PENGARUH PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS I BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS I BANDAR LAMPUNG

Oleh Marelita Devisa

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemahaman hak asasi manusia terhadap pelaku tindak pidana di lembaga pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan jumlah populasi 868 responden dan sampel 86 responden. Teknik pokok pengumpulan data menggunakan angket,analisis data menggunakan rumus interval dan chi kuadrat.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa: Pemahaman hak asasi manusia cendrung memahami dapat dilihat pada data berjumlah 44 responden (51%) dengan kategori memahami, kemudian pelaku tindak pidana sesui, dapat dilihat pada data bahwa 47 responden (54%) dengan kategori pidana ringan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemahaman hak asasi manusia terhadap pelaku tindak pidana di lembaga pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung.


(2)

PENGARUH PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS I BANDAR LAMPUNG

Oleh

Marelita Devisa

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(3)

PENGARUH PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS I BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

Marelita Devisa

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rencana Judul Skripsi

2. Surat keterangan Pembantu Dekan I 3. Surat Izin Penelitian Pendahuluan 4. Surat Balasan Penelitian Pendahuluan 5. Surat Izin Penelitian

6. Surat Balasan Penelitian Hasil 7. Kisi-kisi Angket

8. Soal Angket


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 Data penghuni Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan jenis tindak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung

Tahun 2015 ... 5

Tabel 3.1 Jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung ... 42

Tabel 3.2 Data Jumlah Pengambilan Sampel Untuk Masing-Masing Pelaku Tindak Pidana... 44

Tabel 4.1 Hasil Uji Coba Tes Tentang Pemahaman Hak Asasi Manusia Untuk Item Ganjil (X) ... 59

Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Tes Tentang Pemahaman Hak Asasi Manusia Untuk Item Genap (Y) ... 59

Tabel 4.3 Tabel Distribusi antara Item Ganjil (X) Dan Item Genap (Y) ... 60

Tabel4.4 Hasil Uji Coba Tes Tentang Pelaku Tindak Pidana Untuk Item Ganjil (X) ... 61

Tabel 4.5 Hasil Uji Coba Tes Tentang Pelaku Tindak Pidana Untuk Item Genap (Y) ... 62

Tabel 4.6 Tabel Distribusi antara Item Ganjil (X) Dan Item Genap (Y) ... 62

Tabel 4.7 Data Kepegawaian ... 67

Tabel 4.8 Data Warga Binaan ... 67

Tabel 4.9 Data Warga Binaan kasus ... 68

Tabel 4.10 Data Pemberian Remisi ... 68


(7)

Tabel 4.12 Distribusi Skor Hasil Angket Indikator Konsep HAM ... 73

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Indikator Konsep HAM ... 76

Tabel 4.14 Distribusi Skor Hasil Angket Nilai – nilai HAM ... 77

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Indikator Nilai – nilai HAM ... 80

Tabel 4.16 Distribusi Skor Hasil Faktor Penyebab Melanggar HAM ... 81

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Indikator Faktor Penyebab Melanggar HAM ... 84

Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Skor Hasil Angket Tentang Tindak Pidana ... 86

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Indikator Tentang Tindak Pidana ... 89

Tabel4.20 Daftar Kontingensi Pengaruh Pemahaman HAM terhadap Pelaku Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung ... 90

Tabel4.21 Daftar Kontingensi Data Mengenai Pengaruh Pemahaman HAM terhadap Pelaku Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung ... 91


(8)

MOTO

“Jadikanlah Hak Asasi Manusia mu sebagai pondasi untuk

melangkah bebas yang berakhlak ”


(9)

(10)

(11)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati dan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT, Kupersembahkan karya ini

kepada :

Kedua orang tuaku, ayahanda Ahadi dan ibunda Nurina yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan

kesabaran yang luar biasa dalam mendidik, membimbing, memberikan semangat, dan senantiasa berdoa demi

keberhasilanku

Terima kasih ayah dan ibu semoga aku selalu menjadi anak sukses bisa membanggakan kalian dunia akhirat


(12)

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 01 Maret 1993. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Ayahanda Ahadi dan Ibunda Nurina.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis antara lain, Sekolah Dasar Negeri (SDN) I Kibang Budi Jaya, Kabupaten Tulang Bawang Barat yang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Lambu Kibang kabupaten Tulang Bawang Barat yang diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas Neger 7 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Lampung Pada Jurusan Program Studi (S1) Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan melalui Jalur Undanga.Disaat bangku kuliah Penulis pernah aktif diorganisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung (2011-2016), KAMMI UNILA (2012-2016), BEM FKIP (2013-2014), FORDIKA (2013-2014) dan masih banyak organisasi lain yang di ikuti.


(14)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Pemahaman Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaku Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak atas segala bantuan baik berupa pemikiran, fasilitas, motivasi dan lain-lain demi terselenggaranya penulisan skripsi ini dari awal sampai akhir terutama kepada Bapak Drs. Berchah Pitoewas, M.H., selaku Pembimbing I dan Bapak Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing Akademik (PA) sekaligus pembimbing II, terima kasih atas saran dan masukannya, serta ucapan terimakasih kepada:


(15)

1. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku plt Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Umum Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 4. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Hermi Yanzi,S.Pd.,M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

7. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si selaku pembahas I, terima kasih atas saran dan masukannya;

8. Bapak Susilo, S.Pd., M.Pd selaku pembahas II terima kasih atas saran dan masukannya;

9. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., Ibu Yunisca Nurmalisa, S.Pd., M.Pd., Bapak M. Mona adha, S.Pd., M.Pd., Bapak Tubagus Ali Rachman, S.Pd., M.Pd., dan Bapak Rohman, S.Pd., M.Pd. serta Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu


(16)

Pendidikan, Universitas Lampung terimakasih atas segala ilmu yang telah diberikan, saran, masukan serta segala bantuan yang diberikan;

10.Terimakasih kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung dan Staf yang telah membantu.

11.Drs.Indaris Indriyanta,MM Selaku Kepala SMP Negeri 1 Ngambur, Pesisir Barat;

12.Terimakasih untuk siswa kelas IX SMP Negeri 1 Ngambur Pesisir Barat 13.Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, ayahandaku Ahadi dan

ibundaku Nurina serta kakak tercintaku Yusup Ardiansyah, Adik ku Muhammad Berlian dan mba ipar ku pangkuan Dewi Hidayati.

14.Teruntuk orang – orang yang selalu setia membersamaiku di lingkaran cinta karena Allah, tak bisa ku sebutkan satu persatu terimakasih ilmu dan kebersamaanya.

15.Sahabat-sahabat terbaikku Ayu Diah Palupi, Sunarsih, Naila Amalia, serta adik ku Siti Muslimah terima kasih atas partisipasinya dalam membersamai menyelesaikan tugas akhir ini dan selalu setia mendengarkan keluh kesah ku semoga kalian juga dipermudah segala urusanya.

16.Anggi, Ari, Minarti, Elfina, Mia, Rio, Elisa, Made, Luki dan seluruh teman-teman seperjuanganku di Prodi PPKn angkatan 2011 baik ganjil maupun genap serta kakak tingkat dan adik tingkat, dari angkatan 2009 – 2015 semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih atas dukungan masukan, dan motivasi yang kalian berikan;


(17)

17.Keluarga besar BEM UNILA kabinet Mengabdi dan Berkarya (Tim Bidadari crew), cak Aam, mba Andar, mba Shofi, mba Irma, kakak Esy, mba Sibas, Umi, Tata, Dini), Kabinet Muda Bergerak (Tim Dewi-dewi crew, Novita, Riska, Sri, Ari, Nindri, Nina, Nurul, Heni) terimakasih kalian telah mengisi hari-hariku dengan canda tawa, senang maupun sedih kalian hebat semua.

18.Keluarga besar SMP I Ngambur, juga tak terlupa teman-teman KKN dan PPL terimakasih atas saran, serta motivasinya yang selalu kalian berikan kepadaku.

