Efek Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia
SKRIPSI
EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP
PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA
Oleh :
INDRIA RAMADHANI
F24101084
2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(2)
EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP
PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
INDRIA RAMADHANI
F24101084
2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(3)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP
PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
INDRIA RAMADHANI
F24101084
Dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1983
di Tangerang, Banten
Tanggal Lulus : 11 Februari 2009
Menyetujui,
Bogor, 1 Juni 2009
Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc.
Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui,
(4)
Indria Ramadhani. F24101084.
Efek Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen
terhadap
Proliferasi
Sel
Limfosit
Manusia.
Di
bawah
bimbingan
Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc.
RINGKASAN
Air dan oksigen merupakan dua unsur penting yang merupakan syarat
mutlak adanya kehidupan. Hal tersebut dapat dilihat dari lebih dari 70% tubuh
manusia tersusun atas air dan suplai oksigen sangat vital untuk keberlangsungan
proses metabolisme di dalam tubuh. Oksigen memiliki peran penting sebagai
penangkap elektron pada tahap transport elektron untuk menghasilkan energi bagi
tubuh.
Air minum penambah oksigen merupakan salah satu alternatif yang
ditemukan oleh para ahli teknologi pangan untuk mengatasi masalah kekurangan
oksigen pada manusia. Produk ini merupakan air yang diproses melalui
penyaringan dan
reverse osmosis
, sterilisasi menggunakan ultraviolet dan
ozonisasi, serta penginjeksian oksigen dengan tekanan tinggi pada suhu rendah.
Oksigen yang larut dalam air dapat diserap oleh sel-sel epitel pada saluran
pencernaan dan masuk ke dalam tubuh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsumsi air
minum penambah oksigen konsentrasi 10, 80, 130 ppm terhadap proliferasi sel
limfosit B dan T manusia. Pengujian dilakukan kepada 25 orang reponden
mahasiswa ITP yang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan pemberian air minum
penambah oksigen dengan konsentrasi oksigen terlarut 10 ppm (kelompok 1),
80 ppm (kelompok 2), dan 130 ppm (kelompok 3). Intervensi dilakukan 2 kali
sehari, yaitu setelah sarapan dan makan siang selama 12 hari. Analisis pengukuran
proliferasi sel limfosit manusia dilakukan sebelum dan setelah 12 hari intervensi
dengan menggunakan metode pewarnaan MTT
[3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide]. Pengujian pengaruh air minum penambah oksigen
dilakukan pada sel limfosit B yang dikultur dengan mitogen LPS
Salmonella
Typhosa dan sel limfosit T yang dikultur dengan mitogen Con A. Pengukuran
proliferasi sel limfosit B dan T manusia dengan cara membandingkan nilai indeks
stimulasi sebelum intervensi dengan nilai indeks stimulasi setelah 12 hari
intervensi.
Hasil penelitian analisis proliferasi sel limfosit B manusia didapatkan
peningkatan nilai IS rata-rata setelah 12 hari intervensi pada kelompok 1, 2, dan 3
masing-masing, yaitu 0.193; 0.084; dan 0.064. Berdasarkan uji statistik
Paired
Samples T-Test
pada taraf 0.05 (p<0.05) menunjukkan bahwa pada kelompok 1
terjadi kenaikkan proliferasi limfosit B secara signifikan setelah konsumsi.
Sedangkan pada kelompok 2 dan 3 kenaikkan yang terjadi tidak signifikan
(p>0.05) terhadap proliferasi sel limfosit B manusia. Pada analisis proliferasi sel
limfosit T manusia didapatkan peningkatan nilai IS rata-rata setelah 12 hari
intervensi pada kelompok 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 0.084; 0.008;
dan 0.018. Setelah dilakukan analisis sidik ragam menggunakan
Paired Samples
T-Test
pada taraf uji 0.05 (p>0.05) memperlihatkan hasil bahwa konsumsi air
minum penambah oksigen dengan konsentrasi oksigen terlarut 10, 80, maupun
130 ppm tidak berpengaruh secara nyata terhadap proliferasi sel limfosit T
(5)
manusia. Dengan demikian kesimpulan akhir penelitian ini adalah konsumsi air
minum penambah oksigen secara teratur terbukti tidak menstimulasi proliferasi
sel limfosit dan juga tidak menurunkan jumlah sel hidup sel limfosit B dan T pada
manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa air minum penambah oksigen
aman untuk dikonsumsi.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 17 Juni 1983.
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan keluarga
Abdurrasjid M. Noor dan Een Sukaedah. Penulis menempuh pendidikan sekolah
dasar selama 6 tahun (1989-1995) di SD Negeri VI Tangerang. Kemudian
meneruskan ke sekolah menengah pertama di SMP Negeri I Tangerang
selama 3 tahun (1995-1998), dan setelahnya melanjutkan studi ke SMU Negeri I
Tangerang sejak tahun 1998-2001. Pada tahun 2001, penulis meneruskan
pendidikan ke tingkat perguruan tinggi dengan diterima sebagai mahasiswa
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
UMPTN.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis cukup
aktif terlibat di berbagai acara yang diselenggarakan oleh Departemen ITP. Salah
satunya, penulis berperan sebagai panitia acara BAUR 2003 dan Lomba Cepat
Tepat Ilmu Pangan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan. Di samping itu, selama menjalani kuliah, penulis juga turut
aktif mengikuti berbagai seminar dan pelatihan, baik yang diadakan di dalam
ataupun di luar lingkungan kampus.
Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan melakukan penelitian pada
tahun 2005 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian di IPB dan membuat skripsi yang berjudul “Mempelajari
Efek Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen terhadap Proliferasi Sel Limfosit
Manusia”. Selama periode tahun 2005-2008, penulis pernah bekerja pada salah
satu perusahaan swasta PT. Inmarindotama yang bergerak di bidang produksi
makanan jeli dan puding sebagai staf R&D (
Research and Development
) dan
auditor halal internal perusahaan tersebut.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi yang berjudul “Mempelajari Efek
Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen terhadap Proliferasi Sel Limfosit
Manusia” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan melakukan penelitian
terlebih dahulu.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku pembimbing
utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan kepada
penulis di dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dra. Suliantari, MS dan Bapak Ir. Arif Hartoyo, M.Si selaku dosen
penguji atas kesediannya meluangkan waktu untuk menguji, memberi
arahan, saran dan kritik yang membangun bagi penulis.
3. PT. Royal Kekaltama
Beverages
, atas dana proyek penelitian yang telah
diberikan.
4. Pimpinan PT. Inmarindotama, beserta rekan-rekan kerja yang selalu
memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, terutama untuk Mbak Niken, Mbak Yani, Mbak Inay, Mbak
Santi, Mbak Miko, Mbak Tuti, Pak Chandra, Pak Imron, Pak Syaiful, dan
lain-lain yang tidak disebutkan namanya.
5. Seluruh staf dosen, laboran, teknisi maupun administrasi Departemen ITP
dan Fakultas Kedokteran Hewan atas segala bantuan dan kemudahan yang
diberikan kepada penulis selama melakukan studi di IPB.
6. Mamah dan Bapak yang tidak pernah bosan memberikan doa serta
dukungan moril dan material setiap saat, terutama pada saat penyusunan
skripsi ini sehingga penulis akhirnya mampu menyelesaikan studinya.
(8)
7. Aa Arif, Teh Dineu, Dhani, Sami, dan keponakanku Hasna yang selalu
memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8.
My best friend ever
, Erwida Maulia, yang selalu ikut mendoakan penulis
untuk selalu mendapatkan yang terbaik di dalam hidupnya. Terima kasih
atas pesahabatan yang indah sampai saat ini.
9. Teman-teman satu bimbingan : Devi, Gesi, Hana, Ade, Gesit atas bantuan
kerja samanya di dalam melakukan penelitian.
10. Teman-teman angkatan 38, beserta kakak dan adik kelas atas jalinan
silaturahmi yang tidak pernah putus sampai kapanpun.
11. Evie, Tyas, Muna, Mia, Dita, Lulu, Wiwik eks. teman kos yang selalu
memberikan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya atas
semua bantuan, semangat, perhatian dan doa kepada penulis. Semoga
Allah SWT membalas seluruh kebaikan kalian. Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun
bagi penulis sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi bagi seluruh pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Februari 2009
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...
i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I.
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Air ... 5
B. Oksigen ... 7
1. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pernapasan ... 10
2. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pencernaan ... 12
3. Jalur Transportasi Oksigen melalui Sistem Peredaran Darah ... 16
4. Proses Katabolisme di dalam Sel... 21
C. Air Minum Penambah Oksigen ... 25
D. Radikal Bebas dan Kerusakan Sel... 31
1. Radikal Bebas ... 31
2. Stres Oksidatif dan Kerusakan Sel ... 34
E. Sistem Imun ... 35
1. Limfosit ... 37
a. Sel Limfosit B ... 39
b. Sel Limfosit T ... 40
2. Kultur Sel ... 42
3. Proliferasi Sel ... 44
F. Metode Pewarnaan MTT (MTT
Assay
) ... 45
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 48
A. Bahan dan Alat ... 48
1. Bahan ... 48
2. Alat ... 48
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 49
C. Metode Penelitian ... 49
1. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut di dalam Botol ... 49
2. Pemberian Air Minum Penambah Oksigen kepada Responden ... 49
3. Proses Pengambilan Darah ... 50
(10)
5. Pembuatan Larutan Pereaksi dan Media Kultur Sel ... 51
a. Persiapan Media Kultur Sel Limfosit ... 52
b. Pembuatan Larutan MTT 0.5% ... 52
c. Pembuatan Larutan
Phosphate Buffer Saline
(PBS) ... 52
d. Pembuatan Larutan HCl-isopropanol 0.04 N ... 52
e. Pembuatan Larutan
Tryphan Blue
0.2% ... 53
6. Pengujian Proliferasi Sel Limfosit ... 53
a. Isolasi Limfosit ... 53
b. Penghitungan Sel Limfosit ... 53
c. Proliferasi Sel Limfosit dengan Metode MTT ... 54
7. Analisis Statistik ... 55
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Kadar Oksigen Terlarut di dalam Botol ... 56
B. Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen ... 59
C. Keadaan Umum Responden ... 60
D. Analisis Proliferasi Sel Limfosit B dan Limfosit T Manusia ... 60
1. Proliferasi Sel Limfosit B ... 62
2. Nilai Indeks Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit B ... 64
3. Proliferasi Sel Limfosit T ... 70
4. Nilai Indeks Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit T ... 71
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
(11)
SKRIPSI
EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP
PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA
Oleh :
INDRIA RAMADHANI
F24101084
2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(12)
EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP
PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
INDRIA RAMADHANI
F24101084
2009
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(13)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP
PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
INDRIA RAMADHANI
F24101084
Dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1983
di Tangerang, Banten
Tanggal Lulus : 11 Februari 2009
Menyetujui,
Bogor, 1 Juni 2009
Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc.
Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui,
(14)
Indria Ramadhani. F24101084.
Efek Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen
terhadap
Proliferasi
Sel
Limfosit
Manusia.
Di
bawah
bimbingan
Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc.
RINGKASAN
Air dan oksigen merupakan dua unsur penting yang merupakan syarat
mutlak adanya kehidupan. Hal tersebut dapat dilihat dari lebih dari 70% tubuh
manusia tersusun atas air dan suplai oksigen sangat vital untuk keberlangsungan
proses metabolisme di dalam tubuh. Oksigen memiliki peran penting sebagai
penangkap elektron pada tahap transport elektron untuk menghasilkan energi bagi
tubuh.
Air minum penambah oksigen merupakan salah satu alternatif yang
ditemukan oleh para ahli teknologi pangan untuk mengatasi masalah kekurangan
oksigen pada manusia. Produk ini merupakan air yang diproses melalui
penyaringan dan
reverse osmosis
, sterilisasi menggunakan ultraviolet dan
ozonisasi, serta penginjeksian oksigen dengan tekanan tinggi pada suhu rendah.
Oksigen yang larut dalam air dapat diserap oleh sel-sel epitel pada saluran
pencernaan dan masuk ke dalam tubuh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsumsi air
minum penambah oksigen konsentrasi 10, 80, 130 ppm terhadap proliferasi sel
limfosit B dan T manusia. Pengujian dilakukan kepada 25 orang reponden
mahasiswa ITP yang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan pemberian air minum
penambah oksigen dengan konsentrasi oksigen terlarut 10 ppm (kelompok 1),
80 ppm (kelompok 2), dan 130 ppm (kelompok 3). Intervensi dilakukan 2 kali
sehari, yaitu setelah sarapan dan makan siang selama 12 hari. Analisis pengukuran
proliferasi sel limfosit manusia dilakukan sebelum dan setelah 12 hari intervensi
dengan menggunakan metode pewarnaan MTT
[3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide]. Pengujian pengaruh air minum penambah oksigen
dilakukan pada sel limfosit B yang dikultur dengan mitogen LPS
Salmonella
Typhosa dan sel limfosit T yang dikultur dengan mitogen Con A. Pengukuran
proliferasi sel limfosit B dan T manusia dengan cara membandingkan nilai indeks
stimulasi sebelum intervensi dengan nilai indeks stimulasi setelah 12 hari
intervensi.
Hasil penelitian analisis proliferasi sel limfosit B manusia didapatkan
peningkatan nilai IS rata-rata setelah 12 hari intervensi pada kelompok 1, 2, dan 3
masing-masing, yaitu 0.193; 0.084; dan 0.064. Berdasarkan uji statistik
Paired
Samples T-Test
pada taraf 0.05 (p<0.05) menunjukkan bahwa pada kelompok 1
terjadi kenaikkan proliferasi limfosit B secara signifikan setelah konsumsi.
Sedangkan pada kelompok 2 dan 3 kenaikkan yang terjadi tidak signifikan
(p>0.05) terhadap proliferasi sel limfosit B manusia. Pada analisis proliferasi sel
limfosit T manusia didapatkan peningkatan nilai IS rata-rata setelah 12 hari
intervensi pada kelompok 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 0.084; 0.008;
dan 0.018. Setelah dilakukan analisis sidik ragam menggunakan
Paired Samples
T-Test
pada taraf uji 0.05 (p>0.05) memperlihatkan hasil bahwa konsumsi air
minum penambah oksigen dengan konsentrasi oksigen terlarut 10, 80, maupun
130 ppm tidak berpengaruh secara nyata terhadap proliferasi sel limfosit T
(15)
manusia. Dengan demikian kesimpulan akhir penelitian ini adalah konsumsi air
minum penambah oksigen secara teratur terbukti tidak menstimulasi proliferasi
sel limfosit dan juga tidak menurunkan jumlah sel hidup sel limfosit B dan T pada
manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa air minum penambah oksigen
aman untuk dikonsumsi.
(16)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 17 Juni 1983.
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan keluarga
Abdurrasjid M. Noor dan Een Sukaedah. Penulis menempuh pendidikan sekolah
dasar selama 6 tahun (1989-1995) di SD Negeri VI Tangerang. Kemudian
meneruskan ke sekolah menengah pertama di SMP Negeri I Tangerang
selama 3 tahun (1995-1998), dan setelahnya melanjutkan studi ke SMU Negeri I
Tangerang sejak tahun 1998-2001. Pada tahun 2001, penulis meneruskan
pendidikan ke tingkat perguruan tinggi dengan diterima sebagai mahasiswa
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
UMPTN.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis cukup
aktif terlibat di berbagai acara yang diselenggarakan oleh Departemen ITP. Salah
satunya, penulis berperan sebagai panitia acara BAUR 2003 dan Lomba Cepat
Tepat Ilmu Pangan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan. Di samping itu, selama menjalani kuliah, penulis juga turut
aktif mengikuti berbagai seminar dan pelatihan, baik yang diadakan di dalam
ataupun di luar lingkungan kampus.
Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan melakukan penelitian pada
tahun 2005 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian di IPB dan membuat skripsi yang berjudul “Mempelajari
Efek Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen terhadap Proliferasi Sel Limfosit
Manusia”. Selama periode tahun 2005-2008, penulis pernah bekerja pada salah
satu perusahaan swasta PT. Inmarindotama yang bergerak di bidang produksi
makanan jeli dan puding sebagai staf R&D (
Research and Development
) dan
auditor halal internal perusahaan tersebut.
(17)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi yang berjudul “Mempelajari Efek
Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen terhadap Proliferasi Sel Limfosit
Manusia” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan melakukan penelitian
terlebih dahulu.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku pembimbing
utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan kepada
penulis di dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dra. Suliantari, MS dan Bapak Ir. Arif Hartoyo, M.Si selaku dosen
penguji atas kesediannya meluangkan waktu untuk menguji, memberi
arahan, saran dan kritik yang membangun bagi penulis.
3. PT. Royal Kekaltama
Beverages
, atas dana proyek penelitian yang telah
diberikan.
4. Pimpinan PT. Inmarindotama, beserta rekan-rekan kerja yang selalu
memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, terutama untuk Mbak Niken, Mbak Yani, Mbak Inay, Mbak
Santi, Mbak Miko, Mbak Tuti, Pak Chandra, Pak Imron, Pak Syaiful, dan
lain-lain yang tidak disebutkan namanya.
5. Seluruh staf dosen, laboran, teknisi maupun administrasi Departemen ITP
dan Fakultas Kedokteran Hewan atas segala bantuan dan kemudahan yang
diberikan kepada penulis selama melakukan studi di IPB.
6. Mamah dan Bapak yang tidak pernah bosan memberikan doa serta
dukungan moril dan material setiap saat, terutama pada saat penyusunan
skripsi ini sehingga penulis akhirnya mampu menyelesaikan studinya.
(18)
7. Aa Arif, Teh Dineu, Dhani, Sami, dan keponakanku Hasna yang selalu
memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8.
My best friend ever
, Erwida Maulia, yang selalu ikut mendoakan penulis
untuk selalu mendapatkan yang terbaik di dalam hidupnya. Terima kasih
atas pesahabatan yang indah sampai saat ini.
9. Teman-teman satu bimbingan : Devi, Gesi, Hana, Ade, Gesit atas bantuan
kerja samanya di dalam melakukan penelitian.
10. Teman-teman angkatan 38, beserta kakak dan adik kelas atas jalinan
silaturahmi yang tidak pernah putus sampai kapanpun.
11. Evie, Tyas, Muna, Mia, Dita, Lulu, Wiwik eks. teman kos yang selalu
memberikan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya atas
semua bantuan, semangat, perhatian dan doa kepada penulis. Semoga
Allah SWT membalas seluruh kebaikan kalian. Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun
bagi penulis sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi bagi seluruh pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Februari 2009
(19)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...
i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I.
