Latar Belakang Analisis Risiko Kesehatan Masyarakat Akibat Konsumsi Hasil Laut yang Mengandung Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Nelayan di Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar, Provinsi Bali.
berbahaya, khususnya merkuri Hg diketahui dapat mengendap dan terakumulasi pada ikan sebagai salah satu organisme yang hidup di laut Dasna, Parlan,
Susiyadi, 2013. Merkuri Hg merupakan salah satu jenis logam berat yang bersifat sangat
berbahaya dan beracun yang dapat menyerang ginjal dan organ tubuh lainnya termasuk jantung, sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi maupun
sistem imun IPEN, 2014. Merkuri dapat ditemukan pada udara, air, maupun tanah yang dapat terjadi secara natural maupun karena aktifitas manusia. Senyawa logam
berat merkuri dapat ditemukan dalam berbagai bentuk antara lain elemental merkuri atau merkuri dasar Hg
, ionic merkuri HgII atau Hg
2+
, dan metil merkuri MeHg UNEP WHO, 2008. Merkuri memiliki afinitas terhadap lipid sehingga
mudah terakumulasi di dalam tubuh organisme bila dibandingkan dengan senyawa logam berat lainnya. Hal tersebut menjadi sangat berbahaya karena ikan merupakan
predator teratas dalam ekosistem akuatik dan memilliki posisi di tengah pada rantai makanan, hingga saat ini ikan banyak dikonsumsi oleh masyarakat sehingga dapat
menjadi jalan masuknya paparan merkuri ke dalam tubuh manusia Suseno, 2011. Menurut data yang dilaporkan oleh BaliFokus pada tahun 2013 mengenai titik
rawan merkuri di Indonesia, salah satu lokasi yang menjadi titik rawan merkuri yang terletak dekat dengan pulau Bali ialah kecamatan Sekotong, yang terletak sekitar
28,7 km di sebelah barat daya kota Mataram, ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat. Kawasan ini memiliki penambangan dan pengolahan emas besar yang tersebar di
kecamatan tersebut, melibatkan 5000 petambang dan 100 fasilitas gelundung. Diperkirakan pada tahun 2008, masyarakat mulai menggunakan merkuri untuk
mengolah volume bijih emas yang lebih besar. Hal tersebut berdampak pada
peningkatan jumlah pemakaian merkuri mencapai 300 – 500 gram setiap 4 jam, saat
semua gelundung beroperasi diperkirakan sebanyak 20-50 gram merkuri dilepaskan ke lingkungan per harinya, dan 73
– 183 ton merkuri per tahunnya BaliFokus et al., 2013.
Proses produksi hingga konsumsi ikan merupakan kegiatan yang mudah ditemukan dan sudah tidak asing lagi terutama untuk masyarakat yang tinggal di
sekitar pesisir pantai. Menurut data statistik mengenai produksi perikanan tangkap di laut oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali pada tahun 2014, produksi
tertinggi ditempati oleh wilayah Denpasar yang mencapai angka produksi ikan tangkap sebesar 45.651,80, lalu produksi tertinggi berikutnya ditempati oleh
Kabupaten Jembrana sebesar 22.429,00 dan tertinggi ketiga ditempati oleh Kabupaten Karangasem sebesar 21.532,80, diikuti oleh Kabupaten Buleleng dengan
produksi ikan sebanyak 17.711,80, Kabupaten Badung dengan produksi ikan sebanyak 6.095,30, Kabupaten Klungkung dengan produksi ikan sebanyak 2.000,90,
Kabupaten Tabanan dengan produksi ikan sebanyak 762,30, dan yang terakhir Kabupaten Gianyar dengan produksi ikan sebanyak 725,30. Data produksi perikanan
tangkap di laut tersebut didukung juga dengan data jumlah nelayan, pada tahun 2014 Kabupaten Jembrana memiliki jumlah nelayan terbanyak di Provinsi Bali yang
jumlah totalnya mencapai 10.029 orang nelayan penuh 7.521 orang, lalu jumlah nelayan terbanyak kedua ditempati oleh kota madya Denpasar dengan jumlah total
nelayan mencapai 9.018 orang nelayan penuh 8.240 orang, menyusul Kabupaten Buleleng dengan jumlah nelayan sebanyak 6.816 orang nelayan penuh 4.963 orang
, Kabupaten Karangasem dengan jumlah nelayan sebanyak 6.348 orang, Kabupaten Badung dengan jumlah nelayan sebanyak 1.362 orang nelayan penuh 404 orang,
Kabupaten Klungkung dengan jumlah nelayan sebanyak 1.296 orang, Kabupaten Tabanan dengan jumlah nelayan sebanyak 936 orang nelayan penuh 525 orang, dan
yang terakhir Kabupaten Gianyar dengan jumlah nelayan sebanyak 724 orang nelayan penuh 269 orang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2014.
Berdasarkan data yang dipublikasikan Pusat Data, Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam buku Kelautan dan Perikanan dalam
Angka Tahun 2014 mengenai konsumsi ikan per kapita nasional, untuk di Bali khususnya rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada rentang tahun 2010
hingga 2014 hampir selalu melebihi 100 persen dari jumlah yang ditargetkan oleh Ditjen P2HP Nainggolan et al., 2014.
Sebagai pulau yang lokasinya dikelilingi oleh pulau-pulau lain yang memiliki banyak hotspot pertambangan emas, masih belum banyak dilakukan studi mengenai
keberadaan kandungan logam berat merkuri di wilayah Bali. Berdasarkan pergerakan ikan yang cenderung mengikuti arus migrasi dan sebagai salah satu hasil laut yang
sering dikonsumsi oleh masyarakat maka ingin dilakukan suatu analisis terhadap potensi risiko terhadap masyarakat yang mengkonsumsinya.