bermainnya, yaitu bermain pura-pura kepada anak usia 4-5 tahun. Menurut Russ 2004 bermain pura-pura merupakan bermain drama sosial yang alamiah
dilakukan oleh anak usia 18 bulan sampai dengan 6 tahun. Bermain pura-pura ini melibatkan penggunaan imajinasi, membuat yakin, dan simbolisasi.
Bermain pura-pura ini, ternyata juga bisa dimainkan oleh anak retardasi mental, dengan koreksi usia mental. Motti, Cichetti, dan Sroufe 1983
memberikan terapi bermain simbolis pada anak retardasi mental. Hasilnya, dengan koreksi usia mental, permainan anak retardasi mental usia 3-5 tahun sama
dengan anak yang tidak menderita kelainan genetika. Berdasarkan pada hasil studi literatur dan penelitian pendahuluan tersebut
dapat diketahui bahwa pelatihan bermain pura-pura dapat digunakan untuk meningkatkan interaksi ibu dan anak retardasi mental pada ibu yang masih
memiliki kesulitan berinteraksi dengan anak. Pelatihan bermain pura-pura ini dipilih karena bermain pura-pura merupakan permainan alamiah yang biasa
dilakukan oleh anak usia 18 bulan sampai dengan 6 tahun. Melalui bermain pura- pura ibu dapat menjalin interaksi yang bermakna dengan anak retardasi mental,
sehingga dapat membantu anak dalam mengoptimalkan tugas perkembangan secara alamiah.
B. Perumusan Masalah
Ibu kurang responsif terhadap kehadiran anak retardasi mental, sehingga interaksi ibu dan anak kurang mendalam. Kurangnya interaksi ibu dan anak
retardasi mental menyebabkan stimulasi yang diberikan ibu kepada anak kurang
maksimal. Akibatnya perkembangan bahasa dan bicara anak terhambat. Usaha ibu untuk memperbaiki hambatan bicara dan bahasa pada anak retardasi mental di
Yayasan Mutiara Center dapat meningkatkan kemampuan bicara dan bahasa pada anak, namun ibu masih mengalami kesulitan berinteraksi dengan anak.
Keterampilan ibu dalam memberikan kualitas nilai rangsang kepada anak retardasi mental perlu dibangun supaya interaksi ibu dan anak retardasi mental
yang bermakna dapat dicapai. Kualitas nilai rangsang kepada anak retardasi mental diberikan dengan memberikan rangsang emosi dan sosial secara tepat
kepada anak. Ibu perlu terlibat aktif dalam aktivitas anak, seperti dalam bermain supaya ibu dapat memahami keinginan dan kebutuhan anak, sehingga ibu dapat
memberikan rangsang emosi dan sosial secara tepat kepada anak. Melalui pelatihan bermain pura-pura ibu dibantu oleh profesional dalam menguasai
keterampilan bermain dengan anak retardasi mental, sehingga ibu dapat memberikan rangsang emosi dan sosial sesuai kebutuhan anak. Dengan demikian
ibu dapat mencapai interaksi yang bermakna dengan anak retardasi mental. Berdasarkan pada paparan di atas, maka rumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah apakah pelatihan bermain pura-pura dapat meningkatkan
interaksi ibu dan anak retardasi mental ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji secara empiris pengaruh pelatihan bermain pura-pura terhadap interaksi ibu dan anak retardasi mental.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis pelatihan bermain pura-pura ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan interaksi ibu dan anak berkebutuhan khusus pada umumnya dan anak retardasi mental pada khususnya.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ibu yang memiliki anak retardasi mental supaya dapat menjalin interaksi yang
lebih bermakna, sehingga anak dapat optimal dalam menguasai tugas perkembangannya. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu ibu mengelola
perilaku anak retardasi mental, sehingga anak lebih cakap dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
E. Keaslian Penelitian