29
yang digunakan adalah : KR4 lymphablastoid B yang merupakan koleksi US NAMRU 2, K562 chronic myelogenous  leukimia, HeLa epytheloid  carcinoma
cervix dan galur sel A549 lung carcinoma yang merupakan koleksi
laboratorium Kultur Jaringan FKH IPB. Media untuk bakteri diperoleh  dari Oxoid. Ltd.  Media  RPMI 1640  untuk
kultur sel  limfosit  diperoleh dari   Sigma  Chemical Co   dan  Dulbecco’s modified eagle’s medium
DMEM  untuk  medium  kultur sel kanker diperoleh dari  Gibco Ltd.  HEPES,  penicillin, streptomycin, MTT and  Fetal bovine serum FBS
diperoleh dari Sigma Chemical Co.  Mitogen Concanavalin A dan Pokeweed diperoleh dari  Sigma Chemical Co.
Sentrifus sel menggunakan alat sentrifus jenis swing dengan tipe CR412 dari Jouan.  Perhitungan jumlah sel dengan metode trifan biru menggunakan
mikroskop dari Zeiss ID03 Germany dengan pembesaran 100 kali. Pengamatan dan foto sel menggunakan inverted microscope tipe 1X70  dari Olympus dengan
pembesaran lensa obyektif 100 kali. Pembacaan absorbansi jumlah sel menggunakan alat  Microplate reader  Benchmark dari Bio-Rad.  Pengamatan
Scanning electron Microscope SEM menggunakan alat JSM-531OLV dari
JEOL. Fluorochrome-bis-benzimide trihydrochloride
Hoechst 33342 yang digunakan sebagai pewarna fluoresens untuk pengujian apoptosis sel diperoleh
dari  Biomedical Inc Ohio. Pengamatan  dan foto apoptosis menggunakan mikroskop fluoresens  Nikon Eclipse E600 Japan dengan pembesaran lensa
obyektif  400 kali. Substrat kolagen dan enzim tripsin EC 3.4.21.4  yang berasal  dari
pankreas sapi,  digunakan untuk  pengujian aktivitas  enzim  protease  yang diperoleh dari Sigma Chemical Co.
C. Diagram Alir Penelitian
Alur penelitian yang  telah  dilakukan  digambarkan  secara skema  dalam diagram alir 1 dan 2 berikut  ini :
30
Gambar 5.  Diagram alir proses produksi  senyawa-senyawa kitooligomer
Hidrolisat Fbsp 1 3 jam Preparat FbsMn
0.0085 IUmg
Tepung kitinRajungan
Proses deasetilase NaOH Penambahan NaCl
Kitosan koloidal
Produksi enzim Enzim kasar
B. licheniformis MB2
Pemanasan 60
o
C, 20 menit
Presipitasi Amonium sulfat 80 Jenuh
Pemurnian dgn kolom hidrofobik HLC
Analisis aktivitas dan kadar protein enzim
Hidrolisat : AS 0.005; 0.0085;
0.10  0.17 Deteksi kemurnian,
SDS PAGE  silver staining
Pengumpulan fraksi enzim hasil pemurnian
Preparat enzim murni 0.0085 IUmg kitosan
Kitosan terlarut 1
Senyawa-senyawa kitooligomer
31
Gambar 6. Diagram alir aplikasi dan telaah mekanisme anti kanker senyawa-senyawa kitooligomer
D. Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 4 empat bagian utama yaitu : 1.    Kajian Produksi senyawa-senyawa kitooligomer yang bersifat bioaktif secara
enzimatik, pada kegiatan ini dilakukan produksi enzim kitosanase, dilanjutkan dengan studi kondisi produksi  senyawa -senyawa  kitooligomer dengan
menggunakan metode inkubasi langsung enzim dan substrat. Preparat enzim kasar, pekatan amonium sulfat dan enzim  murni, masing-masing  pada
berbagai  konsentrasi enzim, derajat deasetilasi substrat dan waktu inkubasi digunakan sebagai  preparat enzim dalam produksi  senyawa-senyawa
kitooligomer. 2. Fraksinasi  senyawa-senyawa kitooligomer  dalam  hidrolisat hasil reaksi
enzimatik dengan tujuan untuk memperoleh fraksi-fraksi kitooligomer  tertentu monomer sampai heksamer.
Kerusakan membran
Pengujian  Proliferasi Sel kanker
Pengujian   Proliferasi Sel Limfosit
Pengujian potensi anti kanker
Inhibitor protease
Apoptosis Senyawa-senyawa Kitooligomer
Fraksinasi
Mono - Heksamer
Kandungan protein dan asam nukleat
supernatan sel SEM
Mikroskop fluorosens
Hoechts staining
Penghambatan Aktivitas Serin
Protease
32
3.  Kajian aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer terhadap proliferasi sel limfosit dan sel kanker,  melalui pengujian aktivitas  proliferasi limfosit dan proliferasi
sel-sel kanker secara in vitro. 4.  Kajian potensi anti kanker melalui :
a. Analisis terjadinya kematian sel akibat apoptosis dengan metode - pewarnaan sel dengan agen fluorosens Hoechts staining.
b. Analisis kerusakan membran sel  melalui pengukuran konsentrasi protein absorbansi 280 nm  dan  asam nukleat  absorbansi 260 nm  pada
supernatan kultur sel, kemudian konfirmasi  dengan pengamatan Scanning Electron  Mycroscop
SEM. c.  Analisis  aktivitas penghambatan enzim serin protease  inhibitor serin
protease
1. Produksi Enzim Kitosanase
Enzim kitosanase dihasilkan melalui beberapa tahap yang meliputi : pembuatan tepung kitosan dari tepung kitin, pembuatan kitosan koloidal sebagai
substrat, persiapan media, persiapan isolat  B. Licheniformis yang digunakan sebagai  starter, dan produksi enzim pada kondisi optimumnya. Enzim fraksi
supernatan bebas sel diproses lebih lanjut dengan pemanasan pada 60
o
C selama 20 menit. Enzim fraksi amonium sulfat diperoleh melalui proses
pengendapan menggunakan garam amonium sulfat dengan konsentrasi 80 jenuh, sedangkan enzim murni dihasilkan melalui kolom kromatografi interaksi
hidrofobik.
Pembuatan Tepung Kitosan dari Tepung Kitin. Pe mbuatan  tepung
kitosan dilakukan  secara kimia Kolodziejska  et al. 2000. Tepung kitin sebanyak
10 g dicampurkan dengan 100 ml larutan NaOH 50, lalu dipanaskan 100
o
C selama 60 menit. Setelah itu dilakukan pencucian dengan air sampai mencapai
pH netral. Pengeringan dilakukan menggunakan oven suhu 60
o
C selama 48 jam sehingga diperoleh tepung kitosan.
Pembuatan Kitosan Koloidal. Tepung kitosan dicampurkan dengan 20
kali volume HCl pekat, dilarutkan dan disimpan selama semalam pada suhu dingin. Air dingin sebanyak 10 kali berat kitosan ditambahkan dan difiltrasi
dengan  glass wool, setelah itu ditambahkan NaOH 12 N dan ditepatkan pHnya sampai 7.0.   Kemudian disentrifus 7000 rpm selama 20 menit, ditambahkan air
33
dingin, disentrifus kembali pada 7000 rpm selama 20 menit. Koloidal kitosan yang diperoleh disimpan pada suhu dingin Arnold dan Solomon  1986.
