BAB I TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENYIMPANGAN SEKSUAL
DENGAN BINATANG BESTIALITY
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Islam merupakan suatu sistem hukum yang sesuai dengan manusia, karena pembentukannya senantiasa memperhatikan kemaslahatan manusia dalam
menghadapi berbagai masalah dan tantangan kehidupannya. Hal ini disebabkan Allah mengetahui hakikat jiwa manusia dan kemampuannya dalam membentuk
akhlak. Akhlak yang diajarkan Islam bukan hanya memuat larangan dan pencegahan, tetapi juga dorongan untuk mewujudkan kepribadian yang bertaqwa
kepada Allah. Akhlak Islam menganjurkan kebaikan dan memberantas kejahatan. Ini
berdasarkan pandangan Islam bahwa manusia cenderung berbuat baik. Sebab, manusia diciptakan dari proses alam yang suci, yang substansi jiwanya berasal
dari Yang Maha Suci, Allah. Akan tetapi, di luar itu ada kehendak hawa nafsu manusia yang ingin melampiaskan seks di luar ketentuan hukum Islam yang
merupakan penyimpangan biologis yang melanggar fitrah manusia.
1
Islam mengakui bahwa manusia mempunyai hasrat yang sangat besar untuk melangsungkan hubungan seks, terutama terhadap lawan jenisnya. Untuk itu
Islam, melalui hukum yang berdasarkan al-Quran dan al-Hadits, mengatur
1
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiah, Jakarta: CV. Mas Agung, 1998, hal. 53
penyaluran seks melalui perkawinan. Melalui perkawinan inilah fitrah manusia bisa terpelihara dengan baik. Sebab, perkawinan mengatur hubungan seks antara
pria dan wanita dengan ikatan yang sah dalam bentuk monogami atau poligami. Perkawinan merupakan lembaga yang mempertautkan hati, memelihara
kemaslahatan dan memadukan cinta kasih antara kedua belah pihak yang berteman hidup.
Kendati Islam telah mengatur hubungan biologis yang halal dan sah, penyimpangan-penyimpangan tetap saja terjadi, baik berupa delik perzinaan,
lesbian, homoseks, maupun bestiality hubungan seksual dengan binatang. Ini semua terjadi karena adanya dorongan biologis yang tidak terkontrol dengan baik,
yang disebabkan kurangnya memahami serta menjalankan ajaran agama. Naluri seks itu sendiri merupakan naluri yang paling kuat, yang menuntut penyaluran,
dan jika penyaluran tidak memuaskan maka orang akan mengalami kegoncangan dan kehilangan kontrol untuk mengendalikan nafsu birahinya dan timbullah
hubungan seks di luar ketentuan hukum seperti bestiality. Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan dasar pada diri manusia. Namun,
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat naluri terkadang menjadikan manusia lepas kontrol. Manusia berlomba-lomba mereguk kenikmatan dunia, meskipun cara
yang ditempuhnya tidak lagi memperhatikan segi-segi moralitas yang ada di masyarakat.
2
2
Ayip Syafrudin, Islam dan Pendidikan Seks Anak, Solo: Pustaka Mantiq, 1991, cet. ke 1
Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa pandangan mata ibarat anak panah yang akan menodai hati, karena sebuah pandangan akan menjerat hati
dalam kerusakan. Karena itu perintah Allah untuk menjaga pandangan disejajarkan dengan perintah Allah untuk menjaga kehormatan al-faraj.
3
Dewasa ini, terjadi berbagai bentuk penyimpangan seksual di tengah masyarakat. Pola perilaku seksual yang menyimpang ini, baik yang ditinjau dari
sudut penyimpangan etikanya seperti perzinaan dan pelacuran, maupun yang ditinjau dari sudut kelainan objeknya seperti homoseks, lesbian, dan bestiality,
merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Bestiality adalah tindakan untuk mencari kepuasan seksual dengan jalan
berhubungan dengan binatang.
