Keluarga Ibu Sriyati PEMBAHASAN

Ibu Kus sekeluarga memeluk agama Islam. Dalam hal ibadah, tidak jarang mereka sekeluarga pergi sholat berjamaah di masjid. Bu Kus mendidik anaknya untuk senantiasa menunaikan sholat lima waktu. Ia pun menegaskan bahwa meskipun ia mengamen tiap hari, namun ia tidak lupa selalu membawa mukena sehingga sewaktu mendengar adzan ia akan segera mengambil air wudhu dan sholat di masjid terdekat. Dari gambar kehidupan keluarga bu Kus diatas, maka dapat diketahui bahwa bu Kus dan suami telah menerapkan pola asuh yang demokratis. Dimana hal ini tercermin dari beberapa aspek yang diserahkan pada anak dalam pelaksanaannya, dan pada beberapa aspek yang lain diatur oleh bu Kus dan suami.

C. Keluarga Ibu Sriyati

Bu Sriyati ini adalah ibu dari Nur Agni. Usia bu Sri sekitar 30 tahun. Ia hanya berhasil mengenyam bangku sekolah sampai kelas 3 SD. Pekerjaan bu Sri ini mengamen setiap harinya. Tempat asal bu Sri adalah di Sragen, Jawa Tengah. Sedangkan suaminya yang bekerja sebagai buruh serabutan berasal dari Sudagaran, Yogyakarta. Bu Sriyati sekeluarga tinggal di Jlagran kurang lebih 7 tahun dengan mengontrak satu kamar yang biayanya 5.000 per hari. Sementara itu penghasilan dari mengamen, bu Sri memperoleh sekitar 10.000 sampai 20.000 perhari. Mengamen sejak dari jam 4 sore sampai jam 6 sore. Sedangkan penghasilan suaminya berkisar 10.000 sampai 15.000. Perolehan hasil mengamen dan hasil kerja suami ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan anak. Bu Sri mengamen atas keinginan sendiri. Suaminya selama ini juga mengetahui dan tidak berkeberatan karena keterpaksaan kondisi ekonomi keluarga. Suaminya menyadari bahwa penghasilannya setiap hari tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Belum lagi mereka mempunyai 4 anak yaitu Nur Agni kelas 2, Tia belum sekolah, Pradoto 4 tahun, Ratna hampir 2 tahun bulan Oktober nanti. Selama ini yang mengajak Nur Agni mengamen adalah bu Sri. Menurut bu Sri lambat laun, Nur Agni berkehendak sendiri untuk mengamen di jalan. Tadinya bu Sri dan Nur Agni mengamen di lokasi yang sama, namun lama-kelamaan 17 mereka sering jalan sendiri-sendiri. Memilih lokasi sendiri untuk mengamen. Sedangkan menurut pengakuan Nur Ani, kalau ia tidak mengamen bu Sri langsung menghajarnya, baik mencubit, memukul pundak kanan-kiri dan sebagainya. Hanya sewaktu berkunjung di tempat kakek dan nenek di desa, Nur Agni diijinkan tidak mengamen sama sekali. Semua uang hasil mengamen disimpan oleh bu Sri, karena khawatir kalau disimpan Bapak, bisa digunakan untuk mabuk mendem, begitu keterangan Nur Agni lebih lanjut. Tiap hari Nur Agni bisa mengumpulkan uang berkisar 20.000 – 25.000. Sering juga mendapat Rp. 50.000. Suatu ketika pernah hanya memperoleh Rp. 5.000. Tapi hal ini jarang terjadi. Uang tersebut kemudian disetor ke bu Sri. Sedangkan uang saku untuk Nur Agni di sekolah Rp. 2000,- dan uang jajan di rumah Rp. 1000,-. Semua itu bu Sri yang memberikannya. Sedangkan menurut Nur Agni, ia diberi uang saku tiap harinya sebesar Rp. 1.000,- dan uang jajan di rumah Rp. 5.000,-. Kalau Nur Agni ingin apa-apa beli sesuatu , Nur Agni cari sendiri. Misalnya : suatu hari Nur Agni dapat mengumpulkan uang Rp. 50.000,-. Kalau Nur Agni ingin beli sesuatu, maka Nur Agni menyetorkan uang Rp. 