19.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/I berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis

Marelita Devisa 1113032040


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN PERSTUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

PERSEMBAHAN ... vi

MOTO ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Kegunaan Penelitian ... 9

a. Kegunaan Teoritis Penelitian ... 9

b. Kegunaan Praktis Penelitian ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ... 10

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 10

3. Ruang Lingkup Subyek Penelitian ... 10

4. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 10

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik... 12


(19)

a. Sejarah Perkembangan HAM ... 14

b. Nilai – nilai HAM ... 17

2. Pengertian Tindak Pidana ... 20

3.Jenis - jenis Pelanggar Hukum...21

a. Kejahatan Umum...21

b. Korupsi...24

c. Trafficking...29

d. Narkoba Psikotropika...31

4.Faktor-faktor Masalah Sosial...32

a. Kemiskinan...33

b. Kejahatan...34

c. Disorganisasi Keluarga...34

d. Masalah Generasi Muda dan Masyarakat Moderen...35

e. Masalah Penduduk...36

f. Masalah Lingkungan Hidup...36

g. Birokrasi...37

5. Narapidana ... 38

C. Kerangka Pikir ... 39

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 41

B. Jenis Penelitian ... 41

C. Populasi dan Sampel ... 42

1. Populasi ... 42.

2. Sampel... 43

3. Teknik Sampling ... 43

D. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 44

1. Variabel Penelitian ... 44

2. Definisi Konseptual Variabel ... 44

3. Definisi Operasional Variabel... 45

E. Rencana Pengukuran Variabel... 46

F. Teknik Pengumpulan Data ... 48

1. Teknik Pokok ... 48

2. Teknik Penunjang ... 49

G.Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 49

1. Uji Validitas ... 49

2. Uji Reliabilitas ... 50

H.Teknik Analisis Data ... 51

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Langkah-langkah Penelitian ... 55

1. Persiapan Pengajuan Judul ... 55

2. Penelitian Pendahuluan ... 56

3. Pengajuan Rencana Penelitian ... 56

4. Pelaksanaan Penelitian ... 57

5. Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 58

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64


(20)

2. Misi dan Nilai dari Lembaga Pemasyarakatan ... 65

3. Infrastruktur Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung ... 66

4. Data kepegawaian ... 67

5. Data Warga Binaan ... 67

6. Riward and Punisment ... 68

7. Kepribadian dan Pembinaan ... 69

C. Deskripsi Data ... 71

1. Pengumpulan Data ... 71

2. Penyajian Data ... 72

a. Penyajian Data Indikator Konsep HAM ... 73

b. Penyajian Data Indikator Nilai – nilai HAM ... 77

c. Penyajian Data Indikator Penyebab Melanggar Hukum ... 81

d. Penyajian Data Indikator Pelaku Tindak Pidana ... 85

D. Pengujian ... 90

1. Pengujian Pengaruh ... 92

2. Pengujian Tingkat Keeratan Pengaruh ... 93

E. Pembahasan ... 95

V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 101 DAFTAR PUSTAKA


(21)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya kodrat manusia telah ditetapkan sejak lahir berhak untuk hidup dan diatur dalam hukum sehingga setiap manusia dijamin dalam menjalani hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena itu dibatasi dengan undang- undang. Hak Asasi Manusia merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapanya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksi antar individu atau kelompok masyarakat. Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan permasalahan yang sering timbul dikehidupan sekitar terutama pada pribadi yang tidak sadar atas hak yang dimiliki individu masing-masing yang dimiliki oleh manusia sejak lahir.

Di era reformasi ini HAM sangat dijunjung tinggi oleh setiap manusia sehingga pemerintah memunculkan beberapa ketetapan untuk mengurangi pelanggaran yang terjadi akibat kurang pedulinya masyarakat terhadap penegakan HAM. Tujuan HAM dalam masyarakat Indonesia yang majemuk baik dari aspek budaya, sistem kepercayaan, sosial, politik maupun sistem ekonominya. Maka, diperlukan suatu nilai-nilai kebersamaan dan nilai-nilai


(22)

2

integrasi yang harus dipegang teguh oleh masyarakat, hal ini bertujuan agar setiap keragaman yang ada dapat disatupadukan dengan tidak menghilangkan rasa saling menghormati, menghargai hak asasi manusia yang dimiliki setiap individu sebagai ciri khas aspek-aspek kultur yang telah ada sebelumnya dan pada akhirnya terjadinya keharmonisan saling menghargai satu sama lain. Menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto (1976) Hak Asasi Manusia adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hak – hak asasi manusia ini merupakan kodrat yang ada pada manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga tidak dapat dipisahkan dari pribadi manusia itu sendiri. Kesadaran akan hak asasi manusia, harga diri, harkat dan martabat kemanusiaanya, diawali sejak manusia ada dimuka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak-hak kemanusiaan yang sudah dibawa sejak manusia itu dilahirkan dan menjadi hak kodrati yang melekat diri manusia tersebut.

Menurut UU No. 39 Tahun 1999 :

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Melihat masyarakat Indonesia yang majemuk baik dari aspek budaya, sistem kepercayaan, sosial, politik maupun sistem ekonominya. Maka, perlunya ada sikap persamaan dan toleransi agar dipegang teguh oleh masyarakat, hal ini


(23)

3

bertujuan agar setiap keragaman yang ada dapat disatupadukan dengan tidak menghilangkan setiap ciri khas aspek-aspek kultur yang telah ada sebelumnya dan pada akhirnya terjadinya integrasi nasional. Dengan tercapainya persatuan dan kesatuan dalam wadah integrasi nasional diharapkan dapat terwujud kebersamaan dalam masyarakat, maka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan terjalin hubungan yang harmonis serta terciptanya kehidupan yang aman dan damai. yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Pengadilan HAM adalah Pengadilan khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Dasar pembentukan undang – undang tentang pengadilan hak asasi manusia tercantum pada ketentuan pasal 104 ayat (1) Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 yang berbunyi pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pembunuhan masal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination)

Menurut UU No. 26 Tahun 2000 pasal 1 ayat 2 :

Pengadilan Hak Asasi Manusia, adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.


(24)

4

Kejahatan yang menimbulkan banyak pelanggaran yang dimana merugikan manusia lain sehingga tingkat taat hukum mereka hilang banyaknya kasus-kasus pidana yang ada seperti di Lembaga Pemasyarakatan yaitu kasus-kasus korupsi, kriminalitas dan pemakai serta pengedar narkoba. Sifat manusia yang tidak taat hukum merupakan tingkah perbuatan menghancurkan sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama sehingga kehidupan di masyarakat timbul keadaan yang tidak nyaman di buktikan dengan banyaknya penghuni lapas.

Berdasarkan penjelasan diatas, tindak pidana sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan yang merugikan orang lain ini ada merupakan kejahatan tunggal maupun kelompok. Hal ini ditandai dengan setiap tindakan seseorang itu melanggar HAM orang lain maka dia terkena hukum pidana . Tindak pidana dapat di identifikasi dengan timbulnya kerugian yang kemudian mengakibatkan lahirnya pertanggungjawaban pidana. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang dianggap sebagai subyek hukum pidana, KUHP juga merupakan hukum tertulis yang yang mengikat dan dianggap pengatur untuk seseorang yang melakukan tindak pidana. Maka perkembangan kasus hukum sebagai subjek tindak pidana terjadi diluar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan dikeluarkannya perundang-undangan khusus.

Banyak faktor yang menyebabkan pelanggaran HAM di Indonesia ini. ada faktor internal yang disebabkan oleh sang pelaku itu sendiri, atau faktor


(25)

5

eksternal yang disebabkan oleh keluarga, teman, saudara dan lingkungan dimana si pelaku tinggal. Berdasarkan aspek faktor eksternal dan internal di atas yaitu masih terdapat masyarakat yang terbentuk dari lingkunganya berdasarkan pengetahuan yang mereka ketahui saja dan tidak memperdalam pemahaman mereka tentang Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga terkadang mereka hanya mengetaui bahwa melakukan tindak kejahatan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan pertentangan atau konflik adalah pelanggaran HAM dan tidak di implementasikan dikehidupan sehari-hari.

Tabel 1.1. Rekapitulasi data penghuni Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan jenis tindak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Bandar Lampung Tahun 2015.

Register Pidana

Umum (Kriminalitas)

Pidana Khusus Narkotika

Psikotropika

Korupsi Trafficing Jumlah A. Narapidana

1. B I

569 210 45 4 828

1. B II a 3 - 5 - 8

2. B II B

3. B III 3 3 1 7

4. Seumur hidup 8 13 - - 21

5. Pidana Mati 2 2 - - 4

Jumlah Napi 585 225 53 5 868

Sumber Data Primer 15 Juli Tahun 2015 Keterangan :

B I : Pidana lebih dari 1 tahun dalam menjalani hukuman B II A : Pidana lebih dari 3 bulan sampai 1 tahun hukuman B II B : Pidana sampai dengan 3 bulan

B III : Narapidana yang sedang menjalani hukuman dan harus membayar denda.


