penyakit jantung koroner. Dengan setiap kilogram dari kenaikan berat badan, tekanan darah biasanya juga naik. Rata-rata kenaikan 5kg lebih berat badan pada
umur 18 tahun dapat menimbulkan double insidens hipertensi setelah umur 45 tahun Kaplan, 2001.
Angka kejadian hipertensi terus meningkat setiap tahun. Ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian hipertensi dikalangan masyarakat, salah satu
faktor yang paling dominan adalah obesitas. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Prevalensi Kejadian Hipertensi pada Pasien
Rawat Inap yang Obesitas di Rumah Sakit Martha Friska”.
I.2. Rumusan Masalah
Berapa besar prevalensi kejadian hipertensi pada obesitas?
I.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi kejadian hipertensi pada pasien rawat inap yang obesitas.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui gambaran tekanan darah pada obesitas 2.
Untuk mengetahui angka kejadian obesitas berdasarkan umur dan jenis kelamin.
I.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian dapat digunakan masyarakat sebagai pengetahuan dan juga
masukan bahwa obesitas mempunyai faktor resiko yang tinggi untuk terkena hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
2. Hasil penelitian juga dapat digunakan masyarakat sebagai pengetahuan tentang
hubungan penyakit hipertensi dengan obesitas. 3.
Bagi dinas kesehatan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam penanggulangan dan pencegahan hipertensi pada masyarakat sebagai
wujud kepedulian dalam mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. 4.
Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu dan metode penelitian tentang kesehatan masyarakat dan menambah pengetahuan peneliti mengenai hipertensi dan
faktor yang mempengaruhinya. 5.
Bagi peneliti sendiri, melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik bagi diri sendiri maupu n
keluarga.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi 2.1.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial, sistol ≥ 140 mmHg dan
diastol ≥ 90 mmHg. Tekanan darah bergantung kepada :
1. Curah jantung
2. Tahanan perifer pada pembuluh darah
3. Volum atau isi darah yang bersirkulasi
Faktor utama dalam mengontrol tekanan arterial ialah output jantung dan tahanan perifer total. Bila output jantung curah jantung meningkat, tekanan darah arterial
akan meningkat, kecuali jika pada waktu yang bersamaan tahanan perifer menurun. Tekanan darah akan meninggi bila salah satu faktor yang menentukan
tekanan darah mengalami kenaikan Lumbantobing, 2008.
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII : Kategori
Tekanan darah sistol Tekanan darah diastol
Normal 120
80 Prehypertension
120 – 139 80 – 89
Hypertension stage 1 140 – 159
90 – 99 Hypertension stage 2
≥ 160 ≥ 100
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1.
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui peyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95 kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya, seperti genetik, lingkungan, sistem renin angiotensin, sistem saraf otonom, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti merokok,
alkohol, obesitas, dan lain-lain Lauralee, 2001. 2.
Hipertensi sekunder, terdapat sekitar 5 kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, misalnya 1 Penyakit ginjal : glomerulonefritis akut, nefritis kronis,
penyakit poliarteritis, diabetes nefropati, 2 Penyakit endokrin : hipotiroid, hiperkalsemia, akromegali, 3 koarktasio aorta, 4 hipertensi pada kehamilan,
5 kelainan neurologi, 6 obat-obat dan zat-zat lain Lauralee, 2001.
2.1.3. Patofisiologi Hipertensi
Mengenai patofisiologi hipertensi masih banyak terdapat ketidakpastian. Sebagian kecil pasien 2 - 5 menderita penyakit ginjal atau adrenal sebagai penyebab
meningkatnya tekanan darah. Pada sisanya tidak dijumpai penyebabnya dan keadaan ini disebut hipertensi esensial.
Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan darah yang normal, dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi esensial. Faktor yang telah banyak diteliti ialah : asupan garam, obesitas, resistensi terhadap insulin, sistem renin-angiotensin dan sistem saraf
simpatis Lumbantobing, 2008.
Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1.
Curah jantung dan tahanan perifer Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada keseimbangan
antara curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian terbesar pasien dengan hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang normal, namun tahanan
Universitas Sumatera Utara
perifernya meningkat. Tahanan perifer ditentukan bukan oleh arteri yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil, yang dindingnya mengandung sel otot
polos. Kontraksi sel otot polos diduga berkaitan dengan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler Lumbantobing, 2008.
Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan sruktural dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin dimediasi oleh
angiotensin, dan dapat mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversible. Pada hipertensi yang sangat dini, tahanan perifer tidak meningkat dan
peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya curah jantung, yang berkaitan dengan overaktivitas simpatis. Peningkatan tahanan peifer yang terjadi
kemungkinan merupakan kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanan tidak disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapat
mengganggu homeostasis sel secara substansial Lumbantobing, 2008.
2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat
juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban terhadap kurang perfusi glomerular atau kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban terhadap stimulasi dan
sistem saraf simpatis Lumbantobing, 2008.
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin angiotensinogen menjadi angotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme ACE.
Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah Lumbantobing, 2008.
3. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan dilatasi arteriola. Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang penting dalam
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan tekanan darah yang normal. Ia juga mempunyai peranan penting dalam memediasi perubahan yang berlangsung singkat pada tekanan darah
sebagai jawaban terhadap stres dan kerja fisik Lumbantobing, 2008.
4. Peptida atrium natriuretik atrial natriuretic peptideANP
ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi garam
dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah. Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi Lumbantobing, 2008.
2.1.4. Faktor resiko hipertensi
Hampir setengah abad yang lalu, Irvin H. Page yang terkenal dengan teori mosaic of hypertension menguraikan bahwa, hipertensi merupakan” penyakit pengaturan
tekanan yang diakibatakan oleh multifaktorial” Majid, 2005.
Dengan kemajuan dalam penelitian mengenai hipertensi ternyata masih banyak lagi faktor yang berperan dalam mekanisme pengaturan tekanan darah yang belum
termasuk dalam teori mosaic. Multifaktorial yang dihubungkan dengan patogenesis hipertensi primer yang terutama terdiri dari 3 elemen penting yaitu :
1. Faktor genetik
2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan obesitas
3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung membutuhkan
tekanan yang lebih tingi dari fungsi normalnya. Ketiga elemen ini saling terkait dimana pengaruh lingkungan yang berlebihan
dibutuhkan untuk mencetuskan predisposisi genetik sedangkan perubahan struktural kadang-kadang dipercepat oleh faktor genetik Majid, 2005.
Pada fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan menyebabkan terjadi peningkatan cardiac output CO melebihi resistensi perifer.
1. Faktor genetik
a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang dijumpai
maupun dari penelitian, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
- Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot
dari pada heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita hipertensi. -
Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada usia sebelum 50 tahun, pada seseorang yang mempunyai hubungan keluarga derajat pertama
yang hipertensi sebelum usia 50 tahun. -
Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly hypertensive rat SHR Dahl salt sensitive DS dan sal resistance R dan Milan hypertensive rat strain
MHS menunjukkan bahwa dua turunan tikus tersebut mempunyai faktor genetik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya
hipertensi, sedangkan turunan yang lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan secara genetik sebagai faktor utama
timbulnya hipertensi Majid, 2005.
b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain : defek transport Na
pada membran sel, defek ekskresi natrium dan peningkatan aktivitas saraf simpatis yang merupakan respon terhadap stress Majid, 2005.
2. Faktor lingkungan
a. Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan
asupan garam yang minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam
antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung GFR glomerula filtrat rate meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan kelebihan ekskresi garam pressure natriuresis sehingga
kembali kepada keadaan hemodinamik yang normal. Pada penderita hipertensi, mekanisme ini terganggu dimana pressure natriuresis mengalami “reset” dan
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengeksresikan natrium, disamping adanya faktor lain yang berpengaruh Majid, 2005.
Universitas Sumatera Utara
b. Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif diantara obesitas terutama upper body obesity dan hipertensi. Bagaimana mekanisme
obesitas menyebabkan hipertensi masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan hubungan yang erat diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2,
hiperlipidemia dengan hipertensi melalui hiperinsulinemia Majid, 2005.
c. Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf simpatis melalui cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh pengaruh
cathecolamin yang dapat meningkatkan tekanan darah yang intermittent. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal
ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap stress membuat binatang tersebut hipertensi Majid, 2005.
d. Lain-lain
Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio asupan garam, kalium, inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras Majid, 2005.
