Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA BRONKOPNEUMONIA PADA BALITA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2005-2009

Oleh :

NIM. 061000090 ENDA SILVIA PUTRI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA BRONKOPNEUMONIA PADA BALITA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2005-2009

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 061000090 ENDA SILVIA PUTRI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul:

KARAKTERISTIK PENDERITA BRONKOPNEUMONIA PADA BALITA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2005-2009

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 061000090 ENDA SILVIA PUTRI

Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tangga 5 Juli 2010, dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH

NIP. 194904171979021001 NIP. 195908181985032002 drh. Rasmaliah, M. Kes

Penguji II Penguji III

Prof. dr. Nerseri Barus, MPH

NIP. 194508171973022001 NIP. 196404041992031005 Drs. Jemadi, M. Kes

Medan, Juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 195310181982032001 dr. Ria Masniari Lubis, M. Si


(4)

ABSTRAK

Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus. Bronkopneumonia merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita dengan proporsi 19%.

Untuk mengetahui karakteristik penderita bronkopneumonia rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009, dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi penelitian adalah seluruh balita yang di rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 sebanyak 293 orang, jumlah sampel adalah seluruh populasi. Analisa statistik dilakukan dengan uji Chi-Square dan t-test.

Hasil penelitian diperoleh trend kunjungan penderita bronkopneumonia berdasarkan data tahun 2005-2009 menunjukkan penurunan dengan persamaan garis Y= 16,6-X. Proporsi berdasarkan sosiodemografi yaitu kelompok umur 2-11 bulan 48,5%, sex ratio168%, dan Kota Medan 71,0%. Bronkopneumonia berat 28,0%, jumlah kunjungan berulang satu kali 94,1%, gizi buruk 4,2%, imunisasi tidak lengkap 82,9%, pendidikan ayah dan ibu SLTA dan Akademi/PT masing –masing 42,9% dan 42,1%, pekerjaan ayah pegawai swasta 39,1%, ibu rumah tangga 45,5%, jumlah anak orang tua tiga 60,0%, anak ke tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata 4,70 hari, dan meninggal 4,8%.

Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan derajat bronkopneumonia (p=0,213), jenis kelamin berdasarkan derajat bronkopneumonia (p=0,500), status imunisasi berdasarkan derajat bronkopneumonia (p=0,604), derajat bronkopneumonia berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,423). Proporsi derajat bronkopneumonia sedang secara bermakna lebih tinggi pada status gizi baik dibandingkan bronkopneumonia berat (79,7% vs 65,4% ; χ2=6,471 ; p=0.039. Lama rawatan rata-rata penderita bronkopneumonia berat secara bermakna lebih lama daripada bronkopneumonia sedang (5,40 hari vs 4,43 hari; t=-2,909; p=0,004).

Pihak rumah sakit memberikan pengarahan tentang bronkopneumonia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya kepada orang tua.


(5)

ABSTRACT

Bronchopneumonia is an acut inflammation of the lung, which is affected

several lobes. Bronchopneumonia is a contributor to toddler mortality in the world around 1,6 to 2,2 million toddler with proportion 19%.

To determine the characteristic of bronchopneumonia patient hospitalized at Santa Elisabeth Hospital Medan in 2005-2009, conducted the a descriptive study with a Case Series design. Population and sample amounted to 293 toddler (total sampling). Data collected from medical records analyzed the data using Chi-Square test and t-test.

Result obtained by decreasing trend line equation Y=61,6-X. Proportion based on sociodemographic 2-11 months in the age group 48,5%, sex ratio 168%, and Medan city 71,0%. Severe bronchopneumonia 28,0%, the number of visit over one-time 94,1%, severe malnutrition 4,2%, incomplete immunization 82,9%, mother and father education high school and the Academy/PT respectively 42,9% and 42,1%, private employee’s father 39,1%, housewives 45,5%, parents of three children 60,0%, the third children 60,0%, treatment on average 4,70 days, and died 4,8%.

There was significant difference in proportion between the ages based on the degree of bronchopneumonia (p=0,500), the immunization status based on the degree of bronchopneumonia (p=0,604), degree of bronchopneumonia based on the circumstances when the home (p=0,423). Propotion medium bronchopneumonia was significant very advanded in good nutrient than severe bronchopneumonia (79,7% vs 65,4%; χ2=6,471 ; p=0.039). Duration of treatment an average weight of patient with severe bronchopneumonia was significant longer than was medium bronchopneumonia (5,40 days vs 4,43 days; t=-2,909, p=0,004)

The hospital is expected to provide guidance about bronchopneumonia and the factors influencing it to parents.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Enda Silvia Putri

Tempat/ Tanggal Lahir : Meulaboh (Aceh Barat), 17 Januari1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 1 dari 4 Bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Malindiwa, Gang. Gunong Geredong, Meulaboh, Aceh Barat

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1994-2000 : SD Negeri 6 Meulaboh

2. Tahun 2000-2003 : MTS Negeri Model Meulaboh

3. Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 1 Meulaboh 4. Tahun 2006-2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Karakteristik Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Tulisan ini penulis persembahkan kepada Ayahanda M. Ibrahim dan Ibunda Nurhayati yang selalu memberi dukungan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan dosen pembinbing skripsi bersama Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Irnawati Marsaulina, Dra, MS, Dr selaku dosen pembimbing akademik. 4. Ibu Prof. dr. Nerseri Barus, MPH dan Bapak Drs. Jemadi, M. Kes selaku

dosen penguji yang telah memberikan masukan dan pengarahan untuk penyempurnaan skripsi.


(8)

5. Direktur dan Kepala Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan beserta staf yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

6. Seluruh dosen dan pegawai di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Adikku tersayang (Hendra Satria, Nilo Ariyanto, dan Anisah Roza) buat doa dan motivasinya kepada penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU. 8. Sahabat penulis (Bella, Elvi, Yeyen, Diana, Rina, Yeyen, Kak Dita, Kak

Dewi, Dewi, Kak Reje, Kak lia, dan Nidya), serta teman-teman Peminatan Epidemiologi stambuk 2006 yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

9. Keluarga Besar Hizbut Tahrir USU, PHBI FKM USU, dan HMI Komisariat FKM USU yang telah banyak memberi motivasi kepada penulis.