(26)

6

Berdasarkan data yang telah disajikan jumlah kasus pelanggaran HAM di Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 Bandar Lampung mencapai 868 kasus yang paling mendominasi yaitu tindak pidana umum sebanyak 585, narkotika psikotropika 225, korupsi 53, trafficing 5. Pelaku tindak pidana bisa terjadi kebanyakan dari faktor ekonomi, kelainan, lingkungan sosial, dan masih banyak faktor yang lain. Di atas dapat diketahui bahwa jumlah masyarakat yang ada di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan berjumlah 868 jiwa yang terdiri dari 2 kategori dalam pengelompokan yaitu pidana umum terdiri dari penipuan, pembunuhan, pelanggraran mengenai kehormatan, pelanggaran tentang kesopanan, Pemalsuan dan lain-lain, sedangkan pidana khusus terdiri korupsi, narkoba psikotropika, korupsi dan trafficing.

Kebanyakan dari pelaku tindak pidana hanya sekedar mengetahui pelanggaran hukum merupakan melanggar hak asasi manusia tetapi tidak paham secara mendalam. Seperti kasus-kasus pelanggaran HAM oleh narapidana dalam melakukan tindak pidana di masyarakat sehingga mendapat sanksi kurungan dan denda tetapi terkadang tidak membuat mereka jera sehingga narapidana mengulangi kembali perbuatan melanggar hukum ketika mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan .

Sesuai dengan kenyataan yang didapat dari hasil observasi dan wawancara kepada Abdulloh umur 30 tahun pada hari jumat 14 november 2014 bertempat di lembaga pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung diketahui bahwa pemahaman narapidana terhadap HAM sangatlah kurang. Terlihat pada saat peneliti menanyakan apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)?, kepada


(27)

7

salah satu narapidana berkasus tindak pidana umum mereka berbicara HAM adalah hak yang dimiliki manusia tetapi secara mendalam tidak faham . Apa lagi ketika bertanya tentang pasal yang mengatur tentang HAM yaitu pasal 28A-28J hampir sebagian besar tidak mengetahui satu butir isi pasal tersebut, selain itu saya menanyakan hak mereka sebagai narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan yang di atur pasal 14 menurut UU No 12 tahun 1995 mereka tidak mengetahui. Penyebab terjadinya ketidak pahaman seorang narapidana terhadap HAM dikarenakan tingkat pendidikanya yang rendah, nilai-nilai agama yang kurang, faktor lingkungan yang mendukung melakukan tindakan kejahatan, kurangnya perhatian keluarga dan adanya sifat keturunan dari keluarganya dan masih banyak faktor yang lainya. Aturan hukum sudah jelas mengatur tentang HAM seharusnya pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak terjadi.

Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi mengapa narapida melakukan tindakan melanggar hukum dengan kurang paham terhadap HAM dan tidak di implementasikan dikehidupan sehari-hari. Maka dari itu sangat penting mengajarkan HAM dari usia dini mungkin agar kemudian ketika dewasa bisa mematuhi aturan hukum dan memahami secara baik, apa itu tentang HAM dan tidak menjadi pelaku tindak pidana yang meresahkan masyarakat, bangsa, dan tanah air Indonesia. Berdasarkan latar belakang inilah saya sebagai penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui tentang “Pengaruh Pemahaman Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaku Tindak Pidana di


(28)

8

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Pemahaman narapidana terhadap HAM. 2. Faktor penyebab terjadi Tindak Pidana

3. Pelanggaran HAM yang melibatkan narapidana yang terjadi dimasyarakat 4. Peran Lembaga Pemasyarakatan dalam memberi pemahaman tentang HAM. C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka diperlukan adanya pembatasan masalah yang jelas agar penelitian ini lebih terarah pada tujuan yang ingin dituangkan pada penelitian ini, sehingga permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada permasalahan “Pengaruh Pemahaman Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaku Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung?”.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Pengaruh Pemahaman Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaku Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung?”.


(29)

9

E.Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis Pengaruh Pemahaman Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaku Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep teori dan prosedur ilmu pendidikan khsususnya dalam wilayah kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) serta dalam kawasan pendidikan Hukum dan Kemasyarakatan dalam aspek kehidupan.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini berguna untuk:

1. Sebagai penambah pengetahuan bagi penulis, Guru PPKn dan masyarakat luas pada umumnya mengetahui bahwa berpendidikan tinggi saja tidak cukup untuk memahami hak asasi manusia tanpa dilandasi ke imanan dalam agamanya serta di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Sarana refleksi bagi masyarakat bahwa menjadi narapidana itu dikarenakan melanggar hak asasi manusia jadi setiap bertindak harus berhati-hati agar tidak mengedepankan emosi dan sifat tamak terhadap sesuatu.


(30)

10

3. Pengetahuan bagi masyarakat bahwa narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai beban moral tersendiri akibat dari prilaku pelanggaran hak asasi manusia yang mereka lakukan . 4. Sebagai bahan suplemen mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn) pada pokok bahasan penegakan hak asasi manusia di kelas X SMA.

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini berada dalam lingkup ilmu pendidikan khsususnya dalam wilayah kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) serta dalam kawasan materi tentang hak asasi manusia. Serta kajian ilmu pendidikan hukum dan masyarakat.

2. Ruang Lingkup Objek

Objek dalam penelitian ini adalah sikap kemanusiaan dan pemahaman narapidan terhadap hak asasi manusia pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung

3. Ruang Lingkup Subyek

Subyek dari penelitian ini adalah narapidana yang berdomisili di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung

4. Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung yang terletak di jalan Pramuka No. 12 Raja Basa, Bandar


(31)

11

Lampung. Karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga sehingga peneliti memutuskan untuk meneliti di wilayah yang dekat dengan tempat tinggal asal peneliti.

5. Ruang Lingkup Waktu

Pelaksanaan penelitian pendahuluan ini dilakukan sejak keluarnya surat izin penelitian pendahuluan dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung pada 10 Oktober 2014 sampai dengan dikeluarkan surat keterangan selesai penelitian 23 Juli 2015 oleh Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung.


(32)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Deskripsi Teoritik

1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Mahluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kesempurnaanya yaitu manusia. Salah satu kesempurnan yang diciptakan kepada manusia adalah akal dan pikiran yang membedakan dengan makhluk lain. Sejak diciptakan dan dilahirkan manusia telah dianugrahi hal-hal yang melekat pada dirinya yang harus dihormati oleh manusia yang lainya. Hak tersebut disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM) .

Menurut undang-undang no. 39 tahun 1999 :

Hak Asasi Manusia, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

HAM merupakan hasil perjuangan manusia untuk mencapai harkat kemanusiaan, sebab hingga saat ini hanya konsep HAM dan demokrasilah yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan. Dihadapan manusia memiliki potensi untuk mencapai kebenaran, tetapii


(33)

13

tidak kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara mutlak hanya tuhan.

Menurut John Locke Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang Maha Pencipta sebagai Hak yang kodrati (Trubus Rahardiansyah, 2012:12).

A.J.M Milne dalam buku Rizky Ariestandi Irmansyah (2013 : 63) menjelaskan HAM adalah hak yang dimiliki oleh umat manusia di segala masa dan segala tempat karena keutamaan keberadaannya sebagai manusia. Kesadaran akan hak asasi manusia didasarkan pada pengakuan bahwa semua manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki derajat dan martabat yang sama. Dengan pengakuan akan prinsip dasar tersebut maka setiap manusia memiliki hak dasar yang disebut hak asasi manusia. Jadi adanya hak asasi manusia tumbuh dari pengakuan manusia sendiri bahwa mereka adalah sama dan sederajat. Pengakuan terhadap hak asasi manusia memiliki dua landasan, yaitu:

a. Landasan yang langsung dan pertama, yakni kodrat manusia, bahwa kodrat manusia adalah sama derajat dan martabatnya. Semua manusia adalah sederajat tanpa membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya. b. Landasan yang kedua dan lebih dalam, yakni Tuhan menciptakan manusia.

Bahwa semua manusia adalah mahkluk dari pencipta yang sama, yaitu Tuhan Yang Maha Esa karena itu dihadapan Tuhan semua sama kecuali amal perbuatanya.


(34)

14

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak kebebasan yang diberikan sejak lahir kepada manusia dan dijunjung tinggi dan dihormati. Menyadari bahwa setiap orang memiliki hak asasi sejak lahir, maka tidak saja pemerintah, tetapi setiap pribadi warga masyarakat dituntut secara alami untuk saling menghormati, mempertahankan, dan pengorbanan terus penghormatan hak asasi antar sesama. Sikap tersebut seharusnya menjadi pilar dan pegangan umat manusia untuk saling menghormati hak asasinya.

a. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia

Penduduk Indonesia menempati wilayah yang luas ini bukan hanya sistem kebudayaan. Sistem kebudayaan yang berlaku di Indonesia yaitu: sistem kebudayaan daerah, sistem kebudayaan agama atau kepercayaan, sistem kebudayaan nasional dan sistem kebudayaan asing. Keempat unsur tersebut merupakan unsur dari kebudayaan nasional dan sekaligus menjadi landasan atau corak masalah yang dihadapi oleh masyarakat yaitu masalah nilai-nilai kebersamaan diantara masyarakat majemuk yang memang sangat diperlukan.