Produksi  En zim Fraksi Supernatan Bebas Sel Fbs.
Isolat bakteri Bacillus licheniformis
MB2 ditumbuhkan pada media cair yang mengandung kitosan terlarut 1,  MgSO
4
0.5, KH
2
PO
4
0.3, K
2
HPO
4
0.7,  yeast extract 0.25, dan  casitone  0.25. Biakan diinkubasi pada inkubator berpenggoyang
120 rpm suhu 55
o
C selama  tujuh hari Chasanah 2004. Biakan disentrifugasi dingin pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Supernatan mengandung
enzim ekstrak kasar dipisahkan dari endapannya untuk digunakan dalam tahap selanjutya.
Produksi Enzim Fraksi Amonium Sulfat AS 80. Enzim fraksi amonium
sulfat 80 jenuh diperoleh dengan menambahkan garam amonium sulfat teknis sebanyak 561 g ke dalam 1 liter enzim supernatan bebas sel sedikit demi sedikit
sambil dilakukan pengadukan secara perlahan. Homogenat disimpan selama semalam dalam ruang berpendingin dengan suhu 4
o
C, kemudian disentrifus dingin 4
o
C 10.000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan dibuang sedangkan endapan diambil dan dilarutkan  ke  dalam bufer fosfat 0.5 M pH 6.0
sebanyak 10 ml yang dinyatakan sebagai pekatan enzim fraksi amonium sulfat.
Produksi Fraksi  Enzim Murni EM. Enzim murni dihasilkan dengan teknik
kromatografi kolom hidrofobik Chasanah 2004.  Proses pemurnian di  awali dengan pemberian amonium sulfat 30 pada supernatan bebas sel. 75 ml
supernatan tersebut dimasukkan pada kolom hidrofobik ber matriks butil separose yang sebelumnya telah di-ekuilibrasi dengan bufer  fosfat 0.05  M  pH 6.0  yang
juga  mengandung amonium sulfat 30 bufer A. Elusi dilakukan menggunakan bufer fosfat 0.05 M pH 6.0, yang ditempatkan dalam bejana berhubungan, yang
masing-masing tabungnya berisi bufer fosfat dengan konsentrasi amonium sulfat 15 dan 0,  dengan laju alir 2 mljam.  Volume fraksi yang ditampung masing-
masing sebanyak 3 ml. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar protein pada panjang gelombang 280 nm dan aktivitas kitosanase pada panjang gelombang
420 nm pada tiap fraksi.  Penggunaan SDS-PAGE dengan pewarnaan perak dilakukan  untuk mendeteksi kemurnian enzim.  Fraksi dengan posisi pita yang
sama kemudian dikumpulkan dan digunakan untuk produksi  senyawa-senyawa kitooligomer.
34
Pengukuran Aktivitas Kitosanase.
Aktivitas kitosanase di uji dengan metode  Yoon et al.  2000  yang  dimodifikasi.  Kitosan koloidal 1, bufer fosfat
0.05 M pH 6.0, dan larutan enzim  kitosanase filtrat bebas sel  masing-masing sebanyak  100 ìl diinkubasi pada suhu 55
o
C selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan inkubasi pada suhu  -10
o
C selama 15 menit.  Jumlah gula reduksi ditentukan dengan metode  Schales dengan glukosamin sebagai standar Uchida
dan Ohtakara 1998.  Sebanyak  200 ìl campuran  reaksi  ditambahkan 1 ml pereaksi  Schales dan  800 ìl akuades,  Setelah ditutup dengan aluminium foil,
tabung yang berisi campuran reaksi  dipanaskan  pada 100
o
C  selama 15 menit, disentrifus  pada 3000 x g selama 10 menit.  Absorbansi supernatan dibaca
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.  Blanko berisi pereaksi Schales dan akuades sebagai pengganti larutan sampel.
Satu unit aktivitas kitosanase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan 1 ìmol glukosamin per menit. Penentuan konsentrasi glukosamin
sampel berdasarkan kurva standar glukosamin. Nilai konsentrasi glukosamin ìgml dalam sampel dimasukkan ke dalam rumus untuk menghitung aktivitas
enzim seperti di berikut ini : Aktivitas         A            B                   1                  konsentrasi                  1
Enzim     =              x              x                         x   glukosamin  x Uml             B            C         waktu inkubasi       ìgml           BM glukosamin
Keterangan : A = Volume awal enzim, substrat dan bufer yang direaksikan ìl
B  = Volume reaksi yang diambil untuk diukur jumlah glukosamin ìl C = Volume enzim yang digunakan dalam pengujian aktivitas enzim ìl
Waktu inkubasi = 30 menit Berat molekul BM Glukosamin = 215.6 gmol
Konsentrasi glukosamin yang dimasukkan ke dalam rumus adalah konsentrasi glukosamin sampel dikurangi konsentrasi glukosamin kontrol dan blanko.
Pengukuran Kadar Protein. Kadar Protein dalam sampel enzim dianalisis
berdasarkan metode Bradford 1976 menggunakan  Bovine serum albumin BSA pada kisaran konsentrasi 0  – 100 ìgml sebagai standar protein.
Campuran reaksi mengandung 0.1 ml sampel, 1 ml akuades dan 1 ml pereaksi Bradford. Setelah campuran reaksi dihomogenkan, absorbansi dibaca pada
35
panjang gelombang 595 nm. Blanko berisi pereaksi Bradford dan akuades sebagai pengganti larutan sampel.
Elektroforesis dan Pewarnaan Perak .  Elektroforesis dan pewarnaan
perak dilakukan untuk mendeteksi kemurnian enzim yang paling tinggi dari fraksi hasil kolom kromatografi hidrofobik.  Elektroforesis menggunakan gel
poliakrilamida-sodium dodesil sulfat SDS-PAGE,  dengan konsentrasi  gel pemisah  poliakrilamida  10 dan gel penahan  poliakrilamida  4 Bollag dan
Edelstein 1991. Sampel  fraksi-fraksi hasil pemurnian enzim  sejumlah  20 ìl terlebih dahulu  diinkubasi selama 5 menit pada temperatur 55
o
C dalam bufer sampel  5 ìl bufer sampel tanpa  â-mercaptoetanol.  Selanjutnya dilakukan
Loading sampel pada tiap sumur gel, kemudian  proses  elektroforesis  dilakukan
dengan  kondisi  tegangan listrik  100 Volt dan  arus sebesar  100 mili  Amper. Setelah selesai, gel difiksasi dengan  larutan fiksasi metanol 25 dan asam
asetat 12 selama semalam. Perendaman gel selanjutnya  diganti  dengan larutan etanol 50, 30, 30 masing-masing selama 20 menit.  Selanjutnya
perendaman diganti dengan larutan enhancer 0.1 gram Na
2
S
2
O
3
dalam 500 ml akuabides selama satu menit.  Setelah  gel dicuci  dengan akuabides sebanyak
tiga kali masing-masing selama 20 detik, gel diwarnai dengan larutan perak nitrat HgNO
3
dalam formaldehid  yang  dilakukan selama 30 menit.  Terakhir  larutan perendam gel diganti dengan  larutan Na
2
CO
3
dalam formaldehid selama 10 menit. Kemudian dilakukan penghentian reaksi dengan larutan fiksasi Bollag dan
Edelstein 1991.
