Keterkaitan lingkungan mangrove terhadap produksi udang dan ikan bandeng di Kawasan Silvofishery Blanakan Subang, Jawa Barat

(1)

Production In Silvofishery Areas Blanakan, Subang, West Java. Yoga Suryaperdana. C24070019

Abstract

Mangroves create unique ecological environments that host rich assemblages of species. The muddy or sandy sediment of the mangal are home to a variety of epibenthic,infaunal, and melofaunal invertebrates. Channel within the mangal support communities of phytoplankton, zooplanktin and fish. Mangrove forest is a natural resource that plays the double, both of economic and ecological aspects. One of the utilization of mangrove forests are Silvofishery, which provides a combination of shrimp pond with mangrove vegetation. Silvofisheries represent an integrated approach to the conservation and utilization of which mangrove resources maintain a relatively high level of integrity in the mangrove area while capitalizing on the economic benefits of brackishwater aquaculture. This research aims to assess environmental conditions of mangrove ecosystem condition and its relation to the production of farmed shrimp and milkfish production and nature shrimp production in the silvofishery area Blanakan, Subang, West Java. And to see the relationships between the mangroves with the production of fisheries then analysed by the method of regression analysis. An attempt has been made to relate the surface areas of mangrove and the commercial shrimp production in those areas and adjacent waters in Indonesia. A significant linear relationship ( α = 0.05) was obtained between these two variables as expressed in an equation : y = 3.783 x +23.13, with r 2 value of 90.2% where Y is kg the non farming production (natural shrimp) and X is the mangrove surface. This relationship indicates that the shrimp production increases with the size of the mangrove area implying that any reduction of the tidal forests, purposes will cause a decrease in shrimp yield. Meanwhile, the result of regression analysis between the surface areas of mangrove with farming production (shrimp and milkfish) obtained the equation y = 0, 819x 235.3 with a value of r2 = 30.5%. The existence of mangrove can affect environmental conditions, the content of chlorophyll-a relatively higher, stable pH, and DO relatively better. Meanwhile, farming production (shrimp and milkfish) showed the uncertain condition. Because the success of the production of farmed fish (shrimp and milkfish) is more determined by the management of ponds.


(2)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove biasa ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai-pantai yang terlindung.

Ekosistem yang sangat unik namun peka ini merupakan sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), dan bahan tekstil, makanan, serta obat-obatan. Selain itu ekosistem mangrove juga merupakan penyangga antara lautan dan daratan untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Dalam hal ini, ekosistem mangrove berperan sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik, seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah.

Dalam beberapa tahun kebelakang, banyak hutan mangrove yang dialih fungsikan menjadi pelabuhan, tempat pemukiman, kegiatan perikanan, tempat rekreasi, dan sebagainya serta adanya kecenderungan negatif yang semakin tinggi berupa pencemaran di daerah pesisir. Kondisi tersebut menyebabkan rusaknya ekosistem hutan mangrove sehingga luas hutan mangrove semakin bekurang. Adanya konflik antara konservasi (perlindungan) hutan mangrove dan eksploitasi (konversi menjadi ekosistem lain) menimbulkan dilema dalam kaitannya dengan manajemen di wilayah pesisir. Hal ini disebabkan kedua-duanya bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung

Sejalan dengan permasalahan di atas pemerintah memperkenalkan sistem Silvofishery (tumpangsari). Sistem ini merupakan kombinasi antara tambak/empang dengan tanaman mangrove. Sistem ini dianggap cocok untuk pemanfaatan hutan mangrove saat ini. Dengan pola ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan sedangkan hutan mangrove masih terjamin kelestariannya sehingga peranan hutan mangrove dalam menunjang kegiatan perikanan dapat terlaksana dengan baik.


(3)

 

Wilayah mangrove Blanakan secara administrasi kehutanan termasuk dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem Pamanukan. Pengelolaan hutan mangrove di wilayah Blanakan dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara aktif melalui sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem ini telah dimulai sejak tahun 1986 melalui sistem tambak tumpangsari dimana sebagian besar dibuat dengan pola empang parit, dan sebagian kecil dengan pola komplangan dan pola jalur.

Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan antara keberadaan dengan kualitas lingkungan sekitar ekosistem mangrove sehingga produktivitas perikanan menjadi optimal, maka perlu dilakukan penelitian dan pekajian yang mendalam.

1.2. Perumusan Masalah

Silvofishery merupakan pola pemanfaatan hutan mangrove yang dikombinasikan dengan tambak/empang. Silvofishery diterapkan untuk meredam laju konversi ilegal hutan mangrove menjadi tambak. Ada dua komponen utama dari sistem silvofishery yaitu yang pertama adalah tambak atau empang yang akan menjadi tempat budidaya. Komponen yang kedua adalah mangrove, mangrove melalui serasah yang dihasilkannya merupakan landasan penting bagi keberadaan sumberdaya ikan di kawasan pesisir. Kedua komponen ini akan saling berhubungan dalam produksi perikanan di kawasan tersebut. Produksi sumberdaya ikan pesisir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ikan budidaya dan nonbudidaya. Produksi ikan kawasan pesisir tidak terlepas dari pengaruh produktifitas perairan daerah tersebut. Produktifitas perairan yang tinggi tentunya akan menghasilkan produksi yang tinggi pula. Produktifitas perairan dapat dilihat dari beberapa parameter kondisi lingkungan (kualitas perairan), sedangkan keberadaan mangrove diindikasikan dapat mempengaruhi kondisi lingkungan di daerah tersebut. Suatu hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan linear yang signifikan antara produksi udang dan ukuran mangrove, yang dinyatakan oleh persamaan y = 5,437 + 0,1128x, dimana y adalah produksi udang dan x merupakan area luasan mangrove. Hubungan ini mengindikasikan bahwa pengurangan hutan pasang surut misalnya untuk keperluan industri dan pertanian, akan menyebabkan pengurangan produksi udang tersebut (Martosubroto & Naamin 1977). Kawaroe et al (2001) menjelaskan bahwa


(4)

ke te m ba re m lu at da B pa 1. k b S

eberadaan m erhadap kebe mangrove dap agi sumberd Sejalan ehabilitasi/ko mengurangi

uasan area p tau pengaruh apat diketah Berdasarkan ada Gambar .3. Tujuan Peneliti kondisi ekos bandeng dan Subang, Jaw

mangrove d eradaan juve pat mengaki daya ikan di k

dengan hal onservasi ek manfaatnya penutupan di h yang berbe hui berapa b ilustrasi diat r 1 dibawah i

Gambar

n Penelitian ian ini memp sistem mangr n produksi ud wa Barat.

dengan kond enil ikan, seh ibatkan dam kawasan ter

di atas tamb kosistem ma

secara eko i dalam tamb eda terhadap besar mangr

tas secara d ini.

1. Skema al

punyai tujua rove serta h dang alam y

disi baik m hingga menu mpak yang sa

sebut.

bak silvofish angrove dan onomi. Kebe bak yang be p kondisi lin

ove berpeng diagramatik r

lur rumusan

an untuk men hubungannya ang ada di k

memberikan urunnya kual

angat mengk

hery dapat m ekosistem p eradaan man erbeda, didu gkungan did garuh terhad rumusan ma masalah pen ngkaji kondi a dengan pro kawasan silv

kontribusi litas dan kua khawatirkan

mengakomod pesisir secar ngrove deng uga akan me

dalam tamba dap produks asalah terseb nelitian isi lingkunga oduksi tamba vofishery Bla

yang besar antitas hutan n, khususnya

dasi kegiatan a luas tanpa gan kondisi miliki nilai ak. Sehingga i perikanan. but disajikan   an dan ak ikan anakan r n a n a i i a . n


(5)

 

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar atau landasan dalam menyusun kebijakan upaya pengelolaan berkelanjutan area pertambakan di kawasan Silvofishery Blanakan, Subang agar pemanfaatan hutan mangrove dapat dilakukan secara optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

                                                     


(6)

2. TINJAUAN PUSTAKA  

2.1 Ekosistem Mangrove

2.1.1. Keadaan Umum Ekosistem Mangrove

Pada wilayah pesisir pantai, terdapat beberapa sifat khas, yaitu adanya kandungan bahan organik yang tinggi, terutama di daerah pesisir estuari yang mendapat pengaruh pasang surut dengan kelimpahan dan keanekaragaman biota yang cukup besar (Odum 1971). Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove biasa ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung. Karakteristik habitat hutan mangrove menurut Bengen (2000) umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.

2.1.2. Fungsi ekosistem mangrove

Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuari sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasangsurut. Mangrove mempunyai berbagai fungsi, yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik, seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah.

Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan. Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove yang mati


(7)

 

dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan mangrove sangat penting, maka pemanfaatan mangrove untuk budidaya perikanan harus rasional. Ahmad dan Mangampa (2000) dalam Gunarto (2004) menyarankan hanya 20% saja dari lahan mangrove yang dikonversi menjadi pertambakan.

2.1.3. Hubungan mangrove dengan Produksi udang windu dan Ikan Bandeng Mangrove merupakan kawasan yang memiliki produktivitas tinggi. Pada ekosistem laut proses produksi berlangsung melalui pemanfaatan energi matahari oleh organisme autotrop, baik mikro maupun makro. Organisme autotrop mampu merubah bahan anorganik menjadi bahan organik dengan melibatkan cahaya matahari. Sumber-sumber bahan anorganik dalam ekosistem laut banyak berasal dari kawasan pantai. Kawasan mangrove sebagai tanah pembibitan udang telah menjadi salah satu faktor pembatas untuk kelimpahan udang di perairan lepas pantai ( Martusubroto & Naamin 1977).

Ekosistem pantai terutama mangrove mensuplai nutrien atau bahan anorganik dalam jumah relatif banyak. Bahan organik dari pohon-pohon mangrove berupa serasah-serasah daun yang terdekomposisi menjadi bahan anorganik. Nutrien inilah yang menjadi nutrisi bagi organisme autotrof. Organisme autotrof mensuplai bahan organik bagi organisme konsumen seperti ikan. Mangrove merupakan salah satu sumber nutrisi bagi organisme di laut. Mangrove juga memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan organisme di laut. Mangrove berperan dalam siklus hidup jenis-jenis ikan laut. Fungsi ekologis mangrove sebagai nursery ground, feeding ground dan spawning ground menunjukkan peran ekosistem ini yang sangat penting bagi kehidupan di laut.

Guguran daun, biji, batang dan bagian lainnya dari mangrove sering disebut serasah. Mangrove mempunyai peran penting bagi ekologi yang didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan organik berupa serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan. Serasah dari tumbuhan mangrove ini akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi terus menerus dan akan


(8)

menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara yang merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos (McConnaughey and Zottol 1983 dalam Taqwa 2010).