Doktrin tentang hak asasi manusia sekarang sudah diterima secara universal sebagai a normal, political, and legal framework and as a guideline dan pembangunan dunia yang lebih damai dan bebas dari ketakutan dan penindasan serta perlakuan tidak adil. Oleh karena itu, dalam paham negara hukum, jaminan perlindungan hak asasi manusia dianggap sebagai ciri yang mutlak harus ada disetiap negara yang dapat disebut rechtsstaat.


(35)

15

Bahkan sejarah perkembangan dan perumusan hak asasi manusia di dunia dan di Indonesia. Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia berjalan secara perlahan dan beraneka ragam dapat ditelusuri :

1. Hak Asasi Manusia oleh PBB

Pada tanggal 10 Desember 1948, PBB berhasil merumuskan naskah yang dikenal sebagai Universal Declaration of Human Rights, yaitu pernyataan sedunia tentang hak – hak asasi manusia . deklarasi tersebut melambangkan komitmen moral dunia internasional pada hak asasi manusia dan sekaligus menjadi pedoman sekaligus menjadi standar minimum yang dicita – citakan umat manusia untuk menciptakan dunia lebih baik dan damai. Negara yang tergabung dalam organisasi tersebut dan kelompok regional mulai merumuskan bersama hak asasi manusia sebagai komitmen mereka dalam menunjukkan hak asasi manusia dalam konstitusi atau undang – undang dasarnya.

2. Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945 yang sebenarnya lebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir 10 Desember 1945 dan peraturan perundang – undangan lainya. Pernyataan tentang hak asasi manusia seperti tercantum pada :

a. Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama

Berbunyi “ bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa” berdasarkan ini maka bangsa Indonesia mengakui untuk merdeka atau bebas.


(36)

16

b. Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat

Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek, individualis dan sosialitas oleh karena itu kebebasan orang lain dibatasi kebebasan orang lain ini berarti setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak orang lain. Pancasila terutama sila ke dua, kemanusiaan yang adil dan beradap merupakan landasan idiil akan pengakuan dan jaminan hak asasi manusia di Indonesia.

c. Batang tubuh UUD 1945

Rumusan hak tersebut mencakup hak dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang tersebar dari pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945. Akan tetapi, rumusan – rumusan dalam konstitusi itu amat terbatas jumlahnya dan hanya dirumuskan secara singkat dan dalam garis besarnya saja.

Sampai pada akhirnya era Orde Baru tahun 1998, pengakuan akan hak asasi di Indonesia tidak banyak mengalami perkembangan dan tetap berlandasan pada rumusan yang ada dalam UUD 1945, yaitu tertuang pada hak dan kewajiban warganegara.

d. Peraturan Perundang – undangan

Undang – undang yang menjamin HAM di Indonesia adalah Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Berikut hak-hak yang terdapat dalam UU No. 39 Tahun 1999


(37)

17

2. Hak untuk berkeluarga ( pasal 10)

3. Hak untuk mengembangkan diri ( Pasal 11, 12 13, 14, 15, 16 ). 4. Hak untuk memperoleh keadilan ( pasal 17, 18, 19 ).

5. Hak atas kebebasan pribadi ( pasal 20 – 27 ) 6. Hak atas rasa aman ( pasal 28 – 35 )

7. Hak atas kesejahteraan ( pasal 36 – 42 )

8. Hak turut serta dalam kepemerintahan ( pasal 43 – 44) 9. Hak wanita (45 – 51)

10.Hak anak ( pasal 52 – 66 )

Dengan masuknya rumusan hak asasi manusia dalam UUD 1945 dan juga dijamin melalui undang - undang maka semakin kuat jaminan hak asasi manusia di Indonesia. Tugas negara selanjutnya adalah mengadakan penegakan hak asasi manusia dan memberi perlindungan warga dari tindakan pelanggaran hak asasi manusia.

b. Nilai – nilai HAM

1. Status individu dari sudut pandang HAM

Hukum menjamin hak setiap manusia yang paling mendasar sehingga hak asasi manusia yang paling di junjung demi penghormatan terhadap manusia dan membangun rasa kemanusia antara sesama dalam lingkungan sosial, hukum dan politik yang sudah disepakati bersama, harus dipertahankan, dibangun, dikembangkan, dan dipelihara terus dalam situasi apa pun.


(38)

18

Dengan demikian hakikat penegaan hak asasi manusia bukan semata - mata untuk kepentingan manusia sendiri melainkan agar diakuinya serta dihormatinya martabat kemanusiaan setiap manusia, tanpa membedakan strata sosial, status sosial, etnik, agama, keyakinan politik, budaya, ras, golongan dan sejenisnya. Manusia makhluk sosial dimana hidup dengan bermasyarakat, masing-masing warga masyarakat hendaknya mengetahui dan lebih penting menyadari posisi fungsi sebagi individu yang sadar akan hak asasi manusia. Untuk itu, setiap individu di harapkan dan di anggap memiliki sistem politik, sistem hukum, dan pemerintahan serta bentuk negaranya, sehingga dapat menghayati dan mengetahui, minimal dasar negara dan dapat memperkirakan aplikasi hak asasi manusia di negaranya. Pengetahuan tersebut merupakan modal dasar untuk mengetahui hak, kewajiban, dan sadar akan tanggung jawab dan kebebasanya.

Di indonesia lewat TAP MPR nomor XVIII/1998 menetapkan tentang hak asasi manusia, pasal 3 menyebutkan bahwa penghormatan, penegakan dan penyebarluasan hak asasi manusia oleh masyarakat dilaksanakan melalui gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kemudian di dalam undang – undang nomor 39/1999 tentang hak asasi manusia, pasal 67 ditegaskan bahwa setiap warga negara di wilayah Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang – undangan,


(39)

19

hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh republik Indonesia.

2. Hak Asasi Manusia dan Kelompok Bangsa

Individu dengan hak asasi manusia dapat didekati lebih dahulu lewat, hukum internasional, karena individu diakui oleh subjek hukum internasional maupun nasional hingga memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab formal dan jelas.

Hak asasi kelompok sudah memiliki pengakuan formal dalam hukum internasional, hak individu dalam kelompok masih dijunjung tinggi. Persoalan muncul ketika di dalam kelompok tersebut ada jumlah warga masyarakat dengan kepercayaan, budaya, etnik, ras berbeda dengan kelompok lain yang keberadaan menjadi mayoritas, kelompok tersebut masih ada dalam tahap, terutama dalam kelompok yang belum hidup menetap. Keberadaan kelompok terakhir ini terkesan berbeda dengan mayoritas dianggap mengganggu, sehingga terjadi semacam isolasi yang bertentangan dengan hak asasi manusia.

Pasal 28 UUD 1945 berbunyi : setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Latar belakang sosiologis diskriminasi ras, antara lain adanya kecendrungan manusia untuk berkumpul bersama dengan manusia lain yang sama – sama bentuk visi, budaya, agama, nilai – nilai, norma dan kebiasaan.


(40)

20

Menurut koesparwono dalam buku Masyhur Efendi (2005 : 74) menjelaskan, di Indonesia ada beberapa anggapan dasar diskriminasi yaitu prilaku yang membeda – bedakan secara negatif maupun positif berdasarkan ras, gender, agama, bahasa, umur, kondisi sosial ekonomi, mental dan sebagainya.

2. Pengertian Tindak Pidana

Berbicara tentang penggolongan tindak-tindak pidana harus dimulai dengan mencari persamaan sifat semua tindak pidana. Dari persamaan sifat ini kemudian dapat dicari ukuran-ukuran atau kriteria untuk membedakan suatu golongan tindak pidana dari golongan lain.

Menurut Prof.Dr.Wirjono Prodjodikoro.SH (2008:1) Tindak Pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah, yang oleh pembentuk undang-undang di tanggapi oleh suatu hukum pidana. Sifat-sifat yang ada dalam setiap tindak pidana adalah sifat melanggar hukum dan tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum.

