakit ginjal yang kronik, yang berkembang secara progresif dan irreversible. Gagal ginjal kronik dinyatakan apabila nilai tes klirens kreatinin (TKK) sama atau kurang dari 25 ml/menit (Prodjosudjadi, 2001). Menurut Price (1992) gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun.

Selain itu, akibat penyakit yang menahun ini, menimbulkan gejala klinis yang merugikan pada keseluruhan sistem tubuh yang lain dan antaranya adalah terkait penurunan fungsi imun tubuh dan leukosit. Sistem imunologi tubuh manusia berfungsi untuk mempertahankan tubuh dari serangan patogen (mikroorganisme penyebab penyakit seperti virus dan bakteri) dan kekurangan fungsi tersebut akibat kelainan pada proses metabolisme tubuh pada pasien penyakit ginjal kronik akan meningkatkan resiko terkenanya infeksi (Kato et al, 2008).

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit infeksi yang kedua tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun (NKUDIC). Infeksi ini juga lebih sering dijumpai pada wanita dari pada laki-laki,


(13)

pada wanita dapat terjadi pada semua tingkat umur, sedangkan pada laki-laki kasus di bawah umur 50 tahun jarang terjadi. Pada umumnya infeksi saluran kemih pada wanita terbatas pada saluran kemih bagian bawah yaitu uretra dan kandung kemih, akan tetapi dapat pula menyebar ke saluran kemih bagian atas sampai ke ginjal. Sebaliknya infeksi yang terjadi pada saluran kemih bagian atas hampir selalu disertai dengan infeksi saluran kemih bagian bawah (Junizaf, 1994). Hampir semua penelitian mengemukakan bahwa penyebab utama dari infeksi saluran kemih adalah E. Coli yang diperkirakan 50% dari bakteriuria nosokomial. Sedangkan Klebsiella-Enterobacter diperkirakan 3-13% dan

Pseudomonas Aerogenosa, Serratia, Entero Cocci, Staphylococcus dan jamur sebagai

penyebab lain. E.Coli dan Klebsiella-Enterobacter sering sebagai penyebab terjadinya infeksi pada pasien yang tidak mendapat pengobatan antimikroba (Junizaf, 1994).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka saya sebagai peneliti ingin mengetahui apakah insiden infeksi saluran kemih (ISK) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK) di RSUP H. Adam Malik?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui insiden infeksi saluran kemih (ISK) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK) di RSUP H. Adam Malik.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat insiden ISK pada penderita GGK.

2. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan kelompok umur.

3. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan lamanya menderita penyakit. 4. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan jenis kelamin.

5. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan jenis pekerjaan. 6. Mengetahui distribusi penderita berdasarkan alamat tempat tinggal.


(14)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan menfaat untuk :

1.4.1. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat dan seterusnya meningkatkan kesadaran mengenai kemungkinan infeksi saluran kemih pada penderita penyakit ginjal kronik.

1.4.2. Bagi Petugas Kesehatan

Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan semaksimal mungkin bagi mengelakkan kemungkinan infeksi saluran kemih pada penderita penyakit ginjal kronik yang akan merugikan penderita.

1.4.3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian dan melatih keupayaan menganalisa data serta melengkapi pengetahuan pembuatan karya tulis ilmiah.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gagal Ginjal Kronik

2.1.1. Definisi Gagal Ginjal Kronik

Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak saling bersebelahan dengan vertebra di bagian posterior inferior tubuh manusia yang normal. Setiap ginjal mempunyai berat hampir 115 gram dan mengandungi unit penapisnya yang dikenali sebagai nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus berfungsi sebagai alat penyaring manakala tubulus adalah struktur yang mirip dengan tuba yang berikatan dengan glomerulus. Ginjal berhubungan dengan kandung kemih melalui tuba yang dikenali sebagai ureter. Urin disimpan di dalam kandung kemih sebelum ia dikeluarkan ketika berkemih. Uretra menghubungkan kandung kemih dengan persekitaran luar tubuh (Pranay, 2010).


(16)

Ginjal adalah organ yang mempunyai fungsi vital dalam tubuh manusia. Fungsi utama ginjal adalah untuk mengeluarkan bahan buangan yang tidak diperlukan oleh tubuh dan juga mensekresi air yang berlebihan dalam darah. Ginjal memproses hampir 200 liter darah setiap hari dan menghasilkan kurang lebih 2 liter urin. Bahan buangan adalah hasil daripada proses normal metabolisme tubuh seperti penghadaman makanan, degradasi jaringan tubuh, dan lain-lain. Ginjal juga memainkan peran yang penting dalam mengatur konsentrasi mineral-mineral dalam darah seperti kalsium, natrium dan kalium. Selain itu ia berfungsi untuk mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan lebihan garam (Pranay, 2010). Keadaan dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60 % dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia disebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit gagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku

kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010):

Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2) Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2) Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2) Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)


(17)

2.1.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, serta penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab yang tidak diketahui. Menurut (Price, 1995), penyebab GGK adalah :

1. Infeksi seperti pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis.

4. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan asidosis tubulus.

5. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan amiloidosis.

6. Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan refluks ureter.

Walaubagaimanapun, penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan darah yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi paras normal, menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal, serta pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau hipertensi, terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan jika tidak dikawal, hipertensi bisa menjadi punca utama kepada serangan jantung, strok dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa menyebabkan hipertensi (NKF, 2010).

2.1.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga


(18)

bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010).

Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi, walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal (Arora, 2010). Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat progresif adalah :

1. Hipertensi sistemik

2.Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal 3. Proteinuria

4. Hiperlipidemia

Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea

nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak

dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan tertahannya


(19)

natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).

2.1.4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik

Oleh karena ginjal memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur keseimbangan homeostasis tubuh, penurunan fungsi organ tersebut akan mengakibatkan banyak kelainan dan mempengaruhi pada sistem tubuh yang lain. Antara gejala-gejala klinis yang timbul pada GGK adalah (Pranay, 2010):

1. Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia). 2. Udem pada tungkai dan mata (karena retensi air). 3. Hipertensi.

4. Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam tubuh. 5. Anoreksia, nausea dan vomitus.

6. Gatal pada kulit, kulit yang pucat karena anemia.

7. Sesak nafas dan nafas yang dangkal karena akumulasi cairan di paru.

8. Neuropati perifer. Status mental yang berubah karena ensefalopati akibat akumulasi bahan buangan atau toksikasi uremia.

9. Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung penderita.

10. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi. 11. Libido yang berkurangan dan gangguan seksual.


(20)

2.1.5. Pemeriksaan Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik biasanya tidak menampakkan gejala-gejala pada tahap awal penyakit. Untuk menegakkan diagnosa GGK, anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang mendasari. Namun demikian pada beberapa keadaan memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Dengan hanya melakukan pemeriksaan laboratorium bisa dikesan kelainan-kelainan yang berlaku. Individu-individu yang mempunyai risiko besar untuk terpajannya penyakit harus melakukan pemeriksaan rutin untuk mengesan penyakit ini. Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada GGK dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu untuk menentukan derajat kegawatan GGK, menentukan gangguan sistem dan membantu menegakkan etiologi. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, dan juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dilakukan untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit.