3. Adaptasi perubahan struktur pembuluh darah
Perubahan adaptasi struktur kardiovaskular, timbul akibat tekanan darah yang meningkat secara kronis dan juga tergantung dari pengaruh trophic growth
angiotensin II dan growth hormon Majid, 2005.
2.1.5. Penatalaksanaan Hipertensi Terapi Farmakologi
1. Diuretik
Universitas Sumatera Utara
Mula-mula obat ini mengurangi volum ekstraseluler dan curah jantung. Efek hipotensi dipertahankan selama terapi jangka panjang melalui berkurangnya
tahanan vaskular, sedangkan curah jantung kembali ke tingkat sebelum pengobatan dan volum ekstraseluler tetap berkurang sedikit Benowitz, 1998.
Mekanisme yang potensial untuk mengurangi tahanan vaskular oleh reduksi ion Na yang persisten walaupun sedikit saja mencakup pengurangan volum cairan
interstisial, pengurangan konsentrasi Na di otot polos yang sekunder dapat mengurangi konsentrasi ion Ca intraseluler, sehingga sel menjadi lebih resisten
terhadap stimulus yang mengakibatkan kontraksi, dan perubahan afinitas dan respon dari reseptor permukaan sel terhadap hormon vasokonstriktor Benowitz,
1998.
Efek Samping Impotensi seksual merupakan efek samping yang paling mengganggu pada obat
golongan tiazid. Gout merupakan akibat hiperurisemia yang dicetuskan oleh diuretik. Kram otot dapat pula terjadi, dan merupakan efek samping yang terkait
dosis Benowitz, 1998.
Golongan obat a.
Tiazid dan agen yang sejenis hidroklorotiazid, klortalidon b.
Diuretik loop furosemid, bemetanid, asam etakrinik c.
Diuretik penyimpan ion K, amilorid, triamteren, spironolakton.
2. Beta adrenergik blocking agents betabloker
Jenis obat ini efektif terhadap hipertensi. Obat ini menurunkan irama jantung dan curah jantung. Beta bloker juga menurnkan pelepasan renin dan lebih efektif pada
pasien dengan aktivitas renin plasma yang meningkat Benowitz, 1998.
Beberap mekanisme aksi anti hipertensi di duga terdapat pada golongan obat ini, mencakup :
Universitas Sumatera Utara
1 Menurunkan frekuensi irama jantung dan curah jantung
2 Menurunkan tingkat renin di plasma
3 Memodulai aktivitas eferen saraf perifer
4 Efek sentral tidak langsung
Efek Samping Semua betabloker memicu spasme bronkial, misalnya pada pasien dengan asma
bronkial.
Golongan Obat a.
Obat yang bekerja sentral metildopa, klonidin, kuanabenz, guanfasin b.
Obat penghambat ganglion trimetafan c.
Agen penghambat neuron adrenergik guanetidin, guanadrel, reserpin d.
Antagonis beta adrenergik propanolol, metoprolol e.
Antagonis alfa-adrenergik prazosin, terazosin, doksazosin, fenoksibenzamin, fentolamin
f. Antagonis adrenergik campuran labetalol
3. ACE-inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
Cara kerja utamanya ialah menghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron, namun juga menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis
prostaglandin vasodilating, dan kadang-kadang mereduksi aktivitas saraf simpatis Benowitz, 1998.
Efek Samping Batuk kering ditemukan pada 10 persen atau lebih penderita yang mendapat obat
ini. Hipotensi yang berat dapat terjadi pada pasien dengan stenosis arteri renal bilateral, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Universitas Sumatera Utara
Golongan obat: Benazepril, captopril, enalapril, fosinoplir, lisinopril, moexipril, ramipril, quinapril, trandolapril Benowitz, 1998.
4. Angiotensin II Receptor Blocker ARB
Efek samping batuk tidak ditemukan pada pengobatan dengan ARB. Namun efek samping hipotensi dan gagal ginjal masih dapat terjadi pada pasien dengan
stenosis arteri renal bilateral dan hiperkalemia Benowitz, 1998. Golongan obat: Candesartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan,
valsartan.
5. Obat penyekat terowongan kalsium calcium channel antagonists, calcium
channel blocking agents, CCT. Calcium antagonist mengakibatkan relaksasi otot jantung dan otot polos, dengan
demikian mengurangi masuknya kalsium kedalam sel. Obat ini mengakibatkan vasodilatasi perifer, dan refleks takikardia dan retensi cairan kurang bila
dibanding dengan vasodilator lainnya Benowitz, 1998.
Efek samping Efek samping yang paling sering pada calcium antagonis ialah nyeri kepala,
edema perifer, bradikardia dan konstipasi. Golongan obat : Diltiazem, verapamil.
Terapi Non Farmakologi
Mengubah gaya hidup merupakan suatu terapi atau pendekatan yang sangat bermanfaat dalam mengatasi tekanan darah tinggi Lumbantobing, 2008.
Menurunkan berat badan BMI 18,5 – 24,9
Penurunan tekanan sistol 5-2010 kgBB turun
Aktivitas fisik Gerak badan teratur,
misalnya jalan 30 menithari
Penurunan sistol bisa 4-9 mmHg
Universitas Sumatera Utara
Diet Makan kaya buah,
sayur, susu rendah lemak dan lemak total
Penurunan sistol bisa 8-14 mmHg
Diit Garam dikurangi
menjadi tidak lebih dari 100mEqL 2,4g
natrium atau 6 gram garam dapur sehari
Penurunan sistol bisa 2-8 mmHg
2.2. Obesitas 2.2.1. Definisi obesitas
Obesitas merupakan peningkatan berat badan dengan BMI ≥ 25 kgm
2
akibat akumulasi lemak yang berlebihan.
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak yang berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas
terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah
besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak Sugondo, 2007.
2.2.2. Klasifikasi Obesitas
Tabel 2.2. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut kriteria WHO dalam Asia-Pasific Perspective.
Klasifikasi IMT kgm
2
Universitas Sumatera Utara
Underweight 18,5
Normal 18,5 – 22,9
Overweight ≥ 23,0
Beresiko pra-obes 23,0 – 24,9
Obes I 25,0 – 29,9
Obes II ≥ 30,0
Sumber: WHO WPRIASOIOTF dalam the Asia-Pasific Perspective: Redefening Obesity and its treatment.
Tabel 2.3. Klasifikasi berat badan berdasarkan lingkaran pinggang Klasifikasi
Laki-laki Perempuan
Obesitas ≥ 90 cm
≥ 80 cm
2.2.3. Faktor-faktor penyebab obesitas
Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti, baik dari faktor lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas. Faktor lingkungan antara lain
pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status sosial dan ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari keluarga sosial ekonomi rendah
biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi biasanya menderita obesitas. Kini diketahui bahwa
sejak tiga dekade terakhir, hubungan antara status sosial ekonomi dengan obesitas melemah karena prevalensi obesitas meningkat secara dramatis pada setiap
kelompok status sosial ekonomi. Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik Sugondo, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan banyak
dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh. Obesitas dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal. Penyebab-penyebab
tersebut antara lain : 1.
Internal a.
Genetik Seperti kondisi medis lainnya, obesitas merupakan perpaduan antara genetik dan
lingkungan. Gen yang ditemukan diduga dapat mempengaruhi jumlah dan besar sel lemak, distribusi sel lemak dan besar penggunaan energi untuk metabolisme
saat tubuh istirahat. Polimorfisme dalam variasi gen mengontrol nafsu makan dan metabolisme menjadi predisposisi obesitas ketika adanya kalori yang cukup.
O besitas pada penderita sindrom prader-willi adalah penyakit genetik yang
menimpa kira-kira satu dari 15 ribu kelahiran. Mutasi gen terjadi pada kromosom ke 15 yang mengatur nafsu makan. Sindrom ini dikenali sebagai gen penyebab
obesitas pada anak kecil. Symptom yang timbul akibat sindrom ini disebabkan oleh disfungsi hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah mengatur rasa lapar
Hermawan, 2008.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh terhadap obesitas. Pria memiliki lebih banyak otot dibandingkan dengan wanita. Otot membakar lebih banyak lemak dari sel-sel lain.