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Air ... 5
B. Oksigen ... 7
1. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pernapasan ... 10
2. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pencernaan ... 12
3. Jalur Transportasi Oksigen melalui Sistem Peredaran Darah ... 16
4. Proses Katabolisme di dalam Sel... 21
C. Air Minum Penambah Oksigen ... 25
D. Radikal Bebas dan Kerusakan Sel... 31
1. Radikal Bebas ... 31
2. Stres Oksidatif dan Kerusakan Sel ... 34
E. Sistem Imun ... 35
1. Limfosit ... 37
a. Sel Limfosit B ... 39
b. Sel Limfosit T ... 40
2. Kultur Sel ... 42
3. Proliferasi Sel ... 44
F. Metode Pewarnaan MTT (MTT
Assay
) ... 45
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 48
A. Bahan dan Alat ... 48
1. Bahan ... 48
2. Alat ... 48
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 49
C. Metode Penelitian ... 49
1. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut di dalam Botol ... 49
2. Pemberian Air Minum Penambah Oksigen kepada Responden ... 49
3. Proses Pengambilan Darah ... 50
(20)
5. Pembuatan Larutan Pereaksi dan Media Kultur Sel ... 51
a. Persiapan Media Kultur Sel Limfosit ... 52
b. Pembuatan Larutan MTT 0.5% ... 52
c. Pembuatan Larutan
Phosphate Buffer Saline
(PBS) ... 52
d. Pembuatan Larutan HCl-isopropanol 0.04 N ... 52
e. Pembuatan Larutan
Tryphan Blue
0.2% ... 53
6. Pengujian Proliferasi Sel Limfosit ... 53
a. Isolasi Limfosit ... 53
b. Penghitungan Sel Limfosit ... 53
c. Proliferasi Sel Limfosit dengan Metode MTT ... 54
7. Analisis Statistik ... 55
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Kadar Oksigen Terlarut di dalam Botol ... 56
B. Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen ... 59
C. Keadaan Umum Responden ... 60
D. Analisis Proliferasi Sel Limfosit B dan Limfosit T Manusia ... 60
1. Proliferasi Sel Limfosit B ... 62
2. Nilai Indeks Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit B ... 64
3. Proliferasi Sel Limfosit T ... 70
4. Nilai Indeks Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit T ... 71
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
(21)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karekteristik umum oksigen ... 8
Tabel 2. Komposisi udara dan unsur-unsur penyusunnya ... 9
Tabel 3. Tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida ... 16
Tabel 4. Hubungan kelarutan oksigen dalam air terhadap suhu ... 26
Tabel 5. Kelompok
reactive oxygen spesies
(ROS) ... 33
(22)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Penampang paru-paru dan alveoli ... 12
Gambar 2. Penampang usus halus ... 14
Gambar 3. Reaksi reduksi pewarna MTT menjadi formazan ... 47
Gambar 4. Grafik konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam ... 57
Gambar 5.
Orbisphere analyzer
(
Oxygen meter
) ... 58
Gambar 6. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur
dengan
LPS
S.
Typhosa sebelum dan sesudah intervensi
air minum penambah oksigen 10 ppm kelompok 1 ... 65
Gambar 7. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur
dengan
LPS
S.
Typhosa sebelum dan sesudah intervensi
air minum penambah oksigen 80 ppm kelompok 2 ... 66
Gambar 8. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur
dengan
LPS
S.
Typhosa sebelum dan sesudah intervensi
air minum penambah oksigen 130 ppm kelompok 3 ... 68
Gambar 9. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur
dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi
air minum penambah oksigen 10 ppm kelompok 1 ... 72
Gambar 10. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur
dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi
air minum penambah oksigen 80 ppm kelompok 2 ... 73
Gambar 11. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur
dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi
(23)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Proses difusi pasif oksigen dan karbon dioksida ... 86
Lampiran 2. Proses katabolisme ... 87
Lampiran 3. Proses glikolisis ... 88
Lampiran 4. Siklus Krebs... 89
Lampiran 5. Transpor elektron ... 90
Lampiran 6. Diagram alir produksi air minum penambah oksigen ... 91
Lampiran 7. Komposisi media RPMI-1640 ... 92
Lampiran 8. Pengukuran kadar oksigen terlarut di dalam botol
selama 24 jam ... 93
Lampiran 9. Skema aktivitas sistem imun ... 94
Lampiran 10. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit B
kelompok
1
...
95
Lampiran 11. Nilai IS rata-rata proliferasi sel B responden kelompok 1 ... 96
Lampiran 12. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit B
kelompok
2
...
97
Lampiran 13. Nilai IS rata-rata proliferasi sel B responden kelompok 2 ... 98
Lampiran 14. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit B
kelompok
3
...
99
Lampiran 15. Nilai IS rata-rata proliferasi sel B responden kelompok 3 ... 101
Lampiran 16. Hasil analisis
paired samples T-Test
proliferasi
sel limfosit B kelompok 1 ... 102
Lampiran 17. Hasil analisis
paired samples T-Test
proliferasi
sel limfosit B kelompok 2 ... 103
Lampiran 18. Hasil analisis
paired samples T-Test
proliferasi
sel limfosit B kelompok 3 ... 104
Lampiran 19. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit T
kelompok
1
...
105
Lampiran 20. Nilai IS rata-rata proliferasi sel T responden kelompok 1 ... 106
(24)
Lampiran 21. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit T
kelompok
2
...
107
Lampiran 22. Nilai IS rata-rata proliferasi sel T responden kelompok 2 ... 108
Lampiran 23. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit T
kelompok
3
...
109
Lampiran 24. Nilai IS rata-rata proliferasi sel T responden kelompok 3 ... 111
Lampiran 25. Hasil analisis
paired samples T-Test
proliferasi
sel limfosit T kelompok 1 ... 112
Lampiran 26. Hasil analisis
paired samples T-Test
proliferasi
sel limfosit T kelompok 2 ... 113
Lampiran 27. Hasil analisis
paired samples T-Test
proliferasi
(25)
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air dan oksigen merupakan dua unsur penting dalam kehidupan di
antara sekian banyak unsur lainnya. Keberadaan keduanya merupakan syarat
mutlak adanya suatu kehidupan di samping makanan. Air meliputi dua per
tiga bagian permukaan bumi, begitu pula lebih dari 70% tubuh manusia
tersusun atas air. Suplai air dan oksigen sangat diperlukan untuk
keberlangsungan proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh.
Secara alami tubuh mendapatkan suplai oksigen dari udara bebas yang
kemudian masuk melalui saluran pernafasan. Secara umum, kandungan
oksigen di dalam atmosfer adalah 21%. Namun semakin berkembangnya
zaman, peningkatan pencemaran udara dan perubahan cuaca menyebabkan
kandungan oksigen menurun sebanyak 0.02% per tahunnya. Hal ini tentu saja
berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup manusia, di mana asupan
oksigen yang masuk ke dalam tubuh menjadi semakin sedikit. Kondisi
tersebut semakin diperparah dengan pola hidup tidak sehat yang diterapkan
manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan mengkonsumsi makanan
tidak sehat dan berlemak, kebiasaan merokok dan minum alkohol, maupun
gaya hidup manusia yang cenderung lebih banyak tinggal di ruang tertutup
(ruangan ber-
AC
) menyebabkan tubuh menjadi kekurangan oksigen.
Salah satu faktor yang sangat penting untuk menunjang tercapainya
metabolisme sel normal adalah ketersediaan oksigen dalam jumlah yang
cukup. Semua makhluk hidup, khususnya manusia dapat hidup tanpa makan
berminggu-minggu dan tanpa air berhari-hari, tetapi tidak dapat hidup lebih
dari empat menit tanpa oksigen. Bahkan sel otak pun akan mati hanya dalam
waktu 15 detik. Oleh karena itu kita sangat membutuhkan oksigen karena
oksigen merupakan sumber kehidupan (Zakaria,
et. al
, 2005). Kekurangan
oksigen dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada metabolisme sel
manusia. Keadaan tidak normal ini akan memicu timbulnya berbagai penyakit
di dalam tubuh, termasuk penyakit degeneratif ataupun kanker (Roach
et al.
,
2001).
(26)
Dengan penggunaan teknologi yang berkembang sampai saat ini,
kalangan industri berusaha untuk mencari solusi alternatif dalam mengatasi
masalah tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah memproduksi air
minum penambah oksigen. Produk air minum ini diklaim mengandung
oksigen 7-8 kali lebih besar dibandingkan dengan air minum biasa ataupun
air minum dalam kemasan. Produksi air minum jenis ini meliputi proses
filtrasi,
reverse osmosis
, dan sterilisasi dengan sinar ultraviolet dan ozonisasi,
serta penginjeksian oksigen dengan tekanan tinggi (
high pressure
) pada suhu
rendah (Purnama, 2004). Dengan adanya teknologi ini diharapkan air minum
penambah oksigen dapat menyuplai oksigen melalui saluran pencernaan
untuk mengatasi masalah kekurangan oksigen sehingga dapat digunakan
untuk membantu reaksi metabolisme dalam tubuh.
Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa pada objek
penelitian kelinci, air minum dengan kandungan oksigen 80 ppm dapat
meningkatkan tekanan O
2pada pembuluh vena porta hepatica sebesar
10 mmHg, yaitu dari 58 mmHg menjadi 68 mmHg (Forth dan Adam, 2001).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa oksigen yang berasal dari air
minum tersebut berpengaruh terhadap kenaikan kandungan oksigen yang
diserap tubuh. Selain itu penelitian lain menyebutkan konsumsi air minum
beroksigen dapat meningkatkan saturasi hemoglobin sebesar 3% pada
pembuluh darah periferi (Jenkins
et al
., 2001). Menurut Nestle
et al
. (2004),
adanya proses penyerapan oksigen yang terjadi di dalam lumen usus halus
dapat diamati.dengan menggunakan teknik MRI (
magnetic resonance
imaging
).