10.Semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1.Tujuan Umum ... 5

1.3.2.Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Anatomi Saluran Pernafasan ... .. 8

2.2. Definisi Bronkopneumonia ... .. 10

2.3. Morfologi Bronkopneumonia ... .. 11

2.4. Etiologi Bronkopneumonia ... .. 12

2.5. Patogenesis Bronkopneumonia ... .. 12

2.6. Epidemiologi Bronkopneumonia... .. 15

2.6.1. Distribusi Bronkopneumonia ... .. 15

2.6.2. Determinan Bronkopneumonia ... .. 17

2.7. Gambaran Klinis Bronkopneumonia ... .. 28

2.8. Klasifikasi ISPA Pada Balita dengan Gejala Batuk dan atau Kesukaran Bernafas Berdasarkan Pola Tatalaksana Pemeriksaan, Penentuan Ada Tidaknya Tanda Bahaya, Penentuan Klasifikasi Penyakit, Pengobatan dan Tindakan ... .. 29

2.8.1. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur < 2 bulan ... .. 29

2.8.2. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan - < 5 Tahun ... .. 29

2.9. Jumlah Kunjungan Berulang ... .. 30

2.10. Lama Rawatan ... .. 30

2.11. Pencegahan Bronkopneumonia ... .. 31

2.11.1. Pencegahan Primer ... .. 31

2.11.2. Pencegahan Sekunder ... .. 32


(10)

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... .. 34

3.1. Kerangka Konsep ... .. 34

3.2. Definisi Operasional ... .. 34

BAB 4 METODE PENELITIAN ... .. 39

4.1. Jenis Penelitian ... .. 39

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... . 39

4.2.1. Lokasi Penelitian... .. 39

4.2.2. Waktu Penelitian ... .. 39

4.3. Populasi dan Sampel ... .. 39

4.3.1. Populasi ... .. 39

4.3.2. Sampel ... .. 40

4.4. Metode Pengumpulan Data ... .. 40

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... .. 40

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 41

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 41

5.1.1. Profil Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 41

5.1.2. Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 41

5.1.3. Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 41

5.1.4. Pelayanan Medis ... 41

5.1.5. Pelayanan Penunjang Medis ... 42

5.1.6. Penunjang Umum... 42

5.2. Balita Penderita Bronkopneumonia Berdasarkan Tahun ... 43

5.3. Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia ... 44

5.3.1. Sosiodemografi ... 44

5.3.2. Derajat Bronkopneumonia... 46

5.3.3. Status Jumlah Kunjungan Berulang ... 46

5.3.4. Status Gizi ... 48

5.3.5. Status Imunisasi ... 49

5.3.6. Pendidikan Orang Tua ... 50

5.3.7. Pekerjaan Ayah ... 51

5.3.8. Pekerjaan Ibu ... 53

5.3.9. Jumlah Anak Orang Tua ... 54

5.3.10.Anak ke Berapa ... 55

5.3.11.Lama Rawatan Rata-Rata ... 56

5.3.12.Keadaan Sewaktu Pulang ... 57

5.4. Analisa Statistik ... 58

5.4.1. Umur Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia ... 58

5.4.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia... 59

5.4.3. Jumlah Kunjungan Berulang Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia ... 60

5.4.4. Status Gizi Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia ... 61

5.4.5. Status Imunisasi Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia .... 62


(11)

5.4.7. Pekerjaan Ibu Berdasarkan Status Gizi ... 64

5.4.8. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia... 65

5.4.9. Status Gizi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 66

5.4.10.Derajat Bronkopneumonia Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 67

BAB 6 PEMBAHASAN ... 68

6.1. Trend Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Data Tahun 2005-2009 ... 68

6.2. Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia ... 70

6.2.1. Sosiodemografi ... 70

6.2.2. Derajat Bronkopneumonia... 73

6.2.3. Jumlah Kunjungan Berulang ... 75

6.2.4. Status Gizi ... 76

6.2.5. Status Imunisasi ... 78

6.2.6. Pendidikan Orang Tua ... 80

6.2.7. Pekerjaan Ayah ... 83

6.2.8. Pekerjaan Ibu ... 84

6.2.9. Jumlah Anak Orang Tua... 85

6.2.10.Anak ke Berapa ... 87

6.2.11.Keadaan Sewaktu Pulang ... 88

6.3. Analisa Statistik ... 90

6.3.1. Umur Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia ... 90

6.3.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia... 91

6.3.3. Jumlah Kunjungan Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia... 92

6.3.4. Status Gizi Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia ... 94

6.3.5. Status Imunisasi Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia .... 95

6.3.6. Pekerjaan Ayah Berdasarkan Status Gizi ... 97

6.3.7. Pekerjaan Ibu Berdasarkan Status Gizi ... 98

6.3.8. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia ... 99

6.3.9. Status Gizi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 100

6.3.10.Derajat Bronkopneumonia Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 102

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

7.1. Kesimpulan ... 104

7.2. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisa Kecenderungan dengan Metode Kuadrat Terkecil (Least


(12)

Lampiran 2. Master Data

Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopnemonia Berdasarkan Tahun Rawat Inap di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 43 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 44 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 45 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 46 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Status Jumlah Kunjungan Berulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 46 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Adanya Jumlah Kunjungan Berulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 47 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 48 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi Tercatat di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 48 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Status Imunisasi di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 49 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Status Imunisasi Tercatat di


(14)

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Pendidikan Orang Tua di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 50 Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Pendidikan Orang Tua Tercatat di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 51 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Ayah di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 51 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Ayah Tercatat di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 52 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 53 Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Ibu Tercatat di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 53 Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Anak Orang Tua di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 54 Tabel 5.18. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Anak Orang Tua Tercatat di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 54 Tabel 5.19. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Anak ke Berapa di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 55 Tabel 5.20. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia

Rawat Inap Berdasarkan Anak ke Berapa Tercatat di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 55 Tabel 5.21. Lama Rawatan Rata-Rata (Hari) Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap di Rumah Sakit Santa


(15)

Tabel 5.22. Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 57 Tabel 5.23. Distribusi Proporsi Umur Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2005-2009 ... 58 Tabel 5.24. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2005-2009 ... 59 Tabel 5.25. Distribusi Proporsi Jumlah Kunjungan Berulang Balita

Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan Tahun 2005-2009 ... 60 Tabel 5.26. Distribusi Proporsi Status Gizi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2005-2009 ... 61 Tabel 5.27. Distribusi Proporsi Status Imunisasi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2005-2009 ... 62 Tabel 5.28. Distribusi Proporsi Pekerjaan Ayah Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 63 Tabel 5.29. Distribusi Proporsi Pekerjaan Ibu Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 64 Tabel 5.30. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata (Hari) Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2005-2009 ... 65 Tabel 5.31. Distribusi Proporsi Status Gizi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan


(16)

Tabel 5.32. Distribusi Proporsi Derajat Bronkopneumonia Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Grafik Garis Trend Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Berdasarkan Data Tahun 2005-2009 ... 68 Gambar 6.2. Diagram Bar Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2005-2009 ... 70 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 72 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan Tahun 2005-2009 ... 73 Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Status Jumlah Kunjungan Berulang di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 75 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi

di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 76 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Distribusi Proporsi

Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Status Imunisasi di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 78 Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Pendidikan Ayah di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 80 Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Pendidikan Ibu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun


(18)

Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Ayah di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 83 Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 84 Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Jumlah Anak Orang Tua di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 85 Gambar 6.13. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Anak ke Berapa di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 87 Gambar 6.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2005-2009 ... 88 Gambar 6.15. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Balita Penderita

Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan Tahun 2005-2009 ... 90 Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Balita

Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 91 Gambar 6.17. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jumlah Kunjungan

Berulang Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 92 Gambar 6.18. Diagram Bar Distribusi Proporsi Status Gizi Balita

Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa


(19)

Gambar 6.19. Diagram Bar Distribusi Proporsi Status Imunisasi Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 95 Gambar 6.20. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pekerjaan Ayah Balita

Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 97 Gambar 6.21. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pekerjaan Ibu Balita

Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2005-2009 ... 98 Gambar 6.22. Diagram Bar Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Balita

Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Derajat Bronkopneumonia di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 ... 99 Gambar 6.23. Diagram Bar Distribusi Proporsi Status Gizi Balita

Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan Tahun 2005-2009 ... 100 Gambar 6.24. Diagram Bar Distribusi Proporsi Derajat

Bronkopneumonia Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di


(20)

ABSTRAK

Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus. Bronkopneumonia merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita dengan proporsi 19%.

Untuk mengetahui karakteristik penderita bronkopneumonia rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009, dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi penelitian adalah seluruh balita yang di rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009 sebanyak 293 orang, jumlah sampel adalah seluruh populasi. Analisa statistik dilakukan dengan uji Chi-Square dan t-test.

Hasil penelitian diperoleh trend kunjungan penderita bronkopneumonia berdasarkan data tahun 2005-2009 menunjukkan penurunan dengan persamaan garis Y= 16,6-X. Proporsi berdasarkan sosiodemografi yaitu kelompok umur 2-11 bulan 48,5%, sex ratio168%, dan Kota Medan 71,0%. Bronkopneumonia berat 28,0%, jumlah kunjungan berulang satu kali 94,1%, gizi buruk 4,2%, imunisasi tidak lengkap 82,9%, pendidikan ayah dan ibu SLTA dan Akademi/PT masing –masing 42,9% dan 42,1%, pekerjaan ayah pegawai swasta 39,1%, ibu rumah tangga 45,5%, jumlah anak orang tua tiga 60,0%, anak ke tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata 4,70 hari, dan meninggal 4,8%.

Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan derajat bronkopneumonia (p=0,213), jenis kelamin berdasarkan derajat bronkopneumonia (p=0,500), status imunisasi berdasarkan derajat bronkopneumonia (p=0,604), derajat bronkopneumonia berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,423). Proporsi derajat bronkopneumonia sedang secara bermakna lebih tinggi pada status gizi baik dibandingkan bronkopneumonia berat (79,7% vs 65,4% ; χ2=6,471 ; p=0.039. Lama rawatan rata-rata penderita bronkopneumonia berat secara bermakna lebih lama daripada bronkopneumonia sedang (5,40 hari vs 4,43 hari; t=-2,909; p=0,004).

Pihak rumah sakit memberikan pengarahan tentang bronkopneumonia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya kepada orang tua.


(21)

ABSTRACT

Bronchopneumonia is an acut inflammation of the lung, which is affected

several lobes. Bronchopneumonia is a contributor to toddler mortality in the world around 1,6 to 2,2 million toddler with proportion 19%.

To determine the characteristic of bronchopneumonia patient hospitalized at Santa Elisabeth Hospital Medan in 2005-2009, conducted the a descriptive study with a Case Series design. Population and sample amounted to 293 toddler (total sampling). Data collected from medical records analyzed the data using Chi-Square test and t-test.

Result obtained by decreasing trend line equation Y=61,6-X. Proportion based on sociodemographic 2-11 months in the age group 48,5%, sex ratio 168%, and Medan city 71,0%. Severe bronchopneumonia 28,0%, the number of visit over one-time 94,1%, severe malnutrition 4,2%, incomplete immunization 82,9%, mother and father education high school and the Academy/PT respectively 42,9% and 42,1%, private employee’s father 39,1%, housewives 45,5%, parents of three children 60,0%, the third children 60,0%, treatment on average 4,70 days, and died 4,8%.

There was significant difference in proportion between the ages based on the degree of bronchopneumonia (p=0,500), the immunization status based on the degree of bronchopneumonia (p=0,604), degree of bronchopneumonia based on the circumstances when the home (p=0,423). Propotion medium bronchopneumonia was significant very advanded in good nutrient than severe bronchopneumonia (79,7% vs 65,4%; χ2=6,471 ; p=0.039). Duration of treatment an average weight of patient with severe bronchopneumonia was significant longer than was medium bronchopneumonia (5,40 days vs 4,43 days; t=-2,909, p=0,004)

The hospital is expected to provide guidance about bronchopneumonia and the factors influencing it to parents.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan penyakit.1

Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) meliputi beberapa kegiatan yang salah satunya adalah Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) yang ditujukan pada kelompok usia balita dalam bentuk upaya penanggulangan pneumonia. Pemilihan kelompok ini sebagai target populasi program didasarkan pada kenyataan bahwa angka morbiditas dan mortalitas ISPA pada kelompok ini masih tinggi di Indonesia. Di samping itu, keberhasilan upaya program P2 ISPA dapat mempunyai andil yang cukup besar dalam penurunan angka kematian balita Indonesia.2

Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasn Akut) merupakan padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (selaput paru). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). 3


(23)

ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia atau bronkopneumonia, terutama pada bayi dan balita.4

Dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit pneumonia semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronkopneumonia) disebut pneumonia saja. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru akut yang mengenai satu atau beberapa lobus yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat. Bronkopneumonia merupakan salah satu bentuk infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPbA).5

World Health Organitation (WHO) tahun 2005 menyatakan Propotional Mortality Ratio (PMR) balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau

berkisar 1,6 - 2,2 juta dan sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia Tenggara.6 Pada tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai enam juta jiwa.7

Menurut hasil penelitian Johnson, dkk (April 2008) di Afrika Barat, dari 323 kasus pneumonia pada balita ditemukan 127 (39,3%) bronkopneumonia, 39 (12,1%) lobar pneumonia, dan 23 (7,1%) bronkopneumonia dan lobar pneumonia.8

Berdasarkan data WHO penyakit saluran pernafasan akut salah satu penyumbang dari banyak penyebab kesakitan dan kematian. Pada tahun 2000 di El Salvador, Incidence Rate (IR) ISPA 252 per 1.000 penduduk dengan proporsi 52% pada umur dibawah 5 tahun. IR pneumonia dan bronkopneumonia 44,7 per 1.000 penduduk dengan proporsi 38,3% pada umur dibawah 1 tahun.9


(24)

Menurut hasil penelitian Antunes dan Waldman (1980-1998) di Brazil Age

Spesific Death Rate (ASDR) pada anak umur 12-60 bulan per 100.000 penduduk

disebabkan oleh bronchopneumonia 3.757, diarrhoea 931, measles 618,

meninggococal meningitis 546, bacterial meningitis 463, sepsis 467, AIDS 197, tubercolosis 130.10

Menurut hasil penelitian Weigl, et al (Juli 1996-Juni 2000) di Jerman, IR pada periode empat tahun pada umur 0-16 tahun per 100.000 penduduk diperoleh 163 untuk bronkopneumonia, 136 untuk pneumonia, 53 untuk lobar pneumonia, 24 untuk atipikal pneumonia, dan 16 untuk parapneumonic efusi.11

Insiden ISPA (Pnemonia) di Indonesia tiap tahun sekitar 2,33 juta – 4,66 juta kasus. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, angka kesakitan ISPA menduduki peringkat ketiga sebesar 24%, setelah penyakit gigi dan mulut sebesar 60% dan penyakit refraksi dan penglihatan sebesar 31%.12