Tindak pidana dalam buku Moeljatno (1983: 55) perbuatan pidana yang didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa larangan tersebut. Barang siapa yang melaksanakan semua unsur-unsur tindak pidana sebagai mana unsur-unsur tersebut dirumuskan di dalam undang-undang menurut KUHP. Jadi dapat


(41)

21

disimpulkan bahwa tindak pidana adalah prilaku yang melanggar hukum dan setiap perbuatanya ada sanksi yang mengikat.

Seperti yang terdapat dalam pasal 55 (1) KUHP yang berbunyi: Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

3. Jenis – jenis Pelanggar Hukum a. Kejahatan Umum

Perbuatan yang dapat merugikan orang lain dan diatur dalam undang- undang sehingga masyarakat yang dirugikan mendapatkan perlindungan. Secara sosiologis kriminalitas memiliki unsur – unsur kejahatan yang merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melangar norma hukum serta agama. Secara yuridis formal, kriminalitas adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asocial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana didalam perumusan pasal-pasal kitab undang-undang hukum


(42)

22

pidana (KUHP) jelas tercantum kriminalitas adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP.

Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir, warisan) juga merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminalitas itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria dan dapat berlangsung pada usia anak, dewasa maupun lanjut usia. Tindakan kejahatan bisa dilakukan secara tidak sadar, yaitu difikirkan, direncanakan dan diarahkan pada suatu maksud tertentu secara benar-benar sadar. Dan kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali. Misalnya, karena terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan.

Dan dijaman sekarang kasus pembunuhan sudah sering terjadi dimana-mana. Terutama kasus pembunuhan yang terjadi karna mengalami sakit hati yang sangat mendalam sehingga menimbulkan kebencian, kemarahan, dan ketidaksukaan terhadap seseorang yang tidak dikenal hingga seseorang yang sangat dikenal ataupun yang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Dalam hal tersebut penyebabnya ialah banyak ornag yang tidak sadar telah melakukan sesuatu yang membuat sakit hati atau banyak orang yang tidak sadar telah disakiti. Oleh karena itu, akan berdampak perbuatan kriminalitas terhadap korbannya yang disebabkan oleh pelaku yang melakukan pembunuhan terhadap korban, yang disengaja maupun tidak disengaja karna sebuah faktor yaitu, sakit hati.


(43)

23

1. Kejahatan Dalam KUHP (Pasal 104 sampai dengan Pasal 488)

1. Bab I - Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

2. Bab II - Kejahatan-Kejahatan Terhadap Martabat Presiden Dan Wakil Presiden

3. Bab III - Kejahatan-Kejahatan Terhadap Negara Sahabat Dan Terhadap Kepala Negara Sahabat Serta Wakilnya

4. Bab IV - Kejahatan Terhadap Melakukan Kewajiban Dan Hak Kenegaraan

5. Bab V - Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum 6. Bab VI - Perkelahian Tanding

7. Bab VII - Kejahatan Yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang Atau Barang

8. Bab VIII - Kejahatan Terhadap Penguasa Umum 9. Bab IX - Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu 10. Bab X - Pemalsuan Mata Uang Dan Uang Kertas 11. Bab XI - Pemalsuan Meterai Dan Merek

12. Bab XII - Pemalsuan Surat

13. Bab XIII - Kejahatan Terhadap Asal-Usul Dan Perkawinan 14. Bab XIV - Kejahatan Terhadap Kesusilaan

15. Bab XV - Meninggalkan Orang Yang Perlu Ditolong 16. Bab XVI - Penghinaan

17. Bab XVII - Membuka Rahasia


(44)

24

19. Bab XIX - Kejahatan Terhadap Nyawa 20. Bab XX - Penganiayaan

21. Bab XXI - Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan 22. Bab XXII - Pencurian

23. Bab XXIII - Pemerasan Dan Pengancaman 24. Bab XXIV - Penggelapan

25. Bab XXV - Perbuatan Curang

26. Bab XXVI - Perbuatan Merugikan Pemiutang Atau Orang Yang Mempunyai Hak

27. Bab XXVII - Menghancurkan Atau Merusakkan Barang 28. Bab XXVIII - Kejahatan Jabatan

29. Bab XXIX - Kejahatan Pelayaran

30. Bab XXIX A - Kejahatan Penerbangan Dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (UU No. 4 Tahun 1976)

31. Bab XXX - Penadahan Penerbitan Dan Percetakan

32. Bab XXXI - Aturan Tentang Pengulangan Kejahatan Yang Bersangkutan Dengan Berbagai-Bagai Bab

b. Korupsi

Sejak terbentuknya Komisi Pemberantas Korupsi pada 29 Desember 2003 telah banyak pelaku-pelaku pidana korupsi yang diadili dan di pidanakan serta menyelamatkan miliaran rupiah aset negara, banyak pihak yang mendukung eksistensi Komisi Pemberantas Korupsi dalam pemberantas tindak pidana korupsi.


(45)

25

Menurut Pieres Beirne and James Messerchmidt dalam buku Ermansjah Djaja(2010:18) menjelaskan empat tipe perbuatan korupsi :

a. Political beriberiy adalah kekuasan dibidang legislatif sebagai badan pembentuk undang- undang, yang secara politisi badan tersebut dikendalikan oleh sebuah kepentingan karena dana yang dikeluarkan pada masa pemilihan umum sering berhubungan dengan aktivitas perusahaan tertentu yang bertindak sebagai penyandang dana

b. Political Kickbacks dalah kegiatan korupsi yang berkaitan dengan sistem kontrak pekerjaan borongan, antara pejabat pelaksana atau pejabat terkait dengan pengusaha, yang memberikan kesempatan atau peluang untuk mendapatkan banyak uang bagi kedua belah pihak.

c. Elektion Fraud adalah korupsi yang berkaitan langsung dengan kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan umum, baik dilakukan oleh calon pengusaha atau anggota parlemen maupun oleh lembaga pelaksana pemilihan umum.

d. Corrup Campaign Practice adalah korupsi yang berkaitan dengan kegiatan kempanye dengan menggunakan fasilits negara dan juga bahkan menggunakan uang negara oleh penguasa yang memegang kekuasaan.

Dalam hukum positif anti korupsi khususnya dalam pasal 1 angka 1 Bab ketentuan umum undang– undang Nomor 30 Tahun 2002 disebutkan tentang pengertian tindak pidana korupsi :


(46)

26

Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang – undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantas tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang – undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang – undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berhubungan dengan adanya beberapa tindak pidana korupsi dari KUHP dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi . pernyataan ini dilakukan oleh peraturan pemerintah pengganti undang – undang Nomor 24 tahun 1960 tentang pengusutan, penuntutan dan Pemeriksaaan tindak pidana korupsi maka dari itu Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya (2003 :250) mengemukakan undang – undang Anti Korupsi.

Pasal 1

menentukan yang disebut tindak pidana korupsi adalah :

a. Tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan sesuatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri, orang lain, atau sesuatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau merugikan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggoran– kelonggaran dari negara atu masyarakat.

b. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan sesuatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan dan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan


(47)

27

c. Kejahatan – kejahatn tercantum dalam pasal 17-21 peraturan ini dan dalam pasal 209, 210, 415, 417, 418,419, 420, 423, 425, dan 435 Kitap Undang – Undang Hukum Pidana.

Yakni ada yang menonjol adalah tiga unsur yaitu memperkaya diri sendiri, menyalahgunakan jabatan dan kedudukan dan merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Pasal 16 menetukan :

1. Barang siapa yang melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam pasal 1 sub a dan b dihukum dengn hukuman penjara selama – lamanya dua belas tahun atau denda setinggi – tingginya satu juta rupiah 2. Segala harta benda yang diperoleh dari korupsi di ini dirampas

3. Si terhukum dapat juga diwajibkan membayar uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi

Pasal 17

Memuat suatu tindak pidana baru, yaitu barang siapa memberi upah atau janji kapada seorang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal atau kelonggaran – kelonggaran dari negara atau masyarakat, dengan mengingat suatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukanya, atau yang oleh sipemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya dua belas tahun dan atau denda setinggi – tingginya satu juta rupiah.


(48)

28

Barang siapa menurut pasal – pasal 5, 11, dan 12 wajib memberikan keterangan dengan sengaja memberi keterangan dengan tidak sebenarnya, dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya lima tahun atau denda setinggi – tingginya lima ratus ribu rupiah.

Pasal 19

Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi permintaan jaksa tersebut dalam pasal 5 ayat 1 atau kewajiban tersebut dalam pasal 5 ayat 2, dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya lima tahun atau denda setinggi – tingginya lima ratus ribu rupiah.

Pasal 20

Terdakwa dengan sengaja tidak memberi jawaban dan keterangan tersebut dalam pasal 11 ayat 1, dihukum penjara selama – lamanya lima tahun atau denda setinggi – tingginya limaratus ribu rupiah.

