10 hidupnya dan secara eksperimental telah dibuktikan bahwa nyamuk Ae. albopictus
dapat menularkan secara transovarial pada nyamuk keturunannya Manson-Bahr dan Bell 1987 dalam Sutaryo dkk, 1996. Menurut Umiyati dkk 1994 dalam
Sutaryo tahun 1996 bahwa Ae. aegypti mendominasi pada daerah suburban, sedangkan untuk daerah pedesaan didominasi ole h nyamuk Ae. albopictus baik di
dalam maupun di luar rumah. Selama musim kemarau maupun selama musim hujan. Ae. albopictus hidup dan berkembang biak didaerah semak-semak, di
kebun dan di hutan. Telur nyamuk ini sangat tahan terhadap kekeringan selama beberapa bulan. Lubang pohon, semak tanaman, potongan bambu serta tempurung
kelapa merupakan habitatnya. Pada musim hujan telur akan cepat menetas dan berkembang biak Rodhain dan Rosen 1997.
3. Pengendalian Vektor
Sampai sekarang ini belum ditemukan adanya obat atau vaksin untuk menanggulangi demam dengue ataupun DBD. Para ahli berlomba untuk
mengembangkan vaksin atau mengembangkan anti virus melalui penemuan- penemuan yang bisa digunakan sebagai bahan penanggulangan. Strategi
penanggulangan penyakit dilakukan dengan cara pemutusan rantai penularan penyakit baik dengan cara menekan jumlah penderita dan menekan
perkembangbiakan vektor. Penyebaran virus Dengue dipengaruhi oleh keberadaan nyamuk vektor, maka salah satu pencegahannya adalah dengan melakukan
pengontrolan terhadap ve ktor. Menurut Utama dalam Kompas 2004, pengontr olan vektor dapat dilakukan dengan pembunuhan nyamuk menggunakan insektisida,
membuat suatu perangkap telur ovitrap, penggunaan nyamuk transgenik dan pemberantasan sarang nyamuk. Depkes telah sejak lama menganjurkan sistem
11 pemberantasan vektor dengan menggunakan cara 3 M yaitu menguras atau
menabur larvasida , menutup penampungan air dan mengubur barang – barang bekas.
Cara-cara pengendalian di atas hanya akan berpengaruh pada kebanyakan nyamuk dewasa dan banyak mengandung kelemahan serta resiko yang
menyangkut implementasi dan aplikasinya, sedangkan larva nyamuk sebagai calon nyamuk dewasa tidak terbasmi. Mengingat besarnya bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh insektisida kimia, maka para ahli melakukan berbagai penelitian untuk mencari bahan insektisida yang ramah lingkungan dan aman bagi manusia.
Sebagai salah satu alternatif insektisida yang dapat digunakan adalah menggunakan agen biologis dengan memanfaatkan mikroba sebagai biokontrol.
Insektisida mikrobial digunakan karena toksisitasnya rendah terhadap manusia dan hewan yang bukan merupakan target dan agen mikrobial yang digunakan
sekarang ini antara lain berasal dari organisme hidup berupa bakteri, virus, kapang, nematoda dan protozoa. Selain mikroorganismenya sendiri juga toksin
yang dihasilkan Wienzierl et al. 2000. Di Eropa dan Inggris untuk membasmi keberadaan Musca domestica yang
merupakan suatu hama yang menyerang ternak telah dikembangkan adanya metode alternatif dalam pence gahannya yaitu dengan menggunakan kapang
entomopatogenik sebagai agen kontrol biologis. Kapang yang digunakan sebagai kontrol biologis terhadap hama serangga tersebut adalah Beuveria bassiana,
Metarhizium anisopliae dan vertillicium lecanii. Ketiga jenis kapang ini mampu menginfeksi populasi serangga Barson et al. 1994. Menurut Munif 1990 telah
ditemukan di daerah persawahan di Indonesia kapang Beauveria, Lagenidium,
12 Entomophthora dan Coelomomyces yang berasal dari larva nyamuk Anopheles
yang dikenal sebagai agen pengendali hayati.
4. Kapang Entomopatogen