Analisis Deskriptif Analisis Verifikatif Menggunakan Partial Least Square-Path Modeling

Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu path modeling digunakan untuk menentukan besarnya variabel X terhadap Y baik secara langsung maupun tidak langsung.

3.2.7.1 Analisis Deskriptif

Data mentah yang telah terkumpul dari hasil kuesionersurvei lapangan harus diolah agar memperoleh makna yang berguna bagi pemecahan masalah. Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Angket ini disusun oleh penulis berdasarkan variabel yang terdapat dalam penelitian, yaitu memberikan keterangan dan data mengenai pengaruh perbedaan individu dan lingkungan sosio-budaya. Pengolahan data yang terkumpul dari hasil kuesioner dapat dikelompokkan ke dalam tiga langkah, yaitu persiapan, tabulasi, dan penerapan data pada pendekatan penelitian. Persiapan adalah mengumpulkan dan memeriksa kebenaran cara pengisian, melakukan tabulasi hasil kuesioner dan memberikan nilai scoring sesuai dengan sistem penilaian yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. dalam bentuk informasi yang lebih ringkas. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel penelitian, antara lain: a. Analisis Deskriptif Variabel X1 Perbedaan Individu b. Analisis Deskriptif Variabel X2 Lingkungan Sosio-Budaya c. Analisis Deskriptif Variabel Y Behavioral Intention Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.2.7.2 Analisis Verifikatif Menggunakan Partial Least Square-Path Modeling

Analisis verifikatif dipergunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji statistik dan menitikberatkan pada pengungkapan perilaku variabel penelitian. Teknik analisis data yang dipergunakan untuk mengetahui hubungan korelatif dalam penelitian ini yaitu partial least square path-modeling PLS-PM. Menurut Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan 2011:12 menyatakan, “Bila SEM Berbasis Covariance CBSEM yang dianalisis dengan LISREL atau AMOS berbasis covariance data dan matriks covariance hasil predisi model, maka PLS-PM berbasis variance atau component. PLS-PM didesain untuk tujuan prediksi ”. Sehingga evaluasi model dalam PLS-PM dilakukan dua tahap yaitu evaluasi outer model atau model reflektif dan evaluasi terhadap inner model atau model structural. Sebelum melakukan evaluasi model PLS-PM dilakuakan uji asumsi klasik. a. Uji Asumsi Klasik Agar data yang digunakan tepat sehingga dapat diperoleh model yang baik maka dalam penelitian ini dilakukan uji prasyarat analisis atau disebut juga uji asumsi klasik. 1. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi maka dinamakan terdapat masalah multikolinearitas. Suatu model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen atau dengan kata Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu lain tidak terjadi multikolinearitas. Suatu petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga ada tidaknya multikolinearitas adalah Variance Inflation Factor VIF Menurut Ghozali 2005:91, untuk mengetahui ada tidaknya suatu masalah multikolinearitas dalam model regresi, peneliti dapat menggunakan nilai VIF Variance Inflation Factor dan Tolerance, seperti berikut ini: a Jika nilai tolerance di bawah 0.1 dan nilai VIF di atas 10, maka model regresi mengalami masalah multikolinearitas. b Jika nilai tolerance di atas 0.1 dan nilai VIF di bawah 10, maka model regresi tidak mengalami masalah multikolinearitas. 2. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, atau disebut homoskedastisitas Ghozali, 2005:105. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas Ghozali, 2005:105. Cara yang dilakukan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan scatterplot, yang memperlihatkan ada tidaknya pola tertentu pada grafik. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikuti: Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu o Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola tertentu bergelombang, melebar kemudian menyempit maka terjadi heteroskedastisitas. o Jika tidak membentuk pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu X maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat juga menggunakan uji park. Park mengatakan bahwa metode variance merupakan fungsi dari variabel- variabel bebas dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: i² = a Xi ß Persamaan ini dijadikan linear dalam bentuk persamaan log sehingga Ln i² = a + ß Ln Xi + vi Karena variance populasi umumnya tidak diketahui maka dapat ditaksir dengan menggunakan residual e sebagai proksi, sehingga persamaan menjadi L ei² = a + ß Ln Xi + vi 3. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal atau mendekati normal dengan melihat normal probability plot. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil Ghozali, 2005:110. Metode pengujian normalitas yang dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kriteria probabilitas dari uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut Ghozali 2005:112: a. Bila nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov bernilai di bawah 0.05 maka data tidak berdistribusi normal. b. Bila nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov bernilai di atas 0.05 maka data berdistribusi normal Selain itu, bisa juga dengan melakukan analisis grafik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data titik pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan: o Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. o Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 4. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan dalam suatu empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik Ghozali, 2005:80. Dengan uji ini akan diperoleh informasi apakah model empiris sebaiknya linear, kuadrat atau kubik. Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Ada beberapa metode yang dilakukan untuk melakukan pengujian linearitas, tetapi dalam penelitian untuk melakukan pengujian linearitas menggunakan Uji Durbin-Watson. Uji Durbin-Watson digunakan untuk autokorelasi tingkat satu first order autocorrelation dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel bebas. Rumus Durbin- Watson, yaitu Hipotesis yang akan diuji adalah : Ho : tidak ada autokorelasi r sama dengan 0 Ha : ada auatokorelasi r tidak sama dengan 0 Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:  Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound du dan 4 - du, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.  Bial nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.  Bila nilai DW lebih besar daripada 4 - dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif. Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu  Bila nilai DW terletak di antara batas atas du dan batas bawah dl ada DW terletak antara 4 - du dan 4 - dl, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. Model Spesifikasi dengan PLS Menurut Imam Ghazali 2006:22 meyatakan bahwa model analisis jalur semua variabel laten terdiri dari tiga set hubungan, yaitu: 1. Inner model yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten yang satu dengan variabel laten yang lainnya structural model. 2. Outer model yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikator atau variabel manifestnya measurement model. 3. Weight relation dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasikan. Tanpa kehilangan generalisasi, dapat diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau manifest variabel diskala zero means dan unit variance sama dengan satu sehingga parameter lokasi parameter konstanta dapat dihilangkan dalam model. Persamaan model dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut 1 = Y 11 ξ 1 + Y 11 ξ 1 + atau Behavioral Intention = Y 11 Perbedaan Individu + Y 11 Lingkungan Sosio- Budaya + Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Inner Model Inner model yang kadang disebut juga dengan inner relation, structural model dan substantive theory menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Model persamaan dapat ditulis seperti di bawah ini. = o + l + Γξ + Dimana : : Vektor endogen dependen variabel laten, ξ : Vektor variabel laten eksogen : Vektor variabel residual unexplained variance. Sedangkan untuk hubungan antar variabel laten, dapat dispesifikasikan sebagai berikut : j = Σi ji i + Σi jb ξb + ji ; jb : Koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen dan variabel laten eksogen ξ dan sepanjang range i dan b. : Inner residual variabel Outer Model Outer model sering juga disebut outer relation atau measurement model mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indikator refleksif dapat ditulis persamaannya seperti berikut : Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu x = Λx ξ + x y = Λy + y Dimana : x : Variabel manifest ata u manifest variabel untuk eksogen ξ. y : Indikator manifest atau manifest variabel untuk variabel laten endogen . Λx ; Λy : Matrik loading koefisien regresi sederhana dari variabel laten dan indicator x ; y : Kesalahan pengukuran. Untuk blok dengan indikator formatif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut : ξ = Π ξ x + ξ = Π y + Dimana : : Vektor endogen dependen variabel laten, ξ : Vektor variabel laten eksogen : Vektor variabel residual unexplained variance. Π ξ x ; Π y : Koefisien regresi berganda variabel laten dan blok indikator ξ ; : Residual dari regresi. Weight Relation Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS. Disini diperlukan definisi weight relation. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS sebagai berikut : Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ξ b = Σ kb w kb x kb i = Σ ki w ki y ki Dimana : w kb : Koefisien weight untuk estimasi variabel laten exogen. w ki : Koefisien weight untuk estimasi variabel laten endogen. ξ b : Vektor variabel laten eksogen. i : Variabel laten endogen Variabel eksogen adalah variabel dalam suatu model yang tidak dipengaruhi variabel lainnya sedangkan variabel endogen dipengaruhi oleh variabel lainnya. Evaluasi Model a. Evaluasi Model Reflektif Menurut Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan 2011:17 bahwa, “Evaluasi terhadap model reflektif indikator meliputi pemerikasaan individual item reliability, internal consistency, atau construct reliability, average variance extracted, dan discriminant validity. Ketiga pengukuran pertama dikelompokan dalam convergent validity. 1 Convergent Validity Menurut Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan 2011:40 bahwa, “Convergent validity terdiri dari tiga pengujian yaitu reliability item validitas tiap indikator, composite reability, dan average variance extracted AVE”. Convergent validity digunakan untuk mengukur Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu seberapa besar indikator yang ada dapat menerangkan dimensi. Artinya semakin besar convergent validity maka semakin besar kemampuan indikator tersebut dalam menerapkan dimensinya. Zikmund dan Babin 2007:325 menyatakan, ”Convergent validity is another way of expressing internal consistency. Highly reliable scales contain convergent validity”. Convergent validity adalah cara lain untuk menggambarkan internal consistency. Skala yang hadal mengandung convergent validity. Item reliabilitas atau biasa kita sebut dengan validitas indikator. Pengujian terhadap reability item validitas indikator dapat dilihat dari nilai loading factor standardized loading. Nilai loading faktor ini merupakan besarnya korelasi antara antara setiap indikator dan konstraknya. Nilai loading factor diatas 0,7 dapat dikatakan ideal, artinya bahwa indikator tersebut dapat dikatakan valid sebagai indikator untuk mengukur konstrak. Meskipun demikian, nilai standardized loading factor diatas 0,5 dapat diterima. Sedangkan nilai standardized loading factor dibawah 0,5 dapat dikeluarkan dari model Chin 1998. Statistik yang digunakan dalam composite reliability atau reablitas konstrak adalah cronbach’s alpha dan D.G rho PCA. Nilai cronbach’s alpha dan D.G rho PCA diatas 7,0 menunjukan konstrak memiliki reabilitas atau keterandalan yang tinggi sebagai alat ukur. Formula untuk composite reliability CR: Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Nilai batas 0,7 keatas berarti dapat diterima dan diatas 0,8 dan 0,9 berarti sangat memuaskan Nunnally dan Bernstein, 1994 dalam Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan, 2011:19 Average Variance Extracted AVE menggambarkan besaran variance yang mampu dijelaskan oleh item-item dibandingkan dengan varian yang disebabkan oleh error pengukuran. Standarnya adalah bila nilai AVE diatas 0,5 maka dapat dikatakan bahwa konstrak memiliki convergent validity yang baik. Artinya variabel laten dapat menjelaskan rata-rata lebih dari setengah variance dari indikator- indikatornya. Formula untuk Average Variance Extracted AVE: 2 Discriminant Validity Zikmund dan Babin 2007:325 menyatakan, ”Discriminant validity represent how unique or distinct it a measure. A scale should not correlate to highly with a measure of a different construct”. Discriminant validity menggambarkan bagaimana keunikan atau yang berbeda dalam ukuran. Skala seharusnya tidak berkorelasi lebih tinggi dengan ukuran yang berbeda dari konstruk. Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pemeriksaan discriminant validity dari model pengukuran reflektif yang dinilai berdasarkan cross loading dan membandingkan antara nilai AVE dengan kuadran korelasi antarkonstrak. Ukuran cross loading adalah adalah membandingkan korelasi indikator dengan konstraknya dan konstrak dari blok lain. Discriminant validity yang baik akan mampu menjelaskan variabel indikatornya lebih tinggi dibandingkan dengan menjelaskan varian dari indikator konstrak yang lain. b. Evaluasi Model Struktural Ada beberapa tahap dalam mengevaluasi model structural. Pertama adalah melihat signifikansi hubungan antara konstrak. Hal ini dapat dilihat dari koefisien jalur path coefficient yang menggambarkan kekuatan hubungan antar konstrak. Tanda dalam path coefficient harus sesuai dengan teori yang dihipotesiskan, untuk menilai signifikansi path coefficient dapat dilihat dari t test critical ratio yang diperoleh dari proses bootstrapping resampling method. Langkah selanjutnya menegevaluasi R 2 . Penjelasan mengenai R 2 sama halnya dengan nilai R 2 dalam regresi linear yang besarnya variability variabel endogen yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen. Chin 1998 dalam Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan 2011:21 menjelaskan, “kriteria batasan nilai R 2 ini dalam tiga klasifikasi, yaitu 0,67, 0,33, dan 0,19 sebagai substans ial, moderat, dan lemah”. Perubahan nilai Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dapat R 2 digunakan untuk melihat apakah pengukuran variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen memiliki pengaruh yang substansif. Hal ini dapat diukur dengan effect size f 2 . Formula effect size f 2 adalah: Effect Size f 2 = R 2 Included - R 2 excluded 1- R 2 Included Dimana R include dan R exclude adalah dari R 2 variabel laten endogen yang diperoleh ketika variabel eksogen tersebut masuk atau dikeluarkan dalam model. Interpretasi nilai f kuadrat ini adalah mengikuti terminology yang disarankan oleh Chen 1988 dalam Yamin dan Heri Kurniawan 2011:21, yaitu 0,02; 0,15; dan 0,35 dengan level eksogen memiliki pengaruh kecil, moderat, dan besar pada level struktural. Untuk memvalidasi model secara keseluruhan, maka digunakan goodness of fit GoF yang diperkenalkan oleh Tenenhaus, et al 2004 dalam Yamin dan Heri Kurniawan 2011:21. GoF index ini merupakan ukuran tunggal yang digunakan untuk memvalidasi performa gabungan antara model pengukuran dan model structural. Nilai GoF ini diperoleh dari average communalities index dikalikan dengan nilai R 2 model. Formula GoF Index Com begaris atas adalah average communalities dan R 2 bergaris atas adalah rata-rata model R 2 . Nilai GoF terbentang antara 0-1 dengan interpretasi nilai yaitu 0,1 GoF kecil, 0,25 GoF moderat, dan 0,36 GoF besar. Imam Budiarto, 2013 Pengaruh Perbedaan Individu dan Lingkungan Sosio-Budaya terhadap Behavioral Intention Google Plus Survei terhadap Pengguna Google Plus di Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.2.8 Pengujian Hipotesis