Pemeriksaan urin termasuk di dalam pemeriksaan laboratorium. Antara pemeriksaan urin yang dilakukan adalah urinalisa dan juga kadar filtrasi glomerulus. Analisis urin dapat mengesan kelainan-kelainan yang berlaku pada ginjal. Yang pertama dilakukan adalah dipstick test. Tes ini mengguanakan reagen tertentu untuk mengesan sunstansi yang normal maupun abnormal termasuk protein dalam urin. Kemudian urin diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari eritrosit dan leukosit dan juga apakah adanya kristal dan silinder. Bisanya dijumpai hanya sedikit protein albumin di dalam urin. Hasil positif pada pemeriksaan dipstick menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan yang lebih sensitif bagi menemukan protein adalah pemeriksaan laboratorium untuk estimasi albumin dan kreatinin dalam urin. Nilai banding atau ratio antara albumin dan kreatinin dalam urin memberikan gambaran yang bagus mengenai ekskresi albumin per hari. Menurut Prodjosudjadi (2001) tahap keparahan penyakit ginjal yang diukur berdasarkan Tes Klirens Kreatinin (TKK), diklasifikasikan gagal ginjal kronik (chronic renal failure,

CRF) apabila TKK sama atau kurang dari 25 ml/menit. Penurunan fungsi dari ginjal

tersebut akan berterusan dan akhirnya mencapai tahap gagal ginjal terminal apabila TKK sama atau kurang dari 5 ml/menit.


(21)

Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah penunjuk umum bagi kelainan ginjal. Dengan bertambah parahnya kerusakan ginjal, LFG akan menurun. Nilai normal LFG adalah 100-140 mL/min bagi pria dan 85-115 mL/min bagi wanita. Dan ia menurun dengan bertambahnya usia. LFG ditentukan dengan menentukan jumlah bahan buangan dalam urin 24 jam atau dengan menggunakan indikator khusus yang dimasukkan secara intravena (Pranay, 2010).

The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku

kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010):

Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2) Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2) Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)

Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)

Estimated GFR (eGFR) dilakukan dengan menghitung anggaran GFR

menggunakan hasil dari pemeriksaan darah. Adalah penting untuk mengetahui nilai estimasi GFR dan tahap atau stage GGK penderita. Ini adalah untuk melakukan pemeriksaan tambahan lain dan juga upaya panatalaksanaan.

Pemeriksaan darah yang dianjurkan pada GGK adalah kadar serum kreatinin dan

blood urea nitrogen (BUN). Ia adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk monitor

kelainan ginjal. Protein kreatinin adalah hasil degradasi normal otot dan urea adalah hasil akhir metabolisme protein. Hasil keduanya meningkat dalam darah jika adanya panyakit pada ginjal. Electrolyte levels and acid-base balance ditentukan karena gagal ginjal akan menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Terutamanya kalium, fosfor dan kalsium (Pranay, 2010). Hiperkalemia adalah yang perlu diberi perhatian. Keseimbangan asam basa juga biasanya terganggu.

Blood cell counts dilakukan karena pada dasarnya, kerusakan ginjal menyebabkan


(22)

anemia. Sesetengah penderita juga mungkin mengalami defisiensi zat besi karena kehilangan darah pada saluran gastrointestinal mereka.

Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan gambaran yang tidak bersifat invasif. Pada tahap kronik, ginjal biasanya mengerucut walaupun pada beberapa kelainan seperti

adult polycystic kidney disease, diabetic nephropathy, dan amiloidosis ia tampak

membesar dan mungkin normal. USG digunakan untuk mendiagnosa apakah terdapat obstruksi, batuan ginjal, dan menilai aliran darah ke ginjal (Pranay, 2010).

2.2 Infeksi Saluran Kemih

2.2.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih adalah masalah kesihatan yang serius mengenai jutaan populasi manusia setiap tahunnya. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang kedua paling banyak ditemukan setelah infeksi saluran pernafasan. Menurut National

Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC, 2005) sebanyak

8,3 juta kasus ISK dilaporkan setiap tahun. Sistem urinari manusia terdiri dari organ seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Organ yang memainkan peran penting dalam sistem ini adalah ginjal, sepasang organ berwarna coklat keunguan terletak di bagian inferior posterior tubuh manusia normal. Ginjal mensekresikan lebihan cairan dan sisa bahan buangan tubuh melalui urin, menjaga keseimbangan garam dan substansi lain dalam darah, dan mensekresi hormon eritropoitin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah. Ureter yaitu tuba sempit berfungsi membawa urin dari ginjal ke kandung kemih. Urin disimpan di sini dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra. Jumlah urin yang diproduksi adalah tergantung cairan dan makanan yang dikonsumsi oleh individu setiap hari.


(23)

Gambar 2.2 Traktus Urinari

Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan adanya bakteri dalam urin dan pada pemeriksaan biakan mikroorganisme didapatkan jumlah bakteri sebanyak 100,000 koloni per milliliter urin atau lebih yang dapat disertai dengan gejala-gejala (simtomatik) atau tidak (asimtomatik). Menurut Widayati (2004), pada pasien dengan simtom ISK, jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 100,000 per milliliter urin. Penderita wanita adalah yang paling banyak terinfeksi dan setiap wanita diperkirakan akan mengalami gejala-gejala ISK sebanyak 5 kali dalam siklus hidupnya. Manakala pada penderita pria, jarang dilaporkan tetapi jika berlaku bisa menyebabkan komplikasi yang serius. Pada umumnya infeksi saluran kemih pada wanita terbatas pada saluran kemih bagian bawah yaitu uretra dan kandung kemih, akan tetapi dapat pula menyebar ke saluran kemih bagian atas sampai ke ginjal. Sebaliknya infeksi yang terjadi pada saluran kemih bagian atas hampir selalu disertai dengan infeksi saluran kemih bagian bawah (Junizaf, 1994).


(24)

2.2.2. Etiologi Infeksi Saluran Kemih

Urin biasanya berada dalam keadaan yang steril. Infeksi berlaku apabila bakteri atau mikroorganisme patogen yang lain masuk ke dalam urin dan mula membiak. Lokasi infeksi biasanya bermula pada bukaan uretra, didapat dari daerah anus dan bergerak naik ke atas melalui traktus urinari dan bisa menginfeksi kandung kemih. Ini mungkin disebabkan oleh kebersihan diri yang kurang atau hubungan seksual. (Balentine, 2009). Jika bakteri sampai ke ginjal, ini mungkin mengakibatkan infeksi ginjal atau pyelonephritis yang bisa mengakibatkan komplikasi yang sirius jika tidak dilakukan tindakan intervensi yang tepat.

Hampir semua penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa penyebab utama dari infeksi saluran kemih adalah bakteria patogen Escherichia Coli yang diperkirakan 50% dari bakteriuria nosokomial. Sedangkan Klebsiella-Enterobacter diperkirakan 3-13% dan

Pseudomonas Aerogenosa, Serratia, Entero Cocci, Staphylococcus dan jamur sebagai

penyebab lain. E-Coli dan Klebsiella-Enterobacter sering sebagai penyebab terjadinya infeksi pada pasien yang tidak mendapat pengobatan antimikroba (Junizaf, 1994). Berikut adalah golongan yang mempunyai risiko untuk mengidap ISK :

1. Penderita batu ginjal yaitu individu yang mengalami obstruksi saluran kemih.

2. Penderita yang mengalami gangguan pengosongan kandung kemih seperti kerusakan pada syaraf spinalis dan wanita yang menopause.

3. Penderita imunosupresan seperti pada penderita diabetes dan HIV. 4. Pada penderita wanita yang mempunyai aktif seksualnya.

5. Penderita yang mengalami pembesaran prostat karena ini akan melambatkan pengosongan kandung kemih sehingga infeksi terjadi.