2. Produksi Senyawa-senyawa Kitooligomer
Senyawa-senyawa kitooligomer diproduksi dari kitosan terlarut 1 DD70, DD85, dan DD90 yang dipersiapkan sebagai berikut : Kitosan sebanyak 0.5
gram ditambahkan asam asetat 1M sebanyak 4.5 ml, lalu disuspensikan dalam 20 ml air bebas ion dan diaduk sampai homogen selama tiga jam. Larutan
ditambahkan sodium asetat 0.05 M sampai mencapai pH 6.0 kemudian ditepatkan volumenya menjadi 50 ml dengan bufer asetat 0.05 M pH 6.0 Yoon
et al . 2000.
Berbagai preparat enzim yang digunakan yaitu  :  preparat  enzim kasar, berasal dari hasil pemanasan  supernatan  bebas sel pada suhu 60
o
C selama 20 menit,  konsentrasi  enzim yang digunakan adalah 0.0085 Unit per  miligram
36
kitosan, preparat amonium sulfat hasil pemekatan enzim dengan amonium sulfat 80 jenuh menggunakan konsentrasi enzim  sebesar 0.005, 0.0085, 0.10, dan
0.17 Unit per miligram kitosan.  Preparat enzim murni dari hasil pemurnian dengan kolom kromatografi hidrofobik menggunakan konsentrasi  enzim  sebesar
0.0085 Unit per miligram kitosan. Reaksi hidrolisis enzim dengan substrat dilakukan pada suhu 70
C suhu optimum enzim selama 1, 2, dan 3 jam.  Reaksi enzimatik dihentikan dengan
cara  pendidihan selama 10 menit.  Setelah itu hidrolisat kitooligomer disentrifus dan dipekatkan sampai setengah volume awal.  Sampel  senyawa-senyawa
kitooligomer yang akan diuji aktivitas proliferasi sel limfosit dan anti proliferasi sel kanker  kemudian diencerkan dan  disterilisasi dingin dengan  filter  membran
ukuran 0.2 mikron.
3. Identifikasi dan Fraksinasi Komponen Kitooligomer
Produk  hasil hidrolisis  berbagai preparat  enzim dan substrat diidentifikasi pada tahap awal berdasarkan konsentrasi glukosamin yang dihasilkan. Tahap
selanjutnya  dilakukan  identifikasi  dengan  alat  HPLC High Performance Liquid Cromatography
.  Sampel  senyawa-senyawa kitooligomer  dalam  hidrolisat sebelum dianalisis dengan HPLC terlebih dahulu disentrifus untuk
menghilangkan pengotor-pengotor yang dapat mempengaruhi pembacaan alat HPLC.
Identifikasi dan fraksinasi dengan HPLC  menggunakan kolom karbohidrat Waters sebagai fase diam, dan pelarut asetonitril 60 dalam air sebagai fase
gerak. Deteksi dilakukan berdasarkan waktu retensi, dengan detektor UV model 440 dual lamdha.  menggunakan volume injeksi sampel sebanyak 20 ìl dan laju
alir 1mlmenit.  Sebagai standar digunakan  senyawa  kitooligomer  campuran  dari Seikagaku Japan, dengan unit monomer sampai heksamer  pada konsentrasi 25
mgml. Jeon dan Kim 2000; Chasanah 2004.
4.  Pengujian Aktivitas Senyawa-senyawa Kitooligomer  terhadap  Proliferasi
Sel Limfosit a. Persiapan Media Kultur Sel dan Sampel Hidrolisat Kitooligomer
Media untuk kultur dan pemeliharaan sel menggunakan RPMI-1640 bubuk sebanyak 10.4 gram dan dilarutkan dalam air deionisasi sampai volume 1satu
liter.  Kemudian ditambahkan NaHCO
3
2 gram, Glutamin 2 mM sebanyak  10 ml
37
dan antibiotik  penisilin-streptomisin  0.2, kemudian dilakukan  sterilisasi dingin dengan membran  steril  berukuran  0,22 ìm. Jika digunakan sebagai media
pertumbuhan, komposisi medium dita mbahkan 10 FBS steril Zakaria 1997. Persiapan  sampel dilakukan  untuk menguji aktivitas proliferasi sel limfosit
oleh senyawa-senyawa kitooligomer,  yaitu  terlebih dahulu ditetapkan  besarnya konsentrasi hidrolisat senyawa-senyawa kitooligomer yang akan digunakan. Dari
hasil pengujian  pendahuluan terhadap aktivitas proliferasi sel limfosit, diperoleh konsentrasi yang cukup baik  pada  nilai  17  ìgml kultur, sehingga semua sampel
diuji pada besaran nilai konsentrasi yang sama yaitu 17  ìgml kultur.  Sampel- sampel yang digunakan adalah beberapa hidrolisat enzimatik yang berasal dari
reaksi dengan berbagai konsentrasi enzim per miligram kitosan, senyawa- senyawa kitooligomer murni, kitosan DD  70, 85, 90 dan 100
glukosamin, enzim, mitogen Concanavalin A dan Pokeweed, dan senyawa 2- Bromo deoksi uridin.
b. Isolasi sel limfosit
Limfosit manusia diisolasi dari darah perifer dengan sentrifugasi berdasarkan perbedaan densitas larutan ficoll-hypaque sebesar 1.77 ± 0.001
gml.  Pertama   dilakukan pemisahan komponen seluler dengan sentrifugasi
sampel darah  dalam  vacutainer  pada  514 x g selama 10 menit dengan menggunakan sentrifus dengan rotor swing. Bagian darah yang lebih berat sel
darah merah berada di bagian bawah,  sedangkan plasma darah terpisah di bagian atas. Lapisan buffycoat yang sebagian besar berisi sel limfosit diambil lalu
ditambahkan medium basal. Pada tahap pemisahan  selanjutnya suspensi limfosit dalam medium basal dilewatkan  pada larutan  ficoll-hypaque  secara perlahan
sehingga terbentuk dua lapisan yang tidak bercampur.  Kemudian  tabung disentrifus lagi  selama 30 menit pada  1430 x g. Sel limfosit, monosit dan platelet
berada sebagai lapisan di atas permukaan ficoll  dan tidak menembus  ke bawah. Sedangkan granulosit dan sel darah merah terpisah di dasar tabung sentrifus.
Lapisan atas yang berisi sel limfosit,  monosit dan platelet dicuci 2 dua kali dengan media basal dan disentrifugasi  pada  228 x g selama 10 menit,
supernatan di buang dan pelet dicuci serta disentrifus sekali lagi pada  228 x g selama 10 menit, sehingga limfosit dalam presipitat terpisah dari platelet,
monosit, dan  ficoll  dalam supernatan.  Pelet  sel  yang diperoleh langsung ditambah medium pertumbuhan dan dihomogenkan, kemudian dilakukan
38
perhitungan jumlah sel dengan menggunakan pewarna trifan biru  dengan perbandingan  1: 1 10  ìl suspensi sel ditambah dengan 10  ì l pewarna trifan
biru.  Setelah didiamkan selama 1 menit jumlah sel yang hidup dan mati dihitung dengan menggunakan hemasitometer pada perbesaran mikroskop sebesar  100
kali.  Perhitungan jumlah sel dengan menggunakan pewarna trifan biru dimaksudkan untuk menentukan viabilitas sel yang akan diuji, yaitu sebelum
dilakukan pengujian sel harus dalam kondisi hidup sebesar 95.   Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sel menggunakan hemasitometer, maka dapat
ditetapkan jumlah sel dalam setiap ml suspensi sebagai berikut : N  = V4  x  F  x  10
4
selml N  = Jumlah selml
V4  = rata-rata jumlah sel terhitung dari empat bidang pandang F    = Faktor pengenceran = 2
10
4
=  1 ml perkapasitas hemasitometer, yaitu 10
4
ml. Palmer et al. 1978, Tejasari 2000.
