Sumber dan Kegunaan Merkuri

Beberapa penelitian terkait kandungan merkuri pada ikan telah dilakukan di Indonesia. Seperti yang dilaporkan dalam penelitian oleh Athena 2009 beberapa hasil laut seperti ikan di daerah Kepulauan Seribu, Jakarta cukup bervariasi hingga mencapai angka 3,05 ppm Athena Inswiasri, 2009. Penelitian yang serupa di Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara melaporkan bahwa kadar merkuri pada ikan kakap merah yang tertangkap di Tanjung Taolas mencapai 0,12 ppm, dan ikan belanak yang tertangkap di Tanjung Akesone mencapai angka 0,13 ppm Simange, 2011. Penelitian di Teluk Manado dalam Jurnal Pesisir dan Laut Tropis oleh Narasiang 2015 menyimpulkan bahwa kandungan merkuri tertinggi terdapat pada ikan Gora Myriptis hexagona dengan nilai mencapai 0,43 ppm dan ikan Capungan Apogon compresseus dengan nilai mencapai 0,3 ppm Narasiang, Lasut, Kawung, 2015.

2.1.6 Kejadian Akibat Merkuri

Merkuri khususnya metil merkuri MeHg yang bersifat toksik pada awalnya dikenal luas saat terjadi tragedi di Teluk Minamata, Kumamoto prefektur, Jepang pada tahun 1956. Berawal pada tahun 1950, fenomena aneh seperti kerang yang mulai mati, ikan mengapung di permukaan air, rumput laut yang gagal tumbuh, dan juga kucing yang mati dengan tidak wajar mulai terjadi di sekitar teluk. Lalu berlanjut pada 21 April 1956, seorang anak dari Tsukinoura di Kota Minamata mengalami ketidakmampuan berjalan dan makan. Hingga akhirnya pada tanggal 12 November 1959 kementerian kesehatan menyatakan bahwa merkuri organik yang terkandung dalam ikan dan kerang di sekitar Teluk Minamata merupakan penyebab utama terjadinya Minamata Disease yang menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat dan dilaporkan telah terjadi pada 2.268 orang pada Agustus 2007. Masuknya merkuri organik ke lingkungan disebabkan oleh produk sampingan dari pabrik kimia penghasil klorida vinil dan formaldehida milik Perusahaan Chisso yang dibuang ke dalam teluk. Setelah mengalami proses bioakumulasi dan biomagnifikasi yang terjadi secara alamiah, akhirnya organisme yang terdapat di dalam teluk mengakumulasi metil merkuri pada konsentrasi tinggi yang berakhir dengan keracunan pada manusia yang mengkonsumsinya Minamata Disease Municipal Museum, 2007. Untuk di wilayah Indonesia, salah satu kejadian yang berkaitan dengan pencemaran merkuri yakni kejadian pencemaran Teluk Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Sejak beroperasinya perusahaan tambang Newmont Minahasa Raya pada tahun 1996, nelayan yang bermukim di sekitar Teluk Buyat mendapati puluhan ikan mati secara tidak wajar dan diikuti dengan gejala penyakit secara misterius yang dialami oleh warga desa seperti sakit kepala yang berulang-ulang, gatal-gatal, mual, muntah, pembengkakan beberapa bagian tubuh, hingga pingsan mendadak. Pembuangan secara langsung 2.000 ton limbah sisa olahan emas yang mengandung bahan berbahaya dan beracun B3 ke laut setiap harinya, terindikasi mengakibatkan pencemaran di Teluk Buyat. Laporan audit internal yang dipublikasikan oeh New York Times menyebutkan bahwa 17 dari 33 ton merkuri terlepas di udara dan sisanya sebanyak 16 ton dibuang secara langsung ke dalam teluk Lutfillah, 2011. Selain melalui produk atau hasil laut, merkuri juga dapat masuk ke rantai makanan melalui produk-produk agrikutural atau pertanian. Diketahui pada tahun 1971 sebanyak 459 orang meninggal akibat penggunaan fungisida yang mengandung merkuri pada padi sebagai bahan baku pembuatan tepung terigu di wilayah pedesaan Irak UNEP, 2013. Konsumsi diperkirakan berlangsung pada awal Oktober hingga