c. Kejahatan – kejahatn tercantum dalam pasal 17-21 peraturan ini dan
dalam pasal 209, 210, 415, 417, 418,419, 420, 423, 425, dan 435 Kitap Undang
– Undang Hukum Pidana. Yakni ada yang menonjol adalah tiga unsur yaitu memperkaya diri sendiri,
menyalahgunakan jabatan dan kedudukan dan merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Pasal 16 menetukan : 1.
Barang siapa yang melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam pasal 1 sub a dan b dihukum dengn hukuman penjara selama
– lamanya dua belas tahun atau denda setinggi
– tingginya satu juta rupiah 2.
Segala harta benda yang diperoleh dari korupsi di ini dirampas 3.
Si terhukum dapat juga diwajibkan membayar uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi
Pasal 17 Memuat suatu tindak pidana baru, yaitu barang siapa memberi upah atau
janji kapada seorang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal atau
kelonggaran – kelonggaran dari negara atau masyarakat, dengan mengingat
suatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukanya, atau yang oleh sipemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya dua belas tahun dan atau denda setinggi – tingginya satu juta
rupiah. Pasal 18
Barang siapa menurut pasal – pasal 5, 11, dan 12 wajib memberikan
keterangan dengan sengaja memberi keterangan dengan tidak sebenarnya, dihukum dengan hukuman penjara selama
– lamanya lima tahun atau denda setinggi
– tingginya lima ratus ribu rupiah. Pasal 19
Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi permintaan jaksa tersebut dalam pasal 5 ayat 1 atau kewajiban tersebut dalam pasal 5 ayat 2, dihukum
dengan hukuman penjara selama – lamanya lima tahun atau denda setinggi –
tingginya lima ratus ribu rupiah. Pasal 20
Terdakwa dengan sengaja tidak memberi jawaban dan keterangan tersebut dalam pasal 11 ayat 1, dihukum penjara selama
– lamanya lima tahun atau denda setinggi
– tingginya limaratus ribu rupiah. Pasal 21
Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban tersebut dalam pasal 12 ayat 1 dihukum dengan hukuman penjara selama
– lamanya lima tahun atau denda setinggi
– tingginya lima ratus ribu rupiah. Pasal 22
Tindak pidana tersebut adalah kejahatan. yang kini bersifat istimewa adalah kewajiban seseorang terdakwa untuk menjawab dan memberikan keterangan
dan untuk memberikan keterangan yang benar, dengan sanksi hukuman pidana.
Orang – orang lain yang bukan terdakwa diwajibkan pula sebagai saksi atau
ahli memberikan keterangan, termasuk orang – orang yang biasanya
mengetahui tentang sesuatu itu harus dirahasiakan karena jabatan atau kedudukannya, misalnya notaris, akuntan, pengacara, yang membela
perkara yang bersangkutan, kecuali para petugas atau dokter.
c. Trafficking
Pengaturan hukum tindak pidana perdagangan orang di anggap masih kurang lengkap dan universal, karena masih ada beberapa perbuatan yang
melanggar HAM belum diatur, sehingga memerlukan regulasi dengan cara mengubah dan menambah peraturan yang berhubungan dengan pelanggaran
HAM, tetapi juga berhubungan dengan nilai – nilai yang berhubungan
dengan ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Di Indonesia, peraturan tentang perdagangan orang sudah di atur dalam Undang
– Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang UU PTTPO. dalam Undang
– Undang Nomor 21 Tahun 2007 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan TPPO adalah
tindak perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalah gunaan kekerasan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi banyaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan oleh negara maupun
antar negara, untuk tujuan eksploitas atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Undang – undang Nomor 21 Tahun 2007 juga merumuskan mengenai ruang
lingkup tindak pidana perdagangan orang yaitu : 1. setiap tindakan atau serangkai tindakan yang memenuhi unsur
– unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang
– Undang ini. Selain itu, Undang
– Undang Nomor 21 Tahun 2007 juga melarang setiap orang yang memasukkan orang kewilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia NKRI untuk eksploitasi. 2. Membawa Warga Negara Indonesia WNI ke luar wilayah NKRI
untuk tujuan eksploitasi. 3. Mengangkat anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan
sesuatu untuk maksud eksploitasi 4. mengirimkan anak ke dalam atau keluar negeri dengan cara apapun,
dan setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban TPPO dengan cara melakukan persetubuhan atau pencabulan,
memperkerjakan korban untuk tujuan eksploitasi atau mengambil keuntungan.
5. setiap orang yang memberikan atau memalsukan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain untuk mempermudah TPPO.
6. Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi melawan
hukum 7. Setiap orang yang menyerahkan fisiknya terhadap saksi atau petugas
di persidangan perkara TPPO, setiap orang yang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan persidangan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara TPPO.
8. Setiap orang meberikan identitas saksi atau korban padahal seharusnya dirahasiakan.
Jika merujuk pada definisi di atas, maka tidak adanya pembatasan bahwa perdagangan orang hanya terkait dengan jenis kelamin atau usia tertentu.
Perdagangan orang bukanlah fenomena baru di indonesia dan meskipun kriminalisasi perdagangan orang ini dapat terkait dengan siapa saja,
tetapi seringkali mengidentikkan dengan perdagangan perempuan dan anak. Berdasarkan peraturan perundang- undangan tersebut diatas,
perdagangan orang merupakan bagian dari hukum HAM, maka peraturan hukum HAM, dan penegakan sanksi pidananya dapat dibandingkan baik
berupa sanksi penal maupun non penal, khususnya yang menyangkut perdagangan orang.
a. Pengaturan HAM dalam Pengaturan Perundang–undangan di
Indonesia 1.
Undang – undang Pasal 297 KUHP yang mengatur perdagangan perempuan dan anak laki- laki di bawah umur dengan sanksi
pidana penjara paling lama 6 tahun. 2.
Undang – undang pasal 333 KUHP yang mengatur merampas kemerdekaan
seseorang atau
meneruskan perampasan
kemerdekaan dengan sanksi pidana penjara delapan tahun, dan bila luka berat pidana 9 tahun, jika mati dikenakan pidana penjara
12 tahun. 3.
Undang – undang pasal 1 ayat 3 Nomor 39 Tahun 1999
d. Narkoba Psikotropika
Narkotika, menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika UU 352009, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini.
Undang – undang nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika juga
menetapkan hukuman mati sebagai hukuman maksimal, seperti yang disebutkan pasal 133 ayat 1 bahwa :
“ Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan
memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan
tindak pidana dimaksud dalam pasal : a.
Pasal 111 menanam, memelihara, memiliki menyimpan, menguasai atau memyediakan Narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman
dengan berat melebihi 1 satu kilogram atau melebihi 5 lima batang pohon
b. Pasal 129 memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan prekursor narkotika
untuk pembuatan narkotika, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi prantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, membawa, mengirim, mengangkut, atau menstransito prekursor
narkotika untuk pembuatan narkotika di pidana dengan pidana mati.
4.
Faktor-faktor Masalah Sosial
Tidak semua di dalam kehidupan masyarakat berlangsung secara normal, sebagaimana di kehendaki oleh masyarakat yang bersangkutan. Gejala-
gejala tersebut merupakan gejala abnormal atau gejala pantologis, hal ini