4
Walaupun kasusnya jarang sekali terjadi, namun gejalanya tetap ada. Pada tahun 1768, di Jerman pernah ada seorang petani yang
diajukan ke pengadilan atas tuduhan melakukan hubungan seksual dengan binatang peliharaannya. Penyimpangan seksual ini dalam Islam disebut dengan
al-syudzudz bi al-hayawaniyyah , yang mana perbuat ini dilakukan dengan
binatang, baik oleh pria maupun wanita. Pada zaman dahulu perbuatan ini lebih banyak dilakukan oleh kaum pria
dibandingkan wanita.
5
Akan tetapi pada saat ini keadaannya telah berbalik, kaum wanita justru lebih banyak melakukan perbuatan ini dibandingkan pria, khususnya
3
Imam Abi al-Fida’i Ismail Ibnu Katsir, Ibnu Katsir, Beirut: Dar al-Filur, 1986, juz. III, hal. 89
4
Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islami, Surabaya: Pustaka Anda, 1997, hal. 75
5
Dr. Marwan Ibrahim al-Qaisy, Seksual dalam Islam, Bandung: Mujahid Press, 2004, hal. 140-141
di negara-negara Barat. Hewan yang banyak digunakan untuk melakukan hubungan ini adalah anjing, sebab selain pintar, populasi hewan ini justru lebih
banyak dibanding dengan yang lain. Dari sudut kriminologi dan sosiologi, misalnya menurut teori Edwin H.
Suterland, dengan teori Differential Association, dinyatakan bahwa sesungguhnya suatu perbuatan yang merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang
merupakan hasil dari proses pembelajaran yang merupakan alih budaya yang dilakukan oleh seseorang yang berdasarkan pergaulan dalam interaksinya dengan
lingkungan sekitarnya di mana ia bertempat tinggal, sehingga perilaku menyimpang dan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya berasal
dari interaksi sosial yang ia lakukan dalam kehidupannya.
6
Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan seksual pada diri manusia adalah kebutuhan mendasar dan fitrah manusia itu sendiri, sebagaimana firman Allah
SWT:
+ ,-ﻥ
0 1
2 3
4 5
+ 6
ﻥ
0 7
8 9
6 :
; =
?
Artinya:“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak [186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
surga”
. QS. Al-Imran: 14
6
Soejono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 90
Moderenisasi mengakibatkan merosotnya penghargaan terhadap nilai-nilai Islam yang merupakan pegangan bagi setiap orang, yang mana pada hakikatnya
Islam itu menyangkut pembinaan terhadap moral dan spiritual, sehingga selaras dengan tujuan yang diinginkan. Sehubungan dengan itu Islam sebagai agama
fitrah sangat erat sekali dengan nilai-nilai, termasuk pengetahuan seks. Karena pada dasarnya kehidupan manusia senantiasa diwarnai oleh permasalahan seks.
Apa yang menjadi penyebab perkembangan masalah penyimpangan seksual ini tidak hanya disebabkan oleh satu faktor. Akan tetapi, banyak hal yang
berkaitan erat dengan masalah ini, yakni pergeseran nilai, perubahan sosial, pengaruh budaya asing dan depresi keagamaan seseorang atau masyarakat itu
sendiri tentang seks. Oleh karena itu, sulit untuk memberantas pola perilaku seksual yang menyimpang tersebut walaupun banyak pihak yang telah
mengupayakannya. Namun hal tersebut tidak berarti kita tidak bisa mencegah berkembangnya
masalah seksual ini. Kita dapat memulai dari lembaga yang terkecil yaitu keluarga. Memberikan pemahaman yang baik sejak dini diharapkan mampu
mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan seks yang tidak normal. Melihat banyaknya bentuk penyimpangan seksual yang terjadi dan
pengaruh negatif yang ditimbulkan terhadap masyarakat, penulis tertarik membahas salah satu bentuk penyimpangan seksual, yaitu bestiality. Hal tersebut
di atas kiranya mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan
mengambil judul
“TINJAUAN HUKUM
ISLAM TENTANG
PENYIMPANGAN SEKSUAL DENGAN BINATANG BESTIALITY”.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah