Rumusan Masalah Daya Ledak
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi daya ledak Menurut Berger 2002, ada dua faktor yang mempengaruhi daya ledak, faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh manusia dan cenderung menetap, contohnya: genetik, umur, indeks massa
tubuh dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternalnya meliputi: ketinggian tempat, pelatihan, suhu, dan kelembaban relatif udara. Berikut uraian dari faktor-faktor
tersebut di atas. Faktor internal :
1. Genetik
Genetik merupakan unit yang kecil yang tersusun atas sekuen Deoxyribonucleic Acid DNA adalah bahan paling mendasar dalam menentukan
hereditas. Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan atau genetik tertentu diperlukan untuk berhasil dalam cabang olahraga tertentu. Beberapa komponen dasar
seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot merah, otot putih, dan suku sering menjadi pertimbangan untuk pemilihan atlet Widhiyanti, 2013. Tubuh seseorang
secara genetik rata-rata tersusun oleh 50 serabut otot tipe lambat dan 50 serabut otot tipe cepat pada otot yang digunakan untuk bergerak Quinn, 2013. Bagi orang
yang memiliki kemampuan daya ledak di atas rata-rata biasanya secara genetis memiliki persentase otot tipe cepat yang lebih tinggi Shergold, 2013.
2. Usia Daya ledak otot tungkai apabila tidak sering berlatih, maka pada usia 25 tahun
kekuatan dan kecepatan akan mengalami penurunan. Kekuatan statis dan dinamis terlihat meningkat secara bermakna pada usia 19-29 tahun, sisa-sisa peningkatan
kekuatan dan kecepatan dilanjutkan hampir konstan sampai pada usia 40-49 tahun, kemudian pada usia 50 tahun, selanjutnya kekuatan dan kecepatan menurun secara
bermakna searah bertambahnnya usia Arsil,1999. 3. Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dan tinggi badan seseorang. Rumus menghitung IMT adalah, IMT = Berat
Badan kg [Tinggi Badan m]2 Arga, 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kegemukan memiliki pengaruh yang besar terhadap performa empat
komponen fitness dan tes-tes kemampuan atletik. Kegemukan tubuh berhubungan dengan keburukan performa atlet pada tes-tes speed kecepatan, endurance daya
tahan, balance kesimbangan agility kelincahan serta power daya ledak Arga, 2008.
4. Jenis Kelamin Kekuatan otot laki-laki sedikit lebih kuat daripada kekuatan otot perempuan
pada usia 10-12 tahun. Perbedaan kekuatan yang signifikan terjadi seiring pertambahan umur, di mana kekuatan otot laki-laki jauh lebih kuat daripada wanita
Bompa, 2005. Pengaruh hormon testosteron memacu pertumbuhan tulang dan otot pada laki-laki, ditambah perbedaan pertumbuhan fisik dan aktivitas fisik wanita yang
kurang juga menyebabkan kekuatan otot wanita tidak sebaik laki-laki. Bahkan pada umur 18 tahun ke atas, kekuatan otot bagian atas tubuh pada laki-laki dua kali lipat
daripada perempuan, sedangkan kekuatan otot tubuh bagian bawah berbeda 13 Nala, 2011.
Faktor eksternal : 1.
Suhu dan Kelembaban
Suhu sangat berpengaruh terhadap performa otot. Suhu yang terlalu panas menyebabkan seseorang akan mengalami dehidrasi saat latihan. Dan suhu yang
terlalu dingin menyebabkan seorang atlet susah mempertahankan suhu tubuhnya, bahkan menyebabkan kram otot Widhiyanti, 2013. Pada umumnya upaya
penyesuaian fisiologis atau adaptasi orang Indonesia terhadap suhu tropis sekitar 29 -
30 C dan kelembaban relatif antara 85-95.
2. Ketinggian tempat Tempat yang percepatan gravitasinya rendah akan lebih mudah mengangkat
tubuh karena beratnya berkurang sebanding dengan penurunan percepatan gravitasi. Keuntungan ini dibayar dengan kerugian yang lebih besar yaitu setiap ketinggian 100
meter diatas permukaan laut akan terjadi penurunan tekanan udara sebesar 6-10 mmHg. Penurunan tekanan udara ini akan menurunkan kadar O2 oksigen, sehingga
bila atlet biasa berlatih di dekat permukaan laut kemudian bertanding di tempat tinggi dengan kadar O2 oksigen rendah, maka frekuensi pernafasannya akan lebih tinggi
karena konsumsi O2 sama dengan saat berlatih sedangkan banyaknya O2 oksigen yang dihirup sekali nafas berkurang Gabriel, 2001.
3. Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam peningkatan
daya ledak . Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan
penampilan atau kinerja atlet. Tujuan latihan fisik meningkatkan fungsi potensial yang dimiliki atlet dan mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga
mencapai standar tertentu Nala, 2002. 2.1.3 Cara Meningkatkan Daya Ledak
Unsur dasar daya ledak adalah perpaduan antara kekuatan dan kecepatan. Daya ledak otot tungkai dapat ditingkatkan dengan memberikan latihan kekuatan otot
tungkai dan kecepatan gerak dari otot tungkai. Menurut Suharno HP 1993 ciri-ciri latihan daya ledak adalah : 1 melawan beban relatif ringan, berat beban sendiri, dapat
pula tambahan beban luar yang ringan, 2 gerakan relatif aktif, dinamis, dan cepat, 3 gerakan-gerakan merupakan satu gerak yang singkat, serasi dan utuh, 4 bentuk gerak
bisa cyclic atau acyclic, dan 5 intensitas kerja submaksimal atau maksimal. Daya ledak akan dapat dikembangkan dengan suatu dorongan atau tolakan yang kuat dan
singkat sehingga memacu kecepatan rangsang saraf, seperti dalam gerakan melompat, meloncat, melempar, menolak, dan sebagainya.
2.1.4 Sistem Energi Daya Ledak Daya ledak didapat dari otot yang berkontraksi sehingga menyebabkan suatu
gerakan. Otot untuk kontraksi sehingga menimbulkan gerakan-gerakan sebagai aktivitas fisik memerlukan energi ATP. Menurut Fox dan Bowers 1988 ATP
paling banyak ditimbun dalam sel otot dibandingkan dengan jaringan tubuh lainya, akan tetapi ATP yang tertimbun di dalam sel otot jumlahnya sangat terbatas, yaitu
sekitar 4 - 6 m Mkg otot. ATP yang tersedia ini hanya cukup untuk aktivitas cepat dan berat selama 3 - 8 detik.
Proses pembentukan ATP dalam otot secara sederhana dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem ATP - PC Phosphagen System; - ATP ADP + Pi + Energi ATP yang tersedia dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 1-2 detik. - CP + ADP C
+ ATP. ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 6-8 detik.
b. Sistem Glikolisis Anaerobik Lactic Acid System; Glikogenglukosa + ADP + Pi ATP + Asam laktat ATP terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama
45 - 120 detik.
c. Sistem Erobic Aerobic System dimana sistem ini meliputi oksidasin karbohidrat dan lemak. Glikogen + ADP + Pi + O2 CO2 + H2O + ATP ATP
yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik dalam waktu relatif lama. Aktivitas olahraga pada umumnya tidak hanya secara murni menggunakan
salah satu sistem aerobik atau anaerobik saja. Sebenarnya yang terjadi adalah menggunakan gabungan sistem aerobik dan anaerobik, akan tetapi porsi kedua sistem
tersebut berbeda pada setiap cabang olahraga Fox, 1988. Untuk cabang olahraga yang menuntut aktivitas fisik dengan intensitas tinggi dengan waktu relatif singkat,
sistem energi predominannya adalah anaerobik, sedangkan pada cabang olahraga yang menuntut aktivitas fisik dengan intensitas rendah dan berlangsung relatif lama,
sistem energi predominannya adalah aerobik. Sebagai gambaran Mc Ardle 1986 bahwa dalam menentukan sistem energi predominan adalah sebagai berikut: a. Sistem
ATP, waktu kegiatannya 0 - 4 detik, bentuk kegiatannya berupa kekuatan dan daya ledak. Jenis kegiatan pada cabang olahraganya berupa lompat tinggi, servis tenis, dan
sebagainya; b. Sistem ATP-PC, waktu kegiatannya 0-10 detik, bentuk kegiatannya berupa daya ledak . Jenis kegiatan pada cabang olahraganya berupa lari sprint dan
sebagainya; c. Sistem ATP-PC dan Asam laktat, waktu kegiatannya 0 - 1,5 menit, bentuk kegiatannya berupa anaerobik power. Jenis kegiatan dalam olahraganya
berupa lari cepat, lari 200 meter, dan sebagainya; dan d. Sistem Erobik, waktu kegiatannya lebih dari 8 menit, bentuk kegiatannya berupa aerobik daya tahan. Jenis
kegiatan olahraganya berupa lari marathon dan sebagainya.
2.1.5 Pengukuran Daya Ledak Instrumenalat ukur yang digunakan untuk mengukur daya ledak otot tungkai
dapat menggunakan alat Digital Vertical Jump. Instrument test ini diadaptasi dari buku tes dan pengukuran keolahragaan Nurhasan dikutip dari Sunandar,2014 yang
memiliki nilai validitasnya 0,989 dan reabilitas 0,977. Tujuan dari Digital Vertical Jump ini yaitu untuk mengukur daya ledak tungkai dengan satuan Cm.
Perlengkapan : o
Alat Digital Vertical Jump
Pelaksanaan : o
sampel berdiri lurus di depan alat digital vertical jump.
o Setelah itu sampel mengambil posisi jongkok sebagai awalan sebelum melakukan
lompatan. o
Setelah Terdengar suara aba-aba dari alat digital vertikal jump, sampel melakukan lompatan setinggi-tingginya sampai memunculkan angka pada alat digital vertical
jump. o
Angka tersebut menyatakan besarnya daya ledak otot tungkai sampel dalam satuan cm.
o sampel diberikan dua kali kesempatan untuk melakukan lompatan.
Penilaian : o
Skor terbaik dari dua kali percobaan dicatat sebagai skor dalam satuan cm, dengan tingkat ketelitian 0,5 cm.
Untuk lebih jelas, alat dan skema pelaksanaan Digital Vertical Jump dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Pengukuran daya ledak otot tungkai dengan digital vertical jump test Sumber : Sunandar,2014
Tabel 2.1 Normal Loncat Tegak Hasil Lompatan
Nilai
Lebih dari 89 Nilai10
85-88 Nilai 9
81-85 Nilai 8
76-80 Nilai 7
71-75 Nilai 6
66-70 Nilai 5
60-65 Nilai 4
50-59 Nilai 3
40-49 Nilai 2
Kurang dari 40 Nilai 1
Sumber : Ismaryanti 2008 2.1.6 Metode Latihan Daya Ledak
Daya ledak ini ada yang membagi sesuai spesifikasinya atas : 1 daya ledak explosive explosive power, 2 daya ledak cepat speed power, 3 daya ledak kuat
strength power , dan 4 daya ledak tahan lama endurance power Nala,2011. Bila pelatihan ditekankan pada komponen kekuatan, maka menjadi daya ledak
kekuatan strength power, kalau penekan pelatihan pada kecepatanya maka hasilnya berupa daya ledak kecepatan speed power Nala,2011. Dalam kepentingan
olahraga, daya ledak yang digunakan daya ledak ekplosif yang terdiri atas dua komponen biomotorik yaitu kekuatan dan kecepatan.
Elemen yang ditingkatkan dalam pelatihan daya ledak adalah intensitas, volume jumlah repetisi, berat bebanRM, waktu interval isturahat selama 2-3 menit
bila beban dibawah 85 dari kemampuan maksimal, frekuensi sebanyak 3-4 kali
seminggu Nala, 2011. Menurut Hare dikutip dari Nala, 2011 takaran untuk meningkatkan kekuatan otot dalam rangka meningkatkan komponen daya ledak ini
dalam pelatihan yaitu 1.
Repetisi rendah : Intensitasnya 85-100 dari kekuatan maksimal dengan 1-5 kali repetisi,
kecepatan sedang, 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih, istirahat antar set 2-5 menit dan frekuensinya 3 kali seminggu.
2. Repetisi sedang:
Intensitasnya 70-85 dari kekuatan maksimal dengan 5-10 kali repetisi, kecepatan sedang atau rendah, 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih,
istirahat antar set 2-4 menit, dan frekuensi 3 kali seminggu. Salah satu metode yang digunakan untuk dapat meningkatkan daya ledak
yaitu pliometrik. Pelatihan pliometrik ditujukan kepada tiga kelompok otot besar dalam tubuh yakni 1 keompok otot tungkai dan pinggul, 2 kelompok otot bagian
tengah tubuh otot perut dan punggung, dan 3 kelompok otot dada, bahu dan lengan Nala 2011. Tetapi tekanan pelatihannya terutama ditujukan terhadap kelompok otot
tungkai dan pinggul Radcliffe,1985. Dengan takaran: Intensitas : rendah setiap dua minggu ditingkatkan intensitasnya, volume : repetisi :6-10 kali pada intensitas
tinggi, repetisi : 10-12 kali, set : 3 kali, istirahat antar set : 2 menit, dan frekuensi : 3-4 kali seminggu.