6. Pemakaian kateter untuk pengosongan kandung kemih akan menyebabkan infeksi saluran kemih 1-2%, hal ini karena pada waktu pemasangan kateter tersebut kemungkinan kuman yang ada dalam uretra akan terdorong ke dalam kandung kemih sehingga dapat menimbulkan infeksi.


(25)

2.2.3. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih

Urin biasanya berada dalam keadaan steril. Infeksi berlaku apabila bakteri masuk ke dalam urin dan mula bertumbuh. Proses infeksi ini biasanya bermula pada pembukaan uretra di mana urin keluar dari tubuh dan masuk naik ke dalam traktus urinari. Biasanya, dengan miksi ia dapat mengeluarkan bakteri yang ada dari uretra tetapi jika bakteri yang ada terlalu banyak, proses tersebut tidak membantu. Bakteri akan naik ke atas saluran kemih hingga kandung kemih dan bertumbuh kembang di sini dan menjadi infeksi. Infeksi bisa berlanjut melalui ureter hingga ke ginjal. Di ginjal, peradangan yang terjadi disebut pielonefritis yang akan menjadi keadaan klinis yang serius jika tidak teratasi dengan tuntas (Balentine, 2009).

Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999).

Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frequency), dan sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting

system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan

urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit


(26)

polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring). (Hanson, 1999).

2.2.4. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih

Tidak semua penderita ISK mengalami keluhan tetapi kebanyakannya ada seperti berkemih yang berulang kali, sensasi panas dan sakit pada kandung kemih atau uretra sewaktu miksi dan lain-lain. Pada wanita biasanya merasakan tekanan pada bagian superior simfisisnya sedangkan pria sering merasakan kepenuhan (fullness) pada rektum. Ia adalah kebiasaan bagi penderita ISK untuk mengeluhkan walaupun sentiasa ingin berkemih, jumlah urin yang keluar hanya sedikit. Urin biasanya terlihat keruh, atau merah jika ada perdarahan. Dan ISK jarang menyebabkan demam jika lokasi biakan bakteri berlaku di daerah kandung kemih atau uretra melainkan pada ginjal. Keluahan-keluhan lain ISK termasuk nyeri di bagian punggung, nausea dan muntah (Balentine, 2009).

Lower urinary tract infection (cystitis): sepanjang uretra dan kandung kemih.

1. Disuria yaitu nyeri ketika buang air kecil.

2. Kerap buang air kecil atau bangun pada malam hari untuk kencing dan jumlah urin biasanya sedikit.

3. Urgency atau tidak bisa menahan urin dalam kandung kemih.

4. Urin yang keruh, busuk atau disertai darah. 5. Nyeri pada bagian abdomen bawah (suprapubik). 6. Demam dan rasa tidak enak tubuh atau malaise.

Upper urinary tract infection (pyelonephritis):

1. Demam tinggi dan menggigil. 2. Muntah dan nausea.

3. Nyeri pada bagian punggung atau tepi tubuh dan biasanya sejajar dengan pinggang (kostovetebra).


(27)

Pada bayi baru lahir, balita, anak-anak, dan orang tua, gejala-gejala yang timbul mungkin tidak sama tetapi keluhan-keluhan yang lain mungkin menunjukkan adanya ISK.

1. Neonatus : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan atau ikterus.

2. Anak-anak : kurang nafsu makan, demam yang terus menerus tanpa penyebab yang pasti, perubahan pada pola buang air kecil.

3. Orang tua : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan, letargi, atau perubahan status mental.

Wanita hamil mempunyai risiko besar untuk menidap ISK. Dan wanita hamil seharusnya selalu membuat pemeriksaan urin untuk mengelakkan ISK yang mungkin menyebabkan komplikasi yang teruk pada anak-anak.

2.2.5. Pemeriksaan Infeksi Saluran Kemih

Diagnosa bagi infeksi saluran kemih berdasarkan maklumat yang diberikan oleh penderita mengenai keluhan-keluhan yang timbul, rekod perubatan dan pembedahan, obat-obatan, dan latarbelakang penderita. Kemudian pemeriksaan fisikal dan laboratorium dilakukan bagi menegakkan diagnosa. Jika petugas kesehatan menduga berlakunya ISK, pemeriksaan awal yang akan dilakukan adalah urinalisis (Howes, 2009).

Dipstick urinalysis, adalah alat diagnosa yang digunakan. Hasilnya yang menyatakan

positif bagi pemeriksaan esterase leukosit dan nitrit memperkuatkan diagnosa ISK. Sampel urin yang diambil dengan teknik mid-stream akan diperiksa samaada mempunyai tanda-tanda infeksi seperti kehadiran leukosit dan bakteria penyebab (Mehnert-Kay, 2005). ISK ditegakkan pada pemeriksaan urinalisa apabila ditemukan bakteri lebih dari 5 per lapangan pandang besar.

1. Bagi wanita dewasa dan wanita lanjut usia, dibersihkan dahulu kawasan genital, kemudian dengan teknik mid-stream diambil sampel urin. Bagi sesetengah wanita, teknik kateterisasi mungkin digunakan. Ini bagi mendapatkan sampel urin yang tidak terkontaminasi.

2. Bagi laki-laki, penderita yang tidak sirkumsisi (khatan) ditarik dahulu kulit genital luarnya, dan bersihkan kawasan tersebut sebelum dilakukan pengambilan sampel.


(28)

3. Bagi neonatus, urin diambil dengan insersi jarum pada bagian bawah abdomen, yaitu pada kandung kemih dan aspirasi dilakukan.

4. Bagi anak-anak, mungkin dilakukan aspirasi atau kateterisasi.

Pemeriksaan kultur juga dijalankan, menurut Braga et al (2006) ia dilakukan jika terdapat hasil positif bagi pemeriksaan nitrit and esterase leukosit. Diambil sedikit urin dan digosok pada medium biakan pada piring steril dan dibiarkan bakteria bertumbuh. Ini akan membantu di dalam pengobatan dengan pemilihan obat antibiotika yang sesuai bagi penderita. Tetapi jarang dilakukan bagi infeksi yang menjadi kebiasaan (Balentine, 2009). Piuria (pus di dalam air kemih) yang ditemukan pada tes esterase leukosit positif, dijumpai pada hampir keseluruhan penderita ISK (Howes, 2009). Bagi penderita wanita yang cukup gejala-gejala ISK dan ditemukan tanda-tanda ISK, pemeriksaan mikroskopis masih diperlukan walaupun tes esterase leukosit menunjukkan hasil yang negatif. Diagnosa infeksi saluran kemih ditegakkan dengan menemukan jumlah bakteri lebih dari 100.000 koloni per milliliter urin. Tetapi, pada penderita dengan keluhan-keluhan yang jelas jumlah ini bisa tersasar. Jika ditemukan 10,000 koloni per milliliter urin juga diterima dengan pengambilan urin secara aspirasi suprapubik (Mehnert-Kay, 2005).

Apabila infeksi masih tidak tuntas sepenuhnya dan penyebab mikroorganismanya masih sama, petugas kesehatan mungkin mengarahkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti intravenous pyelogram. Pemeriksaan ini memberikan gambaran kandung kemih, ginjal, dan ureter. Pewarna khusus dimasukkan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena, dan beberapa gambar diambil. Ia menunjukkan walau sekecil manapun perubahan yang berlaku pada traktus urinari. Jika infeksi yang berulang, petugas kesehatan mungkin dianjurkan juga untuk dilakukan pemeriksaan ultrasound. Pemeriksaan sistoskopi juga bisa dilakukan untuk melihat dengan lebih jelas apakah terdapat kelainan pada struktur anatomi traktus urinari (NKUDIC, 2010).


