Identifikasi Menggunakan Difraksi Sinar-X

bentonit ini untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi bentonit dalam menurunkan kadar fosfat. Proses pemanasan suhu tinggi ini mengakibatkan warna bentonit menjadi lebih kecoklatan coklat gelap.

4.2 Karakterisasi Bentonit

4.2.1 Identifikasi Menggunakan Difraksi Sinar-X

Analisis kualitatif bentonit dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar- X XRD. Dari hasil analisis menggunakan XRD nantinya dapat diketahui unsur mineral apa saja yang terdapat dalam bentonit dan pengaruh dari proses aktivasi pada bentonit terdahap difraktogram bentonit yang dihasilkan. Difraktogram bentonit alam yang digunakan di tunjukkan pada difraktrogram bentonit A pada Gambar 4.1 dan dicocokkan dengan JCPDS Joint Commitee on Powder Defraction Standar menunjukkan mineral utama penyusun bentonit. Analisis kualitatif terhadap bentonit alam menunjukkan bahwa bentonit alam yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempung montmorillonit yang mengandung mineral montmorillonit, kaolin dan quarsa dengan komposisi mineral yang berbeda-beda sesuai dengan proses pembentukan di alam. Karakteristik mineral tersebut dipaparkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Data difraktogram mineral utama penyusun bentonit Mineral 2θ d Å Montmorillonit 19,36 4,5811 26,91 3,3097 34,54 2,5947 54,19 1,6912 61,67 1,5027 Kaolin 21,18 4,1907 24,14 3,6837 Quarsa 54,69 1,6768 26,91 3,3097 Perlakuan modifikasi terhadap mineral montmorillonit akan membawa perubahan kristalinitas dan pergeseran bidang refleksi. Dari hasil XRD, pergeseran 2θ pada bentonit A, B dan C tidak jauh berbeda. Pergeseran nilai 2θ dari masing- masing difraktogram mineral penyusun bentonit disajikan dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3 Pergeseran n ilai 2θ difraktogram mineral penyusun bentonit Mineral Kode 2θ d Å I Montmorillonit A 19,36 19,44 19,61 4,5811 4,5624 4,5198 100 100 100 B C A 34,54 34,23 35,05 2,5947 2,6174 2,5578 40 49 68 B C A 61,67 61,54 61,88 1,5027 1,5056 1,4980 40 33 58 B C A 26,91 26,93 27,29 3,3097 3,3081 3,2652 30 30 29 B C A 54,19 54,36 54,45 1,6912 1,6862 1,6836 30 23 19 B C Kaolin A 21,18 21,23 21,42 4,1907 4,1810 4,1450 34 B 28 C 41 A 24,14 3,6837 30 B 24,02 3,7019 28 C 24,39 3,6458 49 Quarsa A 54,69 1,6768 30 B 54,36 1,6862 23 C 54,98 1,6686 21 A 26,91 3,3097 30 B 26,93 3,3081 30 C 27,29 3,2652 29 Gambar 4.1 Difraktogram bentonit A tanpa aktivasi, bentonit B aktivasi kimia dan bentonit C aktivasi fisika Difraktogram yang disajikan pada Gambar 4.1 menunjukkan tidak ada pergeseran yang cukup signifikan terhadap difraktogram bentonit akibat perbedaan perlakuan aktivasi. Masing-masing perlakuan bentonit menunjukkan kristalinitas yang berbeda-beda, dilihat dari tingginya difraktogram pada masing-masing harga 2θ. Gambar 4.1 Bentonit B menunjukkan bahwa proses aktivasi kimia tidak terlihat perbedaan pada tinggi peak yang signifikan. Hal ini dikarenakan proses aktivasi kimia terjadi pelarutan pengotor yang mengotori permukaan bentonit dan membuang senyawa pengotor jadi tidak mengubah kristalinitas bentonit. Gambar 4.1 Bentonit C menunjukkan bahwa proses aktivasi fisika terlihat perbedaan pada tinggi difraktogram yang signifikan. Hal ini dikarenakan proses aktivasi fisika menggunakan suhu tinggi dapat meningkatkan kristalinitas bentonit sehingga muncul puncak yang tinggi pada 2θ yang merupakan karakteristik mineral penyusun bentonit. Selain itu aktivasi fisika juga mengakibatan munculnya difraktogram baru yang cuk up tinggi pada 2θ antara 20 -30 yang merupakan karakteristik mineral kaolin.

4.2.2 Hasil Karakterisasi Menggunakan SAA