44 parunya yang pada waktu itu banyak menempati
wilayah kota Salatiga dan sekitarnya. Pada tahun 1978, dengan dikeluarkannya
SK Menteri Kesehatan RI, maka ditetapkan Struktur Organisasi yang lebih jelas, tugas pokok
dan fungsi dari rumah sakit ini yaitu sebagai rumah sakit khusus yang menyelenggarakan
pelayanan terhadap penderita penyakit TB paru, dengan sebutan RSTP.
Kemudian pada tanggal 26 September 2002, dengan dikeluarkannya SK Menteri
Kesehatan RI, nomor 1208MenkesSKIX2002, akhirnya RSTP “Ngawen” Salatiga berubah
nama menjadi Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, dan merupakan satu-satunya
rumah sakit paru di Provinsi Jawa Tengah.
4.1.2 Proses Pelaksanaan Penelitian
Proses wawancara
dengan partisipan
dilakukan di tempat tinggal para partisipan. Awalnya peneliti melakukan penelitian di Ruang
Rawat Inap RSPAW Salatiga selama 2 minggu,
45 yaitu sejak tanggal 12 Mei hingga tanggal 24 Mei
2014. Namun setelah menunggu selama 2 minggu, peneliti tidak menemukan adanya
Pasien TB Paru BTA + yang berdomisili di sekitar Salatiga dengan pertimbangan peneliti
ingin mengobservasi lingkungan tempat tinggal partisipan. Selain itu juga peneliti dapat
melakukan wawancara dengan lebih nyaman dan dapat melakukan wawancara dengan
beberapa partisipan baik keluarga maupun pasien itu sendiri, mengingat ruang rawat inap
tempat pasien TB Paru adalah ruang infeksius dan tingkat penularan TB Paru BTA + masih
sangat tinggi. Hal ini menjadi pertimbangan utama demi menjaga keselamatan peneliti
sendiri. Walau
demikian, peneliti
tetap mewawancarai beberapa keluarga pasien di
ruang rawat inap untuk menambah informasi bagi peneliti sendiri. Peneliti menemukan 2
keluarga dengan latar belakang pendidikan SD yang tidak mengetahui tentang penyakit TB Paru
46 dan
4 keluarga
dengan latar
belakang pendidikan
SMP, SMA
dan universitas
mengetahui tentang penyakit TB Paru dan upaya pencegahan penularannya.
Kemudian pada tanggal 23 Mei 2014, Peneliti meminta data pasien TB Paru BTA +
yang beralamat di sekitar Salatiga dengan kategori I status baru maupun kategori II
kambuh berulang di tahun 2014, pernah dirawat di RSPAW Salatiga dan masih aktif
menjalani pemeriksaan. Setelah mendapat data dan alamat pasien TB Paru BTA +, peneliti
mulai mencari alamat tiap-tiap pasien. Peneliti mendapat 6 pasien, namun hanya 3
keluarga yang dapat menjadi partisipan dalam penelitian peneliti karena beberapa hal berikut.
1. Pasien I dan keluarga telah pindah alamat dan ketika mencoba menelusuri alamat baru
yang diberikan oleh tetangganya, peneliti tidak dapat menemukan rumahnya karena
alamat yang diberikan tidak lengkap dengan nomor RTRW nya.
47 2. Pasien II mengatakan tidak mengidap
penyakit TB Paru dengan pertimbangan tertentu.
3. Pasien III, peneliti kesusahan dalam mencari alamat karena harus melewati sawah dan
kebun sehingga peneliti tidak melanjutkan pencarian. Daerah tersebut sudah cukup
jauh dari daerah salatiga.
4.1.3 Gambaran Umum Partisipan 1. Keluarga A