Pasal 21

Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban tersebut dalam pasal 12 ayat 1 dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya lima tahun atau denda setinggi – tingginya lima ratus ribu rupiah.

Pasal 22

Tindak pidana tersebut adalah kejahatan. yang kini bersifat istimewa adalah kewajiban seseorang terdakwa untuk menjawab dan memberikan keterangan dan untuk memberikan keterangan yang benar, dengan sanksi hukuman pidana.

Orang – orang lain yang bukan terdakwa diwajibkan pula sebagai saksi atau ahli memberikan keterangan, termasuk orang – orang yang biasanya


(49)

29

mengetahui tentang sesuatu itu harus dirahasiakan karena jabatan atau kedudukannya, misalnya notaris, akuntan, pengacara, yang membela perkara yang bersangkutan, kecuali para petugas atau dokter.

c. Trafficking

Pengaturan hukum tindak pidana perdagangan orang di anggap masih kurang lengkap dan universal, karena masih ada beberapa perbuatan yang melanggar HAM belum diatur, sehingga memerlukan regulasi dengan cara mengubah dan menambah peraturan yang berhubungan dengan pelanggaran HAM, tetapi juga berhubungan dengan nilai – nilai yang berhubungan dengan ekonomi, sosial, budaya dan politik.

Di Indonesia, peraturan tentang perdagangan orang sudah di atur dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ( UU PTTPO). dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan TPPO adalah tindak perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalah gunaan kekerasan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi banyaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan oleh negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitas atau mengakibatkan orang tereksploitasi.


(50)

30

Undang – undang Nomor 21 Tahun 2007 juga merumuskan mengenai ruang lingkup tindak pidana perdagangan orang yaitu :

1. setiap tindakan atau serangkai tindakan yang memenuhi unsur – unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang – Undang ini. Selain itu, Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 juga melarang setiap orang yang memasukkan orang kewilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk eksploitasi.

2. Membawa Warga Negara Indonesia (WNI) ke luar wilayah NKRI untuk tujuan eksploitasi.

3. Mengangkat anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu untuk maksud eksploitasi

4. mengirimkan anak ke dalam atau keluar negeri dengan cara apapun, dan setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban TPPO dengan cara melakukan persetubuhan atau pencabulan, memperkerjakan korban untuk tujuan eksploitasi atau mengambil keuntungan.

5. setiap orang yang memberikan atau memalsukan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain untuk mempermudah TPPO. 6. Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan bukti

palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi melawan hukum

7. Setiap orang yang menyerahkan fisiknya terhadap saksi atau petugas di persidangan perkara TPPO, setiap orang yang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan persidangan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara TPPO.

8. Setiap orang meberikan identitas saksi atau korban padahal seharusnya dirahasiakan.

Jika merujuk pada definisi di atas, maka tidak adanya pembatasan bahwa perdagangan orang hanya terkait dengan jenis kelamin atau usia tertentu. Perdagangan orang bukanlah fenomena baru di indonesia dan meskipun kriminalisasi perdagangan orang ini dapat terkait dengan siapa saja, tetapi seringkali mengidentikkan dengan perdagangan perempuan dan anak. Berdasarkan peraturan perundang- undangan tersebut diatas, perdagangan orang merupakan bagian dari hukum HAM, maka peraturan hukum HAM, dan penegakan sanksi pidananya dapat dibandingkan baik


(51)

31

berupa sanksi penal maupun non penal, khususnya yang menyangkut perdagangan orang.

a. Pengaturan HAM dalam Pengaturan Perundang–undangan di Indonesia

1. Undang – undang Pasal 297 KUHP yang mengatur perdagangan perempuan dan anak laki- laki di bawah umur dengan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun.

2. Undang – undang pasal 333 KUHP yang mengatur merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan dengan sanksi pidana penjara delapan tahun, dan bila luka berat pidana 9 tahun, jika mati dikenakan pidana penjara 12 tahun.

3. Undang – undang pasal 1 ayat 3 Nomor 39 Tahun 1999

d. Narkoba Psikotropika

Narkotika, menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika UU 35/2009, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini.


(52)

32

Undang – undang nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika juga menetapkan hukuman mati sebagai hukuman maksimal, seperti yang disebutkan pasal 133 ayat (1) bahwa :

“ Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana dimaksud dalam pasal :

a. Pasal 111 ( menanam, memelihara, memiliki menyimpan, menguasai atau memyediakan Narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman dengan berat melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon)

b. Pasal 129 ( memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi prantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika, membawa, mengirim, mengangkut, atau menstransito prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika ) di pidana dengan pidana mati. 4. Faktor-faktor Masalah Sosial

Tidak semua di dalam kehidupan masyarakat berlangsung secara normal, sebagaimana di kehendaki oleh masyarakat yang bersangkutan. Gejala-gejala tersebut merupakan Gejala-gejala abnormal atau Gejala-gejala pantologis, hal ini


(53)

33

disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tertentu tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan kekecewaan bahkan penderitaan bagi warga masyarakat.

Pada dasarnya masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah-masalah yang berasal dari faktor ekonomis misalnya kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya. Sedangkan permasalahan dari biologis misalnya penyakit syaraf, bunuh diri, disorginasi jiwa dan sebagainya. Sedangkan persoalan yang menyangkut penceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak remaja, konflik rasial dan keagamaan bersumber pada faktor kebudayaan. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan yang Immoral, berlawanan, dengan hukum yang bersifat merusak. Oleh karena itu, masalah-masalah sosial tidak akan mungkin ditelaah tanpa pertimbangan masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Sosiologi menyangkut teori yang hanya batas tertentu menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah sosial yang penting dan sering muncul dalam masyarakat sebagai berikut :

a. Kemiskinan

Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan ukuran kehidupan kelompoknya, dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut, pada masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi masalah sosial karena sikap membenci kemiskinan tadi. Bukan hanya karena sesorang miskin tidak bisa makan


(54)

34

tetapi karena harta yang dimilikinya dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanya.

Persoalan menjadi lain bagi mereka yang turut dalam arus urbanisasi tapi gagal mencari pekerjaan. Bagi mereka yang pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila dan lain sebagainya. Maka dari itu seseorang tidak akan merasa puas jika tidak adanya kesetaraan dalam ekonomi.

b. Kejahatan

Kejahatan pada dasarnya disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses sosial yang sama tetapi menyimpang dari prilaku yang tidak baik bahkan cendrung merugikan orang lain. Berprilaku jahat cendrung melanggar norma-norma hukum dan agama . Apa bila seseorang berprilaku jahat maka hal itu disebabkan orang tersebut mengadakan kontak langsung dengan pola prilaku yang bertentangan prilaku yang baik.

Ketika seseorang melakukan kejahatan terkadang terkesan sesuatu yang telah direncanakan padahal mereka secara sadar melakukan tindakan tersebut. Maka dari itu sifat yang buruk harus dijauhkan dari diri dan memahami sekali norma-norma hukum agar terciptanya suasana yang saling menghargai satu sama lain agar menciptakan suasana yang tentram.

c. Disorganisasi Keluarga

Disorganisasi keluarga adalah suatu perpecahan dalam keluarga sebagai unit, oleh karena itu anggota-anggota keluarga tersebut gagal memenuhi


(55)

35

kewajibanya yang sesuai peranan sosialnya. Menurut William J.Goode dalam buku suwarno (2011: 232) secara sosiologis, bentuk-bentuk disorganisasi keluarga antara lain adalah :

a. Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan diluar perkawinan. Walaupun hal ini secara yuridis dan sosial belum terbentuk suatu keluarga, tetapi bentuk ini dapat digolongkan disorganisasi keluarga. b. Disorganisasi keluarga karena putusnya perkawinan sebab penceraian,

perpisahan meja, tempat tidur dan seterusnya.

c. Krisis keluarga, oleh karena sesuatu yang bertindak sebagai kepala keluarga diluar kemampuanya sendiri meninggalkan rumah tangga, mungkin karena meninggal dunia, dihukum atau peperangan.

d. Krisis keluarga disebabkan oleh faktor-faktor intern, misalnya karena terganggu keseimbangan jiwa salah seorang anggota keluarga.

e. Adanya kekurangan dalam keluarga tersebut, yaitu dalam hal komunikasi.