50.000,- terlebih dahulu ke ibunya, setelah itu baru Nur Agni cari uang lagi sebesar 10.000 atau 20.000 untuk membeli apa yang diinginkannya. Selama ini pengelolaan uang ngamen, dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan bayar sekolah dan untuk kebutuhan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga dikerjakan Bu Sri dengan bantuan Nur Agni dan Tia. Biasanya disuruh belanja. Kadang-kadang Nur Agni sulit juga diminta bekerja, sehinga bu Sri sering anyel Bhs Jawa atau mendongkol ketika anak- anak tidak mau disuruh-suruh. Bu Sri sebenarnya sudah menyuruh anaknya kalau siang agar tidur, kalau malam disuruh belajar. Tetapi anak-anaknya saja yang tidak mau. Dalam hal prestasi belajar, Nur Agni ternyata mendapatkan nilai yang lumayan yaitu rata-rata nilainya 7 di raport. Kalau ada PR, Nur Agni belajar di tempat teman. Sementara itu, les di sekolah masih terus dijalani oleh Nur Agni. Les ini diselenggarakan oleh oleh mahasiswa yang sedang melakukan KKN Kuliah Kerja Nyata di Gedong tengen. Nur Agni tidur jam 8 malam dan bangun 18 jam 5 pagi. Sebenarnya sudah sekian lama Nur Agni ingin berhenti mengamen, namun apa daya ia tidak berani membantah perintah orang tuanya untuk terus mengamen demi memenuhi kebutuhan keluarga. Nur Agni hanya ingin terus belajar terus sehingga suatu saat kelak bisa mencapai kesuksesan. Bahkan ketika ditanya besok kalau sudah besar ingin jadi apa. Nur Agni menjawab dengan singkat, ingin menjadi wiraswasta. Ia tidak ingin mengamen lagi. Pergaulan Nur Agni tidak dibatasi, ia boleh bermain dengan siapa saja tanpa adanya larangan dari bu Sri dan suaminya. Sehingga ketika penulis sedang mengamati pergaulan Nur Agni dan teman-temannya, jelas terlihat kurang kontrolnya orang tua atas pergaulannya. Dengan begitu mudahnya Nur Agni mengumpat ketika berseteru dengan temannya. Tidak segan-segan Nur Agni menyumpahi temannya dengan menyebut nama-nama binatang seperti anjing, bajing dan sebagainya. Dalam hal beribadah, bu Sri kadang-kadang sholat, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Nur Agni pun juga tidak pernah dimarahi jika tidak melaksanakan sholat. Setelah selesai diwawancarai, Nur Agni membonceng penulis di jok belakang bersama Danang, sambil berpamitan dengan ibunya untuk mengamen lagi, “ Bu, aku tak golek 10.000 yo “ atau dalam bahasa Indonesianya “ Bu, saya mau cari 10.000 lagi ya “. Ibunya menyahut : “ yoh, ho o “ atau “ya “Kemudian penulis menyahut : “wah taren sik “ atau wah tawar-menawar dulu“. Ibu Sri kemudian menjawab : “ Iya….,” sambil tertawa. Gambaran sepintas menunjukkan bahwa bu Sriyati dan suaminya menerapkan pola asuh yang otoriter terhadap Nur Agni, hal ini ditunjukkan adanya pemaksaan pada Nur Agni untuk mengamen di jalan. Ketika Nur Agni tidak mau, maka tak segan-tangan tangan bu Sri melayang. Dampak yang bisa diamati pada Nur Agni adalah setiap harinya ada rasa ketakutan yang terus melanda dirinya apabila ia tidak bisa mendapatkan uang sesuai keinginan orang tuanya. Di samping itu, di antara teman-temannya sesama pengamen anak, apabila berselisih dengan sesama teman, ternyata Nur Agni menjadi anak yang mudah 19 tersinggung dan marah-marah sambil mengumpat tanpa menghiraukan apakah yang diumpatnya itu adalah teman sebaya maupun yang lebih tua.

D. Keluarga Ibu Surati