Kekhawatiran masyarakat terhadap produk air minum penambah
oksigen salah satunya adalah kemungkinan terbentuknya radikal bebas
berlebih di dalam tubuh yang membahayakan bagi sel-sel tubuh. Penelitian
Schoenberg
et al
. (2002) membuktikan ternyata bahwa jumlah radikal bebas
yang terbentuk dari air minum beroksigen (
oxygenated water
) tidak
menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Konsumsi air minum penambah
oksigen secara teratur dalam jangka panjang tidak meningkatkan kadar
radikal askorbil secara signifikan. Menurut Speit
et al
. (2002) dengan
(27)
menggunakan
comet assay
,
oxygenated water
terbukti tidak menyebabkan
efek genotoksik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis berusaha
melakukan analisis lanjutan untuk membuktikan keamanan produk air minum
penambah oksigen terhadap sistem imun, yang meliputi aktivitas proliferasi
sel limfosit pada manusia.
Hipotesis dari penelitian ini adalah konsumsi air minum penambah
oksigen yang masuk melalui saluran pencernaan dan diserap oleh tubuh
kemungkinan dapat meningkatkan jumlah radikal bebas di dalam tubuh.
Keberadaan radikal bebas ini mampu merusak sel-sel tubuh, terutama sel
limfosit sebagai salah satu jenis sel imun yang sangat rentan terhadap
senyawa asing yang bersifat toksik. Limfosit berperan sebagai garda utama
yang pertama kali akan berhadapan dengan senyawa asing yang masuk ke
dalam tubuh sehingga gangguan terhadap aktivitas sel limfosit ini dapat
menghambat kinerja sistem imun secara keseluruhan.
Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh merupakan sistem interaktif
kelompok dari berbagai jenis sel imunokompeten yang bekerja sama dalam
proses identifikasi dan eliminasi mikroba patogen dan zat-zat asing yang
berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Limfosit adalah salah satu
jenis sel yang bertanggung jawab terhadap aktivitas respon imun di dalam
tubuh. Roitt (1971) mengatakan bahwa semakin baik respon imun tubuh
maka semakin baik pula status kesehatan seseorang. Sel limfosit menjalankan
tugas menjaga respon imun spesifik. Respon imun spesifik meliputi respon
imun seluler (limfositik yang berkaitan dengan sel T) dan humoral (berkaitan
dengan antibodi di dalam darah atau sel B).
MTT
assay
merupakan salah satu metode pewarnaan yang umum
dilakukan untuk mengetahui aktivitas proliferasi sel, termasuk sel limfosit.
Pada metode ini dilakukan pengukuran nilai absorbansi untuk menentukan
indeks stimulasi proliferasi sel limfosit sebelum dan sesudah mengkonsumsi
air minum penambah oksigen.
(28)
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek konsumsi air
minum penambah oksigen terhadap proliferasi sel limfosit manusia. Sel
limfosit yang meliputi sel B dan T diuji dengan menggunakan metode
pewarnaan MTT (MTT
Assay
).
(29)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Air
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Fungsi komponen ini tidak akan dapat
digantikan oleh senyawa lainnya. Satu molekul air tersusun atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen dengan bentuk
V. Molekul air yang satu dengan molekul air lainnya bergabung dengan satu
ikatan hidrogen, yaitu antara atom H molekul air satu dengan atom O dari
molekul air yang lain (Parker, 2003).
Menurut Lehninger (1982), air dan produk ionisasinya (ion H
+dan
OH
-) sangat mempengaruhi sifat berbagai komponen penting sel, seperti
enzim, asam nukleat, protein, dan lipid. Meskipun air memiliki sifat stabil
secara kimiawi, senyawa ini juga mempunyai beberapa sifat istimewa.
Keberadaan ikatan hidrogen menyebabkan air mempunyai sifat-sifat istimewa
tersebut, antara lain sebagai pelarut yang sangat baik, memiliki konstanta
dielektrik dan tegangan permukaan paling tinggi di antara cairan murni
lainnya, transparan terhadap cahaya tampak dan sinar yang mempunyai
panjang gelombang lebih besar dari ultraviolet, mempunyai densitas tertinggi
dan sebagainya.
Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar, yaitu pada suhu 0 °C dan tekanan 1 atm. Air menjadi salah
satu bagian penting dalam kehidupan kita yang selalu bersirkulasi secara
dinamik di lingkungan sekitar, mencakup tanah, udara, dan tumbuhan.
Adapun keberadaan air memiliki berbagai kegunaan di dalam kehidupan
sehari-hari semua makhluk hidup, tidak terkecuali bagi manusia. Setidaknya
50-90% dari total bobot tubuh suatu organisme tersusun atas air. Pada
manusia, air menyusun 45-70% dari bobot tubuh orang dewasa (Lehninger,
1982).
Beberapa peranan air di dalam tubuh, antara lain : 1) pelarut zat-zat
gizi, 2) pembawa zat gizi dan oksigen ke dalam sel, 3) katalisator
reaksi-reaksi kimia yang berlangsung di dalam tubuh, 4) penjaga kestabilan suhu
(30)
tubuh, 5) penyeimbang elektrolit dalam tubuh, 6) mediator untuk membuang
racun dari dalam tubuh, 7) pelindung organ dan jaringan tubuh vital, 8)
pemelihara volume darah, dan 9) pelumas organ-organ tubuh, seperti sendi,
otot, air mata, mukus, dan saliva (Parker, 2003).
Sebagai pelarut kuat, air mampu melarutkan berbagai zat gizi yang
sifatnya larut dalam air (
hidrofilik
), seperti monosakarida, asam amino,
lemak, vitamin, dan mineral, termasuk juga oksigen. Kelarutan suatu zat
dalam air ditentukan oleh kemampuan zat dalam mengimbangi kekuatan gaya
tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul
air. Jika zat tersebut tidak mampu mengimbangi gaya tarik-menarik antar
molekul air, maka molekul-molekul zat akan menjadi tidak larut dan
mengendap dalam air.
Parker (2003) mengatakan bahwa selain melarutkan, air juga
bertanggung jawab membawa nutrisi, oksigen, dan hormon ke seluruh sel
tubuh yang membutuhkan, serta mengangkut komponen sisa metabolisme
dari dalam sel ke bagian luar tubuh. Pengeluaran tersebut dapat melalui
paru-paru jika berbentuk gas karbondioksida, kulit (berupa keringat) dan ginjal
(berupa urin), maupun feses. Jika tubuh kekurangan air, maka transportasi
nutrisi, oksigen, dan hormon ke dalam sel akan terhambat sehingga dapat
mengakibatkan daya tahan tubuh akan melemah.
Peranan air yang lain adalah sebagai katalisator di dalam berbagai
reaksi kimia dalam sel. Air juga diperlukan untuk memecah dan
menghidrolisis zat gizi kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana.
Sebagai penjaga kestabilan suhu tubuh, air mempunyai kemampuan
untuk menyalurkan panas, sehingga memegang peranan penting dalam
mendistribusikan panas di dalam tubuh. Sebagian panas yang dihasilkan dari
metabolisme energi diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh sekitar
37
oC. Suhu ini merupakan suhu paling efektif untuk bekerjanya enzim-enzim
dalam tubuh. Kelebihan panas yang diperoleh dari metabolisme tubuh perlu
segera dikeluarkan dari dalam tubuh. Sebagian besar pengeluaran suhu ini
melalui penguapan (keringat) sehingga suhu tubuh tetap stabil. Sebagai
(31)
penyeimbang elektrolit dalam tubuh, air berguna untuk membantu
mengontrol tekanan darah.
Untuk membantu reaksi yang berlangsung di dalam tubuh maka
manusia membutuhkan air minum untuk dikonsumsi. Air minum adalah air
yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Menurut Belitz dan
Grosch (1999), beberapa ketentuan air minum yang harus dipenuhi adalah
bersih, jerih (
clear
), tidak berwarna (
colourless
), tidak berbau (
odorless
),
tidak berasa (
tasteless
), tidak mengandung bakteri patogen, tidak
mengandung substansi yang bersifat korosif dan hanya mengandung
komponen terlarut pada jumlah tertentu, serta mineral pada konsentrasi
normal di bawah 1 g/l. Air yang dapat diminum diartikan sebagai air yang
bebas dari bakteri berbahaya dan bebas dari ketidakmurnian secara kimiawi.
Parker (2003) mengelompokkan air minum dalam kemasan dari
sumbernya, air minum yang diperoleh dari sumber mata air (
spring water
),
mata air pegunungan (
mountain water
), air tanah atau air sumur yang
disalurkan dengan pipa dan dialiri melalui keran (
ground water/artesian
water
), ataupun air permukaan (
surface water
). Adapun berbagai jenis
sumber air tersebut melalui proses lanjutan, termasuk didalamnya filtrasi
sehingga layak untuk memenuhi syarat air minum dalam kemasan. Air
minum yang banyak beredar, antara lain air mineral dan air demineral.
B. Oksigen
Oksigen merupakan elemen paling vital di dunia karena tidak akan
ada kehidupan tanpa keberadaan oksigen. Keberadaan elemen tersebut
memproduksi setidaknya 90% dari energi hidup yang ada. Menurut Thomas
(2005), oksigen ditemukan pertama kali pada awal abad ke-18, tepatnya pada
tahun 1773 oleh ilmuwan kimia berkebangsaan Swedia Karl Scheele dan
Joseph Priestley yang berkebangsaan Inggris. Oksigen memiliki simbol unsur
O dan terletak pada golongan VI A pada sistem periodik bersama dengan
belerang (S), selenium (Se), telurium (Te), dan polonium (Po). Atom ini
termasuk ke dalam unsur non logam dan berwujud gas pada temperatur
(32)
ruangan. Gas oksigen memiliki sifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa pada kondisi normal. Sumber utama oksigen bebas di udara
merupakan hasil dekomposisi uap air oleh pancaran sinar UV pada lapisan
atas atmosfer. Karakteristik oksigen secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik umum oksigen
No. Karakteristik
Umum
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nomor atom
Massa atom relatif
Bilangan oksidasi
Konfigurasi elektron
Titik didih
Titik lebur
Massa jenis
Elektronegativitas
Radius atom
Volume atom
8
15.9994
-2
[He]2s
22p
490.168 K
54.8 K
1.429 cm
33.44
0.65
ǖ
14.0 cm
3/mol
Sumber : Harris (2007)Menurut Oxtoby
et. al.
(2007) molekul oksigen adalah salah satu dari
komponen utama penyusun udara. Kandungan oksigen di udara atau atmosfer
sekitar 21% yang berbentuk molekul diatomik (O
2). Sedangkan jika di atas
lapisan permukaan atmosfer oksigen dapat ditemukan dalam bentuk molekul
monoatomik (O) dan triatomik (O
3). Oksigen dihasilkan oleh tanaman selama
proses fotosintesis dan sangat diperlukan untuk pernapasan aerobik pada
hewan dan manusia. Komposisi udara yang menyusun atmosfer bumi dapat
dilihat pada Tabel 2.
(33)
Tabel 2. Komposisi udara dan unsur-unsur penyusunnya
No. Unsur Penyusun
Jumlah (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nitrogen (N
2)
Oksigen (O
2)
Argon (Ar)
Karbondioksida (CO
2)
Neon (Ne)
Helium (He)
Metana (CH
4)
Kripton (Kr)
Hidrogen (H
2)
Dinitrogen oksida (N
2O)
Xenon (Xe)
78.11
21.00
0.93
0.03
1.82 x 10
-55.20 x 10
-61.50 x 10
-61.10 x 10
-65.00 x 10
-73.00 x 10
-78.70
10
-8 Sumber : Oxtoby et. al. (2007)Oksigen dibutuhkan manusia terutama dalam proses pernapasan
sehingga dapat menghasilkan energi yang dapat digunakan untuk aktivitas
kerja sel tubuh. Oksigen memegang peranan penting untuk mengoksidasi
zat-zat gizi makromolekul, seperti karbohidrat, protein, maupun lemak menjadi
molekul-molekul penyusun yang berukuran lebih kecil. Proses tersebut lebih
dikenal dengan proses katabolime atau proses pemecahan. Respirasi atau
pernapasan merupakan salah satu contoh proses katabolisme. Pada dasarnya
oksigen digunakan pada proses katabolisme untuk menghasilkan energi
dengan hasil metabolit sampingan berupa karbondioksida dan air. Energi
tersebut selanjutnya berguna untuk proses metabolisme sel primer maupun
sekunder, seperti sintesis protein dan komponen bioaktif sel (Harris, 2007).
Secara umum oksigen diambil dari udara bebas, kemudian akan
masuk ke dalam sistem pernapasan yang selanjutnya akan diedarkan melalui
pembuluh darah untuk didistribusikan ke seluruh sel yang akan digunakan
untuk proses katabolisme. Oksigen berfungsi sebagai penerima elektron
terakhir pada tahap transport electron yang bertugas penting terhadap sistem
pernapasan aerobic secara keseluruhan untuk menghasilkan energi.
(34)
1. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pernapasan
Jalur oksigen secara normal berasal dari udara bebas yang
kemudian masuk melalui saluran pernapasan sehingga dapat digunakan
untuk membantu proses metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh.
Proses masuknya udara dari luar tubuh sampai ke dalam paru-paru dikenal
dengan proses inspirasi, sedangkan proses keluarnya udara dari saluran
pernapasan ke luar tubuh disebut proses ekspirasi. Proses pernapasan dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pernapasan eksternal, internal, dan
seluler. Pernapasan eksternal adalah pertukaran udara antara darah dan
atmosfer. Pernapasan internal adalah pertukaran udara yang terjadi antara
darah dan sel-sel tubuh. Dan pernapasan seluler merupakan proses kimia
yang terjadi di dalam mitokondria sel-sel tubuh (Rhoades dan Bell, 2009).
Menurut Davies dan Moores (2003), sistem pernapasan pada
manusia memiliki struktur dan fungsi yang sangat kompleks. Sistem
tersebut didukung oleh berbagai organ yang mempunyai bentuk dan fungsi
yang berbeda-beda serta saling menunjang satu sama lain. Proses
pernapasan pada manusia tidak terjadi secara langsung, artinya udara tidak
berdifusi langsung melalui permukaan kulit. Udara masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pencernaan.
Secara garis besar, saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung,
faring, pangkal tenggorokan (laring), batang tenggorokan (trakea),
bronkus, paru-paru (pulmo), bronkiolus, dan alveolus. Udara pertama kali
mengalir masuk melalui rongga hidung dan kemudian mengalami
penyaringan dari debu dan kotoran yang ikut masuk karena ada bulu-bulu
halus di dalam hidung. Selain berfungsi untuk menyaring kotoran, hidung
juga berfungsi untuk memanaskan dan melembabkan udara dengan
mengatur suhu udara pernapasan yang masuk. Setelah melewati hidung,
udara akan masuk ke faring yang merupakan saluran penghubung antara
rongga hidung dan tenggorokan. Selain itu faring berfungsi sebagai katup
yang memisahkan antara saluran pernapasan (tenggorokan) dan saluran
pencernaan (kerongkongan), jadi pada saat udara masuk katup ini akan
menutup jalur saluran pencernaan (Davies dan Moores, 2003).
(35)
Udara akan bergerak masuk menuju laring setelah melalui faring.
Pada laring terdapat pita suara sehingga pada saat kita berbicara, bagian ini
akan bergetar. Laring merupakan saluran yang dikelilingi oleh tulang
rawan. Setelah itu, udara akan menuju trakea, yaitu bagian yang tersusun
atas empat lapisan, antara lain lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan
tulang rawan, dan lapisan adventitia. Trakea ini memiliki panjang
± 11.5 cm dengan diameter 2.4 cm. Trakea bercabang menjadi dua
bronkus yang masing-masing menuju paru-paru kanan dan kiri. Di dalam
paru-paru, bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Pada
ujung-ujung bronkiolus terdapat sekumpulan kantong udara yang disebut
alveolus. Di sekitar alveoulus terdapat kapiler-kapiler pembuluh darah.
Pada bagian ini memungkinkan terjadinya difusi antara udara alveolus dan
udara pada kapiler-kapiler pembuluh darah. Bronkus, bronkiolus, dan
alveolus membentuk satu struktur yang disebut paru-paru (Davies dan
Moores, 2003).
Proses pernapasan merupakan proses pertukaran gas yang berasal
dari makhluk hidup dengan gas yang ada di lingkungannya. Pernapasan
dapat terjadi, baik secara sadar ataupun tidak disadari. Pernapasan secara
sadar terjadi jika kita melakukan pengaturan saat bernapas. Aliran udara
yang masuk dan keluar dari paru-paru dikontrol oleh sistem saraf yang
menjamin pola dan kecepatan pernapasan manusia secara normal. Proses
pernapasan dimulai oleh sekelompok sel saraf pada batang otak yang
bertugas sebagai pusat respirasi. Sel-sel ini akan mengirimkan sinyal pada
otot diafragma dan otot perut untuk memulai pernapasan. Rata-rata
kecepatan pernafasan pada manusia dewasa adalah 12-15 tarikan nafas per
menit. Dari sekitar 500 ml setiap kali bernapas atau kira-kira 7 liter/menit
udara yang masuk ke dalam paru-paru, sejumlah volume oksigen yang
masuk ke dalam tubuh ± 1.47 liter/menit. Oksigen ini yang pada proses
selanjutnya akan didistrubusikan dan digunakan untuk metabolisme sel
tubuh yang jumlahnya mencapai trilyunan (Rhoades dan Bell, 2009).
Penampang melintang paru-paru dan alveoli dapat dilihat pada Gambar 1.
(36)
Gambar 1. Penampang paru-paru dan alveoli (Rhoades dan Bell, 2009)
2. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pencernaan
Seperti halnya zat-zat makanan, oksigen pun dapat masuk dan
diserap oleh tubuh melalui saluran pencernaan seperti halnya zat makanan.
Selama ini yang umum diketahui, oksigen diserap oleh tubuh melalui
saluran pernapasan. Oksigen yang berasal dari udara maupun dari
makanan dan minuman yang kita konsumsi ikut masuk ke dalam tubuh
dan diserap oleh usus halus, diteruskan melalui sistem peredaran darah
yang pada akhirnya menuju jaringan tubuh. Di dalam jaringan tubuh,
oksigen tersebut akan digunakan untuk menunjang keberlangsungan
proses metabolime di dalam sel, serupa dengan oksigen yang diperoleh
dari sistem pernapasan (Rhoades dan Bell, 2009).
Sistem pencernaan manusia terdiri dari mulut, kerongkongan
(esofagus), lambung, usus halus, usus besar, dan anus (rektum). Serupa
dengan makanan yang masuk melalui mulut, oksigen yang berasal dari air
minum penambah oksigen pun akan melalui mulut dan seterusnya yang
merupakan jalur pencernaan normal. Tempat berikutnya yang dilewati
oksigen adalah bagian kerongkongan (esofagus). Pada bagian esofagus,
lumennya dikelilingi oleh lapisan epitel pipih berlapis banyak yang
merupakan pelindung esofagus dari makanan ataupun cairan yang masuk
melaluinya. Lapisan ini akan melindungi esofagus dari kemungkinan
terluka akibat masuknya berbagai jenis makanan dan minuman. Lapisan
epitel pipih yang berlapis banyak juga membuat peluang terserapnya
(37)
zat-zat makanan dan oksigen makin kecil. Di samping itu waktu singgah
oksigen yang sangat singkat di bagian ini sehingga membuat oksigen
semakin sulit untuk menembus lumen esofagus tersebut (Zakaria
et al
.,
2005).
Nestle
et al
. (2004) mengatakan bahwa dengan menggunakan
teknik MRI (
Magneting Resonance Imaging
) dapat dilihat pelepasan
oksigen (
outgassing
) dari rongga mulut sampai ke lambung terjadi secara
lambat. Setelah melalui esofagus, oksigen akan melalui penyerapan di
dalam lambung. Pada saat melalui lambung, waktu singgah oksigen lebih
lama seperti halnya makanan dan minuman yang masuk sehingga beberapa
bagian dapat terserap melalui dinding lambung yang dilapisi oleh lapisan
sel epitel silindris. Lapisan sel ini diselimuti oleh mukus yang bersifat basa
yang menyebabkan sedikitnya oksigen yang dapat menembus sel epitel di
bagian lambung ini.
Penyerapan oksigen secara cepat terjadi di dalam usus. Penelitian
Gurskaya dan Ivanov (1961) membuktikan bahwa terjadi penyerapan
oksigen di dalam usus yang dapat meningkatkan saturasi darah di dalam
aorta dan vena porta hepatica. Percobaan yang menggunakan kelinci dan
kucing sebagai objek penelitian ini menunjukkan hasil ternyata setelah
2 jam penginjeksian udara ke dalam usus terjadi penurunan konsentrasi
oksigen di dalam usus menjadi hanya tinggal 0.5-2.3%. Sedangkan
konsentrasi karbon dioksida meningkat setelah 1 jam injeksi menjadi 5-7%
di dalam lumen usus halus. Hasil tersebut melengkapi penelitian yang
dilakukan oleh McIver
et al
. (1928) yang telah membuktikan terjadi
absorpsi oksigen oleh sel-sel mukosa usus dengan kecepatan tertentu
melalui usus. Oksigen tersebut kemudian digunakan untuk metabolisme
sel di dalam usus halus.
Zat-zat gizi dan minuman yang telah dicerna di bagian lambung
akan diserap di dalam usus halus dan kemudian siap untuk diedarkan ke
seluruh tubuh. Hal ini juga berlaku terhadap gas oksigen yang ikut diserap
bersamaan dengan nutrisi dan air. Sebagian oksigen digunakan untuk
metabolisme usus secara langsung dan sebagian lainnya diteruskan menuju
(38)
pembuluh darah kapiler menuju vena porta hepatica yang menjadi muara
pembuluh-pembuluh darah dari saluran pencernaan, meliputi usus,
lambung, pankreas, dan lain-lain (Zakaria
et al
., 2005). Fakta lain yang
memperkuat penyerapan oksigen melalui saluran cerna adalah adanya
peningkatan kadar oksigen di dalam pembuluh vena porta hepatica.
Setelah pemberian air minum penambah oksigen 80 ppm, terjadi
peningkatan tekanan parsial oksigen di pembuluh darah vena porta
hepatica sebesar 10 mmHg dari 58 mmHg menjadi 68 mmHg (Forth dan
Adam, 2001).
Penyerapan oksigen di dalam usus halus dimungkinkan karena
bagian ini hanya dilapisi oleh sel-sel epitel silindris lapis tunggal. Oksigen
akan masuk dengan cara difusi pasif melalui membran epitel yang
membatasi lumen usus halus. Masuknya oksigen memungkinkan epitel
untuk menggunakannya bagi keperluan metabolisme sel tersebut.
Kelebihan oksigen lainnya akan diteruskan secara difusi menuju jaringan
ikat yang berada di bawahnya kemudian menembus pembuluh darah
kapiler yang terdapat di dalam jaringan ikat pada vili-vili usus (Zakaria
et
al
., 2005). Penampang melintang usus halus dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Penampang usus halus (Anonim, 2008a)
Salah satu faktor utama terjadinya proses difusi dari usus menuju
pembuluh darah adalah adanya perbedaan konsentrasi. Proses difusi
merupakan proses perpindahan suatu zat dari yang berkonsentrasi tinggi ke
(39)
arah zat yang konsentrasinya lebih rendah. Dalam hal ini difusi pasif
oksigen terjadi karena tekanan parsial oksigen di lingkungan jaringan
sekitar usus lebih tinggi dibandingkan tekanan parsial oksigen di
pembuluh darah kapiler. Faktor lain yang mempengaruhi penyerapan
oksigen adalah membran sel usus yang terdiri dari lipid bilayer bersifat
dapat ditembus oleh gas dan senyawa polar tidak bermuatan dengan berat
molekul kecil. Proses difusi pasif gas oksigen dan karbon dioksida dapat
dilihat di Lampiran 1.
Setelah melewati pembuluh kapiler dan pembuluh vena usus,
oksigen akan diteruskan menuju vena porta hepatica menuju organ hati.
Selain vena porta hepatica yang menjadi pembuluh utama gabungan dari
berbagai pembuluh vena saluran pencernaan, terdapat pembuluh arteri
hepatica menuju jantung yang juga didominasi oleh gas oksigen yang
berasal dari bilik kiri jantung. Di dalam organ hati, oksigen dari kedua
pembuluh tersebut akan digunakan untuk proses metabolisme untuk
menghasilkan energi (ATP) untuk efektivitas kerja hati.
Hati merupakan organ penting yang berperan aktif terutama di
dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam amino. Hati juga
merupakan tempat pembuangan sisa hasil metabolisme, tempat
penyimpanan vitamin dan mineral, serta tempat detoksifikasi
senyawa-senyawa beracun yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan kompleksnya
kerja hati tersebut menyebabkan hati akan membutuhkan banyak energi.
Dengan adanya asupan oksigen tambahan dari air minum penambah
oksigen diharapkan terjadi pula peningkatan efektivitas kerja hati untuk
melakukan fungsinya secara baik dan normal. Oksigen juga dibutuhkan
untuk proses fagositosis di dalam organ hati oleh sel makrofag (sel
Kupffer) untuk menghancurkan sel darah merah yang sudah tua dan
membersihkan darah dengan memusnahkan bahan toksik, bakteri, virus
parasit sel tumor dan partikel asing yang bisa membahayakan tubuh.
Peningkatan ketersediaan oksigen dalam darah yang masuk ke hati ini,
memungkinkan pula untuk peningkatan jumlah ATP yang terbentuk untuk
aktivitas sel-sel Kupffer tersebut (Billiar dan Curran, 1992).
(40)
Menurut Zakaria
et al
. (2005), kelebihan oksigen yang tidak
digunakan untuk keperluan kerja organ hati akan diteruskan menuju
serambi kanan jantung melalui pembuluh vena cava inferior yang kaya
akan karbon dioksida. Dari serambi kanan kemudian diteruskan ke bilik
kanan, oksigen akan melalui sistem peredaran pulmonalis kembali seperti
peredaran darah secara normal menuju paru-paru. Di dalam paru-paru
terjadi pertukaran gas di mana karbondioksida dari pembuluh kapiler akan
dilepaskan dan oksigen akan diikat ke dalam pembuluh darah. Pada
kondisi normal kecepatan pertukaran gas di dalam paru-paru harus
seimbang dengan pertukaran gas yang terjadi pada jaringan periferi.
Peningkatan konsentrasi oksigen dalam darah karena konsumsi air
minum penambah oksigen ini dapat membantu proses pertukaran gas yang
terjadi sehingga terjadi kenaikan jumlah oksigen yang dibawa oleh
pembuluh vena pulmonalis menuju jantung untuk dipompakan ke seluruh
tubuh.
3. Jalur Transportasi Oksigen melalui Sistem Peredaran Darah
Terminal proses pernapasan di dalam tubuh terjadi di bagian
alveolus paru-paru. Di bagian ini terjadi pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida yang akan diangkut dari dan ke dalam sel-sel tubuh.
Pertukaran gas tersebut terjadi di dalam paru-paru dan jaringan tubuh
secara difusi pasif karena adanya perbedaan tekanan. Pada dasarnya gas
akan berdifusi dari bagian yag bertekanan parsial tinggi ke bagian yang
bertekanan parsial rendah. Perbandingan tekanan parsial O
2dan CO
2di
atmosfer, alveoli, darah, dan jaringan tubuh dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tekanan parsial oksigen dan karbondioksida
Tempat
Tekanan Parsial O
2(mmHg)
Tekanan Parsial CO
2(mmHg)
Atmosfer
Alveoli
Darah kaya O
2Darah miskin O
2Jaringan tubuh
160
104
104
40
40
0.2
40
40
45
45
Sumber : Levitzky (2003)(41)
Darah yang masuk ke dalam paru-paru memiliki tekanan parsial O
2(PaO
2) yang lebih rendah dan tekanan parsial CO
2(PaCO
2) yang lebih
tinggi dibandingkan tekanan parsial O
2dan CO
2di dalam alveoli. Ketika
darah berada di pembuluh kapiler, karbon dioksida akan berdifusi dari
darah menuju udara di alveoli. Sebaliknya, oksigen akan berdifusi dari
alveoli ke dalam darah. Pada saat meninggalkan paru-paru, darah yang
kaya O
2memiliki PaO
2yang tinggi dan PaCO
2yang rendah dibandingkan
sebelum masuk paru-paru. Setelah melewati jantung, darah tersebut akan
dipompa melalui peredaran darah sistemik. Di dalam kapiler peredaran
darah sistemik, perbedaan tekanan parsial menyebabkan terjadinya difusi
oksigen dari darah menuju sel tubuh. Pada saat bersamaan, CO
2akan
berdifusi dari sel-sel jaringan menuju darah. Setelah melepas O
2dan
mengangkut CO
2, darah akan kembali ke jantung (Levitzky, 2003).
Pada manusia diperlukan suatu mekanisme sistem transportasi
untuk mendistribusikan zat-zat gizi, oksigen, karbon dioksida, zat-zat
buangan, ataupun hormon. Sistem yang menangani proses pendistribusian
tersebut dikenal dengan sistem kardiovaskular atau sirkulasi. Sistem
sirkulasi pada manusia terbagi menjadi dua bagian, yaitu sistem peredaran
darah dan sistem limfatik (getah bening). Sistem sirkulasi darah manusia
termasuk ke dalam sistem peredaran darah tertutup dan ganda. Tertutup
artinya peredaran darah di dalam tubuh selalu berada di dalam pembuluh,
sedangkan ganda berarti darah setiap bersirkulasi ke seluruh tubuh
melewati jantung sebanyak dua kali. Secara garis besar, sistem sirkulasi
darah ganda terbagi menjadi dua jalur, yaitu sistem peredaran darah
pulmonalis dan peredaran darah sistemik. Organ tubuh yang terlibat di
dalam sistem peredaran darah secara umum adalah jantung, pembuluh
darah, dan darah (Rhoades dan Bell, 2009).
Sistem peredaran darah pulmonalis terdiri dari pembuluh nadi
(arteri) dan pembuluh balik (vena) yang mendistribusikan darah dari
jantung ke paru-paru dan berlaku pula sebaliknya. Sistem ini diawali dari
bilik (ventrikel) kanan jantung dan berakhir pada serambi (atrium) kiri
jantung. Darah yang kaya oksigen yang berasal dari proses respirasi di
(42)
dalam paru-paru akan didistribusikan melalui lintasan pulmonalis oleh
pembuluh vena paru-paru menuju serambi kiri jantung, diteruskan ke bilik
kiri, dan selanjutnya akan memasuki jalur sistemik. Di samping terjadi
distribusi O
2, CO
2yang sebelumnya dibawa oleh pembuluh arteri
pulmonalis juga ikut diangkut menuju paru-paru yang selanjutnya akan
dibuang keluar tubuh melalui proses ekspirasi.
Jalur sistemik merupakan kelanjutan dari jalur pulmonalis, di mana
darah yang kaya O
2akan dipompa menuju seluruh organ dan jaringan
tubuh melalui aorta (pembuluh nadi utama), arteri, arteriol, dan pembuluh
darah kapiler. Selanjutnya darah yang telah menyalurkan oksigen ke
seluruh jaringan tubuh, kemudian akan membawa karbon dioksida yang
merupakan hasil sampingan proses metabolisme yang berlangsung di
dalam sel untuk dibuang keluar tubuh. Darah yang kaya CO
2tersebut akan
dibawa melalui pembuluh vena sistemik menuju serambi kanan jantung,
diteruskan ke bilik kanan jantung lalu menuju jalur pulmonalis kembali
(Johnson dan Byrne, 2003).
Dari bilik kanan jantung, darah akan dialirkan menuju paru-paru
melalui pembuluh nadi pulmonalis untuk pertukaran gas, yaitu melepaskan
gas CO
2dan menyerap gas O
2. Di samping untuk mendistribusikan gas O
2,
sistem peredaran darah juga mengatur pendistribusian zat-zat makanan
serta gas buangan seperti CO
2. Darah yang merupakan unit fungsional
seluler pada manusia yang berperan untuk membantu fungsi fisiologis.
Banyaknya volume darah yang beredar di dalam tubuh manusia 8% dari
berat badan secara keseluruhan. Pada pria volume darah berkisar antara
5-6 liter, sedangkan pada wanita volume darah umumnya sekitar 4-5 liter.
Beberapa fungsi darah, antara lain: 1) mengangkut zat-zat makanan dan
oksigen ke seluruh tubuh dan membawa sisa metabolisme menuju organ
yang bertugas untuk pembuangan, 2) mengedarkan hormon-hormon untuk
membantu proses fisiologis, 3) mempertahankan tubuh dari penyakit,
4) menjaga stabilitas suhu tubuh, serta 5) menjaga kesetimbangan
asam-basa jaringan tubuh untuk menghindari kerusakan (Levitzky, 2003).
(43)
Bagian darah yang bertanggung jawab terhadap proses
pengangkutan oksigen adalah sel darah merah (eritrosit). Eritrosit manusia
normal berukuran sangat kecil dengan ukuran diameter kira-kira 6-9 µm,
tidak memiliki inti sel, serta berbentuk pipih dan cekung pada bagian
tengahnya (bikonkaf). Jumlah rata-rata sel darah merah orang dewasa
adalah 5.4 juta sel/mm
3pada pria dan 4.8 juta sel/mm
3pada wanita.
Eritrosit dibentuk di sumsum merah tulang dan memiliki sifat
hanya dapat bertahan hidup selama 120 hari di dalam tubuh. Hal tersebut
karena pada saat proses pematangan, sel darah merah kehilangan organel
intraselulernya, seperti nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma, dan
organel lainnya sehingga eritrosit tidak mampu melakukan reproduksi atau
aktivitas metabolik lainnya secara intensif. Sel ini tidak menggunakan
oksigen untuk metabolismenya sendiri. ATP yang dibutuhkan oleh eritrosit
dalam jumlah yang relatif kecil, seluruhnya diperoleh dari proses glikolisis
glukosa darah untuk menghasilkan oksigen dari paru-paru ke jaringan dan
membantu mengangkut karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru
(Lehninger, 1982).
Sebagian besar sel darah merah didominasi oleh protein
terkonjugasi hemoglobin. Kandungan hemoglobin di dalam sel darah
merah sekitar 35% atau kira-kira 280 juta hemoglobin. Hemoglobin
merupakan protein utama pengangkut oksigen dan karbon dioksida di
dalam sel darah merah. Protein hemoglobin merupakan sebuah molekul
kompleks yang mengandung protein globin dan porfirin (heme).
Kandungan zat besi yang terdapat di dalam hemoglobin membuat darah
menjadi berwarna merah. Kadar normal hemoglobin pada wanita dewasa
adalah 12-16 g/dl dan 14-18 g/dl pada pria dewasa.
Menurut Lehninger (1982), hemoglobin yang telah 100% jenuh
dengan oksigen mampu mengikat 1.34 ml oksigen per gram hemoglobin.
Apabila di dalam 100 ml darah terdapat 15 gram hemoglobin berarti
kandungan oksigen di dalamnya sebesar 20.1 ml/dl darah. Sebagian besar
oksigen yang masuk ke dalam tubuh diangkut dalam bentuk terikat dengan
hemoglobin, yaitu 97% dan hanya sekitar 3% saja yang larut dalam
(44)
plasma. Pada paru-paru, di mana tekanan parsial oksigen tinggi
(90-100 mmHg) dan pH relatif tinggi sekitar 7.6, hemoglobin cenderung
jenuh maksimum dengan oksigen. Sebaliknya, di dalam pembuluh kapiler
pada jaringan periferi tekanan parsial oksigen hanya sekitar 25-40 mmHg
dengan pH yang relatif rendah juga berkisar 7.2-7.3, terjadi pembebasan
oksigen ke dalam massa jaringan yang melakukan respirasi.
Di dalam pembuluh vena darah yang meninggalkan jaringan,
hemoglobin hanya jenuh sebesar 65%. Oleh karena itu hemoglobin
berdaur di antara kejenuhan oleh oksigen antara 65% dan 97% dalam
sirkuit berulang antara paru-paru dan jaringan periferi. Pada jaringan otot
yang sedang berkontraksi, PaO
2hanya 10-26 mmHg dan saturasi O
2pada
hemoglobin hanya 10% karena sel otot menggunakan oksigen pada waktu
yang relatif singkat sehingga dapat menurunkan konsentrasi oksigen.
Sedangkan hemoglobin jenuh 75% pada sel otot yang sedang relaksasi
dengan tekanan parsial oksigen 40 mmHg. Jadi hemoglobin dapat
membebaskan kandungan oksigennya sangat efektif pada jaringan otot dan
jaringan periferi lainnya (Lehninger,1982).
Sel darah juga berfungsi untuk mengangkut gas CO
2yang
terbentuk sebagai hasil akhir metabolisme dari dalam jaringan menuju ke
luar tubuh. Secara keseluruhan, sekitar dua per tiga total kandungan CO
2berada di dalam plasma dan hanya sepertiganya yang berada di dalam sel
darah merah. Akan tetapi hampir semua CO
2darah harus masuk dan
keluar sel darah merah selama pengangkutan CO
2dari jaringan ke
paru-paru. Sejumlah 72% karbon dioksida dalam tubuh manusia larut dalam
plasma darah dalam bentuk ion bikarbonat (HCO
3-) dan 8% lainnya dalam
bentuk molekul karbondioksida. Sisanya sebesar 20% diikat oleh
hemoglobin dalam bentuk carbaminohemoglobin (Bain, 2006).
Darah di dalam pembuluh vena yang meninggalkan jaringan
mengandung gas CO
260 ml/100 ml darah. Sedangkan pembuluh arteri
pulmonalis mengandung hanya sekitar 50 ml CO
2per 100 ml darah. Pada
konsentrasi CO
2tinggi, seperti pada jaringan, beberapa bagian CO
2akan
diikat oleh hemoglobin dan daya ikat terhadap oksigen akan menurun
(45)
sehingga O
2akan dibebaskan. Hal yang sama berlaku kebalikannya di
mana pada saat O
2diikat oleh pembuluh arteri paru-paru, daya ikat
hemoglobin terhadap CO
2pun akan menurun.
4. Proses Katabolisme di dalam Sel
Setelah darah mendistribusikan zat-zat makanan dan oksigen ke
dalam jaringan tubuh, kemudian zat makanan dan oksigen tersebut
diteruskan menuju sel-sel tubuh untuk keperluan proses metabolisme
sehingga dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan NADPH.
Proses metabolisme yang berlangsung merupakan proses katabolime atau
proses pemecahan. Proses katabolisme ini terjadi di dalam sitoplasma yang
kemudian diteruskan menuju salah satu organel sel yang berfungsi untuk
melakukan proses respirasi, yaitu bagian mitokondria. Di bawah ini
merupakan skema proses katabolisme secara umum :
Karbohidrat
enzimLemak
+ O
2ATP (energi) + CO
2+ H
2O
Protein
Proses katabolisme dimulai dengan pemecahan makromolekul,
baik berupa karbohidrat, lemak, maupun protein menjadi
senyawa-senyawa penyusunnya yang lebih sederhana (glukosa, asam lemak dan
gliserol, serta asam amino). Semua reaksi metabolisme tersebut
berlangsung di dalam sel tubuh dengan bantuan enzim sebagai katalisator.
Karbohidrat merupakan bahan bakar utama untuk proses pembentukan di
samping lemak dan protein. Apabila asupan karbohidrat ataupun simpanan
glikogen sangat sedikit di dalam tubuh sehingga tidak mencukupi untuk
produksi energi, maka dilakukan perombakan lemak (trigliserida) dan
protein. Skema proses katabolisme di dalam sel dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Secara garis besar reaksi katabolisme pada manusia terbagi
menjadi empat tahapan meliputi proses glikolisis, dekarboksilasi oksidatif,
siklus Krebs, dan transpor elektron. Setelah bentukan polisakarida dan
(46)
oligosakarida dipecah menjadi bentuk monosakarida, maka tahap
selanjutnya masuk ke dalam proses glikolisis. Proses ini terjadi di dalam
sitosol (cairan sitoplasma) tanpa menggunakan oksigen (anaerob).
Glikolisis merupakan proses perombakan satu monomer glukosa (memiliki
6 atom C) menjadi dua molekul senyawa piruvat (memiliki 3 atom C).
Dari keseluruhan proses glikolisis, selain menghasilkan asam piruvat juga
dihasilkan 2 molekul ATP dan 2 molekul NADH (
Nicotinamide Adenine
Dinucleotide
). Molekul NADH ini akan melalui proses lanjutan, yaitu
transpor elektron di mana nantinya akan dipecah menjadi molekul ATP.
Proses glikolisis secara singkat dapat dilihat pada Lampiran 3.
Menurut Scheffler (1999), setelah melalui tahap glikolisis, asam
piruvat akan masuk menuju siklus Krebs. Namun sebelum itu, asam
piruvat perlu dioksidasi terlebih dahulu menjadi asetil Ko-A. Proses ini
disebut juga dekarboksilasi oksidatif karena menggunakan oksigen sebagai
oksidatornya (aerob) dan berlangsung di dalam matriks mitokondria.
Tahapan ini merupakan tahap penggabungan asam piruvat (3C) yang
terbentuk dari proses glikolisis dengan koenzim A sehingga terbentuk
asetil ko-A (2C). Hasil akhir dekarboksilasi oksidatif berupa 2 molekul
asetil ko-A dan 2 molekul NADH, serta hasil sampingan 2 molekul CO
2.
Asetil Ko-A kemudian masuk ke dalam rangkaian siklus Krebs atau siklus
asam trikarboksilat (TCA cycle). Siklus ini dilalui sebanyak dua kali
karena terdapat 2 molekul asetil ko-A yang masuk melaluinya. Siklus
Krebs atau siklus TCA secara sistematik dapat dilihat di Lampiran 4. Hasil
akhir siklus ini berupa 6 molekul NADH, 2 molekul FADH
2, 2 molekul
ATP, dan 4 molekul CO
2. Sebagian besar tahap glikolisis dan siklus Krebs
merupakan reaksi redoks di mana terdapat enzim dehidrogenase
mentransfer elektron dari substrat ke NAD
+lalu jadi NADH.
Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi
respirasi sel aerobik yang meliputi proses perpindahan elektron dari
molekul donor (seperti NADH) menuju penerima elektron terakhir, yaitu
oksigen. Proses ini berlangsung pada bagian krista (membran dalam)
mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah
(47)
NADH dan FADH
2, yang telah dihasilkan pada reaksi glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Di samping itu terdapat
molekul lain yang ikut berperan, yaitu molekul oksigen, koenzim Q
(
ubiquinone
), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a (Scheffler, 1999).
Pertama-tama NADH dan FADH
2mengalami oksidasi, dan
elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke
koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH
2melepaskan
elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik
menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain
melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H
+. Setelah itu
sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses
oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk
menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom
c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor
elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom
oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai
tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima
elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H
+yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air
(H
2O). Oksidasi yang terakhir ini akan menghasilkan energi yang cukup
besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi
ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang
menghasilkan ATP (Lehninger, 1982). Skema rantai transpor elektron
pada membrane dalam mitokondria dapat dilihat pada Lampiran 5.
Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH
dan FADH
2masing-masing sebanyak 10 dan 2 molekul. Dalam transpor
elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul FADH
2tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.
10 NADH + 5 O
2ĺ 10
NAD
++ 10 H
2O
2 FADH
2+ O
2ĺ 2FAD + 2H
2O
(1)
Lampiran 23. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit T kelompok 3
Kel. Kode Responden
Jenis Sampel Absorbansi Awal
Rata-Rata
Absorbansi Awal IS Awal
Absorbansi Akhir
Rata-Rata
Absorbansi Akhir IS Akhir
3 111 Kontrol 3.103 2.946 0.949 2.687 2.732 1.017 Concanavalin A 2.650 3.211 2.976 2.732 2.632 2.832 112 Kontrol 1.957 2.128 1.087 2.378 2.395 1.007 Concanavalin A 2.284 2.043 2.056 2.451 2.469 2.266 113 Kontrol 2.555 2.568 1.005 2.113 2.201 1.041 Concanavalin A 2.518 2.355 2.832 2.059 2.330 2.213 114 Kontrol 2.219 2.533 1.141 2.514 2.599 1.034 Concanavalin A 2.624 2.378 2.596 2.600 2.687 2.510 115 Kontrol 2.473 2.504 1.012 2.388 2.515 1.053 Concanavalin A 2.497 2.353 2.661 2.489 2.729 2.327 116 Kontrol 2.063 2.051 0.994 2.938 2.857 0.973 Concanavalin A 2.059 2.012 3.007 2.818
(2)
Lanjutan Lampiran 23. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit T kelompok 3
Kel. Kode Responden
Jenis Sampel Absorbansi Awal
Rata-Rata
Absorbansi Awal IS Awal
Absorbansi Akhir
Rata-Rata
Absorbansi Akhir IS Akhir
3 117 Kontrol 2.178 1.991 0.914 2.324 2.432 1.046 Concanavalin A 1.981 2.199 1.794 2.530 2.347 2.418 118 Kontrol 2.376 2.304 0.856 3.138 3.240 1.033 Concanavalin A 2.162 1.992 1.948 3.695 3.096 2.929 119 Kontrol 2.614 2.953 1.130 2.334 2.341 1.003 Concanavalin A 2.930 3.156 2.772 2.518 2.191 2.314 120 Kontrol 2.606 2.579 0.990 2.370 2.500 1.055 Concanavalin A 2.752 2.478 2.506 2.596 2.370 2.535
(3)
Lampiran 24. Nilai IS rata-rata proliferasi sel T responden kelompok 3
Kode Responden Nilai IS Awal Nilai IS Akhir
111 0.949 1.017
112 1.087 1.007
113 1.005 1.041
114 1.141 1.034
115 1.012 1.053
116 0.994 0.973
117 0.914 1.046
118 0.856 1.033
119 1.130 1.003
120 0.990 1.055
(4)
Lampiran 25. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi sel limfosit T kelompok 1
T-TEST
Paired Samples Test Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 Nilai IS awal - akhir -.08325 .16032 .05668 -.21728 .05078 -1.469 7 .185
Paired T-Test and CI: Awal_1, Akhir_1 Paired T for Awal_1 - Akhir_1
N Mean StDev SE Mean Awal_1 8 1.00238 0.11283 0.03989 Akhir_1 8 1.08563 0.14627 0.05171 Difference 8 -0.083250 0.160319 0.056681
(5)
Lampiran 26. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi sel limfosit T kelompok 2
T-TEST
Paired Samples Test Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 Nilai IS awal - akhir -.00829 .23072 .08721 -.22167 .20510 -.095 6 .927
Paired T-Test and CI: Awal_2, Akhir_2 Paired T for Awal_2 - Akhir_2
N Mean StDev SE Mean Awal_2 7 0.99557 0.19181 0.07250 Akhir_2 7 1.00386 0.05055 0.01911 Difference 7 -0.008286 0.230725 0.087206
95% CI for mean difference: (-0.221671, 0.205099)
(6)
Lampiran 27. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi sel limfosit T kelompok 3
T-TEST
Paired Samples Test Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 Nilai IS awal - akhir -.01840 .10089 .03190 -.09057 .05377 -.577 9 .578
Paired T-Test and CI: Awal_3, Akhir_3 Paired T for Awal_3 - Akhir_3
N Mean StDev SE Mean Awal_3 10 1.00780 0.09115 0.02883 Akhir_3 10 1.02620 0.02601 0.00822 Difference 10 -0.018400 0.100892 0.031905