Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Pengertian Yurisdiksi Negara dalam Hukum Internasional

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tertib hukum internasional dilandasi prinsip kedaulatan Negara. Setiap Negara merdeka memiliki kedaulatan untuk mengatur segala sesuatu yang ada maupun yang terjadi di wilayah atau teritorialnya. Sebagai implementasi dimilikinya kedaulatan, Negara berwenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dan untuk menegakkan atau menetapkan ketentuan- ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, kekayaan dan perbuatan. Kewenangan ini dikenal sebagai yurisdiksi Negara dalam hukum internasional. Yurisdiksi Negara dalam hokum internasional jelas berperan sangat penting dalam tiap-tiap Negara, dengan demikian tiap Negara berwenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hokum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, kekayaan dan perbuatan apapun yang terjadi di wilayah atau teritorialnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1 Apa pengertian yurisdiksi Negara dalam Hukum Internasional? 2 Apa saja prinsip-prinsip yurisdiksi dalam Hukum Internasional? 3 Bagaimana penerapan yurisdiksi ekstrateritorial? 4 Bagaimana bentuk kerjasama antranegara dalam penerapan yurisdiksi?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih memahami tentang yurisdiksi Negara yang ada dalam Hukum Internasional. BAB II 1 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Yurisdiksi Negara dalam Hukum Internasional