Suspensi sel 1 x 10
6
selml dimasukkan ke dalam sumur-sumur  microplate sebanyak 80 ìl tiap sumur. Suspensi sel  dalam  media mengandung serum janin
sapi  Fetal  Bovine Serum FBS  10.  Hidrolisat yang mengandung senyawa- senyawa kitooligomer  dengan konsentrasi 85 µgml ditambahkan dalam sumur
sebanyak 20 ìl, mitogen concanavalin A Con A  dan pokeweed  dengan konsentrasi masing-masing sebesar 50 µgml digunakan  sebagai  sampel
pembanding masing-masing ditambahkan ke dalam sumur sebanyak 20 ìl, kecuali jika perlakuan menggunakan campuran  senyawa-senyawa kitooligomer
dalam  hidrolisat  hasil reaksi enzimatik dan mitogen maka jumlah mitogen dan sampel kitooligomer yang digunakan sebanyak 10 ìl. Jumlah total volume dalam
tiap sumur sebanyak 100 ìl. Kultur diinkubasi pada inkubator dengan kondisi 5 CO
2
, 37
o
C, dan RH 90 selama 3 tiga hari. Setelah masa inkubasi berakhir dilakukan pengujian dengan metode MTT,
yaitu ditambahkan 10  ìl larutan pereaksi garam tetrazolium MTT 5 mgml  pada tiap sumur  microplate, selanjutnya diinkubasi selama 4 empat jam. Sebelum
pembacaan dengan  alat  microplate reader  pada panjang gelombang 570 nm, dilakukan pelarutan  senyawa  formazam yang terbentuk dengan larutan
isopropanol pada tiap sumur sebanyak 100  ìl.
39
5. Pemeliharaan kultur sel kanker Ananta 2000
.
Sel Suspensi
: Sel KR-4 dan K562 dalam keadaan beku yang tersimpan di dalam tangki berisi nitrogen cair setelah dikeluarkan, mengalami proses  thawing,
terlebih dahulu, yaitu ampul berisi sel diinkubasi pada suhu 37
o
C atau digengam dengan tangan sampai isi ampul mencair. Ampul selanjutnya disentrifugasi pada
228 x g selama 10 menit, supernatan dibuang dan pelet ditambah medium  basal, kemudian disentrifugasi kembali pada 228 x g selama 5 menit, supaya bahan-
bahan pengawet sel dan sel yang telah mati dapat dihilangkan dari kultur sel. Pelet sel kemudian ditambahkan  media pertumbuhan  dan dihomogeni sasi,
selanjutnya suspensi sel dipindahkan ke dalam flask dengan media pertumbuhan 5 ml, lalu diinkubasi pada inkubator dengan 5 CO
2
pada suhu 37
o
C. Pemeliharaan sel dilakukan dengan pergantian atau pencucian media setiap 3
tiga hari sekali atau bila su spensi telah berubah warna dari merah menjadi kuning yang menandakan telah terjadi penurunan pH  karena kegiatan
metabolisme dari sel, untuk kultur digunakan sel yang sedang berada dalam fase logaritmik pada kurva pertumbuhan.
Sel Selapis monolayer :  Pemeliharaan sel selapis HeLa dan A549
sama dengan sel suspensi, hanya dalam pencucian atau pergantian media di dalam flask diperlukan larutan  enzim tripsin 0.02 di dalam 0.5 EDTA-PBS,
untuk pengangkatan sel yang melekat pada dinding  flask. Media yang akan diganti mula-mula di buang semua sehingga hanya tersisa sel yang melekat di
dinding  flask, kemudian ditambahkan  larutan tripsin sebanyak  500 µl  untuk volume kultur 5 ml  dan diinkubasi pada inkubator selama 8 delapan menit. Sel
yang menempel akan terlepas, kemudian ditambahkan PBS secukupnya sebelum suspensi sel dipindahkan ke dalam tabung sentrifus dan dilakukan
prosedur pencucian sel seperti yang telah dilakukan pada sel suspensi 6. Pengujian Aktivitas Anti  Proliferasi Sel Kanker
Media Sel Kanker. Media  DMEMF 12 Dulbecco’s Modified Eagle
Medium bubuk sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam botol steril yang berisi
900 ml aquabides steril dan dihomogenisasi dengan  stirer  tanpa pemanasan. Selanjutnya ditambahkan 12 gram NaHCO
3
, antibiotik penisilin-streptomisin 0,2, dihomogenisasi kembali dan ditambahkan akuabides sampai larutan
media menjadi 1000 ml. Media disaring menggunakan kertas saring steril ukuran
40
0,22 ìm secara aseptik dan hasil penyaringan dimasukkan dalam botol steril dan disimpan dalam lemari es pada suhu 2 – 8
o
C sampai digunakan kembali. Apabila akan digunakan sebagai media tumbuh media DMEMF12 ditambahkan 10
FBS Fetal Bovine Serum Rusmarilin 2003. Suspensi sel 1 x 10
5
selml dimasukkan ke dalam sumur-sumur  microplate sebanyak 180   ì l tiap sumur.  Hidrolisat yang mengandung senyawa-senyawa
kitooligomer  dengan konsentrasi sebesar  170 µgml  ditambahkan dalam sumur sebanyak 20 ìl.  Penggunaan kontrol positif anti kanker senyawa 2-Bromo 2-
deoksi uridin dengan konsentrasi 170 µgml sebanyak 20 ìl. Jumlah total volume dalam tiap sumur sebanyak 200 ìl. Kultur diinkubasi pada inkubator dengan
kondisi 5 CO
2
, 37
o
C, dan RH 90 selama 4 empat hari. Setelah masa inkubasi berakhir dilakukan pengujian dengan metode MTT,
seperti pada pengujian MTT dengan sel limfosit
7. Pengolahan Data
Data absorbansi perlakuan masing-masing menggunakan ulangan sebanyak 3 kali, dihitung dan dikonversi ke rumus :
- Untuk  aktivitas proliferasi sel limfosit : Proliferasi =  Absorbansi sampel Abs Kontrol  x 100
- Untuk  penghambatan proliferasi sel kanker : 1- Absorbansi sampelabsorbansi kontrol x 100
absorbansi kontrol adalah absorbasi pengujian  yang hanya berisi suspensi sel dan media Damayanti  2002.