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, pneumonia merupakan penyakit yang tergolong kedalam ISPA dengan PMR 80-90%. PMR pneumonia pada balita berturut-turut pada tahun 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2004 masing-masing 30,1% (20 provinsi), 22,6% (20 provinsi), 22,1% (29 propinsi), 29,5% (24 propinsi), dan 27,1% (23 propinsi).13

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, jumlah kematian akibat penyakit sistem napas pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia sebanyak 7.214 dari 197.780 penderita dengan Case Fatality Rate (CFR) 3,65% dan 8.190 dari 205.076 penderita dengan CFR 3,99% tahun 2008.Target cakupan penemuan kasus program


(25)

ISPA nasional pada pneumonia balita 76% dari perkiraan jumlah kasus, namun cakupan penemuan kasus baru mencapai 18,8% (laporan dari 26 provinsi).3

Menurut hasil penelitian Ramadhaniati di Laboratorium Mikrobiologi RS Dr. M. Djamil Padang tahun 2006, hasil pemeriksaan mikrobiologis penderita infeksi paru non tuberkolosis menunjukkan bahwa dari 85 permintaan pemeriksaan mikrobiologis yang mencantumkan diagnosis klinis sebagai infeksi paru non tuberkolosis, sebagian besar ditegakkan diagnosis sebagai bronkopneumonia (69,42%), bronkitis kronik (20%), bronkiektasis (4,7 %), bronkitis akut (3,53 %), dan abses paru (2,35 %).14

Berdasarkan data rekam medis di RSUD Dr. Raden Soedjati Purwodadi tahun 2008, pasien yang mengalami gangguan pernapasan yaitu bronkopneumonia sebanyak 466 penderita, proporsi pada kelompok umur 0 – 28 hari 1,07% (5 orang), 28 hari - <1 tahun 28,11% (131 orang) , 1 – 4 tahun 22,96% (107 orang), 5 – 14 tahun 10,72 (50 orang), dan ≥15 tahun 44,42% (207 orang). Pada Januari – Maret 2009 sebanyak 174 penderita, proporsi pada kelompok umur 0 – 28 hari 0,57% (1orang), 28 hari - <1 tahun 20,11% (35 orang), 1– 4 tahun 20,11% (35 orang), 5 -14 tahun 14,36% (25 orang), dan ≥15 tahun 44,82% (78 orang).15

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009 tercatat 293 balita penderita bronkopneumonia yang dirawat inap dengan rincian tahun 2005 sebanyak 55 orang, tahun 2006 sebanyak 62 orang, tahun 2007 sebanyak 52 orang, tahun 2008 sebanyak 86 orang, dan tahun 2009 sebanyak 38 orang.


(26)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita bronkopneumonia pada balita yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009.

1.2.Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita bronkopneumonia pada balita yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita bronkopneumonia pada balita yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui trend balita penderita bronkopneumonia rawat inap berdasarkan data tahun 2005-2009

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal).

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan derajat bronkopneumonia.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan jumlah kunjungan berulang.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan status gizi.


(27)

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan status imunisasi.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan pendidikan ayah dan ibu.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan pekerjaan ayah.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan pekerjaan ibu.

j. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan jumlah anak orang tua.

k. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan anak ke berapa.

l. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan lama rawatan rata-rata (hari).

m. Untuk mengetahui distribusi proporsi balita penderita bronkopneumonia berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

n. Untuk mengetahui proporsi umur penderita berdasarkan derajat

bronkopneumonia.

o. Untuk mengetahui proporsi jenis kelamin penderita berdasarkan derajat bronkopneumonia

p. Untuk mengetahui proporsi jumlah kunjungan berulang berdasarkan derajat bronkopneumonia.


(28)

r. Untuk mengetahui proporsi status imunisasi berdasarkan derajat bronkopneumonia.

s. Untuk mengetahui proporsi pekerjaan ayah berdasarkan status gizi. t. Untuk mengetahui proporsi pekerjaan ibu berdasarkan status gizi.

u. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan derajat bronkopneumonia.

v. Untuk mengetahui proporsi status gizi berdasarkan keadaan sewaktu pulang. w. Untuk mengetahui proporsi derajat bronkopneumonia berdasarkan keadaan

sewaktu pulang.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tentang karakteristik penderita bronkopneumonia pada balita yang dirawat inap di rumah sakit.

1.4.2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang membutuhkan data penelitian ini, sehingga dapat melakukan penelitian selanjutnya dengan desain penelitian yang lebih sempurna.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Saluran Pernafasan16,17

Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi maupun fisiologi paru disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi, fungsi pernafasan ini dimulai dari hidung sampai ke parenkim paru.

Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan disebut dengan “dead space”. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini. Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sokus alveolaris.

Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus


(30)

subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius. Organ yang bertindak sebagai respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.

Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai percabangan kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga, bronkus subsegmental sebagai percabangan keempat, hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi. Secara rinci dapat dilihat pada gambar.


(31)

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernafasan.

2.2. Definisi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi


(32)

pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis.18,19

2.3. Morfologi Bronkopneumonia18

Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang terkena.

Substansi paru di sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan edematosa, tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus peradangan berhubungan dengan pleura, tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi meninggalkan sisa fokus fibrosis.

Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan dalam eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang diharapkan, abses ditandai oleh nekrosis dari arsitektur dasar.


(33)

2.4. Etiologi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur.20 Bakteri seperti Diplococus

pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, dan Virus

sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas,

Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.5

Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan

Pseudomonas aeruginosa.18 Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi sesuai agen etiologinya.19

2.5. Patogenesis Bronkopneumonia19,21

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.


(34)

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

2.5.1. Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2.5.2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)


(35)

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

2.5.3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

2.5.4. Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.


(36)

2.6. Epidemiologi Bronkopneumonia 2.6.1. Distribusi Bronkopneumonia

a. Distribusi Bronkopneumonia Berdasarkan Orang

Berdasarkan hasil SKRT 2001, angka prevalensi ISPA 2% dari lima penyakit yang disurvei (ISPA, infeksi saluran nafas kronik, hipertensi, kulit, dan sendi), dengan prevalensi tinggi pada golongan bayi (39%) dan balita (42%). ISPA merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan balita dengan CFR masing-masing (27,6%), dan (22,8%). Angka kematian bayi dan balita menjadi indikator derajat kesehatan masyarakat. 13

Prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan Surkesnas (Survei Kesehatan Nasional) 2001 masih sangat tinggi yaitu 38,7% pada umur dibawah 1 tahun dan 42,2% umur 1-4 tahun. Cause Specific Death Rate (CSDR) pneumonia pada anak umur <1 tahun laki-laki 940 per 100.000 penduduk dan perempuan 652 per 100.000 penduduk, pada anak umur 1-4 tahun laki-laki 44 per 100.000 penduduk dan perempuan 40 per 100.000 penduduk. Proporsi kematian balita akibat ISPA 28% artinya dari 100 balita yang meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA.22

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, prevalensi ISPA tinggi pada perempuan (24%) daripada laki-laki (23%).12 Menurut hasil penelitian Taisir (2005) di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan dengan menggunakan desain Cross Sectional, berdasarkan jenis kelamin IR ISPA balita pada laki-laki (43,3%) lebih tinggi daripada perempuan (33,7%).23