Dengan keadaan sekarang disorganisasi keluarga terjadi karena konflik peranan sosial atas dasar perbedaan ras, agama, atau faktor sosial ekonomi.

d. Masalah Generasi Muda dan Masyarakat Moderen,

Masalah generasi muda pada umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan yaitu keinginan untuk melawan dan sikap apatis. Sikap melawan mungkin disertai dengan suatu rasa takut bahwa masyarakat akan hancur karena perbuatan-perbuatan menyimpang. Sedang sikap apatis biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap masyarakat. Generasi muda


(56)

36

biasanya menghadapi masalah sosial dan biologis. apa bila seseorang mencapai usia remaja, secara fisik dia sudah matang, tetapi dikatakan sudah dewasa dalam arti sosial masih diperlukan faktor-faktor lainya. Dia perlu belajar banyak tentang nilai dan norma-norma hukum.

e. Masalah pendudukan

Penduduk suatu negara, pada hakekatnya merupakan sumber yang sangat penting bagi pembangunan, sebab penduduk merupakan subjek serta objek pembangunan. salah satu tanggung jawab utam negara adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk serta mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan kesejahteraan.

Di Indonesia gangguan-gangguan tersebut menimbulkan masalah-masalah, antara lain :

a. Bagaimana menyebarkan penduduk, sehingga terciptanyan kepadatan penduduk yang serasi untuk seluruh Indonesia,

b. Bagaimana cara penurunan angka kelahiran, sehingga perkembangan kependudukan dapat diawasi dengan seksama.

Dengan adanya penanggulangan pemerataan penduduk akan menekan kejahatan yang ditimbulkan dari pengangguran yang tidak memiliki pekerjaan akibat jumlah penduduk tidak sesuai dengan lapangan pekerjaan.

f. Masalah lingkungan Hidup

Jika seseorang berbicara tentang lingkungan hidup maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan disekitar manusia tersebut, adapun pembagian dalam


(57)

37

lingkungan hidup itu sendiri. Lingkungan merupakan tempat berkembangnya suatu keadaan seseorang sehingga terbentuk watak dan sifat dari dampak lingkungan tersebut. Seseorang kebanyakan akan terpengaruh dengan lingkungan tempatnya tinggalnya dikarenakan manusia hihup berkelompok agar tidak merasa sendiri dalam lingkunganya.

Oleh sebab itu tingkat kejahatan seseorang akan berpengaruh pada lingkungan dan memiliki dampak yang sangat kuat dalam membentuk paradigma seseorang baik berprilaku baik maupun berprilaku buruk.

g. Birokrasi

Pengertian birokrasi menunjuk pada suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengerahkan tenaga dengan teratur dan terus-menerus, untuk mencapai tujuan tertentu. Atau dengan kata lain, birokrasi adalah organisasi yang bersifat hirarkis, yang ditetapkan secara rasional untuk mengkoordinasikan pekerjaan orang-orang yang kepentinganya pelaksanaan tugas-tugas administratif.

Maka dari itu jika seseorang yang duduk dibirokrasi tetapi tidak menjalankan pekerjaanya dengan baik maka dia melakukan penyimpangan sosial yang melanggar norma hukum sehingga tidak berprilaku sebagai mana mestinya. Seseorang yang duduk di birokrasi seharusnya mengayomi dan menjalankan tujuanya hingga tercapai dari visi misi birokrasinya tersebut.


(58)

38

5. Narapidana

Narapidana adalah terpidananya yang menjalani pidana hilangakan kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan ( pasal 1 ayat 7 Undang –undang no 12 Tahun 1995 )

Narapidana memiliki hak-hak yang diatur di dalam pasal 14 menurut Undang-undang No 12 tahun 1995 Narapidana berhak :

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. menyampaikan keluhan;

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. mendapatkan pembebasan bersyarat; l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(59)

39

B. Kerangka Pikir

Pelaku tindak pidana merupakan pelaku pelanggar hak asasi manusia dimana negara kita merupakan negara hukum yang penuh dengan aturan tujuannya untuk membentuk masyarakat dengan karakteristik yang berkualitas pula. Karakteristik masyarakat yang berkualitas adalah karakter yang mampu mengamalkan nilai-nilai saling toleransi dan saling menghargai dalam masyarakat secara baik. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kepemahaman yang kuat yang mampu menekan dari pelanggaran hukum yang merugikan orang lain.

Pelaku tindak pidana tidak lepas dari tingkat pemahaman seseorang yang rendah terhadap hak asasi manusia sebab orang yang berada dalam lembaga pemasyarakatan merupakan orang yang harus dibina agar berprilaku lebih baik lagi, saling menghargai orang lain, toleransi dan mengaplikasikan norma-norma hukum dan agama agar terhindar dari sifat tercela

Mayarakat memiliki tugas sebagai kelompok sosial yang mampu melakukan hubungan bersama guna mencapai tujuan hidup yang lebih baik lagi dengan aturan hukum yang berlaku. Selain itu, masyarakat juga sebagai kelompok sosial yang mampu melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun masyarakat yang lain yang ada didalamnya. Untuk itu masyarakat harus berperan aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai masyarakat yang hidup dengan penuh rasa kesatuan dan persatuan, yang saling keterikatan yang tinggi dan


(60)

40

menjunjung tinggi hak asasi manusia . Keterikatan yang tinggi akan menjadi optimal, bila diintegrasikan dengan komponen masyarakat lainnya, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sosial lainya. Hak asasi manusia seharusnya setiap individu sudah memahami sejak ia masih kecil ketika berada di lingkungan keluarga, menuntut ilmu disekolah sampai beranjak dewasa. Sadar terhadap hukum bertujuan agar sifat saling menghargai dan toleransi segera terwujud sehingga menekan tingkat kejahatan yang merugikan orang lain. Implementasi dari kesadaran hak asasi manusia itu sendiri terwujud apa bila setiap individu memahami serta mengerti apa itu hak asasi manusia dan menjalankan nilai-nilai agama agar terhindar dari sifat buruk yang merugikan orang lain

Berdasarkan pemikiran di atas, hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Paradigma Penelitiaan Pemahaman HAM

terhadap Narapidana (X)

Indikator: 1. Konsep HAM 2. Nilai – nilai HAM 3. Faktor melanggar HAM

Pelaku Tindak Pidana (Y)

Indikator: 1. Pidana Berat 2. Pidana Sedang 3. Pidana Ringan


(61)

41

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif karena dalam penelitian ini mendeskripsikan keadaan yang terjadi pada saat sekarang secara sistematis dan faktual yang menuntut untuk segera dicari jalan keluarnya. Menurut Sukardi (2009: 157) “Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu mengambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek”. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 15) penelitian kualitatif adalah:

“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji

hipotesis yang telah ditetapkan.”

B.Jenis Penelitian

Jadi penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengukur suatu peristiwa atau fakta-fakta yang terjadi secara sistematis, faktual dan akurat yang memiliki pengaruh dan hubungan disetiap variabelnya. Penelitian ini membahas masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat


(62)

42

khususnya memaparkan Pengaruh Pemahaman Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaku Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampunng. C.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang dipergunakan penelitian ini adalah narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung tahun 2015 yang berjumlah 868 orang pada bulan Juli. Untuk lebih jelasnya, berikut data populasi yang dijadikan obyek dalam penelitian ini. Banyaknya populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 868, seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 3.1. Jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I

Bandar Lampung.

No. .

Jenis Penggolongan Tindak Pidana

Jenis Kasus Jumlah Tindak Pidana Kejahatan 1. Pidana Umum Perampokan,penipuan,asusila,pe

mbunuhan, dll 585 Jiwa 2. Pidana Khusus

Narkotika Psikotropika 225 Jiwa Korupsi 53 Jiwa Trafficing 5 Jiwa

Jumlah 868Jiwa

Sumber: Data primer tanggal 15 juli 2015

Berdasarkan Tabel di atas jumlah narapidana yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung yang terdapat dijenis narapidana khusus berjumlah 868. Jadi secara perlakuan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung tersebut sama haknya tetapi hukuman yang di jatuhkan berbeda.


(63)

43

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sasaran dalam penelitian ini. Menurut Martono (2012: 74) “sampel adalah bagian dari

populasi yang memiliki ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti”.

Menurut Arikunto (2006: 144) “apabila subyek penelitian kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya bila subyeknya lebih besar dari 100 dapat diambil 10 % - 15 % atau 20 % - 25 % atau lebih”.

3. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam menentukan sampel penelitian ini adalah teknik sampling alokasi proporsional (proportionate random sampling). Sampel yang digunakan dalam penelitian narapidana Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampung. Berdasarkan jumlah populasi sebesar 868 narapidana, sehingga peneliti mengambil sampel 10 % dari 868 narapidana dengan perincian sebagai berikut:

X R

100 10

 Jumlah Narapidana

X R

100 10

 868 Narapidana


(64)

44

Tabel 3.2. Jumlah Sampel Penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung.

sumber :Analisis Data Primer

Berdasarkan data tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk pidana khusus di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung adalah 868 Jiwa dan sampel yang akan di ambil berjumlah 86 Jiwa.