8. Pengujian Mekanisme Antiproliferasi Sel Kanker oleh Senyawa-senyawa Kitooligomer
a. Pengujian Apoptosis dengan Metode Hoechts Staining
Pengujian perubahan inti sel akibat apoptosis dilakukan dengan prinsip terikatnya DNA sel dengan fluorochrome -bis-benzimide trihydrochloride Hoechst
33342. Setelah dilakukan pemberian bahan uji selama semalam pada kultur sel, pelet sel yang diperoleh dari hasil sentrifugasi selama 10 menit pada  228 x g,
kemudian difiksasi pada temperatur 37
o
C selama 30 menit dengan larutan formalin 3.7 dalam PBS. Pelet sel kemudian dicuci dengan PBS dan diwarnai
dengan  Hoechst dye 24 ìgml selama semalam pada 4
o
C. 20 ìl suspensi sel tersebut ditempatkan pada  cover glass kemudian  diamati  dan difoto
41
menggunakan  mikroskop fluorosens  untuk melihat  degradasi  kromatin dari sel yang mengalami apoptosis Wispriono et al; 2002.
b. Pengujian Kebocoran Membran
Kultur sel  sebanyak 2 ml  dengan konsentrasi sel 1 x  10
6
selml  dalam wadah cawan petri steril berdiameter 2 cm,  diinkubasi  pada inkubator CO
2
selama 24 jam dengan bahan uji hidrolisat  yang mengandung senyawa-senyawa kitooligomer dengan konsentrasi 17 µgml kultur.  Setelah masa inkubasi selesai,
sel disentrifugasi pada 228 x g selama  5 lima menit, supernatan dibuang dan ditambahkan PBS phosphate buffer saline, sentrifus d ilakukan lagi pada kondisi
yang sama, pelet yang diperoleh dipreparasi  dengan  fiksasi menggunakan glutaraldehid selama 1.5 jam, pencucian dengan  asam tanik dan PBS masing-
masing selama 20 menit. Dilanjutkan dengan fiksasi dengan osmium selama dua jam, pencucian dengan akuabides selama 10 menit, dehidrasi alkohol bertingkat
selama 10 menit, dan  terakhir pencucian dengan  t-butanol selama 10 menit. Suspensi sel kemudian diteteskan pada membran steril.  Terakhir dilakukan
coating pada membran tersebut dengan logam emas sebelum dianalisis dengan
alat SEM. Supernatan sel dari PBS diukur dengan spektro UV pada  panjang
gelombang  280 nm untuk mendeteksi konsentrasi protein supernatan sel dan panjang gelombang  260 nm untuk mendeteksi adanya  asam nukleat pada
supernatan sel. Konsentrasi protein dan asam nukleat pada supernatan kultur sel yang diberi bahan uji dibandingkan dengan konsentrasi protein dan asam nukleat
pada supernatan kultur sel yang tidak diberi bahan uji.  Konsentrasi protein dan asam nukleat yang lebih tinggi pada supernatan kultur yang diberi bahan uji
dapat memprediksi terjadinya kebocoran membran sel  Bunduki  et al.  1995. Fenomena kebocoran membran sel dapat menjadi petunjuk  mekanisme
terjadinya kematian sel.
c. Pengujian Aktivitas Serin Protease Bergmeyer 1983
Pengujian ini merupakan model pengujian penghambatan aktivitas enzim tripsin, yaitu suatu golongan enzim  serin protease. Enzim tripsin yang digunakan
adalah enzim tripsin murni yang berasal dari pankreas sapi EC 3.4.21.4 Sigma.  Sebelum dilakukan pengujian aktivitas protease, enzim  tripsin terlebih
dahulu diinkubasi dengan  hidrolisat  senyawa-senyawa kitooligomer  pada  suhu 37
o
C  selama 15 menit.  Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan enzim
42
tripsin berinteraksi dengan  hidrolisat  senyawa-senyawa   kitooligomer yang ditambahkan.
Prosedur Bergmeyer yang dimodifikasi untuk menguji aktivitas serin protease dilakukan sebagai berikut :  Ke dalam 250 µl substrat larutan kolagen
0.5 dan 250 µl bufer fosfat 0,05 M pH 8, ditambahkan 50 µl larutan enzim tripsin  untuk campuran reaksi blanko ditambahkan 50 µl air sedangkan untuk
campuran reaksi standar ditambahkan 50 µl larutan glisin 5 mM dan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 10 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahkan 500 µl larutan tri kloro asam asetat 0.1 M, selanjutnya untuk campuran reaksi blanko
dan standar ditambahkan 50 µl larutan enzim tripsin sedangkan untuk campuran reaksi enzim ditambahkan 50 µl air, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
1500  x g selama 10 menit. Sebanyak 375 µl supernatan ditambahkan ke dalam 1250 µl Na
2
CO
3
dalam tabung reaksi
.
Selanjutnya absorbansi  diukur  pada spektro UV dengan panjang gelombang 280 nm. Satu unit enzim  protese tripsin
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mampu menghasilkan satu µmol produk glisin. Aktivitas enzim dihitung berdasarkan persamaan berikut :
A
sampel
– A
blanko
Faktor pengenceran Aktivitas protease Uml = ------------------------  x   -------------------------
A
standar
– A
blanko
Waktu Aktivitas penghambatan protease dapat diketahui dengan
membandingkan aktivitas enzim protease tanpa   hidrolisat  dan  aktivitas enzim protease  dengan  pemberian  hidrolisat  yang mengandung senyawa-senyawa
kitooligomer.
HASIL DAN PEMBAHASAN A.  PRODUKSI SENYAWA-SENYAWA KITOOLIGOMER SECARA ENZIMATIK
Senyawa-senyawa  kitooligomer merupakan hasil hidrolisis substrat kitosan menggunakan enzim kitosanase yang dihasilkan dari fermentasi kultur  Bacillus
licheniformis MB2 pada media  thermus cair yang mengandung koloidal kitosan
1 Chasanah 2004. Berdasarkan pengujian kemampuan hidrolisis beberapa preparat enzim kitosanase terhadap kitosan terlarut 1, diperoleh beberapa
preparat enzim  yang potensial untuk  digunakan  dalam  memproduksi senyawa- senyawa kitooligomer. Aktivitas beberapa peparat enzim disajikan dalam Tabel 5.
Berdasarkan aktivitas tersebut,  dibuat konsentrasi  enzim yang digunakan untuk memproduksi  senyawa-senyawa   kitooligomer  sebesar 0.005, 0.0085, 0.10 dan
0.17 Unit per miligram kitosan. Pemilihan besarnya konsentrasi enzim berdasarkan perkiraan kemampuan enzim dalam menghasilkan produk reaksi
senyawa-senyawa kitooligomer dalam besaran unit tertentu yang telah dilaporkan sebelumnya oleh  Jeon dan Kim 2000.