Oleh karena wanita lebih sedikit memiliki otot, maka wanita memperoleh kesempatan yang lebih kecil untuk membakar lemak. Hasilnya, wanita lebih
beresiko mengalami obesitas Hermawan, 2008.
c. Kelainan endokrin
Hipotiroidisme terjadi ketika kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon tiroid sesuai kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, apabila hormon tiroid yang dihasilkan
tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh, pertumbuhan akan terganggu.
Universitas Sumatera Utara
Terganggunya produksi hormon ini dapat mempengaruhi metabolisme, perkembangan otak, pernafasan , sistem jantung dan saraf, temperatur tubuh,
kekuatan otot, kulit, berat badan dan tingkat kolesterol.
Produksi hormon tiroid diatur oleh hormon TSH Thyroid stimulating hormone yang diproduksi oleh hipofisis anterior. TSH akan merangsang kelenjar tiroid
untuk mensekresi hormon tiroid, yaitu triidotironin T3 dan tiroksin T4. Apabila dalam darah terdapat sedikit hormon tiroid tersebut, maka kadar TSH
akan meningkat untuk merangsang kelenjar tiroid mensekresi hormon tiroid. Sebaliknya, apabila dalam darah telah cukup atau bahkan lebih banyak terdapat
hormon tiroid, kadar TSH akan menurun. Sekresi TSH diatur oleh hormon hipotalamus, yaitu TRH Thyrotropin Releasing Hormone. Yang terjadi pada
hipotiroidisme adalah kadar TSH meningkat akibat dari fungsi kelenjar tiroid yang menurun. Selain itu, hipotiroidisme dapat disebabkan oleh kelenjar hipofisis
tidak bekerja secara normal. Terganggunya kerja hipofisis dapat menyebabkan produksi TSH terganggu dan akibatnya kelenjar tiroid pun akan terganggu.
Hipotiroidisme menyebabkan kecepatan metabolisme karbohidrat dan lemak menurun, hal ini akan menyebabkan obesitas Gunawan, 2008.
2. Eksternal
a. Gaya hidup atau tingkah laku
Kemajuan teknolgi, seperti adanya kenderaan bermotor, lift dan lain sebagainya dapat memicu terjadinya obesitas karena kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan
oleh seseorang. Gaya hidup yang seperti ini yang meningkatkan resiko obesitas, selain itu mengkonsumsi makanan junk food juga dapat menyebabkan obesitas
karena pada umumnya berkalori tinggi Hermawan, 2008.
Universitas Sumatera Utara
b. Lingkungan dan faktor lain
Faktor sosial dan ekonomi juga berpengaruh terhadap kejadian obesitas. Pada masyarakat menegah ke bawah, obesitas sangat identik dengan makmur. Namun,
pada masyarakat modern, obesitas adalah hal yang harus dihindari Hermawan, 2008.
2.2.3. Tipe Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian atas
dan obesitas tubuh bagian bawah.
1. Obesity bagian atas
Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominasi penimbunan lemak tubuh di truncal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada truncal, yaitu
truncal subcutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal abdominal, dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak di
dapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai android obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan
penyakit kardiovaskuler dari pada obesitas tubuh bagian bawah Sugondo, 2007.
2. Obesitas bagian bawah
Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obsitas ini lebih banyak terjadi pada
wanita sehingga sering disebut gynoid obesity. Tipe obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita Sugondo, 2007.
2.2.4. Dampak Obesitas
1. Diabetes melitus
Universitas Sumatera Utara
Ini terjadi karena resistensi insulin. Simpanan adiposa yang tinggi pada orang gemuk mengaktifkan paling tidak salah satu enzim, yaitu lipoprotein lipase yang
meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam darah. Konsentrasi tinggi asam lemak bebas menstimulasi pelepasan sitokin seperti TNF-
α tumor necrosis factor-alpha yang memicu resistensi insulin sehingga kadar glukosa darah
meningkat. Orang gemuk dengan BMI diatas 25, tiap peningkatan BMI 1 angka mempunyai kecenderungan menjadi diabetes melitus sebesar 25. Dengan
bertambahnya ukuran lingkaran perut dan panggul, terutama pada obesitas tipe sentral atau android, dapat menimbulkan resistensi insulin Mambo, 2008.
2. Hipertensi
Lebih dari 75 kasus hipertensi berhubungan langsung dengan obesitas. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga
berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik Mambo, 2008.
3. Penyakit jantung koroner
Obesitas dapat menyebabkan penyakit jantung koroner melalui berbagai cara, yaitu dengan cara perubahan lipid darah, yaitu peningkatan kadar kolesterol darah,
kadar LDL kolesterol meningkat, penurunan kadar HDL kolesterol dan hipertensi Robbin, 1999.
4. Stroke
Seiring dengan meningkatnya tekanan darah, gula, lemak darah, maka orang obesitas sangat mudah terserang stroke. Ini dikarenakan adanya sumbatan pada
pembuluh darah yang disebabkan oleh lemak yang mengendap di pembuluh darah sehingga menyebabkan hipertensi, dan jika tidak diobati akan mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan Robbin, 1999.
5. Sleep Apnea
Universitas Sumatera Utara
Diantara para pasien yang menderita sleep apnea, sekitar 60 sampai 70 adalah orang yang menderita obesitas. Akibat kegemukan menyebabkan kesukaran
bernafas terutama pada waktu tidur malam, keadaan yang berat dapat menimbulkan penurunan kesadaran sampai koma. Selama peristiwa sleep apnea,
saluran pernafasan atas terhalang, menghambat atau menghentikan pernafasan dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah berkurang dan meningkatkan tekanan
darah. Orang tersebut harus segera dibangunkan dan kembali bernafas, sehingga kadar oksigen dalam darah dan aliran darah ke otak normal Mambo, 2008.
6. Batu empedu
Terjadi karena hati menghasilkan kolesterol, yang merupakan lemak terlalu banyak dari pada asam-asam yang berfungsi sebagai pelarut, dan lecithin yang
berfungsi sebagai pengemulsi antara lemak dan asam-asam empedu tersebut, sehingga beberapa kolesterol tersebut tidak larut dan membentuk partikel
kolesterol yang akhirnya menjadi batu empedu. Pada obesitas dengan BMI diatas 30 didapatkan kecenderungan timbul batu empedu dua kali lipat dibandingkan
dengan normal Robbin, 1999.
7. Kanker payudara.
Wanita yang telah menopause lebih beresiko mengalami kanker payudara. Ini terjadi karena pada wanita menopause yang obesitas terjadi peningkatan estrogen
yang dihasilkan dari jaringan lemak. Karena jaringan lemak terlalu banyak maka menghasilkan estrogen dalam jumlah yang besar sehingga berpengaruh terhadap
kanker payudara Mambo, 2008.
2.2.5. Manajemen obesitas
Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu obesitas dan overweight mengurangi faktor resiko diabetes dan penyakit kardiovaskular. Bukti
kuat lainnya juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah pada individu overweight normotensi dan hipertensi, mengurangi
Universitas Sumatera Utara
serum trigliserida, dan meningkatkan kolesterol HDL, dan secara umum mengakibatkan pengurangan pada kolesterol serum total dan kolesterol LDL.
Penurunan berat badan juga dapat mengurangi kadar glukosa darah Sugondo, 2007. Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet
rendah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku, dan obat-obatanbedah.
Tujuan penurunan berat badan : Penurunan berat badan harus SMART : spesific, measurable, achievable, realistic
and time limited. Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan adalah untuk mengurangi berat badan sebesar sekitar 10 persen dari berat badan awal. Batas
waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar 10 adalah 6 bulan terapi. Setelah 6 bulan, kecepatan penurunan berat badan lazimnya akan melambat
dan berat badan menetap karena seiring dengan berat badan yang berkurang terjadi penurunan energi ekspenditure Sugondo, 2007.
1. Terapi diet
Pada program manajemen berat badan, terapi diet direncanakan berdasarkan individu. Terapi diet ini harus dimasukkan ke dalam status pasien overweight. Hal
ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga 1000 kcalhari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun Sugondo,
2007.
