BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat di negara maju maupun negara berkembang telah menyebabkan transisi
epidemiologi sehingga mengakibatkan munculnya berbagai penyakit tidak menular. Di dunia, penyakit tidak menular telah menyumbang 3 juta kematian,
pada tahun 2005 dimana 60 kematian diantaranya terjadi pada penduduk berumur di bawah 70 tahun. Penyakit tidak menular yang cukup banyak
mempengaruhi angka kesakitan dan angka kematian dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Pada tahun 2005, penyakit kardiovaskuler telah menyumbangkan
kematian sebesar 28 dari seluruh kematian yang terjadi di kawasan Asia Tenggara WHO, 2008.
Hipertensi adalah tekanan darah sistol ≥ 140 mmHg dan diastol ≥ 90 mmHg.
Berdasarkan data WHO tahun 2000, hipertensi telah menjangkiti 26,4 populasi dunia dengan perbandingan 26,6 pada pria dan 26,1 pada wanita. Berdasarkan
laporan NHANES tahun 1999 – 2000 insidensi hipertensi orang dewasa mencapai 29 - 31 atau 58 – 65 juta orang di Amerika menurut Andryani, 2009 dalam
Yugiantoro, 2006. Sementara itu diwilayah ASEAN, survey menunjukkan prevalensi hipertensi di Thailand 1989 sebesar 17, Philipina 1993 sebesar
22, Malaysia 1996 sebesar 29,9, Vietnam 2004 sebesar 43,5 dan Singapura 2004 sebesar 24,9 menurut Andryani 2009.
Indonesia memang belum mempunyai data yang akurat mengenai hipertensi. Penelitian hipertensi pernah dilakukan pada tahun 1975 terhadap 4 grup yaitu
suku Batak Sumatera Utara, suku Sunda Jawa Barat, suku Jawa Jawa Tengah, Kalimantan dan grup heterogen di Jakarta. Berdasarkan penelitian
Universitas Sumatera Utara
tersebut, diketahui bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 7,1 dengan 6,6 pada perempuan dan 7,6 pada laki-laki Girolamo, 1998. Berdasarkan
survei faktor resiko penyakit kardiovaskuler, prevalensi hipertensi di Indonesia meningkat menjadi 13,6 pada pria dan 16 pada wanita 1988, 16,5 pada
pria dan 17 pada wanita 1993, 12,1 pada pria dan 12,2 pada wanita 2000.
Menurut SKRT 1995 prevalensi hipertensi untuk penduduk berumur 25 tahun adalah 8,3 dengan prevalensi pada laki-laki sebesar 7,4 dan pada wanita
sebesar 9,1. Berdasarkan SKRT 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 14. Sementara itu prevalensi hipertensi di 3 wilayah Jakarta meningkat dari
17 pada tahun 1993 menjadi 22,4 pada tahun 2000 menurut Andryani, 2009 dalam Depkes, 2007.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2004, hipertensi menempati urutan ketiga sebagai penyakit yang paling sering diderita oleh pasien rawat jalan. Pada
tahun 2006, hipertensi menempati urutan kedua penyakit yang paling sering diderita pasien oleh pasien rawat jalan Indonesia 4,67 setelah ISPA 9,32
Depkes, 2008.
Pada tahun 2002 dan 2003 di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan, jumlah kasus hipertensi esensial masing-masing 150 dan 352 dengan proporsi
hipertensi mencapai 4,6 dan 14,1 dari seluruh pasien yang dirawat inap. Terjadi peningkatan kasus sebesar 10,2 pasien hipertensi dalam setahun dan
belum diketahui faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan tersebut. Untuk mengetahui faktor resiko tersebut maka dilakukan penelitian dengan
rancangan kasus kontrol terhadap kejadian hipertensi esensial di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan. Hasil penelitian terhadap 140 responden 70
kasus dan 70 kontrol menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejadian hipertensi dengan konsumsi garam, obesitas, umur, rokok dan alkohol.
Universitas Sumatera Utara
Dari seluruh faktor tersebut didapatkan faktor resiko paling dominan adalah obesitas Sianturi, 2008.
Obesitas merupakan peningkatan berat badan dengan BMI ≥ 25kgm
2
akibat akumulasi lemak yang berlebihan. Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh
dunia dengan IMT 30 kgm
2
melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7 dari populasi orang dewasa didunia. Bila kita mempertimbangkan masing-masing
negara, kisaran prevalensi obesitas meliputi hampir semua spektrum, dari 5 di China, Jepang, dan negara-negara Afrika tertentu sampai lebih dari 75 di daerah
urban Samoa. Angka obesitas tertinggi di dunia berada di Kepulauan Pasifik pada populasi Melanesia, Polinesia, dan Micronesia Sugondo, 2006.
Walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang baku mengenai obesitas, data yang sudah ada saat ini sudah menunjukkan terjadinya pertambahan jumlah
penduduk dengan obesitas, khususnya di kota-kota besar. Penelitian epidemiologi yang dilakukan di daerah sub urban di daerah Koja, Jakarta Utara, pada tahun
1982, mendapatkan prevalensi obesitas sebesar 4,2; di daerah Kayu Putih, Jakarta Pusat, sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1992, prevalensi obesitas
sudah mencapai 17,1, dimana ditemukan prevalensi obesitas pada laki-laki dan perempuan masing-masing, 10,9 dan 24,1 Sugondo, 2006.
Berbagai penelitian epidemiologi telah membuktikan adanya hubungan yang kuat antara obesitas dan hipertensi. Data yang diperoleh dari NHNES pada populasi
orang Amerika Serikat memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan linear antara kenaikan IMT dengan tekanan darah sistolik dan diastolik serta
tekanan nadi Rindiastuti, 2008 dalam El-Atat et al, 2003, Farmingham study 2007 melaporkan resiko terjadinya hipertensi sebesar 65 pada wanita dan 78
pada laki-laki yang berhubungan langsung dengan obesitas dan kelebihan berat badan.
Pencegahan dari obesitas adalah langkah potensial untuk menurunkan prevalensi hipertensi, selain itu juga dapat mencegah terjadinya diabetes, dislipidemia dan
Universitas Sumatera Utara
penyakit jantung koroner. Dengan setiap kilogram dari kenaikan berat badan, tekanan darah biasanya juga naik. Rata-rata kenaikan 5kg lebih berat badan pada
umur 18 tahun dapat menimbulkan double insidens hipertensi setelah umur 45 tahun Kaplan, 2001.
Angka kejadian hipertensi terus meningkat setiap tahun. Ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian hipertensi dikalangan masyarakat, salah satu
faktor yang paling dominan adalah obesitas. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Prevalensi Kejadian Hipertensi pada Pasien
Rawat Inap yang Obesitas di Rumah Sakit Martha Friska”.
I.2. Rumusan Masalah