Tabel 5  Aktivitas beberapa preparat enzim Reaksi
Aktivitas Uml
Protein mgml
Aktivitas Spesifik
Umg Yield
FBS campuran FBS + Mn
FBSp FBSp + Mn
FBS + As30 FBS +AS 30 + Mn
FBSp + As30 FBSp + AS30 + Mn
AS 80 Enzim murni gabungan
0.025 0.034
0.042 0.030
0.021 0.027
0.018 0.026
0.927 0.052
0.309 0.311
0.309 0.326
0.343 0.336
0.339 0.398
0.250 0.033
0.081 0.108
0.136 0.092
0.062 0.079
0.054 0.066
3.696 1.573
100.00 100.65
100.00 105.50
111.00 108.74
109.71 128.80
80.91 10.68
Keterangan :
FBS              = Filtrat bebas sel FBSp            = Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60
o
C. FBS + Mn     = Filtrat bebas sel yang ditambah katalisator MnCl
2
10 mM. AS30            = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 30
AS80         = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 80 dengan pengenceran 30 kali. Enzim murni = Enzim hasil pemurnian menggunakan kolom kromatografi hidrofobik
Berdasarkan hasil pada Tabel 5,  enzim fraksi supernatan bebas sel  yang diproses lebih lanjut dengan pemanasan pada 60
o
C  selama 20 menit FBSp
44
mengalami peningkatan aktivitas dari 0.0025 IUml menjadi 0.0042 IUml, hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian pandahuluan bahwa enzim dengan
perlakuan tersebut mengalami peningkatan aktivitas. Peningkatan aktivitas dapat terjadi karena proses pemanasan pada 60
o
C selama 20 menit telah membuat protein-protein yang tidak tahan panas terdenaturasi dan terpisah dari protein
enzim yang tahan panas.  Akibat perlakuan tersebut keberadaan  protein-protein lain yang dapat mengganggu aktivitas enzim kitosanase  dalam mendegradasi
substrat dapat dikurangi, sehingga enzim kitosanase dalam preparat FBSp mengalami peningkatan aktivitas.
Preparat enzim murni gabungan  dalam Tabel 5 nampak  memiliki persentasi yield dan aktivitas spesifik yang lebih kecil daripada preparat AS 80,
sebaiknya hasil tersebut memiliki nilai persentasi yield yang rendah tetapi aktivitas spesifik yang lebih tinggi dari preparat enzim AS80. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh belum optimalnya proses pemurnian yang dilakukan, antara lain terjadi kehilangan protein enzim kitosanase dalam proses pemurnian,  sehingga
diperoleh aktivitas spesifik yang lebih kecil pada preparat enzim murni dibandingkan dengan preparat enzim hasil pemekatan dengan garam amonium
sulfat AS 80.  Kemungkinan lainnya adalah enzim kitosanase  mengalami penurunan aktivitas selama penyimpanan  pada 4
o
C. Data presentasi yield enzim diperoleh dengan cara membandingkan kadar protein FBS campuran dan kadar
protein preparat enzim murni serta membandingkan kadar protein FBS campuran dan kadar protein preparat AS80.
Berdasarkan identifikasi dengan senyawa-senyawa kitooligomer standar, hasil reaksi berbagai preparat enzim dalam Tabel 5  dengan substrat kitosan 1,
menghasilkan  senyawa-senyawa  kitooligomer yang berukuran mono sampai heksamer. Untuk memantau produk reaksi berbagai preparat enzim tersebut
pada berbagai parameter nilai  konsentrasi enzim, derajat deasetilasi substrat, konsentrasi substrat dan berbagai waktu inkubasi enzim dan substrat, sebagai
tahap awal dilakukan pengukuran konsentrasi glukosamin yang dapat memprediksi laju terbentuknya  senyawa -senyawa  kitooligomer dari berbagai
reaksi yang dilakukan. Berbagai pola produksi glukosamin tersebut disajikan pada beberapa grafik berikut :
45
Gambar 7 Hidrolisis kitosan tanpa enzim Gambar  7  di atas  memperlihatkan grafik pengaruh kondisi reaksi suhu
70
o
C terhadap substrat kitosan tanpa pemberian enzim. Kitosan dapat terhidrolisis pada suhu 70
o
C setelah 1 satu jam inkubasi, dengan  konsentrasi glukosamin hasil hidrolisis mencapai sekitar 6 µgml. Gambar  8 sampai  12
memperlihatkan substrat kitosan yang diberi enzim kitosanase dari  B. Licheniformis
MB2, ternyata memperlihatkan pola  peningkatan produksi glukosamin  tujuh kali  lebih tinggi daripada  hasil hidrolisis tanpa adanya enzim
pada Gambar 7. Grafik pada Gambar 8 memperlihatkan glukosamin akan diproduksi lebih
banyak pada preparat enzim yang menggunakan unit enzim per miligram kitosan konsentrasi enzim  yang lebih besar daripada preparat enzim dengan unit per
miligram kitosan yang lebih kecil dalam waktu inkubasi yang sama.
Gambar 8 Hidrólisis preparat enzim AS 0.0085 pada  kitosan 1  dengan Perbedaan konsentrasi  enzim
1 2
3 4
5 6
7
1 3
6 12
24
Lama inkubasi jam ugml glukosamin
Kitosan
10 20
30 40
50
1 2
3 12
Lama inkubasi jam ugml Glukosamin
AS 0.0085 DD85 AS 0.17 DD85
46
Gambar 9 dan  10 berikut memberikan gambaran reaksi enzim dan substrat dengan derajat deasetilasi yang lebih tinggi 90 dan 85 dalam  menghasilkan
produk  glukosamin  yang  lebih tinggi daripada substrat yang memiliki derajat deasetilasi lebih rendah  yaitu  70, hal ini disebabkan oleh  kemudahan  kerja
enzim untuk menghidrolisis substrat kitosan dengan kandungan gugus asetil yang rendah daripada kandungan gugus asetil yang tinggi. Kemampuan  hidrolisis
enzim kitosanase yang spesifik terhadap ikatan GlcNAc-NGlc atau NGlc-GlcNAc dan ikatan NGlc-NGlc dalam polimer kitosan hanya memungkinkan enzim dapat
menghidrolisis substrat kitosan secara maksimum pada kitosan yang memiliki derajat deasetilasi tinggi kandungan gugus asetil yang rendah. Oleh karena itu
dihasilkan jumlah produk glukosamin yang lebih tinggi pada substrat dengan derajat deasetilasi 90 dan 85 daripada substrat dengan derajat deasetilasi
70. Hasil hidrolisis substrat dengan derajat deasetilasi rendah substrat banyak mengandung gugus asetil  menghasilkan produk N asetil glukosamin lebih tinggi
daripada glukosamin, tetapi produk tersebut tidak terukur pada metode yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 9 Hidrólisis preparat enzim FBS 0.0085 dengan kitosan yang berbeda derajat deasetilasi DD
27 28
29 30
31 32
33 34
35 36
37 38
1 j 3 j
6 j Waktu inkubasi  jam
ugml Glukosamin FBS 0.0085 DD85
FBS 0.0085 DD70
47
Gambar 10 Hidrólisis preparat enzim murni dengan kitosan yang berbeda derajat deasetilasi DD
Gambar  11 memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam  unit permiligram kitosan yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi
substrat yang berbeda 1 dan 0.5, menghasilkan pola produksi glukosamin yang berbeda. Reaksi dengan substrat kitosan berkonsentrasi 1 menghasilkan
jumlah glukosamin yang lebih tinggi daripada reaksi dengan konsentrasi substrat lebih rendah 0.5 pada lama inkubasi 1 sampai 9 jam, setelah 12 jam terlihat
konsentrasi glukosamin hampir sama.
Gambar 11 Hidrólisis preparat enzim  AS 0.0085 DD85 dengan konsentrasi kitosan 1 dan 0.5.
Gambar 12 memberikan gambaran perbedaan jumlah produksi glukosamin dari berbagai preparat enzim dengan konsentrasi enzim yang sama 0.0085 unit
permiligram kitosan dan konsentrasi substrat yang sama 1. Dari histogram tersebut nampak produksi glukosamin tertinggi selama 1 satu, 3 tiga dan 6
10 20
30 40
50
1 3
6 9
Lama inkubasi jam ugml glukosamin
EM 0.0085 DD70 EM 0.0085 DD85
EM 0.0085 DD90
10 20
30 40
50
1 3
6 9
12 24
Waktu inkubasi jam ugml Glukosamin
0.50 1
48
enam jam  terdapat pada  preparat  enzim  kasar  FBS dan  FBSMn. Preparat hasil pemekatan dengan garam amonium sulfat AS80 dan preparat enzim hasil
pemurnian dengan kolom kromatografi hidrofobik memperlihatkan produksi glukosamin yang lebih rendah. Tetapi, kedua preparat enzim hasil pemurnian
tersebut memperlihatkan pola kenaikan produksi glukosamin yang lebih  baik, sehingga dapat diprediksi bahwa apabila produksi monomer glukosamin tidak
terlalu tinggi, maka hasil hidrolisis enzim yang lebih banyak adalah  senyawa- senyawa  kitooligomer. Hal ini dimungkinkan karena preparat enzim hasil
pemekatan dengan garam amonium sulfat AS dan preparat enzim hasil pemurnian dengan kolom kromatografi hidrofobik EM merupakan enzim dengan
taraf kemurnian enzim yang lebih tinggi daripada  preparat  enzim  kasar.  Hal ini disebabkan oleh telah terpisahkannya komponen protein yang lain selain protein
enzim kitosanase oleh proses pengendapan protein enzim dan pemurnian protein enzim kitosanase.  Oleh karena itu  enzim kitosanase  dalam  preparat
enzim AS  dan  EM  mampu bekerja lebih  spesifik dan  maksimal dalam menghidrolisis kitosan,  sehingga  menghasilkan  lebih banyak  senyawa-senyawa
kitooligomer daripada monomer glukosamin.
Keterangan :
FBS 0.0085       = Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60
o
C. FBSMn              = Filtrat bebas sel yang ditambah katalisator MnCl
2
10 mM. AS 30 0.0085 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 30.
AS 80 0.0085 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 80 dengan pengenceran 30 kali. EM 0.0085        = Enzim hasil pemurnian menggunakan kolom kromatografi hidrofobik.
1j,3j dan 6j        = Lama inkubasi enzim dan substrat pada produksi kitooligomer .
Gambar 12 Konsentrasi glukosamin berbagai hidrolisat enzimatik 10
20 30
40 50
FBS 0.0085
DD85 FBSMn
AS 30 0.0085
AS 80 0.0085
EM 0.0085
Jenis hidrolisat enzim ugml Glukosamin
1j 3 j
6
49
Dari grafik-grafik produksi glukosamin di atas diperoleh informasi bahwa enzim kitosanase dapat menghidrolisis substrat kitosan dengan kecepatan yang
berbeda-beda, tergantung pada  konsentrasi enzim, derajat deasetilasi substrat dan konsentrasi substrat yang digunakan.  Yaitu bahwa penggunaan konsentrasi
enzim unitmg kitosan yang lebih tinggi  pada batas konsentrasi tertentu akan cenderung menghasilkan jumlah glukosamin  yang  lebih tinggi dengan waktu
inkubasi yang  dibutuhkan lebih cepat daripada menggunakan konsentrasi enzim yang lebih  rendah, hal ini sesuai dengan  prinsip  pola kinetika reaksi  dari
Michaelis Menten, yaitu penggunaan konsentrasi enzim atau substrat akan meningkat pada batas tertentu sebelum mencapai taraf jenuh, setelah taraf
tersebut produk reaksi menurun jumlahnya. Penggunaan substrat dengan derajat deasetilasi yang lebih tinggi akan menghasilkan konsentrasi glukosamin yang
lebih  tinggi dengan waktu yang lebih cepat dibanding jika menggunakan substrat dengan derajat deasetilasi yang lebih rendah. Begitu pula penggunaan
konsentrasi substrat yang lebih  tinggi dalam batas tertentu akan menghasilkan jumlah glukosamin lebih tinggi  dengan waktu inkubasi  yang lebih cepat dibanding
menggunakan substrat dengan konsentrasi lebih kecil. Berdasarkan hasil analisis  produksi glukosamin yang telah dijelaskan,
maka untuk keperluan pengujian aktivitas  proliferasi sel limfosit dan sel kanker, digunakan senyawa-senyawa kitooligomer yang diproduksi selama 1 satu dan 3
tiga jam masing-masing untuk preparat FBS 0.0085 DD85,   FBSMn 0.0085 DD85,  AS 0.005 DD85, AS 0.0085 DD85, AS 0.10 DD85 dan AS 0.17 DD85,
sedangkan untuk preparat enzim murni digunakan senyawa-senyawa kitooligomer yang diproduksi selama 6 dan 9 jam. Semua pengujian sampel
menggunakan jumlah konsentrasi yang  sama, jadi yang akan dilihat pengaruhnya adalah komposisi  dari  senyawa-senyawa  kitooligomer dalam
hidrolisat  reaksi enzimatik  terhadap proliferasi sel limfosit dan proliferasi sel kanker.
Untuk keperluan produksi  kitooligomer  yang berasal dari enzim hasil pemurnian, dilakukan pemurnian enzim kitosanase  menggunakan  filtrat bebas
sel yang  sebelumnya  telah diberi  garam  amonium sulfat 30  jenuh,  metode purifikasi enzim  dilakukan dengan kromatografi kolom jenis HIC Hidrophobic
Interaction Chromatography dengan menggunakan matriks  butil separose
sebagai fase diam dan bufer amonium sulfat sebagai fase gerak Gambar 13.
50
Pemilihan metode purifikasi enzim pada jenis kromatografi kolom HIC dengan menggunakan matriks  butil separose tersebut berdasarkan hasil
penelitian Chasanah 2004, yang memperoleh hasil pemurnian terbaik untuk enzim kitosanase dari kultur  Bacillus licheniformis MB2  dengan  menggunakan
metode purifikasi tersebut.  Pemilihan metode HIC  berdasarkan pada prinsip kondisi enzim termostabil yang memiliki komposisi asam amino hidrofobik pada
permukaan strukturnya, sehingga membentuk hidrofobisitas permukaan Vielle dan Zeikus 2001.  Metode HIC berdasarkan pada interaksi hidrofobik diantara
gugus non ionik yang berikatan dengan matriks yang  inert dan gugus non ionik protein yang dipisahkan Roe 1993. Pengkondisian enzim  terlebih dahulu
dengan garam amonium sulfat dimaksudkan untuk menguatkan interaksi hidrofobik  antara enzim dengan matriks butil separose  dengan cara
mengeluarkan air dari gugus hidrofobik en zim. Pengikatan protein yang kuat pada matriks dan kehilangan minimal protein enzim diperoleh pada konsentrasi
30 garam amonium sulfat Chasanah 2004. Gugus non ionik hidrofobik protein enzim dapat dilepaskan dari matriks dengan penambahan garam
amonium sulfat, untuk elusi protein target digunakan gradien 10  - 0 garam amonium sulfat jenuh dalam bufer fosfat Gambar 13.
Gambar 13  Hasil pemurnian enzim kitosanase menggunakan kromatografi kolom interaksi hidrofobik  HIC.
0.000 0.050
0.100 0.150
0.200 0.250
0.300
1 3
5 7
9 11
13 15
17 19
21 23
25 27
29 31
33 35
37
Kadar Protein A-280 nm
2 4
6 8
10 12
Aktivitas Enzim
aktivitas enzim Protein 280 nm
gradien amonium sulfat
33   34  35
51
Fraksi protein enzim yang diperoleh dari hasil pemurnian dengan kolom interaksi hidrofobik selanjutnya dilakukan elektroforesis SDS PAGE dengan
pewarnaan  silver staining untuk mendeteksi fraksi-fraksi  hasil kolom yang memiliki tingkat kemurnian paling tinggi. Hasil Elektroforesis dengan pewarnaan
silver staining Gambar 14, menunjukkan ada tiga pita tunggal yang terdeteksi,
yaitu pita dari fraksi  33, 34, dan 35 yang memiliki berat molekul 75 kilo dalton, berat molekul enzim tersebut sesuai dengan hasil identifikasi berat molekul
enzim kitosanase murni yang diperoleh oleh Chasanah 2004.   Fraksi-fraksi tersebut memiliki aktivitas terhadap substrat 1 kitosan DD 85 masing-masing
sebesar  0.082;   0.101    dan   0.087  IUml.  Berdasarkan  deteksi kemurnian enzim, maka fraksi 33, 34, dan 35 tersebut diambil dan dicampurkan, kemudian
diukur aktivitas hasil pencampuran fraksi-fraksi tersebut sebagai dasar untuk digunakan dalam reaksi produksi  senyawa -senyawa   kitooligomer dengan
konsentrasi enzim yang dituju sebesar 0.0085 unit permiligram kitosan.
Gambar 14   Hasil deteksi kemurnian enzim menggunakan silver staining
B. FRAKSINASI HIDROLISAT  SENYAWA-SENYAWA KITOOLIGOMER .
Senyawa-senyawa kitooligomer yang dihasilkan  dari berbagai reaksi preparat enzim dan substrat dipantau dengan  menganalisis komposisi dan
konsentrasi  senyawa-senyawa  kitooligomer dalam hidrolisat yang berukuran berukuran mono sampai heksamer  dengan  menggunakan  teknik  kromatografi
dengan alat HPLC Gambar 15 dan 16. Hasil pengamatan pada Gambar 15 dan 16 tersebut memperlihatkan tidak
ada pengaruh yang cukup signifikan dari besarnya konsentrasi enzim terhadap komposisi senyawa-senyawa kitooligomer yang dihasilkan,  yaitu semua hidrolisat
yang berasal dari berbagai konsentrasi enzim ternyata menghasilkan produk
Marker                      33     34     35
75 KDa
94 67
43 30
20,11 14,4
52
senyawa kitooligomer monomer glukosamin sampai tetramer yang tinggi dan produk senyawa kitooligomer pentamer dan heksamer yang rendah. Produk
senyawa kitooligomer heptamer dan oktamer kemungkinan juga dihasilkan dari hasil reaksi enzimatik yang dilakukan, namun karena keterbatasan senyawa
standar maka senyawa-senyawa tersebut tidak dapat diidentifikasi. Keterangan :
FBS 0.0085 1j DD85    = hasil reaksi enzim Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60
o
C dengan konsentrasi  0.0085 Umg kitosan DD85, selama 1 jam.
FBS 0.0085 1j DD85     = hasil reaksi enzim Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60
o
C dengan konsentrasi  0.0085 Umg kitosan DD85, selama 3 jam.
Gambar 15 Komposisi  senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat FBS 0.0085 DD 85 1 jam dan 3 jam dengan substrat kitosan.
Keterangan :
AS 0.0085 3j DD85    = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan  konsentrasi  0.0085 Umg kitosan DD85, 3 jam
AS 0.10 3j DD85         = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium su lfat dengan konsentrasi  0.10 Umg kitosan DD85,  3 jam.
AS 0.17 3j DD85        = hasil reaksi enzim dengan  konsentrasi  0.17 Umg kitosan DD85, 3 jam
Gambar 16   Komposisi senyawa-senyawa kitooligomer berbagai hidrolisat dengan konsentrasi  enzim 0.0085, 0.10 dan 0.17 Unitmg  kitosan.
2 4
6 8
10 12
monomer dimer
trimer tetramer
pentamer heksamer
unit senyawa kitooligomer mgml
FBS 0.0085 1j DD85 FBS 0.0085 3j DD85
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
monomer dimer
trimer tetramer
pentamer heksamer
Jenis Oligomer mgml
AS 0,0085 3j DD85 AS 0.10 3j DD85
AS 0.17 3j DD85
53
Berdasarkan hasil  pengujian beberapa hidrolisat yang memiliki hasil uji proliferasi sel limfosit dan anti proliferasi sel kanker cukup baik, dilakukan analisis
komposisi dan fraksinasi senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat- hidrolisat tersebut. Perhitungan konsentrasi senyawa-senyawa  kitooligomer pada
masing-masing hidrolisat  setelah dianalisis dengan HPLC disajikan pada Gambar 17.
Keterangan :
FBS 0.0085 1j DD85     = hasil reaksi enzim Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60
o
C  dengan konsentrasi  0.0085 Umg kitosan DD85 selama 1jam. FBS 0.0085 3j DD85     = hasil reaksi enzim Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit
60
o
C  dengan konsentras0.0085 Umg kitosan DD85 selama 3 jam. EM 0.0085 6j DD90       = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentras 0.0085 Umg kitosan DD90,
selama 6 jam EM 0.0085 9j DD90      = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentras 0.0085 Umg kitosan DD 90,
selama 9 jam AS 0.10 3j DD85          = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan  konsentras 0.10
Umg kitosan  DD85,  3 jam. Std                               = Standar senyawa-senyawa kitooligomer dari Seikagaku, Jepang.
Gambar 17  Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa kitooligomer dalam  berbagai hidrolisat
Hasil  analisis komposisi senyawa-senyawa kitooligomer dari  beberapa hidrolisat pada Gambar 17 menunjukkan bahwa hidrolisat enzim murni 6 dan 9
jam memiliki komposisi monomer sampai heksamer yang tinggi daripada hidrolisat  AS  0.10 3j DD85, FBS 0.0085  1j DD85, dan FBS 0.0085  3j DD85.
Komposisi dan konsentrasi  senyawa–senyawa  kitooligomer  yang berbeda-beda dapat menjawab terjadinya perbedaan respon uji hayati berbagai  hidrolisat  pada
pengujian proliferasi terhadap kultur sel limfosit dan sel kanker. Hasil ini diperkuat oleh  Tokoro  et al. 1986; Kobayashi et al. 1990; dan Suzuki  et al. 1992 yang
melaporkan  senyawa-senyawa  kitooligomer  yang  berasal dari  kitin memiliki
5 10
15 20
25 30
monomer dimer
trimer tetramer
pentamer heksamer
Unit senyawa kitooligomer
Konsentrasi mgml std oligomer
EM 0.0085 6j DD85 EM 0.0085 9j DD85
AS 0.10 3j DD85 FBS 0.0085 1j DD85
FBS 0.0085 3j DD85
54
aktivitas immunoenhancing atau anti kanker terbaik adalah senyawa  kitooligo mer dengan unit heksamer.
C.  AKTIVITAS  SENYAWA-SENYAWA  KITOOLIGOMER  TERHADAP PROLIFERASI  SEL LIMFOSIT