Kata yurisdiksi jurisdiction berasal dari kata yurisdictio. Kata yurisdictioberasal dari dua kata yaitu kata Yuris dan Diction. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan menurut hukum. Adapun Dictio berarti ucapan, sabda atau sebutan. Dengan demikian dilihat dari asal katanya Nampak bahwa yurisdiksi berkaitan dengan masalah hukum, kepunyaan menurut hukum atau kewenangan menurut hukum. Dalam praktik kata yurisdiksi sering memiliki bebarapa arti seperti di pengadilan Inggris dalam kasus custody of children sering dinyatakan bahwa para pihak dilarang melakukan “out of the jurisdiction of the court” terhadap anak-anak yang berarti melarang membawa anak-anak keluar dari Inggris. Kata jurisdiction di sini berarti territory. Dalam Piagam PBB sering digunakan istilah domestic jurisdiction yang berarti kewenangan domestik. Meskipun demikian, dalam praktik, kata yurisdiksi paling sering untuk menyatakan kewenangan yang dlaksanakan oleh Negara terhadap orang, benda atau peristiwa. Menurut Wayan Parthiana, kata yurisdiksi berarti kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki suatu badan peradilan atau badan-badan Negara lainnya yang berdasarkan atas hukum yang berlaku. Bila yurisdiksi dikaitkan dengan Negara maka akan berarti kekuasaan atau kewenangan Negara untuk menetapkan dan memaksakan to declare and to enfore hukum yang dibuat oleh Negara atau bangsa itu sendiri. Dalam bahasa yang lebih sederhana Shaw mengemukakan bahwa yurisdiksi adalah kompetensi atau kekuasaan hukum Negara terhadap orang, benda dan peristiwa hukum. Yurisdiksi ini merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan Negara, persamaan derajat Negara dan prinsip non intervensi. Ada tiga macam yurisdiksi yang dimiliki oleh Negara yang berdaulat menurut John O’Brien, yaitu: 1. Kewenangan Negara untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum terhadap orang, benda, peristiwa maupun perbuatan di wilayah teritorialnya legislative jurisdiction or prescriptive jurisdiction; 2. Kewenangan Negara untuk memaksakan berlakunya ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya executive jurisdiction or enforcement jurisdiction; 3. Kewenangan pengadilan Negara untuk mengadili dan memberikan putusan hukum yudicial jurisdiction. Adalah penting untuk membedakan antara ketiga yurisdiksi di atas. Menurut Akehurst, khususnya membedakan antara yang kedua dengan yang ketiga. Contoh enforcement jurisdiction adalah menangkap seseorang, menyita harta kekayaan dan lain-lain. Enforcement jurisdiction menurut Akehurst merupakan powers of physical interference exercised by the executive. Contoh enforcement jurisdiction adalah menangkap seseorang, menyita harta kekayaan dan lain-lain. Adapun contoh judicial enforcement adalah persidangan yang dilakukan pengadilan suatu Negara berkaitan dengan orang, banda maupun peristiwa tertentu. 2 Bila Akehurst menekankan perbedaan antara enforcement jurisdiction denganjudicial jurisdiction. Beberapa penulis lain seperti Martin Dixon dan Tien Saefullah menggabungkan keduanya dalam enforcement jurisdiction. Dengan demikian, menurut mereka keweangan Negara untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dikenal sebagai jurisdiction to prescribe, adapun kewenangan untuk menegakkan atau menerapkan ketentuan hukum nasionalnya terhadap peristiwa, kekayaan danperbuatan dikenal sebagai jurisdiction to enfore. Dengan jurisdiction to prescribe Negara bebas untuk merumuskan materi ketentuan HN-nya, juga untuk menyatakan bahwa ketentuan tersebut berlaku secara ekstrateritorial, maka beberapa penulis lain justru menekankan pentingnya perbedaan antara prescriptive jurisdiction dengan enforcement jurisdiction. Kewenangan Negara untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dikenal sebagaijurisdiction to prescribe. Adapun berkaitan dengan jurisdiction to enforce Negara tidak dapat secara otomatis memaksakan ketentuan hukum yang telah dirumuskannya di luar wilayah negaranya. Hal ini dikarenakan oleh adanya prinsip Par in parem non habet imperiumyang melarang suatu Negara yang berdaulat melakukan tindakan kedaulatan di dalam wilayah Negara lain. Dalam kasus Lotus 1927 Mahkamah Internasional Permanen PJIC dinyatakan bahwa suatu Negara tidak dapat melaksnakan segala bentuk kekuasaannya di wilayah Negara lain. Dengan kata lain, kecuali ditentukan lain, Negara A tiak dapat melaksanakan yurisdiksinya di Negara B. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa bila Negara memiliki kekuasaan penuh di bawah hukum internasional to prescribe jurisdiction, namun pelaksanaanprescriptive jurisdiction tersebut terbatas hanya di wilayah teritorialnya saja. Penggunaan kekuatan polisi, eksekusi putusan pengadilan nasional, tidak dapat dilakukan di wilayah Negara lain, kecuali diperjanjikan secara khusus oleh pihak-pihak terkait. Contoh yang jarang terjadi adalah perjanjian antara UK dan Belanda 1999 yang mengizinkan persidangan kasus Lockerbie diselenggarakan oleh Pengadilan Scotlandia, menggunakan hukum Scotlandia, di wilayah Belanda. Kesemuanya ini sebenarnya senada dengan yang dikemukakan oleh Muchtar Kusumaatmadja bahwa kedaulatan Negara berakhir ketika dimlai wilayah Negara lain. Kedaulatan Negara dibatasi oleh hukum internasional dna kepentingan Negara lain. Penerapan yurisdiksi menjadi masalah hukum internasional bila dalam suatu kasus ditemukan unsur asing. Misalkan saja kewarganegaraan pelaku danatau korban warga Negara asing., atau tempat perbuatan atau peristiwa terjadi di luar negeri. Dalam kasus yang kompleks bisa tersangkut banyak unsure asing, misalkan saja dalam kasus pembunuhan yang dilakukan Oki, seorang mahasiswa WNI terhadap dua WNI lainnya dan WN India di New York tahun 1995. Kasus ini menyangkut tiga Negara. Semua Negara mengklaim memiliki yurisdiksi terhadap si pembunuh, tetapi hanya ada satu Negara yang akan mengadilinya. Seorang pelaku kejahatan tentu tidak dapat diadili untuk kedua kalinya dalam perkara dan tuntutan yang sama. Negara tempat dimana pelaku ditemukan memiliki kesempatan terbesar untuk menerapkan yurisdiksinya. Meskipun demikian, belum tentu Negara tersebut mau menerapkan yurisdiksinya. Dalam kasus mahasiswa Indonesia di atas meskipun pelaku ditangkap di New York, tetapi atas permintaan pemerintah Indonesia, AS mengekstradisikan pelaku ke Indonesia. 3 Dalam kaitannya dengan klasifikasi beberapa penulis hukum internasional telah mencoba untuk membuat beberapa kualifikasi. Berdasarkan objeknya hal, masalah, peristiwa, orang dan benda, yurisdiksi Negara dibedakan menjadi yurisdiksi personal, yurisdiksi kebendaan, yurisdiksi criminal, yurisdiksi perdata, dan yurisdiksi eksklusif. Adapun berkaitan dengan ruang atau tempat objek atau masalah yang bukan semata-mata masalah domestic maka yurisdiksi Negara dapat dibedakan menjai yurisdiksi territorial, quasi territorial, ekstrateritorial, universal dan eksklusif.

2.2 Prinsip-Prinsip Yurisdiksi dalam Hukum Internasional