Menurut hasil penelitian Barus (2005) di tiga Kelurahan Kecamatan Medan Baru dengan menggunakan desain Cross Sectional, diketahui bahwa kelompok umur


(37)

>19 tahun merupakan anggota rumah tangga terbanyak yaitu 568 jiwa (66,7%), demikian juga kasus ISPA terbanyak pada kelompok umur ini, yaitu 280 kasus (65,6%). Namun bila dihitung angka Age Specific Morbidity Rate tertinggi adalah pada kelompok ≤5 tahun (79,4%).24

b. Distribusi Bronkopneumonia Berdasarkan Tempat dan Waktu

Berdasarkan hasil Surkesnas 2001 proporsi kematian karena penyakit sistem pernapasan pada bayi sebesar 23,9% di Jawa Bali, 15,8% di Sumatera, dan 42,6% di Kawasan Timur Indonesia. Pada balita sebesar 16,7% di Jawa Bali, 29,4% di sumatera, dan 30,3% di Kawasan Timur Indonesia.25

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, prevalensi ISPA di pedesaan (25%) lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan (22%). Prevalensi ISPA untuk kawasan Sumatera 20%, sementara untuk kawasan Jawa-Bali adalah 23% dan kawasan KTI (Kalimantan, Sulawesi, dan NTB/NTT/Papua) 29%.13

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, pneumonia yang terjadi pada balita berdasarkan laporan 26 provinsi, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi berturut-turut adalah provinsi Nusa Tenggara Barat 56,50%, Jawa Barat 42,50% dan Kepulauan Bangka Belitung 21,71%. Sedangkan cakupan terendah adalah provinsi DI Yogyakarta 1,81%, Kepulauan Riau 2,08%, dan NAD 4,56%.3Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2004 prevalensi ISPA (97,9 %) dan di kota Makasar (29,47%).22


(38)

2.6.2. Determinan Bronkopneumonia a. Faktor Host

a.1. Umur

ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. ISPA ini menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun setiap tahunnya, sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (khususnya bayi muda). Hampir seluruh kematian karena ISPA pada bayi dan balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA), paling sering adalah pneumonia.26

Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia bayi dan balita.4 Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada bayi dan balita yang sedang menderita pneumonia.27Menurut hasil penelitian Taisir (2005) di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan dengan menggunakan desain Cross Sectional, IR ISPA balita pada kelompok umur 0-11 bulan (59,1%) lebih tinggi daripada kelompok umur 12-59 bulan (33,7%).23

a.2. Jenis kelamin

Berdasarkan konsep epidemiologi, secara umum setiap penyakit dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Selain umur, jenis kelamin merupakan determinan perbedaan kedua yang paling signifikan di dalam peristiwa kesehatan atau dalam faktor risiko suatu penyakit.28

Menurut penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan jenis kelamin berhubungan


(39)

secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,001) dan diperoleh nilai OR=1,524 (CI 95%=1,495-4,261), maka balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 1,524 kali lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki.29

a.3. Status gizi

Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan balita.30 Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitasnya.31

Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran antropometri dengan melihat kriteria yaitu : Berat Badan per Umur (BB/U), Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB).32

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh balita terhadap infeksi.31

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan


(40)

mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama.31

Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan status gizi berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,013) dan diperoleh nilai OR=6,041 (CI 95%=1,067-22,713), maka balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 6,04 kali lebih besar mempunyai riwayat gizi kurang dibandingkan gizi baik atau sedang. Status gizi berhubungan dengan daya tahan tubuh, makin baik status gizi makin baik daya tahan tubuh, sehingga memperkecil risiko pneumonia.29

a.4. Status imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada bayi dan balita. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat meningkatakan insidens ISPA terutama pneumonia.33

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak. Peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan


(41)

balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.31

Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan status imunisasi berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,009), dan diperoleh nilai OR=1,758 (CI 95%=1,375-2,883), maka balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 1,76 kali lebih besar mempunyai status imunisasi yang tidak lengkap dibandingkan yang lengkap.29

Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan imunisasi campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur 9-59 bulan (OR = 2,307; p=0,003), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,3 kali lebih besar tidak diimunisasi campak dibandingkan yang telah diimunisasi campak.34

b. Faktor Agent

Bronkopneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Diplococus

pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis.

Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides,


(42)

Pada zaman sebelum ditemukan antibiotik, pneumokokus merupakan penyebab pneumonia paling sering (95-98%) dari semua pneumonia yang dirawat di rumah sakit, dan menyebabkan kematian pada 60% penderita pneumonia dengan bakteriemia dan pada 20% penderita pneumonia non bakteriemia. Kini, hanya 62% pneumonia disebabkan oleh kuman pneumokokus dan menyebabkan kematian hanya pada 32% penderita pneumonia dengan bakteriemia dan 6% menderita pneumonia non bakteriemia.35

Dahulu kuman gram negatif jarang menyebabkan pneumonia dan menyebabkan angka kematian 97%, tapi sekarang gram negatif menyebabkan pneumonia 20% dari seluruh penderita pneumonia, menggantikan stafilokokus sebagai penyebab kedua yang paling sering. Pneumonia sebab gram negatif tetap mempunyai angka kematian yang tinggi 79%.35

c. Faktor Lingkungan Sosial c.1. Pekerjaan Orang Tua

Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan, dan gizi balita yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia.30

Menurut hasil penelitian Heriyana, dkk (2005) di Makassar dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan OR=1,280 (CI 95%=0,686-3,193), dapat dikatakan bahwa bayi yang mengalami pneumonia


(43)

kemungkinan 1,3 kali lebih besar pada bayi yang memiliki keluarga yang berpenghasilan kurang (dibawah Upah Minimal Propinsi <Rp. 510.000,00) dibandingkan bayi yang memiliki keluarga yang berpenghasilan cukup (Rp. 510.000,00).4

c.2. Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak yang menderita ISPA.2

Menurut hasil penelitian Notosiswoyo, dkk (2001) di Indramayu dengan menggunakan rancangan penelitian survei cepat (Rapid Assement Survey), pendidikan akhir ibu berhubungan bermakna dengan pengetahuan tentang ISPA (p<0,05). Dilihat dari pengetahuan ibu bayi/anak balita masih terdapat : tidak mengetahui istilah ISPA (70%), tidak tahu istilah pneumonia (76,2%), tidak tahu adanya hubungan antara penyakit ISPA dan pneumonia (75,0%), tidak tahu penyebab penyakit ISPA (72,6%), tidak tahu cara mencegah penyakit ISPA (56,5%).36

Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan pendidikan ibu (OR=2,037; p=0,013) dan pengetahuan ibu (OR=2,364; p=0,005) berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur 9-59 bulan, dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,04 kali lebih besar memiliki ibu yang berpendidikan rendah dibandingkan yang berpendidikan


(44)

tinggi dan 2,4 kali lebih besar memiliki ibu yang berpengetahuan rendah dibandingkan yang berpengetahuan tinggi.34

c.3. Pola Asuhan Anak Dalam Keluarga Berdasarkan Jumlah Anak37

Orang tua yang menerapkan pola asuh secara tepat artinya pola asuh yang diterapkan orang tua bersifat dinamis, sesuai, konsisten, penerapan pola asuh yang kompak antara kedua orang tua, serta adanya contoh perilaku yang positif dari kedua orang tua. Pola asuh yang dinamis artinya pola asuh yang diterapkan sejalan dengan usia balita misalkan pemberian jenis makanan pada anak yang berumur 1 tahun tentu berbeda dengan jenis makanan anak yang berumur 5 tahun, pola asuh bersifat sesuai artinya orang tua menerapkan pola asuh sesuai dengan kondisi balita itu sendiri karena pola asuh pada balita yang memiliki ganaguan kesehatan tentu berbeda dengan pola asuh pada balita normal. Pola asuh yang baik yaitu pola asuh yang bersifat konsisten dalam penerapan pola asuh cenderung bersifat tetap sebagai contoh balita boleh bermain asal ditempat yang bersih dan saat tiba waktu makan balita harus berhenti bermain dulu unuk makan, berbagi dan berkasih sayang dengan saudara dan anggota keluarga yang lain, lama kelamaan balita akan terbiasa dengan hal tersebut dan pada akhirnya balita akan mengerti hal mana yang boleh atau baik dan hal mana yang tidak boleh atau tidak baik

Pada orang tua yang melakukan pola asuh tidak tepat, artinya pola asuh yang diterapkan orang tua bersifat terlalu over protektif dimana balita tidak diberi kepercayaan sama sekali seperti tidak memperbolehkan bermain diluar rumah dan harus didalam rumah terus membuat anak stres sehingga dapat membuatnya sakit,


(45)

dan pola asuh yang diterapkan terlalu bebas artinya disini orang tua memperbolehkan segala sesuatu tanpa menuntut seperti saat si balita tidak mau makan dibiarkan saja padahal balita tersebut perlu nutrisi yang kuat untuk meningkatkan kualitas gizinya sehingga pada akhirnya status gizi si balita semakin buruk dan orang tua tidak memperdulikan lingkungan sekitar yang mungkin kurang baik bagi kesehatan sehingga membuatnya mudah terserang penyakit.

Adapun faktor lain adalah ekonomi keluarga yang tidak yang terlihat pada pendapatan keluarga yang kurang dan ditambah lagi faktor jumlah anak.Bagi orang tua yang memiliki anak tunggal, secara ekonomis menguntungkan. Orang tua tidak perlu bersusah payah mencari penghasilan yang besar karena tanggung jawab untuk memberi atau memenuhi kebutuhan fisik anaknya relatif tidak besar. Berlainan bila mempunyai banyak anak, di mana tiap anak memunyai kebutuhan-kebutuhan sendiri yang harus dipenuhi oleh kedua orang tuanya seperti kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan perumahan atau tempat tinggal yang lebih luas, dan kebutuhan lainnya.

Pada masyarakat petani, di mana tanah-tanah masih banyak yang harus digarap, memang benar bahwa banyaknya anak akan berarti banyaknya tanah yang dapat digarap dan berarti pula penghasilan akan bertambah. Berlainan dengan masyarakat kota yang mengandalkan penghasilan sebagai pegawai. Bila lowongan pekerjaan cukup besar, hal ini tidak menjadi persoalan. Tetapi realitas ternyata berpendapat lain.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa dengan memiliki anak banyak, maka persoalan yang harus diatasi menjadi banyak pula. Apakah hal ini berarti juga


(46)

sebaliknya, artinya dengan memiliki sedikit anak, berarti sedikit pula persoalan yang harus dihadapi oleh keluarga atau orang tua tersebut. Secara ekonomis mungkin benar, tetapi secara psikologis belum tentu.

Dengan hanya memiliki seorang anak atau anak tunggal, maka perhatian orang tua memang akan terfokus kepada anak tersebut seperti dalam hal kasih sayang, perhatian, kebutuhan kesehatan, dan kebutuhan lain. Anak tidak akan merasa kekurangan kebutuhan yang diinginkan daripada orang tua yang memiliki banyak anak, maka orang tua harus membagi kasih sayang, perhatian, dan memenuhi kebutuhan yang lebih banyak karena setiap anak berbeda kebutuhan termasuk kesehatan anak. Anak yang memiliki banyak saudara harus bisa saling berbagi dengan saudara yang lainnya berbeda dengan anak tunggal sehingga anak tungga sering tidak bisa berbagi, egois dan ini merupaka permasalahan yang harus dihadapi oleh orang tua yang memiliki anak tunggal. Pembentukan kepribadian dan kesehatan anak sangat bergantung kepada pola asuh orang tua yang baik, dinamis,konsisten, dan sesuai.

d. Faktor Lingkungan Fisik

d.1. Polusi Udara Dalam Ruangan/Rumah

Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran nafas.37 Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah bersatu dengan kamar tidur dan ruang tempat bayi dan balita


(47)

bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga lebih sering terhirup udara yang pencemaran tentunya akan lebih tinggi.31

Rumah kecil yang tidak memiliki sirkulasi udara memadai yang penuh asap yang berasal dari asap anti nyamuk bakar, asap rokok, dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak akan mendukung penyebaran virus atau bakteri, dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.31,39

Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan asap anti nyamuk bakar berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,003) dan diperoleh nilai OR=2,310 (CI 95%=1,379-3,870), maka balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,31 kali lebih besar tidur di kamar yang memakai anti nyamuk bakar dibandingkan yang tidak memakai anti nyamuk bakar.29

Menurut hasil penelitian Heriyana, dkk (2005) di Makassar dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan polusi asap rokok berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada anak umur <1 tahun (p=0,039) dan diperoleh nilai OR=2,348 (CI 95%=1,045-5,277), maka anak umur <1 tahun yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,35 kali lebih besar tinggal di dalam rumah dengan ada anggota keluarga merokok dibandingkan yang tidak ada anggota keluarga merokok.4

Menurut penelitian Taisir (2005) di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan dengan menggunakan desain Cross Sectional, IR ISPA


(48)

pada balita meningkat dengan bertambahnya jumlah rata-rata rokok yang dihisap dalam ruang rumah perhari yaitu 1-9 batang rokok perhari (38,3%), 10-20 batang perhari (47,2%), >20 perhari (55,6%).23

Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan polusi asap dapur berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur 9-59 bulan (OR=2,99; p=0,002), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,99 kali lebih besar tinggal di rumah yang memiliki polusi asap dapur dibandingkan yang tidak memilki polusi asap dapur.34

d.2. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, dua orang minimal menempati luas kamar tidur 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.31

Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya.40

Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan kepadatan


(49)

hunian berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur 9-59 bulan (OR=3,247; p=0,0005), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 3,25 kali lebih besar tinggal di rumah yang memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat dibandingkan yang memenuhi syarat.34

2.7. Gambaran Klinis Bronkopneumonia21,39

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, inspeksi : perlu diperhatikan adanya

tahipnue, dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung,

distensi abdomen, retraksi sela iga, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachicardia). Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit. Auskultasi, auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang bronkopneumonia akan terdengar stridor.


(50)

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.