D.Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:

1. Variabel bebas (X): Pengaruh Pemahaman Hak Asasi Manusia 2. Variabel terikat (Y): Tingkat Kejahatan

2. Definisi Konseptual Variabel

Definisi konseptual variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pemahaman Hak Asasi Manusia (Y):

Hak Asasi Manusia, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM No

.. Jenis Kasus

Jumlah Tindak Pidana Kejahatan

Sample (10 %)

1. Pidana Umum 585 585 x 10 % = 58,5 = 58 2. Narkotika Psikotropika 225 Jiwa 225 x 10 % = 22,5 = 22 Jiwa 3. Korupsi 53 Jiwa 53 x 10% = 5,3 = 5 Jiwa 4. Trafficing 5 Jiwa 5 x 10% = 0,75 = 1 Jiwa


(65)

45

merupakan hasil perjuangan manusia untuk mencapai harkat kemanusiaan, sebab hingga saat ini hanya konsep HAM dan demokrasilah yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan. Dihadapan manusia memiliki potensi untuk mencapai kebenaran, tetapi tidak kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara mutlak hanya Tuhan. 2. Tingkat Kejahatan (X):

Tingkat Kejahatan adalah pelanggaran Norma-norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah dimana orang yang melakukan kejahatan terkena sanksi dibagi menjadi sanksi pidana ringan, sedang, berat yang oleh pembentuk undang-undang di tanggapi oleh suatu hukum pidana. Sifat-sifat yang ada dalam dalam setiap tindak pidana adalah sifat melanggar hukum dan tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum.

3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sedangkan ketercapaikan terhadap pemahaman Hak Asasi Manusia (X)

adalah pemahaman terhadap Hak Asasi Manusia dalam suatu standar tingkah laku, kebenaran dan keindahan dalam menjalankan suatu keeratan hubungan yang harmonis untuk mampu saling menghargai hak orang lain tengah kehidupan masyarakat sehingga terciptanya sebuah toleransi yang tinggi atas dasar kerelaan untuk saling memahami, mau mendengar, serta mau peduli antar sesama anggota masyarakat. Adapun


(66)

46

indikator-indikator yang dapat mengukur tingkat pemahaman pelaku tindak pidana terhadap Hak Asasi Manusia di lihat dari variabel (Y) : a. Memahami

b. Kurang memahami c. Tidak Memahami

2. Dalam pelaku tindak pidana selalu berkaitan tentang hukum sehingga perbuatan dimana merugikan orang lain sangat tidak diperbolehkan. tentang penggolongan tindak-tindak pidana harus dimulai dengan mencari persamaan sifat semua tindak pidana. Dari persamaan sifat ini kemudian dapat dicari ukuran-ukuran atau kriteria untuk membedakan suatu golongan tindak pidana dari golongan lain.

Dalam hal ini indikator mengukur tingkat pengaruh pelaku tindak pidana Kejahatan dalam klasifikasi bagian-bagian, di lihat dari variabel (Y) yang meliputi :

1. Tindak pidana Ringan 2. Tindak pidan Sedang 3. Tindak pidana Berat

E.Rencana Pengukuran Variabel

Rencana pengukuran yang digunakan dalam penelitian variabel Pengaruh Pemahaman Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaku Tindak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas I Bandar Lampunng. Angket yang berisikan pertanyaan dengan maksud menyimpulkan data. Angket tersebut berisikan alternatif jawaban dalam lembaran angket yang disebar ke responden. Angket yang


(67)

47

dipergunakan juga merupakan angket tertutup. Angket tertutup adalah angket yang dimana jawaban pertanyaanya telah disediakan kemungkinan pilihanya (Basrowi,2006: 175)

Rencana pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel (X) pemahaman Hak Asasi Manusia pada narapidana adalah : a. Memahami

Apabila pelaku tindak pidana memiliki pemahaman dan kemampuan untuk saling menghargai Hak Asasi Manusia dan mengetahui akibatnya kalo melanggar HAM

b. Kurang mamahami

Pelaku tindak pidana hanya sekedar mengetahui apa itu Hak Asasi Manusia tetapi kurang paham cara implementasikan dikehidupan

c. Tidak memahami

Apabila pelaku tindak pidana sama sekali tidak mengetahui apa itu Hak Asasi Manusia

Variabel (x) pengaruh pelaku tindak pidana adalah : 1. Tindak pidana Ringan

2. Tindak pidan Sedang 3. Tindak pidana Berat


(1)

b i:1

: Jumlah Baris

k

j1

: Jumlah Kolom

Oij : Banyaknya data yang diharapkan

Eij : Banyaknya data hasil pengamatan

Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan data tersebut sebagai bahan perhitungan, dengan terlebih dahulu menggunakan banyaknya gejala yang diharapkan terjadi dengan rumus :

n xN N

Eijjo oj

Keterangan :

Eij : Banyaknya gejala yang diharapkan terjadi

No j : Jumlah data hasil pengamatan

Njo : Jumlah skor yang diperoleh dari item

n : Jumlah responden

Dengan kreteria uji sebagai berikut :

a. Jika X 2 hitung lebih besar atau sama dengan X2 tabel dengan taraf signifikan 5 % maka hipotesis diterima.

b. Jika X 2 hitung lebih kecil atau sama dengan X2 tabel dengan taraf signifikan 5 % maka hipotesis ditolak.

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut:

n

x

x

c


(2)

54

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi

: Chi Kuadrat

n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor di atas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus :

m

m

C

maks

1

Keterangan :

maks

C : Koefisien kontigensi maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom

n : Bilangan konstant

Makin dekat harga C pada C maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman hak asasi manusia terhadap pelaku tindak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung. Pemahan hak asasi manusia kecenderungan memahami sebanyak 44 responden atau 51%, Kecendrungan pelaku tindak pidana melakukan tindak kejahatan hampir sebagian memahami, maka mereka jatuhan hukumanya juga sesuai yaitu berjumlah 47 responden atau 54% melakukan pidana ringan. Tetapi faktanya ada juga narapidana pendidikan tinggi yang sangat memahami HAM tetapi bisa melakukan tindak pidana berat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas dan berdasarkan pengamatan penulis, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

a. Lebih intens dalam mensosialisasikan tentang HAM terhadap narapidana b. Meningkatkan mental dan moral dengan pendekatan religi sehingga dapat


(4)

102

c. Meningkatkan proses penyadaran HAM terhadap narapidana melalui sosoalisasi dalam prilaku positif di kehidupan sehari-hari


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly.2011. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi.

Jakarta: Sinar Grafika

Sabon, Boli Max . 2014. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Universitas Atma Jaya. Irmansyah, Ariestandi Risky. 2013. Hukum, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi.

Yogyakarta: PT Graha Ilmu.

Hidayat, Komarudin dan Azyumardi Azra. 2009. Demokrasi, Hak Asasi Manusia,

dan Masyarakat Madani.Jakarta: Indonesian Center For Civic

Educatio(ICCE)

Riyono, R.. 2009. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.Jakarta.PT Sinar Grafika

Effendi,Mansyhur . 2005. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM). Bogor: PT Ghalia Indonesia.

Winarno. 2013. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Arifin, Zainal dan Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia untuk

Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rieneka cipta, 2008

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung. Arifin, Zainal dan Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia untuk

Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Martono, Nanang. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif (Analisis Isi dan Data

Sekunder). Jakarta: PT Rajawali Pers.

Ali, Muhammad 1984. Penelitian dan Strategi. Bandung: Angkasa

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta

Nuraeny, Henny. 2011. Tindak Pidana Perdagangan Orang. Jakarta: Sinar Grafika


(6)

Djaja, Ermansjah. 2010. Meresedain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.Jakarta: Sinar Grafika

Asshiddiqie, Jimly.2012. Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Kalidjernih, Freddy K.2011. Penulisan Akademmik. Bandung: Widya Aksara Press

Suwarno. 2011. Teori Sosiologi. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Prodjodikoro, Wirjono. 2008. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung:Rifika Aditama

Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT Grafindo Persda, 2002 Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Alfabeta: Bandung

Naufal,Dhimas. 2014. faktor Internal dan Eksternal penyebab pelanggaran HAM

http://dhimasnaufal7.blogspot.com/2014/09/faktor-inter-dan-eksternal penyebab.html. Senin, 17 nonember 2014