2.2. Kondisi Lingkungan 2.2.1. Suhu

Suhu air merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi kehidupan organisme. Pada perairan tropika suhu relatif tinggi (> 250C) sepanjang tahun, sehingga demikian suhu relatif stabil dan umumnya jarang menunjukkan gejala stratifikasi (Nur 2002). Peningkatan suhu dapat menyebabkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air. Peningkatan suhu sebesar 10 0C menyebabkan konsumsi oksigen meningkat sekitar 2-3 kali lipat. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah sebesar 20 0C - 30 0C (Effendi 2003). Menurut Poernomo (1988) kisaran suhu yang diperbolehkan dalam pemeliharaan udang windu adalah 26 0C - 32 0C sedangkan untuk pemeliharaan benih bandeng di tambak, temperatur air bervariasi antara 24 0C – 38,5 0C ( Bardach et al 1973).

2.2.3 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) didefinisikan sebagai logaritme negatif dari konsentrasi ion hidrogen [H+] yang mempunyai skala antara 0 sampai 14. Nilai pH mengindikasikan apakah air tersebut netral, basa atau asam. Air dengan pH dibawah 7 termasuk asam dan diatas 7 termasuk basa. Parameter pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi sepanjang hari. Pada perairan umum yang tidak dipengaruhi aktivitas biologis yang tinggi, nilai pH jarang mencapai diatas 8,5. Tetapi pada tambak ikan atau udang, pH air dapat mencapai 9 atau lebih. Dibidang perikanan nilai pH perairan sangat menentukan dalam usaha budidaya ikan. Perairan dengan pH rendah akan berakibat fatal bagi kehidupan ikan, yaitu akan memperlambat laju pertumbuhan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah (Effendi 2003). Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu kehidupan


(9)

 

ikan dan hewan air di sekitarnya. Nilai pH air normal adalah antara pH 6 sampai 8, sedangkan pH air terpolusi, berbeda-beda nilainya tergantung dari jenis buangan (Fardiaz 1992). Kriteria baku mutu kualitas air dapat dilihat pada tabel 1.

2.2.4. Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (°/oo) atau ppt atau gram/liter. Salinitas suatu perairan dapat ditentukan dengan menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam suatu sampel (klorinitas). Sebagian besar petambak membudidayakan udang dalam air payau (15-30 ppt). Menurut Khordi (1997) ikan bandeng akan memiliki pertumbuhan optimum pada kisaran salinitas 10-35 per mil. Sedangkan udang windu (Penaeus monodon), dan udang peci (P. merguensis ) akan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas 15-22O/oo. Kriteria baku mutu kualitas air dapat dilihat pada tabel 1.

2.2.5. Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi 2003). Kehidupan makhluk hidup di dalam air (tumbuhan dan biota air) tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) minimal yang diperlukan. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya, dan difusi dari udara (Hariyadi et al. 1992). Kadar oksigen terlarut di perairan dipengaruhi oleh proses aerasi, fotosintesis, respirasi, dan oksidasi bahan organik (Effendi 2003).

Terdapat suatu hubungan antara kadar oksigen dengan suhu, dimana semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen semakin berkurang. Peningkatan suhu sebesar 10C akan meningkatkan konsumsi oksigen sebesar 10%. Hampir semua organism akuatik menyukai kondisi dengan kelarutan oksigen > 5 mg/liter (Effendi 2003). Kriteria baku mutu kualitas air dapat dilihat pada tabel 1.


(10)

2.2.6.Klorofil a

Klorofil yang lebih dikenal dengan zat hijau daun merupakan pigmen yang terdapat pada organisme produsen yang berfungsi sebagai pengubah karbondioksida menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesis. Klorofil mempunyai rumus kimia C55H72O5N4Mg dengan atom Mg sebagai pusatnya. Klorofil-a merupakan salah satu

parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Beberapa parameter fisik-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat, fosfat, dan silikat). Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Selain itu “grazing” juga memiliki peran besar dalam mengontrol konsentrasi klorofil-a di laut (Hatta 2002 dalam Herawaty 2008). Kesuburan suatu perairan pada dasarnya akan mencerminkan tinggi rendahnya produktivitas perairan setempat. Produktivitas primer suatu perairan sangat tergantung pada kemampuan perairan tersebut dalam mensitesis bahan organik menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.

Dalam hal ini, peranan organisme yang mengandung klorofil sangat besar. Sebagaimana diketahui bahwa fitoplankton merupakan organisme yang mengandung klorofil-a dengan grup terbesar di lautan dan merupakan individu yang penting di laut karena peranannya sebagai produsen utama (primary producer). Fitoplankton mempunyai kemampuan menyerap langsung energi matahari untuk proses fotosintesis yang dapat mengubah zat anorganik menjadi zat organik yang dikenal sebagai prodiktivitas primer. Klorofil-a merupakan salah satu pigmen yang terkandung dalam fitoplankton dan merupakan bagian terpenting dalam proses fotosintesis. Klorofil-a sebagian besar dikandung oleh sebagian besar dari jenis fitoplankton yang hidup di dalam laut (Carolita et. al. 1999 dalam Herawaty 2008).

2.2.7. Alkalinitas

Alkalinitas menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir keasamaan dalam air. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/L) kalsium karbonat (CaCO3). Air dengan kandungan kalsium karbonat


(11)

 

dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm (Effendi 2003). Kriteria baku mutu kualitas air dapat dilihat pada tabel 1.

2.2.8 Nitrogen

Senyawa nitrogen terdapat di perairan laut dalam bentuk yang beragam, mulai dari molekul nitrogen terlarut hingga bentuk anorganik dan organik. Senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam tiga bentuk yaitu amonia, nitrit, dan nitrat. Senyawa nitrogen tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat oksigen rendah, nitrogen bergerak menuju amonia, sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi nitrogen bergerak menuju nitrat. Dengan demikian, nitrat merupakan akhir dari oksidasi nitrogen dalam air (Hutagalung dan Rozak 1997).

Bentuk senyawa nitrogen yang paling dominan adalah ion nitrat (NO3-) yang

sangat penting bagi pertumbuhan fitoplankton. Sedangkan amonia (NH3) adalah

hasil buangan yang penting dari zooplankton yang selanjutnya siap untuk dioksidasi menjadi ion nirit (NO2-) dan tahap berikutnya akan dioksidasi menjadi ion nitrat

(NO3-). Pada kondisi yang anoksik, penurunan nitrat menjadi amonia atau molekul

nitrogen dapat terjadi akibat aktivitas bakteri denitrifikasi. Nitrat (NO3-) adalah

nutrien utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan oleh proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Konsentrasi nitrat di suatu perairan diatur dalam proses nitrifikasi. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri ini adalah bakteri kemotrofik yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi (Effendi 2003).

Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air laut. Sumber amonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air. Selain itu, sumber amonia dapat berasal dari dekomposisi bahan organik (biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah ammonifikasi. Amonia dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu perairan (Effendi 2003).


(12)

2.2.9. Fosfor

Fosfor yang tersedia di hidrosfer sangat sedikit, namun keberadaannya sangat penting bagi metabolisme biologi (Wetzel 1975). Fosfor yang terdapat dalam air laut, baik terlarut maupun tersuspensi, memiliki bentuk anorganik dan organik. Pemanfaatan fosfat oleh fitoplankton terjadi selama proses fotosintesis. Ketika fitoplankton mati, fosfor organik dengan cepat berubah menjadi fosfat melalui proses fosforilases. Proses dekomposisi fitoplankton yang mati menghasilkan fosfor anorganik dengan bantuan bakteri. Mackentum (1969) in Basmi (1999) menyatakan bahwa senyawa orthofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,004 ppm, sementara pada kadar lebih dari 1,0 ppm PO4-P dapat menimbulkan blooming.

Menurut Prowse (1962) dan Mackentum (1969) in Basmi (1999), kandungan fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,25x10-3 – 5,51x10-3 mg/l. Jenis diatom mendominasi perairan yang berkadar fosfat rendah (0,00-0,02 mg/l), pada kadar 0,02-0,05 mg/l banyak tumbuh Chlorophyceae, dan pada kadar lebih tinggi dari 0,1 mg/l banyak terdapat Cyanophyceae. Fosfat merupakan suatu elemen penting dalam aktifitas biologi suatu organisme. Bentuk senyawa fosfor yang dapat langsung dimanfaatkan oleh organisme nabati (bakteri, fitoplankton dan makifita) adalah orthophosphat (Hariyadi et al. 1992). Kriteria baku mutu kualitas air dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Kriteria Kualitas air tambak  

Parameter Satuan Baku mutu Pustaka

Suhu °C 27‐32 (a) 26‐33 (c)

Salinitas ‰ 10‐35 (a) 10‐35  (c)

TSS mg/l <20 (a) 0‐150 (c)

pH 6‐9 (b) 7,5‐8,7 (c)

DO mg/l >3 (b) 3‐12 (c)

Nitrat mg/l <20 (b) 0‐200  (c)

Nitrtit mg/l <0,06 (b) <0,25  (c)

NH4 mg/l <0,3 (a) <0,25 (c)

BOD mg/l <6 (b) <10 (c)

Alkalinitas mg/l 90‐150 (a) > 20 (d)

Total P mg/l <1 (b)

a = Dirjen perikanan Budidaya 2007 b=  PP RI no.82 thn 2001

c = Senarath 1998 d= Effendi 2003


(13)

 

2.3. Silvofishery

Silvofishery merupakan pola pemanfaatan hutan mangrove yang dikombinasikan dengan dengan tambak/empang (Dewi 1995). Pola ini dianggap paling cocok untuk pemanfatan hutan mangrove saat ini. Dengan pola ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan sedangkan hutan mangrove masih tetap terjamin kelestariannya.

Silvofishery atau tambak tumpangsari merupakan suatu bentuk “agroforestry” yang pertama kali diperkenalkan di Birma, dimana bentuk tersebut dirancang agar pemerintah dapat membangun hutan buatan dengan biaya murah (Dewi 1995). Pada dasarnya prinsip tambak tumpangsari adalah perlindungan tanaman hutan mangrove dengan memberikan hasil lain dari segi perikanan. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove adalah nelayan pencari ikan. Dengan demikian pengembangan tambak sistem tumpangsari disamping memang sesuai dari segi kondisi ekologis, juga selaras dengan pola hidup masyarakat sekitarnya.