Sebelum menganjurkan defisit kalori sebesar 500 hingga 1000 kcalhari sebaiknya diukur kebutuhan energi basal terlebih dahulu, dengan menggunakan rumus dari
Harris-Benedict: Laki-laki:
BBE = 66,5+13,75x kg+5,003x cm-6,775x age Wanita:
BBE = 655,1+9,563x kg+1,850x cm-4,676x age
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan kalori total sama dengan BBE dikali dengan jumlah faktor stres dan aktivitas. Faktor stres ditambah aktivitas berkisar dari 1,2 sampai lebih dari 2.
Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya kurang dan sama dengan 30 dari total kalori Sugondo, 2007.
2. Aktivitas Fisik
Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan
peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan resiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan
dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja.
Untuk pasien obese, terapi harus dimulai secara perlahan dan intensitasnya sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Latihan dapat dilakukan seluruhnya pada
satu saat atau secara bertahap sepanjang hari Sugondo, 2007.
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45
menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran energi tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori perhari dapat dicapai. Strategi
lain untuk meningkatkan aktivitas fisik adalah megurangi waktu santai dengan cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan resiko cedera rendah Sugondo,
2007.
3. Terapi Perilaku
Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah,
contigency management, cognitive restructuring dan dukungan sosial Sugondo, 2007.
Universitas Sumatera Utara
4. Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat badan. Sibutramine dan orlistat merupakan obat-obatan
penurunan berat badan yang disetujui oleh FDA di amerika serikat, untuk penggunaan jangka panjang. Pada pasien dengan indikasi obesitas, sibutramine
dan orlistat sangat berguna.
Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Dengan pemberian
sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan darahndan denyut jantung. Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan riwayat hipertensi,
penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau riwayat stroke.
Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial.
Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang timbul Sugondo, 2007.
5. Terapi Bedah
Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI
≥ 40 atau
≥ 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita
komplikasi obesitas yang ekstrem Sugondo, 2007.
Bedah gastointestinal restriksi gastrik [banding vertical gastric] atau bypass gastric [roux-en Y] adalah suatu intervensi penurunan berat badan pada subyek
yang bermotivasi dengan resiko operasi yang rendah Sugondo, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Obesitas dan hipertensi
Beberapa penelitian epidemiologi telah membuktikan adanya hubungan yang linear antara obesitas dan hipertensi, hubungan kausalnya belum dapat diketahui
dengan pasti, namun dalam pengamatan selanjutnya apabila penderita obesitas diturunkan berat badannya maka tekanan darahnya juga akan turun, oleh karena
itu timbul beberapa teori yang dikemukakan mengenai adanya hubungan tersebut, diantaranya yaitu :
1. Mekanisme hemodinamik
Alexander dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan volume darah sekuncup dan volume darah pada penderita obesitas dibandingkan dengan yang bukan
obesitas. Juga terdapat peningkatan tahanan perifer pembuluh darah penderita obesitas bila dibandingkan dengan penderita yang bukan obesitas. Sehingga
timbul pendapat bahwa peningkatan volume sekuncup, volume darah, tahanan perifer memegang peranan penting dalam terjadinya hipertensi pada obesitas
Tagor, 1996.
2. Aktivitas saraf simpatis
James, dkk menemukan pada penderita wanita obesitas yang diturunkan berat badannya ternyata terjadi juga penurunan tekanan darah dan denyut jantung serta
pada pemeriksaan urinnya terdapat peningkatan sisa-sisa metabolisme katekolamin yaitu 4 hidroksi-3metoksi mandelikasid, sehingga timbul pendapat
bahwa peningkatan katekolamin merupakan akibat dari peningkatan aktivitas saraf simpatis Hermawan, 1991.
3. Endokrin
Miller, dkk dalam penelitiannya mendapatkan adanya peningkatan kadar insulin dan aldosteron dalam plasma penderita obesitas. Aldosteron akan mengurangi
ekskresi Na dalam glomeruli, begitu juga insulin pada percobaan binatang dengan jelas mengurangi sekresi Na dalam glomeruli. Sehingga adanya peningkatan
insulin dan aldosteron akan menyebabkan retensi Na dalam darah yang
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah, yang menyebabkan hipertensi Wolf, 2004.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian