BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skin Tag
Skin tag atau acrochordon adalah tumor jinak kulit, yang berasal dari jaringan kolagen yang longgar serta serabut elastik, dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan
mempunyai tangkai yang pendek di atas permukaan kulit.. Lokasi tersering adalah pada leher, aksila, dan lipatan-lipatan badan Rasi A et al, 2007. Lesi skin tag
paling sering dijumpai terutama pada individu yang mengalami obesitas, biasanya mulai muncul pada dekade keempat bisa didapatkan pada usia yang lebih muda
namun sering dihubungkan dengan proses penuaan. Skin tag sering dihubungkan dengan gangguan sindrom metabolik seperti gangguan karbohidrat atau
metabolisme lipid, abnormalitas enzim hati dan hipertensi. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui dengan jelas meskipun banyak faktor yang
mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Weedon, 2010; Thomas et al, 2012
2.1.1 Epidemiologi
Skin tag umum dijumpai pada populasi dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun, dan peningkatan insidennya pada orang dewasa ini mencapai umur 70
tahun. Didapatkan hubungan secara familial namun hubungan secara genetik ini belum dapat dibuktikan hingga saat ini begitu juga hubungannya dengan etnik
tertentu. Tidak didapatkan perbedaan insiden antara pria dan wanita. Skin tag dihubungkan dengan kehamilan, akromegali, polip intestinal asimptomatik,
dislipidemia, obesitas, diabetes melitus, aterosklerosis dan beberapa sindrom
seperti sindrom polikistik ovarium, sindrom Birt-Hogg-Dube, dan sindrom Cowden. Banik, Lubach, 1987; Tamega, 2010
Berdasarkan penelitian retrospektif yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2005-2009, prevalensi skin tag sebesar 9,8 dari seluruh penderita
tumor jinak kulit Laksmi-Dewi dkk, 2010
2.1.2 Etiologi
Etiologi dari skin tag belum diketahui secara pasti. Lebih sering terjadi pada daerah garukan dan sering berhubungan dengan beberapa kondisi, termasuk
acromegali, chron disease, aging, transplantasi organ, polip kolon, kehamilan, infeksi HPV, peningkatan jumlah sel mast, dan juga peningkatan reseptor
androgen dan estrogen serta kadar leptin. Tamega, 2010 Skin tag juga diduga
mempunyai hubungan dengan penyakit diabetes mellitus, obesitas, dislipidemia dan resistensi insulin. Naglaa et al, 2014
Menurut penelitian Demir dan Demir 2001 menyimpulkan bahwa munculnya skin tag kemungkinan merupakan suatu manifestasi klinis yang
penting yang mendasari ada terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat, oleh karena itu setiap pasien skin tag harus dievalusi kemungkinan menderita diabetes
mellitus. Skin tag juga diduga dapat terjadi akibat faktor genetik. Faktor genetik
merupakan hal yang penting untuk diteliti. Pada suatu penelitian mengatakan setidaknya setiap dua pasien skin tag merupakan karier skin tag.
Pada sindrom Birt-Hogg-Dube merupakan suatu genodermatosis yang merupakan penyakit
autosomal dominan, ditandai dengan munculnya tumor-tumor kulit meliputi
multipel fibrofolikuloma, trichosdiscomas dan achrocordon, yang diduga mutasi terhadap suatu gen supresor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kelainan
genetik ini. Haimowitz JE, et al, 1997 Adanya iritasi kulit yang sering dan lama diduga merupakan faktor
pencetus, terutama pada pasien obesitas. Ketidakseimbangan hormonal juga dapat memudahkan untuk terjadinya skin tag, misalnya tingginya kadar estrogen dan
progesterone pada saat hamil, atau terganggunya kadar growth hormone pada penderita acromegali. Para ahli mendapatkan bahwa epidermal growth factor
dalam transforming growth factor mempunyai peranan dalam hal pertumbuhan skin tag. Toro et al, 1999; Gaw et al, 2004; Safourry et al, 2009
2.1.3 Patogenesis