(29)

2.4. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Pada Gagal Ginjal Kronik

Penurunan fungsi ginjal adalah faktor predisposisi bagi penyakit jantung dan kematian pada penderita GGK. Walaupun dilakukan perawatan hemodialisis dan dialisis peritonial, kadar kematian yang dicatakan masih tinggi yaitu sebanyak 20% setiap tahun (William, 2004). Menurut Foley (1998) penyebab kematian utama adalah penyakit jantung dan infeksi, diperkirakan sebanyak 70% dari jumlah kematian pada penderita GGK. Penderita GGK mempunyai risiko tinggi untuk komplikasi infeksi, sama dengan penderita imunosupresan. Kegagalan sistem imunitas tubuh pada penderita GGK dipengaruhi berbagai faktor seperti intoksikasi uremia, perubahan metabolisme ginjal pada protein imunitas tubuh, dan kesan akibat perawatan ganti ginjal. Dan pada setiap penderita, penyebabnya adalah berbagai. Kadar infeksi yang tinggi dijumpai pada penderita uremik dan ia adalah penyebab kematian kedua paling banyak pada penderita GGK (Girndt, 1999). Sitem imunitas yang tidak berfungsi pada penderita uremik dikaitkan dengan perubahan pada dua cabang utama sistem imunitas tubuh yaitu sistem imun bawaan (innate immune system) dan adaptif (adaptive immune system). Sistem imun bawaan bekerja dengan mengenalpasti, memfagositosis dan menghancurkan patogen. Selain itu ia juga menginduksi proses inflamasi dan presentasi antigen yang akan mengaktivasikan sistem imun adaptif. Sedangkan sistem imun adaptif bekerja dengan memproduksi antibodi dan terkait sistem memori untuk pertahanan tubuh (Kato et al, 2008).

Perubahan sistem imun pada penderita gagal ginjal merupakan suatu proses yang kompleks. Pada penderita uremik, ia menunjukkan hipersitokinemia akibat akumulasi sitokin proinflamasi yang disebabkan oleh penurunan eliminasi oleh ginjal atau peningkatan produksinya. Di sisi lain, uremia menyebabkan kelainan-kelainan yang menghambat sistem imunitas untuk berfungsi dengan betul. Ia dapat dilihat pada tabel berikut.


(30)

Tabel 2.1 Gangguan sistem imunitas tubuh pada penderita gagal ginjal tahap akhir Sistem imun bawaan Gangguan pada GGK Sistem imun adaptif Gangguan pada GGK -Recognition pattern -Secreted pattern -Endocytic pattern -Meningkat -Meningkat -Menurun

Limfosit T - Impaired activation - Increased Th1/Th2 ratio -Monosit -Neutrofil -hiporeaktif -kurang efek bakterisidal

Limfosit B - Decreased cell count

(preserved function) -Sitokin Meningkat karena

klearens ginjal yang rendah, infeksi yang berulang. Produksi tidak berupaya mencegah infeksi. Antigen Presenting Cell/ sel dendritik - Stimulated (fungsi berubah)

Komplemen aktivasi

(Kato et al, 2008)

Terdapat banyak bukti yang menunjukkan kelainan pada sistem imun bawaan dan adaptif yang berperan dalam menyebabkan peningkatan kadar infeksi pada penderita gagal ginjal. Abnormalitas fungsi monosit, netrofil, dan sel dendritik dikaitkan terus dengan peningkatan risiko infeksi. Vaksinasi Hepatitis B sering dilakukan ketika rawatan dialisis dijalankan (Girndt, 1999). Kadar kegagalan yang tinggi ditunjukkan pada vaksinasi Hepatitis B dan begitu juga vaksinasi virus influenza, Clostridium tetani, atau


(31)

berfungsi. Toll-like receptors (TLRs) bertindak untuk mengenalpasti komponen-komponen patogenik seperti lipopolisakarida, peptidoglikan, RNA dari virus, dan oligodioksinukliotida dari bakteri. Ia berperan untuk membantu ketika proses fagositosis dan aktivasi sistem komplemen serta sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, dan TNF-α. Dan TLRs turut berperan dalam maturasi sel dendritik yang berfungsi sebagai antigen presenting

cells (APC). Peran utama APC adalah untuk mempresentasi antigen pada sel limfosit, dan

seterusnya menginduksi pengaktifan dari sel limfosit.

Untuk mencapai peran tersebut, sel dendritik/APC harus mengekspresikan molekul major histocompatibility complex (MHC) dan molekul stimulator yanag lain yaitu CD80 dan CD86 pada permukaannya. TLRs, apabila berikatan dengan antigen akan menginduksi peningkatan dari molekul-molekul tersebut dan menyebabkan maturasi sel dendritik. Sel dendritik yang telah dewasa bermigrasi melalui aliran limfe (limfogen) dan akan mengaktivasi sel T yang seterusnya akan menggerakkan kerja dari sistem imun adaptif. TLR4 adalah golongan TLR yang paling banyak dikaji.

(Kato et al, 2008). Molekul TLR4 mengenali komponen bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding sel Escherichia coli,yang menyebabkan 80% dari penyebab ISK. Kajian yang dijalankan menunjukkan tikus dengan masalah ginjal pielonefritis, yang kurang dengan molekul ini mempunyai klearens bakteri yang rendah (Shahin dalam Kato et al, 2008). Pada manusia yang normal, gangguan fungsi gen TLR4 akan menyebabkan rentannya terjadi infeksi dari bakteri gram negatif.

Menurut Czyzyk dalam Kato et al (2008) protein yang berperan untuk mempertahankan saluran kemih dari invasi kuman patogen yaitu Tamm-Horsfall protein mengaktivasi APC melalui TLR4. Sementara TLR2 bereaksi dengan PAMP yang terdapat pada bakteri gram positif dan gram negatif dan kekurangan TLR2 pada tikus menunjukkan ia akan mudah mengalami infeksi. Komponen TLR yang terbaru ditemukan adalah molekul TLR11 ayng terbukti mampu mempertahankan tubuh dari ISK. Ketidakseimbangan fungsi TLR pada penderita uremia memungkinkan terjadinya kegagalan tubuh untuk menghindari ISK. Ia karena pada keadaan uremia kemampuan untuk mengenalkan antigen pada sel dendritik dan limfosit berkurang karena terjadi alterasi pada molekul CD80 dan CD86. Molekul-molekul ini dibawa oleh TLRs maka ia


(32)

menunjukkan kelainan pada TLRs sebenarnya yang menyebabkan ketidakmampuan sel APC untuk berfungsi. Kehilang TLRs menunjukkan pengurangan sintesis dari molekul IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penderita yang menjalani hemodialisis, selain uremia endotoksin yang terdapat pada cairan dialisis juga menyebabkan pengurangan ekspresi dari molekul TLR4. Ini karena stimulasi yang berterusan untuk perawatan hemodialisis. Di sini bisa dikatakan bahwa pengeluaran urin yang sedikit akibat fungsi ginjal yang menurun, ditambah dengan fungsi TLR dan sistem imun keseluruhannya yang tidak seimbang seiring dengan invasi mikroorganisme patogen menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih pada penderita gagal ginjal kronik (Kato et al, 2008).

