Kotak panah dan Sarung tangan Peranan Pemanah Berkuda Abad ke- 13-14

19 memang ada busur yang ditarik lima orang atau apakah hal itu hanya mengada- ada.

d. Kotak panah dan Sarung tangan

Tali busur rentan putus atau bisa rusak akibat air. Para pejuang menyimpan suku cadangnya dalam kotak bulat seperti donat yang disebut tsurusa. Sekitar 20 anak panah bisa disimpan di sebuah keranjang anak panah berbentuk persegi empat. Tempat anak panah ini, selain menyimpan panah, juga digunakan untuk menyimpan bekal, seperti kepalan nasi dan sake, jenis minuman yang disukai terutama sebelum dimulainya pertempuran. Ada dua jenis kotak panah, yaitu ebira dan yahoro. Namun dengan berlalunya waktu, ebira berbentuk keranjang kemudian digantikan dengan sebuah tempat anak panah yang melindunginya dengan penutup bulu, dikenal dengan nama utsubo, yang bisa dilihat dalam sebuah lukisan terkenal pejuang Ko no Moroakira. Pejuang lainnya lebih memilih kain karung yang disebut yahoro untuk melindungi anak panahnya, salah satunya dilukiskan dalam gulungan gambar Yuki kassen emaki dari abad ke-15. Selain itu, alat bertempur lainnya yang digunakan untuk melengkapi seorang prajurit pemanah adalah sarung tangan. Para penunggang kuda mengenakan sarung tangan untuk melindungi tangannya saat memegang kendali kuda. Para pemanah juga memerlukan sarung tangan, yang disebut yugake, terutama untuk tangan kanannya, yang digunakan untuk menarik tali busur. Kulit tambahan melindungi bagian dalam ibu jari dan jari telunjuk. Bahkan beberapa sarung tangan hanya melindungi kedua jari ini serta jari tengah, yang pelan-pelan digunakan untuk menahan tali busur Universitas Sumatera Utara 20 BAB III PERANAN SERTA STRATEGI BERTEMPUR PEMANAH BERKUDA

3.1 Peranan Pemanah Berkuda Abad ke- 13-14

Para pejuang abad ke-13 dan ke-14 menyebut diri mereka sebagai pengikut “jalan pejuang”, yang secara harfiah berarti “jalan busur dan panah” kyuba no michi. Dalam rumusan ini secara implisit ditekankan bahwa pemanah berkuda menembakkan anak panahnya dari punggung kuda. Selama masa-masa awal peperangan, para pejuang bertumpu hampir sepenuhnya pada busur panah. Pedang menjadi senjata untuk pertahanan pribadi, digantung di atas tempat tidur, untuk mengantisipasi perampokan atau memukul mundur penyerang, dan dapat digunakan untuk menikam musuh yang berusaha mendekat. Namun pedang jarang digunakan dalam pertempuran. Namun hal ini berubah saat perang saudara melanda kepulauan itu antara tahun 1333 hingga 1392. Di hari-hari pertama perang saudara pada awal abad ke- 14, prajurit pejalan kaki mulai bertahan untuk menghadapi pemanah berkuda. Mereka melakukannya dengan menguasai wilayah rawa-rawa atau pegunungan, yang tidak bisa dilalui kuda. Beberapa menyukai pedang panjang untuk menebas kaki kuda terdekat, dan senjata ini terbukti efektif ketika menghadapi seorang penunggang kuda, tetapi kurang membantu saat menghadapi pasukan pemanah, yang akan mengepung dan memanah hingga mati, bahkan seorang pendekar pedang terbaik. Universitas Sumatera Utara 21 Pemanah Jepang terkenal karena keakuratannya. Pasukan penyerbu Mongol kelihatannya ingin merekrut para pejuang ini ke dalam barisannya. Kikuchi Takefusa terbukti sangat mahir sehingga mampu memanah wajah seorang panglima Mongol, sehingga mendorong penarikan mundur invasi awal Mongol tahun 1274. Karena samurai tidak suka kehilangan kudanya yang berharga, mereka jarang melancarkan serangan jarak dekat hingga beberapa meter dari musuhnya. Kebanyakan tunggangan mereka terluka akibat anak panah, yang umumnya tidak fatal. Data yang baik mengenai kuda yang terluka selama tahun 1333-38, serta pengumpulan contoh dari 31 kuda menunjukkan bahwa 61 persen dari seluruh kuda terluka akibat anak panah, sementara 35 persen terluka akibat pedang, dan 3 persen sisanya oleh tombak. Anak panah jarang mengakibatkan luka mematikan, karena hanya 3 dari 14 kuda yang terpanah yang mati. Sebaliknya, lebih banyak kuda yang terluka akibat pedang yang mati 8 dari 15, sementara satu-satunya kuda yang ditusuk tombak mati. Beralih pada data luka yang didapatkan manusia, rata-rata 73 persen luka di abad ke-14 diakibatkan oleh proyektil, terutama anak panah, dan beberapa lagi akibat batu. Pedang bertanggung jawab atas 25 persen sisanya, sementara hanya 2 persen yang diakibatkan oleh tombak. Jadi, baik menggunakan pasukan infanteri maupun kavaleri, sebagian besar pertempuran hanya melibatkan pertempuran kecil-kecilan, dimana kebanyakan pejuang tidak ingin mengambil resiko kehilangan nyawanya maupun tunggangannya dalam pertempuran. Dari penjelasan tersebut sangat jelas terlihat bahwa peranan pemanah berkuda sangatlah berpengaruh dalam sebuah pertempuran yang terjadi. Kehadiran prajurit Universitas Sumatera Utara 22 pemanah berkuda dapat memberikan keuntungan tersendiri dalam medan pertempuran.

3.2 Strategi Bertempur