Menikah merupakan salah satu jalan yang diberikan Allah Swt untuk menyalurkan dan mengendalikan syahwat, yaitu sebagai sarana bagi kita
untuk menghindarkan diri jatuh ke dalam kemaksiatan. Karena dengan nikah, seseorang dapat menjaga pandangan, kehormatan, dan kesucian dirinya.
Sebagaimana Allah Swt berfirman :
⌧ ⌧
“Janganlah kalian mendekati perbuatan zina, sebab sesungguhnya zina itu merupakan kekejian dan seburuk buruknya jalan.” QS. Al-Isra: 32
2.1.3 Kesiapan-Kesiapan Dalam Menikah
Hubungan dalam pernikahan tidaklah selalu berjalan ideal, terkadang timbul pertengkaran atau kesalahpahaman. Ini membuat pasangan sadar bahwa masing-
masing pasangan adalah manusia biasa yang memiliki perbedaan dan kelemahan. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan-kesiapan dalam menikah antara lain :
1. Kematangan secara emosi Orang yang matang secara emosi memiliki nilai-nilai yang tetap stabil dan tahu
apa yang mereka inginkan, sehingga mereka mampu untuk membina dan mempertahankan hubungan intim. Kedewasaan melibatkan kemampuan untuk
mencintai dan dicintai. Jika dihadapkan pada frustasi, mereka melakukan yang terbaik untuk dapat beradaptasi dengan situasi yang terjadi. Karena dalam
pernikahan dituntut tanggung jawab akan komitmen seumur hidup maka orang
17
tersebut harus berani dan mampu menghadapi situasi-situasi sulit yang akan dihadapi.
2. Kematangan secara sosial Orang yang matang secara sosial adalah orang yang telah mempunyai banyak
pengalaman dalam kehidupan sosial. Semasa remaja, manis dan pahit yang dialami dari hubungan-hubungan yang dijalin semasa remaja, membuat orang
tersebut matang secara sosial. Selain itu kehidupan sebagai single sebelum menikah juga membentuk orang menjadi matang. Sebagai single, orang
menjalani hidup mandiri, mempunyai waktu luang untuk diri sendiri, bersama teman-teman, memiliki kesempatan untuk mencoba berbagai pekerjaan. Orang
yang telah menikmati kebebasan sebagai single, kelak akan siap menjalani pernikahan Blood, 1969.
3. Usia matang untuk menikah Faktor utama dalam meramalkan suksesnya suatu pernikahan adalah faktor
usia. Pernikahan muda mempengaruhi ambisi dalam pendidikan atau karir, membatasi potensi kedua pasangan, dan mengikat pasangan dalam hubungan
yang keduanya belum cukup dewasa menjalankannya Papalia, 1994. Orang yang menikah pada usia 30an, umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk penyesuaian, dan hasilnya tidak sebaik dibandingkan orang yang menikah pada usia yang lebih muda. Namun, mereka yang menikah di awal
20an cenderung melakukan penyesuaian yang sangat buruk sebagaimana yang ditunjukkan oleh tingginya angka perceraian orang yang menikah pada usia
20an ini.
18
4. Kesiapan penunjang circumtantial readness Faktor yang turut mempengaruhi suksesnya suatu pernikahan adalah ekonomi
rumah tangga tersebut, dan aspek-aspek lain yang sifatnya materi, misalnya tempat tinggal, jumlah anggaran yang dibutuhkan bersifat relatif, tergantung
kebutuhan dari masing-masing pasangan. Pasangan yang telah mempunyai pekerjaan tetap atau karir, akan mampu menjalani kehidupan rumah tangga
tanpa tergantung pada orang tua atau teman. Namun, pasangan yang menikah pada usia muda, dimana penghasilan masih rendah, kemungkinan untuk
tergantung pada orang tua lebih besar. Terutama jika pasangan yang menikah baru menyelesaikan pendidikan, dan baru memiliki pekerjaan. Pasangan ini
belum mandiri sepenuhnya dalam mengurus rumah tangga, yang
memungkinkan akan menghadapi masalah yang lebih banyak. 2.1.4 Pengertian Kepuasan Pernikahan
Banyak istilah yang digunakan untuk mendefinisikan kepuasan pernikahan diantaranya kebahagiaan pernikahan marital happiness, kualitas pernikahan
marital quality, dan penyesuaian diri pernikahan marital adjustment. Untuk selanjutnya istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepuasan
pernikahan marital satisfaction. Kepuasan pernikahan berasal dari dua kata yaitu kepuasan dan pernikahan.
Dalam Kamus Lengkap Psikologi Chaplin, 2008, kepuasan satisfaction diartikan sebagai satu keadaan kesenangan dan kesejahteraan, disebabkan karena
orang telah mencapai satu tujuan atau sasaran.
19
Sedangkan menurut Fitzpatrick dalam BirdMelville, 1994 mengatakan bahwa pernikahan yang berhasil biasanya didefinisikan sebagai “stabilitas
pernikahan” atau “kepuasan pernikahan”. Stabilitas pernikahan diartikan bahwa pasangan dalam pernikahan tersebut mempertahankan untuk bersama, daripada
berpisah atau bercerai. Sedangkan definisi kepuasan pernikahan itu bagaimana pasangan yang menikah mengevaluasi kualitas pernikahan mereka. Pernikahan
merupakan gambaran yang subyektif yang diarasakan oleh pasangan tersebut, apakah individu merasa baik, bahagia, ataupun puas dengan pernikahan yang
dijalaninya.
Bradbury, dkk 2000 mendefinisikan kepuasan pernikahan ialah: “ …
reflects an evaluation in which positive features are salient and negative features are relatively absent
.” Kepuasan pernikahan menggambarkan evaluasi yang mana ciri-ciri positif
menonjol dan ciri-ciri negatif relatif tidak ada. Sebaliknya, ketidakpuasan pernikahan menggambarkan evaluasi yang mana ciri-ciri negatif menonjol dan
ciri-ciri positif relatif tidak ada. Menurut Spanier 1976 kepuasan pernikahan didefinisikan sebagai proses
yang terus berubah secara dimensi kualitatif yang dapat dievaluasi pada setiap dimensi waktu dengan membandingkan antara penyesuain diri yang baik dengan
penyesuaian diri yang tidak baik.
20
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan merupakan suatu perasaan yang subjektif akan
kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan suami-istri.
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan