Keluarga Ibu Surati PEMBAHASAN

tersinggung dan marah-marah sambil mengumpat tanpa menghiraukan apakah yang diumpatnya itu adalah teman sebaya maupun yang lebih tua.

D. Keluarga Ibu Surati

Bu Surati ini berasal dari Bantul. Mempunyai anak 4 orang. Dua diantaranya adalah Sri Sudarwati dan Danang. Bu Surati, beserta kedua anaknya ini sama-sama mengamen setiap hari di perempatan Jlagran. Tepatnya di bawah rel jembatan kereta api. Sedangkan 2 anaknya yang lain tinggal di Bantul. Sebenarnya bu Surati mempunyi 4 anak, tetapi 2 anaknya yang lain tinggal di Bantul. Ibu Surati mengamen dari jam 10.00 – 17.00, dengan mendapatkan uang sebesar. Rp. 8.000 hari biasa, dan Rp. 15.000 di hari Minggu. Sedangkan suami Bu Surati yang bernama Pak Watono, asli warga Badran, bekerja sebagai tukang becak. Dalam hal kegiatan belajar anak, bu Surati selalu memberi saran supaya anak belajar terutama kalau malam hari karena sepulang dari sekolah kedua anaknya langsung mengamen. Pemilihan tempat sekolah atas kehendak bu Surati dan suaminya karena disesuaikan dengan kondisi ekonomi Rumah Tangganya. Sampai saat ini, Bu Surati mempunyai cita-cita menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Ia akan berusaha semampunya. Bu Surati sekeluarga beragama Islam. Tentu saja pemilihan agama Islam bagi anak-anak ditentukan oleh Bu Surati dan suaminya. Namun dalam pelaksanaan ibadah, bu Surati sekeluarga belum melaksanakannya dengan maksimal. Mereka hanya kadang-kadang saja menunaikan sholat. Justru si anak yang sering mengajak sholat bu Surati dan suaminya. Bahkan anak-anaknya Sri Sudarwati dan Danang juga pergi ke masjid untuk sholat berjamaah atas keinginan mereka sendiri. Dalam hal pekerjaan rumah tangga, Sri terkadang mau menyapu lantai atas kehendaknya sendiri. Tetapi terkadang jika lalai, bu Surati selaku orang tuapun mengingatkannya. Untuk mencuci piring pun masih harus diingatkan. Demikian pula ketika belanja kebutuhan rumah tangga pun dilakukan Sri atas suruhan orang tua. Sedangkan dalam hal mencuci pakaian, Sri Sudarwati mau 20 mengerjakannya atas kemauan sendiri. Kadang-kadang disuruh orang tua jika sudah banyak menumpuk, tetapi belum dicuci. Kalau untuk kebutuhan sendiri, seperti jajan dilakukan Sri tanpa campur tangan orang tua. Menurut bu Surati, pergaulan Sri selama ini baik-baik saja, karena Sri sudah bisa memilih teman sendiri baik di sekolah, di rumah maupun di jalan ketika mengamen. Tetapi tidak jarang pula bu Surati dan suaminya memberi saran jika ada masalah-masalah yang muncul atas pergaulannya. Setiap kali penulis datang ke lokasi penelitian, terlihat Sri sering menangis sendirian. Penulis berusaha menanyakan ke bu Surati sebagai ibunya, dijawab bahwa Sri memang sering dijahili temannya. Lagipula memang Sri agak cengeng. Namun ketika penulis sendiri yang mendekati Sri dan menanyakan apa yang membuatnya sering menangis, ternyata ia baru saja dicubit oleh ibunya karena hari itu ia tidak mendapatkan uang sesuai harapan ibunya. Apalagi kalau Sri sering terlihat diam saja tidak mengamen, maka pukulan yang ia terima jauh lebih keras. Dampak psikologis lain yang bisa diamati dari perilaku Sri adalah Sri terlihat sering melamun, dan menjadi anak yang kurang bergaul karena sibuk mencari uang dengan mengamen. Wajah Sri begitu berseri-seri setiap kali penulis datang menghampirinya seolah ia bisa mendapatkan teman untuk berbagi cerita.

E. Keluarga Ibu Lina