2.8. Klasifikasi ISPA Pada Balita dengan Gejala Batuk dan atau Kesukaran Bernafas Berdasarkan Pola Tatalaksana Pemeriksaan, Penentuan Ada Tidaknya Tanda Bahaya, Penentuan Klasifikasi Penyakit, Pengobatan dan Tindakan. 25

2.8.1. Klasifikasikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur <2 bulan

a. Bronkopneumonia berat, adanya nafas cepat (fast breating) yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

b. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

2.8.2. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan – <5 tahun

a. Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing). b. Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai adanya


(51)

bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 - <5 tahun adalah 40 kali atau lebih permenit.

c. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

2.9. Jumlah Kunjungan Berulang

Penentuan jumlah kunjungan berulang pasien dilihat dari kembalinya pasien ke rumah sakit setelah dirawat inap pertama kali, termasuk bagi penderita bronkopneumonia sangat bervariasi. Hal ini bergantung dari status pasien, apabila pasien berstatus sembuh dapat kembali lagi dikarenakan pasien tersebut menderita kembali penyakit tersebut (rekurens), sehingga perlu dirawat inap kembali. Status pulang berobat jalan dapat kembali lagi dikarenakan perlu memeriksa, mengontrol, mengambil obat guna perbaikan keadaan pasien, namun setelah pemeriksaan pasien dapat dirawat inap lagi dikarenakan tidak memungkinkan unutuk berobat jalan. Status pulang atas permintaan sendiri dapat kembali dirawat inap dikarenakan tidak dapat ditangani di rumah.

2.10.Lama Rawatan

Penentuan lama rawatan pada pasien rawat inap, termasuk bagi penderita bronkopneumonia sangat bervariasi. Hal ini tergantung dari jenis penyakit, tindakan medis rumah sakit dan sebagainya.

Menurut penelitian Irfan (2002) di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 1999-2000 lama rawatan penderita pneumonia pada balita yang dirawat


(52)

inap adalah < 7 hari yaitu 101 orang (72,7%) dan ≥ 7 hari yaitu 38 orang (27,3%).41 Menurut penelitian Marbun (2009) di Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan Tahun 2004-2007 lama rawatan rata-rata penderita pneumonia pada balita adalah 4,5 hari.42

2.11.Pencegahan Bronkopneumonia 2.11.1. Pencegahan Primer43

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian bronkopneumonia. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :30

a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali (pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia 2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak 3 kali (0-9 bulan)..

b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.

c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar ruangan.


(53)

2.11.2.Pencegahan Sekunder43

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :26

a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik

benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap

hari.

b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi. c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.

2.11.3.Pencegahan Tersier43

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :26

a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit. b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses

pemberian makan.

c. Berikan anak cairan tambahan untuk minum. d. Tingkatkan pemberian ASI.


(54)

f. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi sulit, pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan.


(55)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian dan manfaat penelitian maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penderita bronkopneumonia adalah balita yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009 dan dinyatakan menderita bronkopneumonia berdasarkan diagnosa dokter, seperti tercatat pada kartu status.

3.2.2. Umur adalah usia balita penderita bronkopneumonia yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Usia <2 bulan 2. Usia 2-11 bulan

Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia

1. Sosiodemografi : Umur

Jenis Kelamin Tempat Tinggal

2. Derajat Bronkopneumonia 3. Jumlah Kunjungan Berulang 4. Status Gizi

5. Status Imunisasi

6. Pendidikan Orang Tua (Ayah, Ibu) 7. Pekerjaan Ayah

8. Pekerjaan Ibu

9. Jumlah Anak Orang Tua 10.Anak ke Berapa

11.Lama Rawatan Rata-rata 12.Keadaan Sewaktu Pulang


(56)

3. Usia 12-59 bulan

3.2.3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin balita penderita bronkopneumonia yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. Tempat tinggal adalah keterangan tempat dimana balita penderita bronkopneumonia tinggal yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.2.5. Derajat bronkopneumonia adalah derajat keadaan balita penderita bronkopneumonia yang tercatat pada kartu status atau berdasarkan klasifikasi gejala ISPA yang terdapat pada tinjauan pustaka dan dikategorikan menjadi : 1. Bronkopneumonia sedang :

Pada usia <5 tahun terjadi batuk dan atau kesukaran bernafas disertai kenaikan frekuensi pernafasan.

2. Bronkopneumonia berat :

Pada usia <2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih, anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi nafas 50 kali per menit atau lebih, anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi nafas 40 kali per menit atau lebih.

3.2.6. Jumlah kunjungan berulang adalah banyaknya kunjungan balita penderita bronkopneumonia dirawat inap yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. 1 kali 2. 2 kali


(57)

3.2.7. Status gizi adalah keadaan gizi balita penderita bronkopneumonia yang diketahui melalui pengukuran indeks berat badan terhadap umur berdasarkan standar WHO-NCHS 44, umur dan berat badan yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Status gizi baik : ≥ -2SD s/d < +2SD 2. Status gizi kurang : ≥ -3SD s/d <-2SD 3. Status gizi buruk : < -3SD

3.2.8. Status imunisasi adalah kelengkapan imunisasi yang telah didapatkan oleh balita penderita bronkopneumonia yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Lengkap apabila balita telah mendapat imunisasi sesuai dengan tingkat umurnya. BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), Polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), Campak (pada usia 9-11 bulan), dan Hepatitis B I-III (0-9 bulan).

2. Tidak lengkap apabila balita hanya mendapatkan sebagian dari jenis imunisasi yang seharusnya telah didapatkan pada tingkat umurnya.

3.2.9. Pendidikan orang tua (ayah, ibu) adalah sekolah formal yang pernah diikuti oleh orang tua (ayah, ibu) balita penderita bronkopneumonia yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. SD 2. SLTP 3. SLTA 4. Akademi/PT

3.2.10. Pekerjaan ayah adalah kegiatan rutin yang dilakukan sehari-hari oleh ayah dari balita penderita bronkopneumonia, yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Pegawai swasta 2. Pegawai negeri 3. Wiraswasta


(58)

4. Supir 5. Petani

6. lain-lain (nelayan, tukang becak, mocok-mocok)

3.2.11. Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin yang dilakukan sehari-hari oleh ibu dari balita penderita bronkopneumonia, yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Pegawai swasta 2. Pegawai negeri 3. Wiraswasta 4. Ibu rumah tangga 5. Petani

3.2.12. Jumlah anak orang tua adalah banyaknya anak hidup yang dimiliki oleh orang tua balita penderita bronkopneumonia yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Jumlah Anak 1 2. Jumlah Anak 2 3. Jumlah Anak 3 4. Jumlah Anak 7

3.2.13. Anak ke berapa adalah anak ke berapa balita penderita bronkopneumonia dari berapa jumlah saudara yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Anak Pertama 2. Anak ke Dua 3. Anak ke Tiga 4. Anak ke Tujuh

3.2.14. Lama rawatan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita bronkopneumonia yang dirawat inap di rumah sakit dimulai pada hari pertama masuk sampai hari terakhir perawatan menurut catatan pada rekam medis penderita tahun 2005-2009.


(59)

3.2.15. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi balita penderita bronkopneumonia ketika pulang dari rumah sakit yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Sembuh

2. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

3. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 4. Meninggal


(60)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian adalah bersifat deskriptif dengan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan pertimbangan tersedianya data rekam medis balita penderita bronkopneumonia rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2005-2009.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari sampai Juli 2010.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh data balita penderita bronkopneumonia yang rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009 yang dicatat dalam kartu status dengan jumlah 293 orang.


(61)

4.3.2. Sampel

Sampel adalah data balita penderita bronkopneumonia yang rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009. Besar sampel adalah sama dengan populasi (total sampling).

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang tercatat pada kartu status balita penderita bronkopneumonia rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005-2009 dan dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan komputer program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Data dianalisa dengan menggunakan uji chi-square dan t-test dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, grafik garis, diagram pie dan batang.


(62)

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1. Profil Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan44

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terletak di jalan H. Misbah No.7 Medan. Rumah Sakit ini ini merupakan rumah sakit milik Kongregasi Fransisikanes Santa Elisabeth Medan.

5.1.2.Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Menjadikan Rumah Sakit Santa Elisabeth mampu berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi atas dasar cinta kasih dan persaudaraan sejati dalam era globalisasi.

5.1.3. Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Meningkatkan derajat kesehatan melalui sumber daya manusia yang profesional, sarana, dan prasarana yang memadai dengan tetap memperhatikan masyarakat Indonesia.

5.1.4. Pelayanan Medis

Rumah sakit ini telah dilengkapi berbagai prasarana yang terdiri dari Poli Umum, Spesialis, Unit Gawat Darurat (UGD), Intensive Care Unit (ICU). Masing-masing unit dilengkapi dengan fasilitas sesuai dengan kebutuhan pelayan.

UGD sebagai unit pelayanan kegawatdaruratan, dilengkapi dengan ruang tindakan, ruang resusitasi, ruang bedah, ruang one day care dan fasilitas yang memadai. Poli umum dilayani dokter umum yang melayani pasien rawat jalan non emergensi dan pemeriksaan kesehatan dari perusahaan.


(1)

12 10 12 35 1 70

12,1 10,0 13,6 32,1 2,1 70,0

17,1% 14,3% 17,1% 50,0% 1,4% 100,0%

70,6% 71,4% 63,2% 77,8% 33,3% 71,4%

12,2% 10,2% 12,2% 35,7% 1,0% 71,4%

3 4 5 8 2 22

3,8 3,1 4,3 10,1 ,7 22,0

13,6% 18,2% 22,7% 36,4% 9,1% 100,0%

17,6% 28,6% 26,3% 17,8% 66,7% 22,4%

3,1% 4,1% 5,1% 8,2% 2,0% 22,4%

2 0 2 2 0 6

1,0 ,9 1,2 2,8 ,2 6,0

33,3% ,0% 33,3% 33,3% ,0% 100,0%

11,8% ,0% 10,5% 4,4% ,0% 6,1%

2,0% ,0% 2,0% 2,0% ,0% 6,1%

17 14 19 45 3 98

17,0 14,0 19,0 45,0 3,0 98,0

17,3% 14,3% 19,4% 45,9% 3,1% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

17,3% 14,3% 19,4% 45,9% 3,1% 100,0%

Count Expected Count % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % within pekerjaan ibu balita penderita bronkopneumonia % of Total Count Expected Count % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % within pekerjaan ibu balita penderita bronkopneumonia % of Total Count Expected Count % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % within pekerjaan ibu balita penderita bronkopneumonia % of Total Count Expected Count % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % within pekerjaan ibu balita penderita bronkopneumonia % of Total gizi baik >=-2SD-<+2SD

gizi kurang >=-3SD-<-2SD

gizi buruk <-3SD status gizi balita

penderita bronkopneumonia

Total

pegawai negeri

pegawai

swasta wiraswasta

ibu rumah

tangga petani Total


(2)

Chi-Square Tests

7,366a 8 ,498

7,394 8 ,495

,189 1 ,664

98 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

10 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,18.


(3)

98 22 4 124

93,9 25,0 5,2 124,0

79,0% 17,7% 3,2% 100,0%

45,0% 37,9% 33,3% 43,1%

34,0% 7,6% 1,4% 43,1%

89 24 5 118

89,3 23,8 4,9 118,0

75,4% 20,3% 4,2% 100,0%

40,8% 41,4% 41,7% 41,0%

30,9% 8,3% 1,7% 41,0%

25 7 0 32

24,2 6,4 1,3 32,0

78,1% 21,9% ,0% 100,0%

11,5% 12,1% ,0% 11,1%

8,7% 2,4% ,0% 11,1%

6 5 3 14

10,6 2,8 ,6 14,0

42,9% 35,7% 21,4% 100,0%

2,8% 8,6% 25,0% 4,9%

2,1% 1,7% 1,0% 4,9%

218 58 12 288

218,0 58,0 12,0 288,0

75,7% 20,1% 4,2% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

75,7% 20,1% 4,2% 100,0%

Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita bronkopneumonia % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % of Total Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita bronkopneumonia % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % of Total Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita bronkopneumonia % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % of Total Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita bronkopneumonia % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % of Total Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita bronkopneumonia % within status gizi balita penderita bronkopneumonia % of Total sembuh

PBJ

PAPS

meninggal keadaan sewaktu

pulang balita penderita bronkopneumonia Total gizi baik >=-2SD-< +2SD gizi kurang >=-3SD-<-2SD gizi buruk <-3SD bronkopneumonia Total


(4)

Chi-Square Tests

15,903a 6 ,014

12,306 6 ,055

5,207 1 ,022

288 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

4 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,58.


(5)

88 38 126

90,7 35,3 126,0

69,8% 30,2% 100,0%

41,7% 46,3% 43,0%

30,0% 13,0% 43,0%

92 29 121

87,1 33,9 121,0

76,0% 24,0% 100,0%

43,6% 35,4% 41,3%

31,4% 9,9% 41,3%

23 9 32

23,0 9,0 32,0

71,9% 28,1% 100,0%

10,9% 11,0% 10,9%

7,8% 3,1% 10,9%

8 6 14

10,1 3,9 14,0

57,1% 42,9% 100,0%

3,8% 7,3% 4,8%

2,7% 2,0% 4,8%

211 82 293

211,0 82,0 293,0

72,0% 28,0% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0%

72,0% 28,0% 100,0%

Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita

bronkopneumonia % within derajat balita bronkopneumonia % of Total Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita

bronkopneumonia % within derajat balita bronkopneumonia % of Total Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita

bronkopneumonia % within derajat balita bronkopneumonia % of Total Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita

bronkopneumonia % within derajat balita bronkopneumonia % of Total Count

Expected Count % within keadaan sewaktu pulang balita penderita

bronkopneumonia % within derajat balita bronkopneumonia % of Total sembuh

PBJ

PAPS

meninggal keadaan sewaktu

pulang balita penderita bronkopneumonia Total bronkopneum onia sedang bronkopneu monia berat derajat balita bronkopneumonia Total


(6)

Chi-Square Tests

2,801a 3 ,423

2,705 3 ,439

,054 1 ,817

293 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

1 cells (12,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,92.