GAGAL GINJAL KRONIK (UREMIA) SISTEM IMUN ADAPTIF -menurun SISTEM IMUN BAWAAN -Aktivitas sel fagosit menurun -TLR menurun

Kehilangan fungsi pada jaringan ginjal yang tersisa hingga oliguria, anuria, albuminuria, dan merubah pH dan

osmolalitas urin.

-AKTIVASI IMUN -HIPERSITOKINEMIA -INFLAMASI KRONIK MUDAH TERJADI INFEKSI

(immunosupresan)

Fibrosis pada jaringan interstisial

CVD -Menyebabkan

kematian

ISK


(33)

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2. Definisi Operasional

A. ISK adalah infeksi yang berlaku di saluran kemih dan ditemukan kuman pada pemeriksaan disertai gejala-gejala klinis. ISK ditegakkan dengan ditemukannya sel lekosit lebih dari 5 per lapangan pandang besar (LPB) dan kuman lebih dari 100.000 koloni per milliliter urin disertai keluhan-keluhan lain.

B. Infeksi saluran kemih bagian atas adalah apabila memenuhi salah satu kriteria dibawah ini:

4. Demam tinggi dan menggigil. 5. Muntah dan nausea.

6. Nyeri pada bagian punggung atau tepi tubuh dan biasanya sejajar dengan pinggang (kostovetebra).

C. Infeksi saluran kemih bagian bawah adalah apabila memenuhi salah satu kriteria dibawah ini :

7. Disuria yaitu nyeri ketika buang air kecil.

8. Kerap buang air kecil atau bangun pada malam hari untuk kencing dan jumlah urin biasanya sedikit.

9. Urgency atau tidak bisa menahan urin dalam kandung kemih.

10.Urin yang keruh, busuk atau disertai darah. 11.Nyeri pada bagian abdomen bawah (suprapubik). 12.Demam dan rasa tidak enak tubuh atau malaise.

Gagal Ginjal Kronik Infeksi Saluran Kemih (ISK)


(34)

D. Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. GGK berlaku apabila kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit gagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. GGK ditegakkan dengan berlaku kerusakan jaringan ginjal yang bersifat kronik atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih.

3.3 Cara Ukur Analisa rekam medis 3.4 Alat Ukur Rekam medis. 3.5 Kategori A. Urinalisa

- Lekosituria (> 5 /LPB)

- Tiada Lekosituria (0-5 / LBP) 3.6 Skala Pengukuran


(35)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-cross sectional retrospektif. Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi serta distribusi penyakit disuatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. Cross sectional adalah melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Dinyatakan metode retrospektif karena dalam penelitian ini, yang dikaji adalah insiden infeksi saluran kemih (ISK) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK) di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah setelah penulisan proposal yaitu dari bulan Juli hingga Oktober 2010. Penelitian dilakukan di Sub Bagian Nefrologi bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik. Ia adalah rumah sakit pemerintah dan menjadi tempat rujukan bagi penderita gagal ginjal kronik untuk menjalani rawatan di sana secara rawat inap maupun rawat jalan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh penderita penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani rawatan di RSUP H. Adam Malik Medan bermula pada tanggal 01 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009. Jumlah populasi tersebut diambil dari rekam medis yang terdapat di sub bagian Nefrologi, bagian Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik total sampling. Ini bermaksud seluruh populasi adalah sampel penelitian. Sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.


(36)

Kriteria inklusi untuk menjadi sampel penelitian adalah :

1. Penderita gagal ginjal kronik yang mengalami komplikasi infeksi saluran kemih yang dirawat di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2009.

2. Hasil pemeriksaan urinalisa menunjukkan lekosituria (>5 lekosit per lapangan pandang besar).

Kriteria eksklusi sampel penelitian adalah data rekam medis tidak lengkap sesuai penelitian.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapat izin pelaksanaan penelitian dari bagian Medical Education Unit (MEU) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik. Setelah itu, data penderita diambil dari rekam medis di Sub Bagian Nefrologi Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik. Data-data yang diperoleh dari rekam medis adalah data penderita penyakit gagal ginjal kronik dengan komplikasi infeksi saluran kemih.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari rekam medis akan diteliti oleh peneliti supa ya tidak berlaku kesalahan membaca data dari rekam medis tersebut. Maklumat yang didapatkan kemudian akan dimasukkan ke dalam komputer untuk dianalisa dengan menggunakn

Statistical Product and Service Solution for Windows v17.0 dengan menggunakan table


(37)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau No.17, Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum daerah untuk wilayah Sumatera Utara dan juga berperan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan telah meiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang beragam. Penelitian ini dilakukan di Sub Bagian Nefrologi Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh penderita penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani rawatan di RSUP H. Adam Malik Medan mulai tanggal 01 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009. Data penderita infeksi saluran kemih diambil dari catatan rekam medis yang terdapat di Sub Bagian Nefrologi Bagian Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik Medan. Sebanyak 60 penderita gagal ginjal kronik yang sesuai untuk dinilai. Dari 60 orang, didapatkan sebanyak 18 sampel penelitian yang memenuhi kriteria-kriteria sampel yang telah ditetapkan.


(38)

5.1.2.1. Distribusi Sampel Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) Tabel 5.1 Distribusi Penderita ISK dan non ISK pada penderita GGK

No. Status

Penyakit

Frekuensi Persentase

1. ISK 18 30,0

2. Non-ISK 42 70,0

Jumlah 60 100

Hasil penelitian menunjukkan daripada 60 orang penderita gagal ginjal kronik (GGK) di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan (2009), terdapat sebanyak 18 orang (30%) yang mengalami komplikasi ISK. Sebanyak 42 orang (70%) tidak mengalami komplikasi ISK.

5.1.2.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur

Tabel 5.2 Distribusi Penderita ISK berdasarkan Kelompok Umur

No Kelompok

Umur

Frekuensi Persentase

1 <25 1 5.5

2 26-35 0 0

3 36-45 1 5,5

4 46-55 7 39

5 56-65 3 16,7

6 >65 6 33,3

Jumlah 18 100

Umur rata-rata sampel untuk penelitian ini adalah 57,1 tahun. Umur sampel yang paling muda adalah 24 tahun dan sampel yang tertua adalah 78 tahun. Dari tabel ini didapatkan


(39)

untuk kelompok umur bawah 25 tahun, terdapat 1 penderita ISK (5,5 %). Untuk kelompok umur 26-35 tahun, tiada penderita ISK (0 %). Kelompok umur 36-45 tahun, terdapat 1 penderita (5,5 %). Kelompok umur 46-55 tahun, terdapat 7 penderita (39 %). Kelompok umur 56-65 tahun, terdapat 3 penderita (16,7 %). Dan untuk kelompok umur atas 65 tahun, terdapat sebanyak 6 penderita (33,3 %). Jumlah penderita yang paling banyak didapatkan pada kelompok umur 45-55 tahun yaitu sebanyak 7 orang penderita ISK. Dan untuk penderita yang paling sedikit didapatkan pada kelompok umur 25-35 tahun yaitu tiada penderita ISK.

5.1.2.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Lamanya Menderita Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Tabel 5.3 Distribusi Penderita ISK berdasarkan Lamanya Menderita Penyakit GGK

No Tempoh

Penyakit GGK

Frekuensi Persentase

1 1 - 5 tahun

7 39

2 6 – 10 tahun 10 55,5

3 > 10 tahun 1 5,5

Jumlah 18 100

Tabel 5.3 menunjukkan lamanya penyakit gagal ginjal kronik pada penderita sebelum mengalami komplikasi ISK. Dari tabel terlihat sebanyak 7 sampel (39 %) berada di dalam kelompok pertama yaitu di bawah 1 hingga 5 tahun. 10 sampel (55,5 %) berada pada kelompok lamanya menderita penyakit antara 6 hingga 10 tahun. Untuk kelompok lamanya menderita penyakit lebih dari 10 tahun, didapatkan 1 sampel (5,5 %).


(40)

5.1.2.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.4 Distribusi Penderita ISK berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis

kelamin

Frekuensi Persentase

1. Laki-laki 5 27,8

2. Wanita 13 72,2

Jumlah 18 100

Dari tabel 5.4 didapatkan 5 orang (27,8 %) jenis kelamin laki-laki dan 13 orang (72,2 %) jenis kelamin wanita yang mengalami komplikasi ISK pada penderita GGK.

5.1.2.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tabel 5.5 Distribusi Penderita ISK Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi Persentase

1 IRT 8 44,4

2 MAHASISWA 1 5,6

3 PENSIUNAN 8 44,4

4 WIRASWASTA 1 5,6

Jumlah 18 100,0

Tabel 5.5 menunjukkan jenis pekerjaan pada sampel penelitian. Jenis pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) dan pensiunan tercatat sebagai yang terbanyak yaitu masing-masing sebanyak 8 sampel (44,4 %). Didapatkan 1 sampel (5,6 %) dari setiap jenis pekerjaan berikut yaitu mahasiswa dan wiraswasta.


(41)

5.1.2.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Tempat Tinggal

Tabel 5.6 Distribusi Penderita ISK Berdasarkan Tempat Tinggal

Dari penelitian didapatkan lokasi tempat tinggal bagi pasien. Dari Kota Medan didapatkan 13 sampel (72,2 %), diikuti dari Langkat dengan 3 sampel (16,7 %), dan masing-masing 1 sampel (5,6 %) dari Binjai dan Aceh.

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat insiden infeksi saluran kemih pada penderita gagal ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009. Penelitian dilakukan secara deskriptif-cross sectional retrospective yaitu mendapatkan informasi data penderita secara langsung dari rekam medis. Hasil yang diperoleh dari tabel 5.1 menunjukkan tingkat insiden penderita yang mengalami ISK adalah sebanyak 30% dan tidak mengalami ISK 70%. Saitoh (1985) dalam penelitiannya mendapatkan nilai insiden sebanyak 26%. Gauba (1997) melalui penelitiannya mendapatkan sebanyak 12% penderita GGK yang mengalami ISK, berbeda dengan nilai yang didapatkan oleh Jadav (1977) yaitu sebanyak 57,5%. Perbedaan nilai frekuensi yang terjadi dengan penelitian lain mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang diteliti oleh penelitian lain.

Hasil yang didapatkan melalui penelitian berdasarkan kelompok umur penderita ditunjukkan pada tabel 5.2. Sebanyak 7 sampel (39 %) berada pada kelompok umur 45-55 tahun. Untuk kelompok umur atas 45-55 tahun (termasuk kelompok umur atas 60 tahun) terdapat sebanyak 9 sampel (50 %). Ini bersamaan dengan hasil penelitian oleh Gauba (1997) yang menyatakan penderita golongan tua (lansia) mempunyai risiko paling tinggi

No Tempat Tinggal

Frek uensi

Perse ntase

1 Binjai 1 5,6

2 Langkat 3 16,7

3 Aceh 1 5,6

4 Kota Medan 13 72,2


(42)

untuk mendapatkan ISK dibandingkan penderita pada kelompok umur yang lain. Ini mungkin karena sistem imunitas tubuh yang tidak berfungsi secara baik untuk melawan infeksi. Umur rata-rata pasien untuk mendapatkan komplikasi ISK adalah 59,44 tahun. Ini berbeda dengan umur rata-rata yang didapatkan oleh Jadav (1977) yaitu 55,11 tahun. Pendapat oleh tim peneliti Jadav menyatakan ini mungkin karena perjalanan dari penyakit ginjal itu sendiri yang bersifat menahun dan akhirnya akan merugikan penderita dan timbul komplikasi ISK. Insiden juga berbeda berdasarkan penyebab primer dari gagal ginjal itu sendiri yang akhirnya mempengaruhi perjalanan penyakit. Prosudardji (2001) menyatakan penyebab tersering pada gagal ginjal adalah glomerulonefritis diikuti oleh obstruksi-infeksi dan diabetik nefropati.

Pada tabel 5.3, diperlihatkan sebaran penderita berdasarkan lamanya menderita penyakit gagal ginjal kronik terjadi sebelum timbulnya komplikasi infeksi saluran kemih. Untuk kelompok lamanya menderita penyakit 1 hingga 5 tahun, didapatkan sebanyak 7 sampel (39 %). Pada kelompok lamanya menderita penyakit antara 5 hingga 10 tahun, didapatkan 10 sampel (55,5 %). Untuk kelompok lamanya menderita penyakit lebih dari 10 tahun, didapatkan hanya 1 sampel (5.5 %). Ini menjadikan jumlah sampel yang mengalami komplikasi ISK adalah tinggi pada penderita yang terpajan dengan GGK lebih dari 5 tahun. Akibat fungsi ginjal yang menurun, urin yang dihasilkan akan mempunyai komposisi yang berbeda dengan urin normal akibat terjadinya oliguria, anuria, dan albuminuria yang akhirnya merubah tingkat keasaman dan osmolalitas urin yang kemudian berperan untuk lebih memudahkan terjadinya ISK. Proses kerusakan ginjal yang berlanjutan akan mengakibatkan hambatan pada sistem imunitas tubuh dan ini akan semakin memperparah keadaan penderita.

Tabel 5.4 menunjukkan sebaran penderita berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki dengan 27,8% (5 sampel) dan wanita 72,2% (13 sampel). Data ini mendukung penyataan Jadav (1977) yang menyatakan ISK sering terjadi pada jenis kelamin wanita karena faktor anatomi dari alat kelamin wanita itu sendiri. Panjang uretra wanita yang kurang dibandingkan laki-laki memudahkan pergerakan kuman patogen untuk memasuki sistem urinari penderita. Saitoh (1985) bagaimanapun dalam penelitiannya mendapatkan tiada perbedaan pasti antara jenis kelamin bagi mendapatkan komplikasi ISK. Ini mungkin karena faktor perbedaan kebudayaan dan geografi sampel


(43)

seperti yang diketahui masyarakat umum Indonesia masih mengamalkan pembersihan alat kelamin dengan menggunakan air sementara populasi sampel di sana (Jepang) mungkin hanya membersihkan alat kelamin dengan kertas / tisu.

Pada tabel 5.5 terlihat sebaran penderita berdasarkan jenis pekerjaan. Didapatkan ibu rumah tangga dan pensiunan merupakan jenis pekerjaan dengan persentase tertinggi yaitu 44,4 % (8 sampel). Golongan IRT mungkin kurang mendapat informasi bagaimana melakukan penatalaksanaan yang tepat untuk menjaga kebersihan (hygiene) agar tidak tertular ISK. Pada penderita golongan ini, mungkin penatalaksanaan penyakit berlangsung di rumah hingga menyukarkan tindakan asepsis yang bertujuan untuk menghindarkan dari kontaminasi kuman patogen. Ini karena faktor-faktor yang memungkinkan untuk berlakunya ISK adalah tinggi pada golongan penderita tersebut. Pada kelompok pensiunan, dipercayai usia yang sudah lanjut berperan dalam meningkatkan terjadinya ISK.

Tabel 5.6 menyatakan persentase penderita yang berdomisili di Medan adalah 72,2% (13 sampel) diikuti dari Langkat dengan 16,7 % (3 sampel). Perbedaan ini mungkin, yang berdomisili di Medan lebih mudah untuk mendatangi RSUP H. Adam Malik dibandingkan dengan sampel yang berdomisili di Langkat. Faktor lain seperti penyakit primer yang mendasari hingga berlakunya GGK juga harus diperhatikan. Ini karena ia juga berperan dalam menentukan jenis populasi yang akan mudah terpapar dengan penyakit.


(44)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Terdapat 18 orang penderita (30 %) yang mengalami komplikasi infeksi saluran kemih pada penderita gagal ginjal kronik.

2. Distribusi berdasarkan kelompok umur mencatatkan jumlah penderita paling banyak pada kelompok umur 45-55 tahun yaitu sebanyak 7 orang (39 %).

3. Distribusi berdasarkan lamanya menderita penyakit menunjukkan waktu masa antara 5–10 tahun mempunyai bilangan sampel terbanyak yaitu 10 orang (55,5%).

4. Distribusi berdasarkan jenis kelamin mencatatkan jumlah penderita paling banyak pada jenis kelamin wanita yaitu sebanyak 13 orang (72,2 %).

5. Distribusi berdasarkan jenis pekerjaan yang terbanyak adalah ibu rumah tangga dan pensiunan masing-masing sebanyak 8 orang (44,4%).

6. Distribusi berdasarkan alamat tempat tinggal menunjukkan Kota Medan adalah tempat tinggal terbanyak bagi penderita gagal ginjal kronik yang mengalami komplikasi infeksi saluran kemih yaitu sebanyak 13 orang (72,2%).

6.2. Saran

1. Peneliti berharap agar pihak RSUP H. Adam Malik Medan memberikan penerangan yang menyeluruh dan efisien pada penderita gagal ginjal kronik mengenai penjagaan kebersihan yang baik dan benar agar perjalanan hidup penderita menjadi lebih bermakna.

2. Peneliti berharap agar status pasien diisi lengkap dan terperinci sesuai Standard Operational Procedure.

3. Peneliti berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arora, P., Varelli, M, 2010. Chronic Renal Failure. Available from:

[Accessed 22 April 2010].

Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971,

1980, 1990, 1995 dan 2000. Diperoleh dari:

[Diakses pada 15 Maret 2010].

Balentine, J.R, Stoppler, M.C. (ed), 2009. Urinary Tract Infections. Available from:

[Accessed 5 April 2010].

Braga, L., Souza, M., Barbosa, A., Furtado, F., Campelo, P., Filho, A., 2006. Diagnosis

of spontaneous bacterial peritonitis in cirrhotic patients in northeastern Brazil by use of rapid urine-screening test. Hospital Universitário Walter Cantídio, Universidade Federal

do Ceará, Ceará, Brazil.

Foley, R.N, Parfrey P.S, Sarnak MJ, 1998. Clinical epidemiology of cardiovascular

disease in chronic renal disease. Am J Kidney In: Kato S., Chmielewski M., Honda H.,

Pecoits-Filho R, Matsuo S., Yuzawa Y., Tranaeus A., Stenvinkel P., Lindholm B., 2008.

Aspects of Immune Dysfunction in End-stage Renal Disease. American Society of Nephrology.

Gauba, C, Agarwal, S, Kalra, OP, Revathi, G, 1997. Prevalence of urinary tract infection

in Patients with chronic renal failure. Available from :

[Accessed 17 November 2010]

Girndt, M., Sester, U., Sester, M., Kaul, H., Köhler, H., 1999. Impaired cellular immune

function in patients with end-stage renal failure. Medical Department IV, University of


(46)

Hanson S, Jodal U, 1999. Urinary Tract Infection. In Barratt TM, Avner ED, Harmon WE. 4th ED. Baltimor, Maryland USA: Lippincott William & Wilkins, 835-871.

Howes, D.S., 2009. Urinary Tract Infection, Female. Available from:

[Accessed 20 April 2010].

Jadav SK, Sant SM, Acharya VN, 2010. Bacteriology of urinary tract infection in

patients of renal failure. J Postgrad Med [serial online] 1977 [cited 2010 Nov

21];23:10-8. Available from:

[Accessed 17 November 2010]

Junizaf, H. 1994. Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kato S., Chmielewski M., Honda H., Pecoits-Filho R, Matsuo S., Yuzawa Y., Tranaeus A., Stenvinkel P., Lindholm B., 2008. Aspects of Immune Dysfunction in End-stage Renal

Disease.American Society of Nephrology.

Lubis, H.R, 1991. Pengenalan dan Penanggulangan Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Lubis, A.J, 2006. Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Melakukan Terapi

Hemodialisa. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Mehnert-Kay, 2005. Diagnosis and Management of Uncomplicated Urinary Tract

Infections. Available from:

[Accessed 26 April 2010].

National Kidney Foundation, 2010. Chronic Kidney Disease (CKD). Available from:

[Accessed 22 April 2010]

Infections in Adults. Available from:

[Accessed 18 April 2010].


(47)

Pranay, K., Stoppler, M.C. (ed), 2010. Chronic Kidney Disease. Available from:

[Accessed 19 April 2010].

Price, S.A., Lorraine M.W., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 867-912.

Prodjosudjadi, W., 2001. Gagal Ginjal Kronik Akibat Penyakit Glomerular: Peran

Pendidikan Dan Profesionalisme Dokter Dalam Upaya Pencegahannya. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Rahardjo, J.P, 1996. Strategi Terapi Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Lubis, A.J, 2006.

Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Melakukan Terapi Hemodialisa. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Saitoh, H, Nakamura, K, Hida, M, Satoh T., 1985. Urinary tract infection in oliguric

patients with chronic renal failure. Available from :

[Accessed 17 November 2010]

Smeltzer, S.C., dan Bare B.G., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI.

Widayati, A., Wirawan, I.P.E., Kusharwanti, 2004. Kesesuaian Pemilihan Antibiotika

Dengan Hasil Kultur dan Uji Sensitivitasnya Serta Efektivitasnya Berdasakan Parameter Anka Lekosit Urin Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Rawat Inap di Rumah Salit Panti Rapih Yogyakarta.

Williams, JD, Topley N, Craig KJ, Mackenzie RK, Pischetsrieder M, Lage C, Passlick-Deetjen J, 2004. The Euro-Balance Trial: the effect of a new biocompatible peritoneal


(48)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : Muhd Hafidz Bin Mohd Taha

TEMPAT / TANGGAL LAHIR : Selangor, Malaysia / 16 Januari 1988

AGAMA : Islam

ALAMAT : Jalan Sei Padang No. 78 Medan, 20155 – Indonesia

RIWAYAT PENDIDIKAN : 1. SK Kompleks Gong Badak (1995-2000) 2. MRSM YT Dungun (2001-2003)

3. MRSM Taiping (2004-2005) 4. Kolej Sentral (2006-2007)

5. Universitas Sumatera Utara (2007-sekarang)

RIWAYAT PELATIHAN :


(49)

StatusPenyakit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ISK 18 30.0 30.0 30.0

NON ISK 42 70.0 70.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

StatusPenyakit * J.Kel Crosstabulation

J.Kel

Total

L P

StatusPenyakit ISK 5 13 18

NON ISK 20 22 42

Total 25 35 60

StatusPenyakit * Kel.Umur Crosstabulation

Kel.Umur

Total

<25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65

StatusPenyakit ISK 1 0 1 7 3 6 18

NON ISK 0 4 8 20 7 3 42


(50)

StatusPenyakit * J.W.Mdt Crosstabulation

J.W.Mdt

Total

1-5 6-10 >10

StatusPenyakit ISK 7 10 1 18

NON ISK 29 12 1 42

Total 36 22 2 60

StatusPenyakit * Pekerjaan Crosstabulation

Pekerjaan

To

IRT MAHASISWA

PEG. NEGERI

SIPIL PENSIUNAN PETANI WIRASWASTA

StatusPenyakit ISK 8 1 0 8 0 1 18

NON ISK

14 0 5 8 2 13 42

Total 22 1 5 16 2 14 60

StatusPenyakit * Alamat Crosstabulation

Alamat

ACEH AMPLAS BINJAI DELI

DELI

SERDANG LANGKAT MEDAN PADANG

PANCUR

BATU RIAU SIANTAR SIMALUNGUN

StatusPenyakit ISK 1 0 1 0 0 3 13 0 0 0 0 0

Non ISK

3 2 1 1 4 1 23 1 1 1 3 1


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arora, P., Varelli, M, 2010. Chronic Renal Failure. Available from:

[Accessed 22 April 2010].

Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971,

1980, 1990, 1995 dan 2000. Diperoleh dari:

[Diakses pada 15 Maret 2010].

Balentine, J.R, Stoppler, M.C. (ed), 2009. Urinary Tract Infections. Available from:

[Accessed 5 April 2010].

Braga, L., Souza, M., Barbosa, A., Furtado, F., Campelo, P., Filho, A., 2006. Diagnosis

of spontaneous bacterial peritonitis in cirrhotic patients in northeastern Brazil by use of rapid urine-screening test. Hospital Universitário Walter Cantídio, Universidade Federal

do Ceará, Ceará, Brazil.

Foley, R.N, Parfrey P.S, Sarnak MJ, 1998. Clinical epidemiology of cardiovascular

disease in chronic renal disease. Am J Kidney In: Kato S., Chmielewski M., Honda H.,

Pecoits-Filho R, Matsuo S., Yuzawa Y., Tranaeus A., Stenvinkel P., Lindholm B., 2008.

Aspects of Immune Dysfunction in End-stage Renal Disease. American Society of Nephrology.

Gauba, C, Agarwal, S, Kalra, OP, Revathi, G, 1997. Prevalence of urinary tract infection

in Patients with chronic renal failure. Available from :

[Accessed 17 November 2010]

Girndt, M., Sester, U., Sester, M., Kaul, H., Köhler, H., 1999. Impaired cellular immune

function in patients with end-stage renal failure. Medical Department IV, University of


(2)

Hanson S, Jodal U, 1999. Urinary Tract Infection. In Barratt TM, Avner ED, Harmon WE. 4th ED. Baltimor, Maryland USA: Lippincott William & Wilkins, 835-871.

Howes, D.S., 2009. Urinary Tract Infection, Female. Available from:

[Accessed 20 April 2010].

Jadav SK, Sant SM, Acharya VN, 2010. Bacteriology of urinary tract infection in

patients of renal failure. J Postgrad Med [serial online] 1977 [cited 2010 Nov

21];23:10-8. Available from:

[Accessed 17 November 2010]

Junizaf, H. 1994. Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kato S., Chmielewski M., Honda H., Pecoits-Filho R, Matsuo S., Yuzawa Y., Tranaeus A., Stenvinkel P., Lindholm B., 2008. Aspects of Immune Dysfunction in End-stage Renal

Disease.American Society of Nephrology.

Lubis, H.R, 1991. Pengenalan dan Penanggulangan Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Lubis, A.J, 2006. Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Melakukan Terapi

Hemodialisa. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Mehnert-Kay, 2005. Diagnosis and Management of Uncomplicated Urinary Tract

Infections. Available from:

[Accessed 26 April 2010].

National Kidney Foundation, 2010. Chronic Kidney Disease (CKD). Available from:

[Accessed 22 April 2010]

Infections in Adults. Available from:


(3)

Pranay, K., Stoppler, M.C. (ed), 2010. Chronic Kidney Disease. Available from:

[Accessed 19 April 2010].

Price, S.A., Lorraine M.W., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 867-912.

Prodjosudjadi, W., 2001. Gagal Ginjal Kronik Akibat Penyakit Glomerular: Peran

Pendidikan Dan Profesionalisme Dokter Dalam Upaya Pencegahannya. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Rahardjo, J.P, 1996. Strategi Terapi Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Lubis, A.J, 2006.

Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Melakukan Terapi Hemodialisa. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Saitoh, H, Nakamura, K, Hida, M, Satoh T., 1985. Urinary tract infection in oliguric

patients with chronic renal failure. Available from :

[Accessed 17 November 2010]

Smeltzer, S.C., dan Bare B.G., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI.

Widayati, A., Wirawan, I.P.E., Kusharwanti, 2004. Kesesuaian Pemilihan Antibiotika

Dengan Hasil Kultur dan Uji Sensitivitasnya Serta Efektivitasnya Berdasakan Parameter Anka Lekosit Urin Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Rawat Inap di Rumah Salit Panti Rapih Yogyakarta.

Williams, JD, Topley N, Craig KJ, Mackenzie RK, Pischetsrieder M, Lage C, Passlick-Deetjen J, 2004. The Euro-Balance Trial: the effect of a new biocompatible peritoneal


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : Muhd Hafidz Bin Mohd Taha

TEMPAT / TANGGAL LAHIR : Selangor, Malaysia / 16 Januari 1988

AGAMA : Islam

ALAMAT : Jalan Sei Padang No. 78 Medan, 20155 – Indonesia

RIWAYAT PENDIDIKAN : 1. SK Kompleks Gong Badak (1995-2000)

2. MRSM YT Dungun (2001-2003)

3. MRSM Taiping (2004-2005)

4. Kolej Sentral (2006-2007)

5. Universitas Sumatera Utara (2007-sekarang)

RIWAYAT PELATIHAN :


(5)

StatusPenyakit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ISK 18 30.0 30.0 30.0

NON ISK 42 70.0 70.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

StatusPenyakit * J.Kel Crosstabulation

J.Kel

Total

L P

StatusPenyakit ISK 5 13 18

NON ISK 20 22 42

Total 25 35 60

StatusPenyakit * Kel.Umur Crosstabulation

Kel.Umur

Total

<25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65

StatusPenyakit ISK 1 0 1 7 3 6 18

NON ISK 0 4 8 20 7 3 42


(6)

StatusPenyakit * J.W.Mdt Crosstabulation

J.W.Mdt

Total

1-5 6-10 >10

StatusPenyakit ISK 7 10 1 18

NON ISK 29 12 1 42

Total 36 22 2 60

StatusPenyakit * Pekerjaan Crosstabulation

Pekerjaan

To

IRT MAHASISWA

PEG. NEGERI

SIPIL PENSIUNAN PETANI WIRASWASTA

StatusPenyakit ISK 8 1 0 8 0 1 18

NON ISK

14 0 5 8 2 13 42

Total 22 1 5 16 2 14 60

StatusPenyakit * Alamat Crosstabulation

Alamat

ACEH AMPLAS BINJAI DELI

DELI

SERDANG LANGKAT MEDAN PADANG

PANCUR

BATU RIAU SIANTAR SIMALUNGUN

StatusPenyakit ISK 1 0 1 0 0 3 13 0 0 0 0 0