Jenis ikan yang biasanya dipelihara dalam sistem ini antara lain udang, bandeng, mujair, belanak, dan jenis lain seperti kepiting. Disamping hasil ikan yang dibudidayakan dalam sistem tambak tumpang sari sebagai hasil utama, petani juga masih dapat memperoleh hasil sampingan dari luar tambak berupa udang dan ikan (Soewardi 1994).

Menurut Sofiawan (2000) in Puspita et al (2005), terdapat beberapa tipe tambak pada sistem silvofishery, diantaranya adalah (1) tipe empang parit tradisional, (2) tipe komplangan, (3) tipe empang terbuka, (4) tipe kao-kao dan (5) tipe tasik rejo. Kegiatan rehabilitasi dengan pola tersebut tentunya tergantung dari kondisi lahan yang akan dikonversi, sebab tiap pola memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bentuk tipe atau model tambak pada sistem silvofishery dapat dilihat pada Gambar 2.


(14)

     

(1)Tipe empang tradisional ( 2) Tipe Komplangan (3) Tipe empang terbuka

    

(4) Tipe kao-kao (5) Tipe tasik rejo Keterangan : 

A. Pintu air (inlet/outlet) B. Empang

C. Saluran air

D. Pelataran tanaman lain

Gambar 2 . Tipe atau model tambak pada sistem silvofishery (Puspita et al 2005)

 

2.4. Udang

Udang merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal), menggali ke dalam substrat dasar di siang hari dan muncul pada malam hari untuk mencari makanan sebagai pengumpan bentik. Jenis makanannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur udang. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan zooplankton). Apabila keadaan lingkungan tambak cukup baik, udang jarang sekali menampakkan diri pada siang hari. Di lingkungan tambak udang, apabila udang tampak aktif bergerak di waktu siang hari, hal tersebut merupakan tanda bahwa ada kondisi yang tidak sesuai didalam tambak. Ketidakesuaian ini dapat disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang, kadar garam meningkat, suhu meningkat, kadar oksigen menurun, ataupun karena timbulnya senyawa-senyawa beracun (Suyanto & Mujiman 2003) .

Secara morfologi udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut kepala yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu, yang disebut kepala dada (Chepalothorax). Bagian


(15)

  pe da ru te di ke di si U be pe ad (S 2. ol ya P be erut terdapa ari ruas-ruas uas. Seluruh erbuat dari

inamakan k elopak kepa inamakan cu Salah s ifat-sifat dan Udang windu erkadar gara ertumbuhan dalah ketaha Suyanto & M

.5. Ikan B Bandeng leh Laceped ang menggu etrus Forsk elanak dan m

t ekor di be s (segmen). h tubuh tertu Chitin. Ba kelopak kep ala memanjan

ucuk kepala satu jenis ud n ciri khas u bersifat Eu am dengan r

udang wind anannya ter Mujiman 200 Ga Bandeng (C termasuk k de pada tahu unakan nama

al, pada aw menamakann

lakangnya. S Kepala dad utup oleh k agian kepal ala atau ca ng dn merun

(rostrum). dang adalah u

yang mem uryhaline, y rentang yang

du adalah 1 rhadap perub 03) (Gambar

ambar 3. Ud

Chanos chan keluarga Ch

un 1803. M a Chanos cha walnya meng nya chanos m

Semua bagia da terdiri da kerangka lua la-dada tert angkang kep ncing, yang udang windu mbedakannya yakni secara g luas, yakni 19-35 ‰. Si bahan suhu r 3)

dang windu (p

nos)

hanidae. Cha Meskipun Kl

anos tahun 1 ggambarkan mugil pada 1

an badan be ari 13 ruas, ar yang dise tutup oleh pala (carapa pinggirnya b

u (Penaeus m a dengan u

alami bisa i 5-45 ‰. K ifat lain yan u yang diken

penaeus mo

anos diangk luzinger ada 1871, namun n ikan band

1775 (Garcia

eserta anggot dan perut te ebut eksosk

sebuah ke ace). Di ba bergigi-gigi

monodon Fab udang-udang

hidup di pe Kadar garam ng juga men nal sebagai

nodon)

kat ke tingka alah taksono

n ahli biolog deng sebagai

a 1990) (Gam

tanya terdiri erdiri dari 6 keleton yang lopak yang gian depan, yang sering

b.) memiliki g yang lain. erairan yang m ideal untuk nguntungkan eurythemal

at genusnya omi pertama gi Denmark, i jenis ikan mbar 4). i 6 g g , g i . g k n l a a , n


(16)

Gambar 4 Bandeng (Chanos chanos)

Ikan bandeng mempunyai badan yang memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng merupakan ikan perenang cepat. Kepala ikan bandeng tidak besisik dengan mulut kecil terlihat di ujung rahang tanpa gigi dan lubang hidung terletak di depan mata. Mata diseliputi selaput bening (subcutaneus). Warna badan putih keperak-perakan dan punggung biru kehitaman. Ikan bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup insang, dengan 14-16 jari-jari sirip dada, 11-12 sirip perut, 10-11 jari-jari sirip anus dan pada sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari. (Khordi 1997).

Makanan ikan bandeng umumnya berupa ganggang benang (Chlorophyceae), diatom, Rhizopoda, Gastropoda, dan beberapa jenis plankton lainnya. Makanan bandeng juga sering disebut sebagai klekap. Klekap merupakan campuran berbagai macam jasad renik yang tumbuh didasar tambak penyusun utamanya adalah Diatom dan Cyanophyceae. Guna pertumbuhannya klekap menghendaki tekstur tanah dasar berupa tanah liat berpasir dan airnya jernih dengan kedalaman 15-45 cm, salinitas 25-30 pr mil, suhu 25o-36oC, dan pH sekitar 7,8-8,5 (Suyanto & Mujiman 2003).


(17)

 

3 METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan pertambakan silvofishery Desa Jayamukti dan Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Penelitian berlangsung selama tiga bulan dari bulan April hingga Juni 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas pH stick, refraktometer, tali rapia, electric pump, kertas saring, botol BOD, thermometer, botol contoh preservatif, ice box, dan GPS (lampiran 1). Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan pengawet MgSO4 serta larutan titrasi dan air sampel dengan mengunakan

standard method APHA 2005. Program yang digunakan adalah Microsoft Excel.

3.3 Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung (observasi) di lokasi penelitian dan wawancara, baik secara langsung maupun dengan kuesioner terhadap penduduk sekitar lokasi penelitian serta pihak-pihak yang terkait. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen hasil penelitian atau studi, peraturan perundangan dan data pendukung lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dari dinas atau instansi terkait dengan penelitian. Adapun jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data hasil tangkapan udang dan ikan Bandeng di sekitar tambak silvofishery dan data luasan hutan mangrove di lokasi penelitian.

3.3.2.Lokasi Titik Sampling

Pengamatan dilakukan di kawasan tambak silvofishery Blanakan Subang, Jawa Barat. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari dua stasiun yaitu sungai (stasiun 1-3) dan tambak (stasiun4-9). Pada stasiun sungai titik sampling terbagi menjadi tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Penentuan ketiga bagian tersebut


(18)

berdasarkan saluran atau kanal horizontal disekitar sungai Blanakan. Pada stasiun tambak lokasi terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian kanan (desa Jayamukti) dan bagian kiri (desa Langensari), dalam setiap bagian terdapat tiga stasiun yang mewakili bagian hulu, tengah, dan hilir kawasan silvofishery. Stasiun tambak yang dipilih untuk mewakili setiap bagian hulu, tengah dan hilir dipilih secara acak pada setiap bagian hulu, tengah dan hilir tersebut. Peta lokasi titik sampling disajikan pada Gambar 5

Gambar 5. Peta lokasi titik sampling

3.3.3.Pengambilan Data A. Data vegetasi Mangrove

  Pengumpulan data vegetasi dilakukan dengan cara mengamati vegetasi pohon mangrove yang terdapat di dalam area tambak. Parameter yang diamati adalah jenis dan kerapatan vegetasi mangrove tersebut. Kerapatan mangrove merupakan jumlah individu mangrove per luas areal pengamatan (hektar) .

B. Data kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur di setiap lokasi pengambilan contoh adalah suhu, salinitas, DO, pH, klorofil-a, Total N dan total P. Pengambilan contoh air dilakukan dalam dua kondisi yaitu pada saat pasang dan surut. Kegiatan pengambilan contoh air untuk stasiun yang berada sungai dilaksanakan pada pukul


(19)

 

19.00 WIB untuk pasang dan 04.00 WIB untuk surut sedangkan untuk stasiun yg berada di tambak dilaksanakan pada pukul 19.00 WIB untuk pasang dan 12.00 WIB untuk surut. Pengumpulan data suhu, salinitas, pH dan penyaringan sampel air untuk klorofil-a dilakukan secara insitu. Selanjutnya analisis parameter klorofil-a, alkalinitas, total N, dan total P dilakukan di Laboratorium Produktifitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Metode/alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan data kualitas air disajikan pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Metode/alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan data kualitas air

No Parameter Satuan Metode

Pengukuran Lokasi Keterangan Fisika

1 Suhu °C Termometer insitu

2 Salinitas ‰ Refraktometer insitu Kimia

1 pH Kertas Lakmus insitu

2 DO mg/l Titrasi winkler insitu APHA 1998 3 Alkalinitas mg/l Titrimetrik Lab. APHA 1998

4 Total N mg/l Kjeldhal Lab. APHA 1998

5 Total P mg/l Spektrofotometri Lab. APHA 1998 Biologi

1 Klorofil µg/l Spektrofotometri Lab. APHA 1998

C. Data produksi udang dan Ikan bandeng

Pengumpulan data produksi perikanan di kawasan silvofishery dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan kuisioner kepada petani tambak dan pihak-pihak terkait.

3.4. Analisis Data

3.4.1 Hubungan antara Luasan Mangrove terhadap Produksi Perikanan Untuk mengetahui hubungan antara luasan mangrove terhadap hasil perikanan, digunakan perhitungan dengan analisis regresi. Analisis regresi digunakan untuk menguji berapa besar variasi variabel tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas dan menguji apakah estimasi parameter tersebut signifikan atau tidak.


(20)

Variabel tak bebas (Y) adalah produksi perikanan, dan variabel bebas (X) adalah luasan mangrove.

Y= f ( X1,X2,...Xk,e)

Keterangan :

Y= Variabel tak bebas X= Variabel bebas e = disturbance term

Selain itu untuk melihat perbedaan penutupan mangrove dan produksi ikan di tiap tambak, dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik F. Uji statistik F dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang nyata pada tiap perlakuan (tambak). Berikut disajikan cara perhitungan uji statistik F (Walpole 1992):

Fhitung = =

keterangan :

JKK = jumlah kuadrat kolom (perlakuan) JKG = jumlah kuadrat galat

k = jumlah perlakuan

n = jumlah ulangan

hipotesis

Ho : α1 = α2 = . . . = αk = 0

H1 : sekurang-kurangnya satu αi tidak sama dengan nol

kriteria uji :

Fhitung > Ftabel Tolak Ho

Fhitung < Ftabel Gagal tolak Ho

3.4.2 Data Vegetasi mangrove

Untuk menganalisa data kerapatan vegetasi mangrove digunakan rumus (Bengen 2000) :

keterangan:

K = Kerapatan vegetasi mangrove (ind./ha) N = Jumlah total individu (ind.)

A = satuan unit area yang diukur (ha)  

   


(21)

 

3.4.3 Data Kualitas Air

Data parameter kualitas air di setiap stasiun dianalisis menggunakan baku mutu air laut untuk biota dan budidaya.

3.4.4 Data Produksi udang dan ikan bandeng

Data produksi udang dan ikan bandeng yang didapat dari hasil wawancara dan data sekunder dari KUD ini dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik.

                                             


(22)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

4.1. Kondisi Lokasi Penelitian

Wilayah mangrove Desa Jayamukti dan Desa Langensari secara administrasi kehutanan termasuk dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem Pamanukan. BKPH tersebut, dikelola oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, dan dibagi atas empat Resort Polisi Hutan (RPH), yaitu RPH Tegaltangkil, yang menaungi wilayah mangrove Desa Jayamukti, RPH Muara Ciasem, yang menaungi wilayah mangrove Desa Langensari, RPH Bobos dan RPH Proponcol. Pada dasarnya pengelolaan hutan mangrove di wilayah mangrove Desa Jayamukti dan Desa Langensari dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara aktif melalui sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem ini telah dimulai sejak tahun 1986 melalui sistem tambak tumpangsari, dimana sebagian besar dilakukan dengan pola empang parit dan sebagian kecil dengan pola komplangan serta pola jalur. Semestinya sistem tambak tumpangsari terdiri atas 80% hutan mangrove dan 20% empang atau tambak, serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya.

Vegetasi mangrove, terutama pada areal pertambakan pada kenyataannya tidak berkembang secara baik akibat penebangan untuk perluasan tambak. Dengan demikian, sistem tambak tumpangsari tidak lagi dapat dipertahankan secara utuh. Kondisi tersebut di atas, menyebabkan bervariasinya tingkat kerapatan dan luas penutupan vegetasi mangrove didalam tambak tumpangsari. Pada beberapa zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Jayamukti dan Langensari, sistem tambak tumpangsari masih dipertahankan secara baik. Kondisi inilah yang menyebabkan kerapatan vegetasi mangrove pada zona-zona tersebut relatif tinggi. Gambaran kondisi vegetasi mangrove dan petak tambak di kawasan silvofishery Blanakan, Subang dapat dilihat pada Gambar 6 dan Lampiran 2.


(23)

  m be Ja te pe pr tu re P tu H ya se su sa be di

Gambar 6. I

Pada w masih berlan

erbatasan d ayamukti, si engah hutan. engelola ta roduktivitas umpangsari, endahnya k emerintah D umpangsari, Usaha b Hutan Bersam ang dilakuka ehingga kep umberdaya h aling mengu erkepentingan irugikan. Sala Ilustrasi kon ilayah perair ngsung seca dengan wila istem tamba . Hasil waw ambak terh

perairan, m sehingga kesadaran m Desa maupun

menyebabk budidaya sylvo ma Masyaraka

an bersama ol pentingan be hutan dapat d untungkan an

n memiliki h ah satu hak m

ndisi vegetas

ran mangrov ara baik pa ayah darata ak tumpang wancara menu

hadap pent merupakan s

menjamin masyarakat, n pihak Perh an hilangnya vofishery dilok

at (PHBM) s leh PT Perhut ersama untuk diwujudkan. S ntara PT Pe

hak dan kew masyarakat ad

i mangrove Subang

ve Desa Lan ada zona te an. Pada w sari masih unjukkan ba tingnya fun salah satu p

keutuhan k serta kur hutani terhad a komunitas kasi penelitian sebagai suatu tani (Persero) k mencapai Setiap stakeho erhutani (Per wajiban, sehin

dalah mempe

di kawasan S

ngensari, sist engah dan wilayah per dipertahanka ahwa, tingka ngsi ekosi penyebab ter komunitas m rangnya pen dap keberlan

mangrove. n dikelola me

sistem penge ) dan masyara kebelanjuta older diikat o rsero), masy ngga tidak a eroleh hasil p

Silvofishery

em tambak t belakang h rairan mang an pada seb at kesadaran stem mang rjaganya sist mangrove. ngawasan ngsungan sis elalui sistem elolaan sumb akat dengan j an fungsi d oleh suatu per yarakat, dan

ada satu piha panen ikan da

Blanakan, tumpangsari hutan, yang grove Desa bagian zona masyarakat grove bagi tem tambak Sebaliknya, dari aparat stem tambak Pengelolaan berdaya hutan jiwa berbagi, dan manfaat rjanjian yang pihak yang ak pun yang an atau udang i g a a t i k , t k n n , t g g g g


(24)

yang dibudidayakan dan berkewajiban menjaga kelestarian mangrove pada areal tambaknya. Salah satu hak PT Perhutani (Persero) adalah memperoleh bagi hasil atas penggunaan lahan oleh masyarakat dan berkewajiban melakukan pengawasan terhadap pengelolaan sylvofishery. Masyarakat menyadari bahwa keberadaan mangrove di sekitar tambak itu sangat penting karena kawasan mangrove sebagai kawasan pembibitan udang alami yang telah menjadi salah satu faktor pembatas untuk kelimpahan udang di perairan lepas pantai karena kawasan mangrove mempunyai produktivitas yang sangat tinggi.

4.2. Kondisi Kegiatan Perikanan

Kegiatan perikanan di Desa Jayamukti dan Langensari terdiri atas budidaya ikan di tambak (payau) dan budidaya ikan air tawar. Budidaya yang paling dominan dilakukan adalah usaha budidaya tambak dengan sistem silvofishery pola empang parit. Usaha ini merupakan bentuk kerjasama antara PT Perhutani (Persero) Unit III Jawa Barat dan Banten, KPH Purwakarta dengan masyarakat sekitar hutan yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Payau. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini terdapat dua jenis komoditas yang diteliti, yaitu komoditas budidaya dan komoditas nonbudidya. Produksi ikan budidaya merupakan komoditas yang dipelihara di dalam tambak. Data komoditas ikan yang dikumpulkan adalah jenis ikan bandeng (Chanos chanos) dan udang windu (Penaeus monodon). Komoditas budidaya dipanen pada satu musim tertentu, tergantung ukuran yang diinginkan oleh pemilik tambak. Dalam penelitian ini tambak yang diambil data produksinya merupakan tambak yang memiliki masa pemeliharaan sekitar kurang lebih empat sampai enam bulan. Sedangkan produksi ikan nonbudidaya atau ikan tangkapan merupakan komoditi yang ditangkap di alam dan tidak dipelihara di dalam tambak serta biasanya ditangkap setiap hari atau pada hari-hari tertentu oleh pemilik tambak maupun nelayan, dalam penelitian ini data yang diambil adalah jenis udang api-api (Metapenaeus spp) dan udang peci (Penaeus marguiensis). Udang ini ditangkap dengan menggunakan bubu yang dipasang di sekitar pintu air atau ditangkap langsung oleh nelayan dengan menggunakan jaring di sekitar tambak Silvofishery. Hasil produksi komoditas budidaya dan nonbudidaya pada Desa Langensari dan Jayamukti dapat dilihat pada Tabel 3, Lampiran 3 dan Lampiran 4.


(25)

 

Tabel 3. Jumlah Produksi Udang dan Ikan Bandeng

Stasiun Komoditas Produksi Tahun (kg)

2008 2009 2010 2011*

Langensari

Udang Windu - - 2.531 424

Udang Api - - 13.741 4.648

Udang Peci - - 13.382 3.758

Ikan Bandeng - .- 18.310 4.658

Jayamukti

Udang Windu 3.322,5 4364 2.453 444 Udang Api 17.370 24.650 25.639 5.939 Udang Peci 11.840 15.256 15.053 3.524 Ikan Bandeng 98.988 71.545 106.534 28.033 Sumber: KUD Mina Karya Bhukti Sajati dan KUD Langen Jaya

*sampai bulan Maret 2011

Berdasarkan Tabel 3 diatas terlihat bahwa jika melihat data produksi 2010 produksi ikan bandeng mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 pada Desa Jayamukti. Pada tahun 2009 produksi ikan bandeng sebesar 71.545 kg dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 106534 kg untuk seluruh kawasan Desa Jayamukti, sedangkan untuk Desa Langensari tidak diketahui dikarenakan tidak didapat data hasil produksinya. Untuk komoditas budidaya (udang windu dan ikan bandeng), potensi produksi terbesar terdapat pada desa Jayamukti sebanyak 126,76 kg/ha untuk ikan bandeng dan 2,92 kg/ha untuk udang windu. Sedangkan untuk komoditas nonbudidaya (udang peci dan udang api) desa Langensari mempunyai nilai potensi yang cukup besar sebanyak 55,47 kg/ha untuk udang api dan 54,02 kg/ha untuk udang udang peci.

Masyarakat pada umumnya membudidayakan ikan bandeng, mujaer, dan udang windu dengan sistem tradisional karena tanpa pernberian pakan buatan, dengan masa panen sekitar empat bulan, dan pengambalin air untuk tambak pada saat pasang sesuai kebutuhan masing-masing tambak. Petambak menggantungkan pemenuhan pakan ikan dan udang pada alam. Keberadaan mangrove mejadi penting karena daun dan ranting yang jatuh ke tambak bisa menjadi sumber klekap dan bahan makanan alami bagi organisme budidaya. Selain memperoleh hasil panen dan hewan yang sengaja dibudidayakan, petambak juga mcmperoleh tangkapan harian berupa udang api, udang peci, ikan belanak, dan ikan runcahan.


(26)

4. bu pe ki se ba sa S pe pe ak lo .3. Kondis Parame udidaya uda engaruh pos isaran nilai edangkan pe atas dari yan alah satu kr

ecara umu engambilan erubahan lin ktivitas biota Hasil p okasi penelit Gamb si Lingkung eter kualitas ang maupun sitif atau ne kandungan engaruh nega

ng dapat dit riteria dalam m paramet

contoh te ngkungan se a di dalamny

engukuran p tian di sajika

ar 7. Grafik

gan (Kualita air tambak n ikan Band egatif, kualit yang masih atif terjadi b terima oleh m penentuan ter kualitas erdapat perb ecara langsun ya. parameter ku an pada Gam

nilai Salinit

as Air pada k sangat pen deng. Kual tas air berp h dapat dite bila kualitas udang atau n tingkat k s air tamb bedaan. Ha ng maupun t

ualitas air p mbar 7 hingg

tas di setiap

Lingkunga nting dan m itas air tam engaruh pos erima oleh t

air tersebut ikan. Kual kelayakan at bak pada m al ini diseb

tidak langsu

pada stasiun a Gambar 14

Stasiun pen

n Mangrov menentukan k mbak dapat m

sitif bila m tubuh udang di luar kisa litas air dap tau kesesuai masing-masi babkan kare ung yang me

pengambila 4 dan Lampi

ngambilan co e)

keberhasilan memberikan masih dalam g atau ikan, aran ambang pat dijadikan ian tambak. ing stasiun ena adanya empengaruhi

an contoh di iran 5. ontoh n n m , g n . n a i i


(27)

 

Gam

Gambar

Gambar 10

mbar 8. Grafi

r 9. Grafik S

0. Grafik nila

fik nilai Suhu

Sebaran nilai

ai Oksigen t

u di setiap St

i pH di setiap

erlarut di set

tasiun penga

p Stasiun pe

tiap Stasiun

ambilan cont

engambilan c

pengambila toh

contoh.


(28)

Gambar

Gamba

Gamb

r 11. Grafik

ar 12. Grafik

bar 13. Grafik

nilai Klorof

k Nilai Total

k nilai Total

fil-a di setiap

l P di setiap

l N di setiap

p Stasiun pen

Stasiun peng

Stasiun pen

ngambilan c

gambilan co

gambilan co ontoh.

ontoh.


(29)

  ka be pe la pa le pe di di ju su su sa S ya ya m S pe se Gambar Salinita arena memp erumur 1-2 ertumbuhann ambat. Namu ada kadar ga ebih tinggi emeliharaan

Berdasa idapat nilai ikarenakan a uga yang me

urut. Perbed ungai, denga alinitas pada alinitas stas ang salinitas ang nilai sal memungkinka

ebenarnya ertumbuhan emakin ting

r 14. Grafik n

as (kadar gar pengaruhi ke 2 bulan m

nya optimal un bila umur aram lebih t

dari 40 ‰ n udang adala arkan hasil salinitas pa adanya masu enyebabkan p daan terbesa

an nilai 34 ‰ a stasiun 3

iun yang be snya paling t linitas 21‰.

an mendapa tingginya k udang dan ginya salini

nilai Alkalin

ram) merup ecepatan pe memerlukan

l. Bila kada rnya sudah l tinggi dari 2 ‰ udang tid

ah 15-25 per pengukuran ada waktu p

ukan dari a perbedaan n ar terdapat ‰ saat pasa dikarenakan erada di dala tinggi adalah Hal ini dika at pasokan kandungan

bandeng y itas, maka a

nitas di setia

akan salah ertumbuhan

kadar gara ar garam le ewat 2 bulan 5 ‰ sampai dak tumbuh rmil (Suyant n salinitas asang lebih air laut den nilai salinitas pada stasiu ang dan 19 n letak stasi am tambak h tambak 2 p arenakan ta

air laut leb salinitas da ang dipeliha air yang ada

ap Stasiun pe

satu sifat ku udang. Uda am 15-25 ebih tinggi, n, relatif teta i 30 atau 34 h lagi. Salin

to & Mujima (Gambar 7) tinggi darip gan arus yan s yang cukup un 3 yaitu s ‰ pada saa iun 3 yang berkisar an pada Desa J ambak ini be bih banyak d alam tambak ara, hal ini a di dalam t

engambilan

ualitas air y ang yang m

‰ (air p pertumbuh ap baik pertu 4 ‰. Pada k nitas yang an 2003). ), pada sta pada saat su

ng cukup be p besar antar stasiun yang at surut. Be

di dekat mu ntara 4 -21‰ Jayamukti at erada di deka

dibanding ai k akan me terjadi kar tubuh ikan contoh yang penting masih muda, payau) agar hannya akan umbuhannya kadar garam baik untuk siun sungai urut. Hal ini esar. Hal ini r pasang dan g berada di esarnya nilai uara sungai. ‰. Tambak tau stasiun 5 at laut yang ir tawarnya. empengaruhi rena dengan akan keluar g , r n a m k i i i n i i . k 5 g . i n r


(30)

melalui proses osmosis. Sanarath (1998) menyatakan bahwa salinitas yang baik untuk budidaya tambak berkisar 10-35 ‰, hal ini juga sesuai dengan baku mutu menurut Dirjen perikanan budidaya (2007) yang menyatakan bahwa salinitas yang baik untuk budidaya tambak sekitar 10-35 ‰. Menurut Nybakken (1992) fluktuasi salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.

Berdasarkan hasil pengukuran parameter suhu (Gambar 8), terlihat bahwa selama penelitian fluktuasi suhu air pada stasiun tambak tidak terlalu besar. Suhu tertinggi pada saat surut terdapat pada stasiun 9 atau tambak 3 di Desa Langensari sebesar 40oC. Hal ini dikarenakan keadaan sekitar stasiun pengukuran suhu di stasiun 9. Pada daerah sekitar stasiun 9 tidak terlalu tertutup oleh pohon-pohon mangrove sehingga intensitas cahaya dapat langsung masuk ke perairan tambak. Suhu terendah terdapat pada stasiun 5 dan 6 yang keduanya ada di tambak Desa Jayamukti sebesar 33oC. Hal ini terjadi karena pada stasiun tersebut terlindungi pohon-pohon mangrove, sehingga pada saat pengukuran suhu, intensitas cahaya matahari tidak terlalu tinggi. Pada saat pasang suhu tertinggi untuk staisun tambak terdapat pada stasiun 5 yaitu stasiun tambak 2 yang berada di desa Jayamukti sebesar 34oC, suhu terendah terdapat pada stasiun 8 atau tambak 2 Desa Langensari sebesar 27oC, nilai suhu pada saat pasang lebih kecil dibandingkan saat surut pada stasiun tambak. Hal ini dikarenakan waktu pengukuran pada saat surut yang pada siang hari sehingga pada saat pengukuran suhu, intensitas cahaya matahari tinggi dan suhu menjadi naik.

Pada stasiun sungai, suhu perairan pada saat surut berkisar 27-30 oC. Nybakken (1992) menyatakan keberadaan suhu air di perairan estuari lebih bervariasi dari pada perairan laut di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena dasar perairan estuari yang lebih dangkal sehingga di perairan estuari akan mengalami suhu yang lebih cepat panas dan cepat pula dingin. Selain dipengaruhi oleh sinar matahari suhu juga dipengaruhi oleh resultan dari pencampuran antara air tawar dengan air laut yang berbeda suhunya. Kisaran suhu pada perairan yang diperoleh masih dalam kisaran yang baik bagi pertumbuhan. Sanarath (1998) menyatakan bahwa suhu yang baik untuk budidaya tambak berkisar 26-36 oC. Sedangkan, baku mutu menurut Dirjen perikanan budidaya (2007) yang menyatakan bahwa suhu yang


(31)

 

baik untuk budidaya tambak sekitar 27-32 oC. Selanjutnya Suyanto dan Mujiman (2003) menyatakan bahwa, udang windu mampu hidup pada suhu 18-350C, tetapi suhu terbaik untuk udang adalah 28-300C. Bila suhu di bawah 180C, nafsu makan udang akan turun, dan bila suhu di bawah 120C atau diatas 400C, dapat menimbulkan kematian bagi udang. Untuk menghindari fluktuasi suhu yang besar, maka dapat dilakukan dengan meninggikan permukaan air dan memasang pelindung.

Peningkatan suhu dapat menyebabkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air. Peningkatan suhu sebesar 10 0C menyebabkan konsumsi oksigen meningkat sekitar 2-3 kali lipat. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah sebesar 20 0C - 30 0C (Effendi 2003). Menurut Poernomo (1988), kisaran suhu yang diperbolehkan dalam pemeliharaan udang windu adalah 26 0C - 32 0C sedangkan untuk pemeliharaan benih bandeng di tambak temperatur air bervariasi antara 24 0C – 38,5 0C (Bardach et al. 1973 ).

Derajat keasaman (pH) perairan pada saat pasang maupun surut berkisar antara 6,5–8 (Gambar 9). Hal ini disebabkan kondisi perairan yang lebih condong ke arah laut. Siahainenia (2000) menyatakan bahwa perairan dengan pH 6.50-7,50 dikategorikan perairan yang cukup baik, sedangkan perairan dengan kisaran pH 7,50-8,50 dikategorikan sangat baik. Rendahnya pH air tambak pada lokasi penelitian disebabkan oleh penguraian bahan organik yang terakumulasi di dasar tambak pada waktu digunakan untuk budidaya sebelumnya terutama pada tambak silvofishery, sehingga terjadi pelepasan ion H+ yang akan mempengaruhi derajat keasaman air tambak. Menurut Boyd (1988) in Effendi (2003) proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral dan alkalis. Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada pH netral dan alkalis.

Nilai pH air pada saat penelitian masih dalam batas yang baik untuk budidaya perikanan menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1982) yaitu berkisar 6,5-9 maupun berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, yaitu 6-6,5-9. Fluktuasi pH yang tinggi dapat terjadi jika densitas plankton tinggi. Tambak dengan total alkalinitas yang tinggi mempunyai fluktuasi pH yang lebih rendah dibandingkan dengan tambak yang beralkalinitas rendah. Hal ini disebabkan kemampuan total alkalinitas sebagai buffer atau penyangga. Di bidang perikanan, derajat keasaman (pH) perairan sangat


(32)

menentukan dalam usaha budidaya ikan. Perairan dengan pH rendah akan berakibat fatal bagi kehidupan ikan, yaitu akan memperlambat laju pertumbuhan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah (Effendi 2003).

Oksigen Terlarut (DO) dalam air sangat menentukan kehidupan udang dan ikan dalam budidaya, karena rendahnya kadar oksigen terlarut dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan kematian (Buwono 1992). Fungsi oksigen di dalam tambak selain untuk pernapasan organisme juga untuk mengoksidasi bahan organik yang ada di dasar tambak. Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk pernapasan udang tergantung ukuran, suhu dan tingkat aktivitas dan batas minimumnya adalah 3 ppm atau mg/l.

Kisaran nilai oksigen terlarut pada stasiun sungai berada pada nilai 3,10-3,68 mg/l. Pada kondisi pasang kandungan oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 3,68 mg/l dan kandungan oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 3,1 mg/l (Gambar 10). Gerakan yang ditimbulkan pada saat pasang memperbesar bidang kontak air dengan udara seingga difusi udara menjadi lebih besar, hal tersebut berdampak pada kadar oksigen yang sedikit meningkat. Sedangkan pada kondisi surut kandungan oksigen terlarut berkisar antara 1,64-3,27 mg/l. Pada kondisi surut kandungan oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 3,27 mg/l dan kandungan oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 1,64 mg/l.

Pada stasiun tambak, kisaran nilai oksigen terlarut pada stasiun tambak berada pada nilai1,64-8,99 mg/l. Pada kondisi pasang kandungan oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 6 (stasiun tambak 3 Desa Jayamukti) sebesar 8,99 mg/l dan kandungan oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 7 (stasiun tambak 1 Desa Langensari) sebesar 1,64 mg/l. Pada kondisi surut kandungan oksigen terlarut berkisar pada 2,45-8,90 mg/l. Pada kondisi surut kandungan oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 4 (stasiun tambak 1 Desa Jayamukti) sebesar 8,90 mg/l dan kandungan oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 9 (stasiun tambak 3 Langensari) sebesar 1,64mg/l. Pada kondisi surut kandungan oksigen terlarut relatif lebih kecil diduga karena proses dekomposisi bahan organik yang


(33)

 

cukup besar di habitat mangrove pada waktu surut, sehingga kebutuhan oksigen terlarut (DO) cukup besar. Menurut Effendi (2003) kadar DO berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air. Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Selain itu semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen pun semakin berkurang sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya, dan difusi dari udara (Hariyadi et al. 1992). Kisaran nilai oksigen terlarut untuk budidaya perikanan menurut PP No. 82 Tahun 2001 adalah diatas 3 mg/l.

Klorofil lebih dikenal dengan zat hijau daun merupakan pigmen yang terdapat pada organisme produsen yang berfungsi sebagai pengubah karbondioksida menjadi karbohidrat, melalui proses fotosintesa. Klorofil mempunyai rumus kimia C55H72O5N4Mg dengan atom Mg sebagai pusatnya. Klorofil-a merupakan salah satu

parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. (Hatta 2002 dalam Herawaty 2008).

Nilai kandungan klorofil-a selama penelitian memperlihatkan perbedaan yang mencolok, pada stasiun sungai nilai klorofil-a berkisar 11,371-25,743 µg/l pada saat surut dan 6,786- 9,847 µg/l saat pasang (Gambar 11). Pada stasiun tambak (stasiun 4-9), nilai kandungan klorofil-a berkisar antara 9,887-87,022 µg/l saat surut, stasiun yang mempunyai nilai klorofil tertinggi adalah stasiun 4 yang mempunyai nilai sebesar 87,022 µg/l dan terkecil pada stasiun tambak 9 dengan nilai sebesar 9,887 µg/l. Pada saat pasang, nilai kandungan klorofil-a berkisar 2,37- 90,123 µg/l. Stasiun yang mempunyai nilai klorofil tertinggi adalah stasiun 4 yang mempunyai nilai sebesar 90,123 µg/l dan terkecil pada stasiun 7 dengan nilai sebesar 2,37 µg/l. Bervariasinya nilai kandungan klorofil-a karena dipengaruhi oleh nilai parameter fisika dan kimia lainnya. Menurut Hatta (2002) dalam Herawaty (2008) menyatakan bahwa beberapa parameter fisik-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya dan nutrien (terutama


(34)

nitrat, fosfat dan silikat). Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Selain itu “grazing” juga memiliki peran besar dalam mengontrol konsentrasi klorofil-a di laut.

Nilai kandungan klorofil-a ini bertujuan untuk menduga nilai biomassa fitoplankton. Menurut Jeffrey dalam Nontji (1987) penentuan biomassa fitoplankton dengan pendekatan klorofil merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan dan hingga kini dipandang sebagai metode rutin terbaik. Dengan diketahuinya kandungan klorofil fitoplankton, maka dapat diperkirakan pula nilai parameter biomassa lainnya dengan menggunakan faktor-faktor konversi meskipun perkiraan ini sangat kasar, Cushing dalam Nontji (1987) mengemukakan bahwa perkiraan 1 µg klorofil setara dengan 34,8 µg berat kering zat organik setara juga dengan 13,6-17,3 µgC dan juga setara dengan 0,319 mm3 volume alga fitoplankton.

Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Nilai total fosfor menggambarkan jumlah total fosfor, baik merupakan partikulat maupun terlarut,anorganik maupun organik. Contoh fosfor anorganik adalah orthofosfat. Fosfor organik banyak terdapat pada perairan yang banyak mengaandung bahan organik seperti lingkungan mangrove ini.

Nilai total fosfor berdasarkan hasil pengukuran untuk stasiun sungai (stasiun 1-3) berkisar 0,0126-0,1339 mg/l pada saat pasang, sedangkan pada saat pasang nilai total fosfor berkisar antara 0,1420-0,2392 mg/l (Gambar 12). Pada stasiun tambak (stasiun 4-9) nilai total fosfor berkisar antara 0,0064-0,4361 mg/l pada saat pasang dan 0,0163- 0,6875 mg/l pada saat surut. Secara umum nilai total Fosfor tambak pada masing-masing stasiun terdapat perbedaan, hal ini disebabkan karena adanya perubahan nilai faktor lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. Disamping itu faktor masuknya air pada saat pasang dapat sangat mempengaruhi nilai total Fosfor ini. Biasanya keberadaan fosfor di perairan lebih sedikit dibanding dengan nitrogen karena sumber fosfor lebih sedikit dibanding sumber nitrogen (Effendi 2003).

Fosfor merupakan komponen biokimia sebagai pengubah energi di dalam sel dan terdapat dalam bentuk adenosin fosfat, yang sangat diperlukan dalam


(35)

 

kehidupan sel. Kekurangan fosfor akan menghambat metabolisme secara keseluruhan, sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan biomassa. Proses dekomposisi fitoplankton yang mati menghasilkan fosfor anorganik dengan bantuan bakteri. Mackentum (1969) in Basmi (1999) menyatakan bahwa senyawa orthofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,004 ppm, sementara pada kadar lebih dari 1,0 ppm PO4-P dapat menimbulkan blooming. Fosfat yang tersedia

di hidrosfer sangat sedikit namun, keberadaannya sangat penting bagi metabolisme biologi (Wetzel 1975). Fosfat yang terdapat dalam air laut, baik terlarut maupun tersuspensi, memiliki bentuk anorganik dan organik. Pemanfaatan fosfat oleh fitoplankton terjadi selama proses fotosintesis. Ketika fitoplankton mati, fosfor organik dengan cepat berubah menjadi fosfat melalui proses fosforilases.

Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3-, NH3 dan NH4+ serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks. Nilai Total Nitrogen berdasarkan hasil pengukuran untuk stasiun sungai (stasiun 1-3) berkisar antara 1,204-1,652 mg/l pada saat pasang.sedangkan pada saat surut nilai Total Nitrogen berkisar antara 1,268-1,382 mg/l (Gambar 13). Pada stasiun tambak (stasiun 4-9) nilai total nitrogen berkisar antara 0,816-2,52 mg/l pada saat pasang dan 1,21- 3,002 mg/l pada saat surut. Secara umum nilai total Nitrogen di tambak pada masing-masing stasiun terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan karena sumber nitrogen tersenut berbeda di tiap stasiun.

Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara, yang mana sekitar 80% dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Nitrogen dalam bentuk nitrat bersifat sebagai faktor pembatas pada perairan dengan salinitas yang lebih tinggi. Pada perairan dengan tingkat salinitas sedang, pertumbuhan fitoplankton tidak merespon terhadap penambahan N atau P. Peningkatan biomassa secara drastis terjadi bila penambahan N dan P dilakukan secara bersamaan.

Pertumbuhan dan reproduksi fitoplankton dipengaruhi oleh kandungan nutrien di dalam badan perairan. Kebutuhan akan besarnya kandungan dan jenis nutrien oleh fitoplankton sangat tergantung pada kelas atau jenis fitoplankton itu sendiri disamping jenis perairan dimana fitoplankton tersebut hidup. Nitrogen dalam bentuk amonia berasal dari kotoran udang dan sisa pakan. Sebagian besar pakan yang


(36)

dimakan dirombak menjadi daging atau jaringan tubuh, sedang sisanya dibuang berupa kotoran padat (feces) dan terlarut (amonia).

Kadar amonia tinggi di dalam air secara langsung dapat mematikan organisme perairan melalui pengaruhnya terhadap permeabilitas sel, mengurangi konsentrasi ion tubuh, meningkatkan konsumsi oksigen dalam jaringan, merusak insang dan mengurang kemampuan darah mengangkut oksigen. Meningkatnya kerapatan mangrove, karena produksi serasah yang tinggi. Kadar nitrit secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan udang. Toksisitas nitrit bervariasi menurut stadia larva udang windu dan menurun selama udang mengalami pertumbuhan dari satu stadia ke stadia berikutnya serta berbeda menurut spesies udang.

Alkalinitas menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir keasamaan dalam air. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/L) kalsium karbonat (CaCO3). Nilai alkalinitas untuk seluruh stasiun

berkisar antara 39,9-119 mg/l pada saat pasang dan 54,6-109,2 mg/l pada saat surut (Gambar 14 ). Besar kecilnya nilai alkalinitas ini berperan dalam kemampuan perairan itu sendiri dalam sistem penyangga yaitu berperan menjaga terjadinya perubahan pH secara drastis.

4.4. Hubungan Lingkungan Mangrove terhadap Produksi perikanan

Secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki peran utama sebagai daerah pemijahan, asuhan, dan tempat mencari makan sebagian besar jenis biota laut. Hubungan antara kondisi mangrove terhadap produksi ikan budidaya maupun nonbudidaya di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 15.


(37)

  G ke pa st ak an 3 in ya ta da an ya pr ad H un ud pa Gambar 15. non Gambar eberadaan m ada kedua d tasiun. Berd kan diikuti ntara luasan ,783x +23,1 ni dapat dije ang positif arif nyata 5%

an F tabel seb

ntara luasan ang berarti roduksi ikan

Hasil p danya hubu Hubungan in ntuk keperlu dang tersebu ada setiap d

Grafik hubu nbudidaya

r 15 diatas mangrove ter desa yaitu De asarkan gam oleh pening n mangrove

3 dengan ni elaskan oleh sebesar 94,9 % menunjuk besar 0,0037 mangrove d bahwa sem n nonbudiday penelitian da ungan yang ni mengindik

uan industri ut. Adanya p desa yang m

ungan Luasa menggamba rhadap hasil esa Jayamuk mbar tersebu gkatan prod dengan prod ilai r2 sebes h luas mang 9%. Uji F y kkan bahwa F 7 (Lampiran

dengan prod makin tingg

ya.

ari Martosu g positif an kasikan bahw

dan pertan perbedaan a memiliki kon

y = 0,819x + R² = 0,305

an Mangrov

arkan grafik l produksi b kti dan Lang ut, terlihat ba duksi ikan n duksi hasil n

ar 90,2% ya grove sebesa yang dilakuk F hitung > F ta

6 dan 7). Ha duksi perikan i ukuran m

ubroto & N ntara produ wa pengura ian, akan m antara produk

ndisi mangro

+ 235,3

y = 3,783x + 23,13 R² = 0,902

ve terhadap P

k hubungan budidaya dan gensari pada ahwa pening nonbudidaya nonbudidaya ang artinya n ar 90,2% d kan pada per

abel, dimana

al ini menjel nan budiday mangrove m aamin (1977 uksi udang angan hutan menyebabkan

ksi ikan bud ove yang be

Produksi Bu

atau keterk n produksi n

tahun 2010 gkatan luasa a. Hasil ana a didapat pe nilai produk an mempun rsamaan reg F hitung sebe

laskan bahw ya adalah ber aka makin

7) menyebu dan luasan pasang sur n pengurang didaya dan n erbeda meng

udidaya dan

kaitan antara nonbudidaya 0 pada setiap an mangrove alisis regresi ersamaan y= ksi budidaya nyai korelasi gresi dengan esar 36,8983 wa hubungan rbeda nyata, tinggi pula

utkan bahwa n mangrove. rut misalnya gan produksi nonbudidaya gindikasikan n a a p e i = a i n 3 n , a a . a i a n


(38)

bahwa terdapat suatu hubungan antara kondisi mangrove terhadap produksi ikan baik budidaya maupun nonbudidaya. Dengan ini dapat dijelaskan bahwa pada lokasi yang terdapat mangrove dengan kondisi yang berbeda, mengindikasikan adanya perbedaan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap produktifitas lingkungan sekitar. Produktifitas kawasan pesisir tersebut khususnya lingkungan perairan, tentunya akan memberikan kontribusi terhadap produksi sumberdaya ikan di lingkungan tersebut.

Sementara itu, hasil analisis regresi antara luasan mangrove dengan produksi hasil budidaya didapat persamaan y= 0,819x +235,3 dengan nilai r2 sebesar 30,5% yang artinya nilai produksi budidaya ini dapat dijelaskan oleh luas mangrove sebesar 30,5% dan mempunyai korelasi yang positif sebesar 55,2%. Uji F yang dilakukan pada persamaan regresi dengan tarif nyata 5% menunjukan bahwa F hitung >F tabel,

dimana F hitung sebesar 1,756 dan F tabel sebesar 0,256. Hal ini menjelaskan bahwa

hubungan antara luasan mangrove dengan produksi perikanan budidaya adalah berbeda nyata, yang berarti luasan mangrove berpengaruh terhadap produksi budidaya. Beberapa faktor lain yang sangat menentukan terhadap keberhasilan kegiatan budidaya tambak, diantaranya adalah padat penebaran dan kualitas benih, sumberdaya manusia (SDM) dan sarana serta prasarana yang menunjang kegiatan budidaya tambak. Tidak lupa pula pengelolaan tambak yang ada sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan produksi budidaya. Sementara itu peningkatan kegiatan budidaya untuk meningkatkan produksi dapat menyebabkan terjadinya tekanan terhadap keberadaan mangrove sehingga luas mangrove akan berkurang.

Gambar 15 mencoba memberikan ilustrasi mengenai luas mangrove yang optimum bagi kegiatan perikanan pesisir baik budidaya maupun nonbudidaya. Hal ini berarti apabila kegiatan budidaya meningkat maka akan mengakibatkan tekanan terhadap keberadaan mangrove sehingga mengakibatkan penurunan luas mangrove. Tetapi dilain pihak, mangrove mempunyai hubungan korelasi yang positif terhadap sumberdaya non budidaya (korelasi positif), yang berarti bahwa semakin tinggi ukuran mangrove, maka makin tinggi pula produksi ikan nonbudidaya. Hal ini dikarenakan dengan makin luasnya mangrove, maka akan makin banyak pula nutrien yang dihasilkan dan berakibat makin banyak pula makanan udang dan ikan. Menurut Soeroyo (1987), keberadaan udang di daerah mangrove disebabkan


(39)

  ba de G se ad di be al ka hu pa m m C ba ba in

anyaknya k engan produ Gambar 16. pe Gambar ecara langsu danya mang isekitarnya, erpengaruh lam (udang aitannya den ubungan ter akan alami. merupakan m mysis udang Copepoda. F agi larva uda

Menuru anyaknya lu ntensitas ma ketersediaan uksi perikana Ilustrasi ga erikanan den

r 16 diatas m ung terhadap grove. Keber

yang mana terhadap pro g peci dan ngan kelimp rhadap kebe Menurut Su makanan bag g memakan itoplankton ang.

unnya suhu s uasan mang asuknya cah

pakan. Ilu an dalam sist

ambaran hu ngan sistem

menjelaskan p produksi p radaan mang a akan mem oduksi perik udang api) pahan fitopla eradaan fito uyanto dan M gi udang pad

plankton dari jenis C

seiring meni grove, maka haya kedala

ustrasi hubu tem silvofish

ubungan eko pola silvofis

n bahwa eko perikanan te grove akan m mperkaya ba kanan, teruta ). Keberada ankton. Dala oplankton ya Mujiman (20 da saat stad dari jenis Cyanophyce

ingkatnya lu a luas emp am perairan

ungan antara hery disajika

osistem man shery. sistem mang etapi secara mempengaru ahan organik amanya prod aan udang am siklus hid

ang juga m 003), Diatom dium zoea, k Protozoa, R ae merupak

uasan mangro pang tambak n mangrove

a ekosistem an pada Gam

ngrove deng

grove tidak b tidak langs uhi keadaan k yang nan duksi nonbu

tersebut tid dupnya, udan melimpah, ya

mae dan Din kemudian pa

Rotifera, B kan makanan

ove dikarena k akan ber

juga akan m mangrove mbar 16   an produksi berpengaruh sung dengan n lingkungan ntinya akan udidaya atau dak terlepas ng memiliki aitu sebagai noflagellatae ada stadium Balanus dan n yang baik

akan dengan rkurang dan berkurang. e i h n n n u s i i e m n k n n .


(1)

 

Stasiun 3

 

 

 

 

 

 

 


(2)

 

 

Lampiran 3.

Data produksi tambak

Jayamukti 2008

2009

2010

produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg)harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg)harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) 1 january 692 11072000 16000 514 14906000 29000 97 6305000 65000 9472 80512000 8500 177 1239000 7000 3973 23698000 5964,762144 255 4.207.500 16500 2 February 624 9862500 15805,28846 456 13224000 29000 118 7434000 63000 8264 70244000 8500 174 1218000 7000 3750 21992500 5864,666667 222 3618000 16297,2973 3 Maret 949 14263000 15029,50474 743 21547000 29000 208 13104000 63000 12202 103717000 8500 236 1652000 7000 6280 35210000 5606,687898 341 5459000 16008,79765 4 April 873 13136000 15046,96449 775 22029900 28425,67742 272,5 17167500 63000 10602,8 90123800 8500 230 1610000 7000 6335,4 35621700 5622,64419 354,2 5678400 16031,62055 5 Mei 1609 24135000 15000 1348 39092000 29000 337 21231000 63000 9093,2 77292200 8500 410,5 2873500 7000 5113 28121500 5500 772 12352000 16000 6 Juni 1537 27666000 18000 1144 40040000 35000 233,5 16345000 70000 7387 62789500 8500 386,7 3867000 10000 5952 35712000 6000 633 12660000 20000 7 Juli 1804 32472000 18000 1446 50610000 35000 218 15260000 70000 6752 57392000 8500 539 5390000 10000 4928 29568000 6000 546,5 10930000 20000 8 Agustus 1966 29490000 15000 1266 37980000 30000 253,5 16345000 64477,31755 7005 56040000 8000 892,5 7140000 8000 6714 33570000 5000 598 10764000 18000 9 September 1505 22575000 15000 856 25680000 30000 379 22740000 60000 6645 53160000 8000 590 4720000 8000 6850 34250000 5000 378 6804000 18000 10 Oktober 1674 25110000 15000 926 27780000 30000 364 21840000 60000 7958 63664000 8000 526 4208000 8000 6167 30835000 5000 404 7272000 18000 11 November 2162 32430000 15000 1149 34470000 30000 404 24240000 60000 7365 58920000 8000 578 4624000 8000 6543 32715000 5000 358 6444000 18000 12 Desember 1975 29625000 15000 1217 36510000 30000 438 26280000 60000 6242 49936000 8000 383 3064000 8000 7040 35200000 5000 238 4284000 18000 jumlah 271836500 187881,7577 11840 363868900 364425,6774 3322,5 208291500 761477,3176 98988 823790500 99500 5122,7 41605500 95000 69645,4 376493700 65558,7609 5099,7 90472900 210837,7155 no  bulan

komoditas

udang api udang Peci udang Bago ikan bandeng Ikan Blanak Ikan Mujaer kakap

produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp)produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) 1 january 1045 31350000 30000 1745 26175000 15000 409 24540000 60000 4280 34240000 8000 242 1936000 8000 4896 24480000 5000 161 2898000 18000 2 February 1040 31200000 30000 1802 27030000 15000 404 24240000 60000 4385 35080000 8000 240 1920000 8000 4919 24595000 5000 156 2808000 18000 3 Maret 1444 43320000 30000 2275 34125000 15000 598 35880000 60000 5607 44856000 8000 472 3776000 8000 7851 39255000 5000 245 4410000 18000 4 April 1317 39510000 30000 2186 32790000 15000 398 23880000 60000 5204 41632000 8000 426 3408000 8000 6556 32780000 5000 172 3096000 18000 5 Mei 1437 43110000 30000 2442 36630000 15000 372 22320000 60000 6875 55000000 8000 382 3056000 8000 7352 36760000 5000 220 3960000 18000 6 Juni 1268 38040000 30000 1872 28080000 15000 330 19800000 60000 6365 50920000 8000 355 2840000 8000 5194 25970000 5000 189 3402000 18000 7 Juli 1343 40290000 30000 2043 30645000 15000 328 19680000 60000 5250 42000000 8000 265 2120000 8000 5649 28245000 5000 154 2772000 18000 8 Agustus 1273 38190000 30000 2034 30510000 15000 359 21540000 60000 6511 52088000 8000 327 2616000 8000 7143 35715000 5000 196 3528000 18000 9 September 900 27000000 30000 1610 24150000 15000 286 17160000 60000 5100 40800000 8000 286 2288000 8000 5788 28940000 5000 171 3078000 18000 10 Oktober 1226 36780000 30000 2053 30795000 15000 369 22140000 60000 6000 48000000 8000 375 3000000 8000 7156 35780000 5000 257 4626000 18000 11 November 1448 43440000 30000 2198 32970000 15000 287 17220000 60000 7025 56200000 8000 405 3240000 8000 8873 44365000 5000 250 4500000 18000 12 Desember 1515 45450000 30000 2390 35850000 15000 224 13440000 60000 8943 71544000 8000 388 3104000 8000 10692 53460000 5000 203 3654000 18000 jumlah 15256 457680000 360000 24650 369750000 180000 4364 261840000 720000 71545 572360000 96000 4163 33304000 96000 82069 24480000 5000 161 2898000 18000

ikan kakap komoditas

no  bulan udang peci udang Api udang Bago ikan bandeng Ikan Blanak Ikan Mujaer

produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg)harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg)harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) 1 january 2079 31185000 15000 1146 34380000 30000 203 12180000 60000 9012 72096000 8000 307 2456000 8000 7181 35905000 5000 154 2772000 18000 2 February 2002 30030000 15000 1162 34860000 30000 205 12300000 60000 7503 60024000 8000 307 2456000 8000 9135 45675000 5000 199 3582000 18000 3 Maret 2311 34665000 15000 1392 41760000 30000 240 14400000 60000 9365 74920000 8000 492 3936000 8000 9445 47225000 5000 287 5166000 18000 4 April 2083 31245000 15000 1242 37260000 30000 219 13140000 60000 8381 67048000 8000 401 3208000 8000 8228 41140000 5000 244 4392000 18000 5 Mei 2017 30255000 15000 1306 39180000 30000 223 13380000 60000 7294 58352000 8000 392 3136000 8000 7667 38335000 5000 219 3942000 18000 6 Juni 2022 30330000 15000 1231 36930000 30000 189 11340000 60000 6755 54040000 8000 339 2712000 8000 7331 36655000 5000 186 3348000 18000 7 Juli 2014 30210000 15000 1207 36210000 30000 180 10800000 60000 7402 59216000 8000 315 2520000 8000 8225 41125000 5000 166 2988000 18000 8 Agustus 2428 36420000 15000 1332 39960000 30000 235 14100000 60000 10072 80576000 8000 452 3616000 8000 12134 60670000 5000 366 6588000 18000 9 September 1934 29010000 15000 1031 30930000 30000 197 11820000 60000 7716 61728000 8000 438 3504000 8000 8556 42780000 5000 293 5274000 18000 10 Oktober 2335 35025000 15000 1292 38760000 30000 255 15300000 60000 11114 88912000 8000 573 4584000 8000 10820 54100000 5000 386 6948000 18000 11 November 2245 33675000 15000 1377 41310000 30000 158 9480000 60000 10670 85360000 8000 461 3688000 8000 10881 54405000 5000 281 5058000 18000 12 Desember 2169 32535000 15000 1335 40050000 30000 149 8940000 60000 11250 90000000 8000 353 2824000 8000 11153 55765000 5000 219 3942000 18000 jumlah 384585000 180000 451590000 360000 147180000 720000 852272000 96000 38640000 96000 553780000 60000 54000000 216000 no  bulan

komoditas


(3)

 

2011

Langensari

2010

2011

Sumber: KUD Mina Karya Bhukti Sajati dan KUD Langen Jaya

produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg)harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg)harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) 1 january 1975 29625000 15000 1115 33450000 30000 139 8340000 60000 9643 77144000 8000 290 2320000 8000 7196 35980000 5000 138 2484000 18000 2 February 1764 26460000 15000 1078 32340000 30000 142 8520000 60000 9068 72544000 8000 271 2168000 8000 7596 37980000 5000 131 2358000 18000 3 Maret 2200 33000000 15000 1331 39930000 30000 163 9780000 60000 9322 74576000 8000 337 2696000 8000 9042 45210000 5000 192 3456000 18000 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember

jumlah 5939 89085000 3524 105720000 444 26640000 28033 224264000 898 7184000 23834 119170000 461 8298000 no  bulan

komoditas

udang api udang Peci udang Bago ikan bandeng Ikan Blanak Ikan Mujaer ikan kakap

produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) 1 january 947,00 23675000,00 25000,00 1398,00 48930000,00 35000,00 340,00 17000000,00 50000,00 1845,00 18450000,00 10000,00 166,00 1494000,00 9000,00 751,00 4956600,00 6600,00 119,50 2629000,00 22000,00 2 February 769,00 17726000,00 23050,72 939,00 28878000,00 30753,99 345,00 21612000,00 62643,48 1134,00 11010000,00 9708,99 108,00 908950,00 8416,20 854,00 6009150,00 7036,48 78,00 1944900,00 24934,62 3 Maret 898,00 21552000,00 24000,00 906,00 28992000,00 32000,00 269,00 16290000,00 60557,62 1390,00 13900000,00 10000,00 147,00 1242100,00 8449,66 999,00 7025500,00 7032,53 90,00 2330800,00 25897,78 4 April 875,00 21714000,00 24816,00 807,00 26512000,00 32852,54 120,00 7755000,00 64625,00 974,00 8902500,00 9140,14 100,00 778700,00 7787,00 612,00 4068000,00 6647,06 43,00 1062200,00 24702,33 5 Mei 964,00 23804175,00 24693,13 903,00 29518000,00 32688,82 340,00 21487000,00 63197,06 1257,00 12091800,00 9619,57 145,00 1017275,00 7015,69 1011,00 6751400,00 6677,94 78,50 2455950,00 31285,99 6 Juni 1106,00 27650000,00 25000,00 1078,00 36652000,00 34000,00 263,00 18410000,00 70000,00 1555,00 13217500,00 8500,00 57,00 285000,00 5000,00 1281,00 8072200,00 6301,48 71,00 1526500,00 21500,00 7 Juli 1260,00 31180000,00 24746,03 1177,00 39673000,00 33706,88 190,00 12742400,00 67065,26 1756,00 16789000,00 9560,93 28,00 221300,00 7903,57 1705,00 11090000,00 6504,40 85,00 1957500,00 23029,41 8 Agustus 1188,00 34464000,00 29010,10 1089,00 27134000,00 24916,44 80,00 5091000,00 63637,50 1455,00 12935000,00 8890,03 26,00 193100,00 7426,92 1520,00 9357100,00 6155,99 92,50 1509000,00 16313,51 9 September 939,00 21646800,00 23053,04 939,00 31028000,00 33043,66 84,00 5531000,00 65845,24 1201,00 11619500,00 9674,85 54,00 416500,00 7712,96 966,00 6062100,00 6275,47 56,00 1351700,00 24137,50 10 Oktober 1317,00 26058500,00 19786,26 1208,00 49212500,00 40738,82 167,00 10750000,00 64371,26 1958,00 23278000,00 11888,66 252,00 2019700,00 8014,68 1494,00 12554500,00 8403,28 372,00 7866800,00 21147,31 11 November 1485,00 27952025,00 18822,91 1248,00 49109000,00 39350,16 140,00 9170000,00 65500,00 1920,00 23180000,00 12072,92 139,00 1047675,00 7537,23 1385,00 11692500,00 8442,24 181,00 3720000,00 20552,49 12 Desember 1993,00 38578000,00 19356,75 1690,00 67255000,00 39795,86 193,00 12151500,00 62961,14 1865,00 21350000,00 11447,72 177,00 1347700,00 7614,12 1650,00 13710000,00 8309,09 264,00 5465000,00 20700,76

jumlah 13741,00 316000500,00 13382,00 462893500,00 2531,00 157989900,00 18310,00 186723300,00 1399,00 10972000,00 14228,00 101349050,00 1530,50 33819350,00 no  bulan

komoditas

udang api udang Peci udang Bago ikan bandeng Ikan Blanak Ikan Mujaer ikan Pelak

produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp) produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp)produksi (kg) harga total(Rp) harga rata2(Rp)produksi (kg)harga total(Rp) harga rata2(Rp)produksi (kg)harga total(Rp) harga rata2(Rp) 1 january 1618,00 31008500,00 19164,71 1313,00 51446000,00 39182,03 134,00 8550000,00 63805,97 1373,00 15830000,00 11529,50 166,00 1278000,00 7698,80 1176,00 9723500,00 8268,28 214,00 4540000,00 21214,95 2 February 1381,00 26532500,00 19212,53 1111,00 42953500,00 38662,02 149,00 9887000,00 66355,70 1740,00 20517500,00 11791,67 171,00 1455900,00 8514,04 1260,00 10590000,00 8404,76 220,00 4440000,00 20181,82 3 Maret 1649,00 31081500,00 18848,70 1334,00 51114500,00 38316,72 141,00 9437000,00 66929,08 1545,00 17737500,00 11480,58 176,00 1344600,00 7639,77 1265,00 10727500,00 8480,24 228,00 4905000,00 21513,16 4 April 1581,00 29612000,00 18729,92 1286,00 48890000,00 38017,11 174,00 11814000,00 67896,55 1820,00 22072500,00 12127,75 159,00 1266200,00 7963,52 1425,00 12232500,00 8584,21 214,00 4370000,00 20420,56 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember

4648,00 88622500,00 3758,00 145514000,00 424,00 27874000,00 4658,00 54085000,00 34801,75 513,00 4078500,00 3701,00 31041000,00 662,00 13885000,00 no  bulan

komoditas


(4)

 

L


(5)

 

L

pa

su

Lampiran 5.

asang

urut


(6)

 

Lampiran 6. Hasil anailisis regresi antara kondisi mangrove dan produksi

nonbudidaya.

Regression

 

Statistics

 

Multiple

 

R

 

0,9498

R

 

Square

 

0,9022

Adjusted

 

R

 

Square

 

0,8777

Standard

 

Error

 

31,4558

Observations

 

6

ANOVA

 

  

df

 

SS

 

MS

 

F

 

Significance

 

F

 

Regression

 

1

36509,7802

36509,7802

36,8983

 

0,0037

Residual

 

4

3957,8773

989,4693

Total

 

5

40467,6575

  

  

  

Lampiran 7. Hasil anailisis regresi antara kondisi mangrove dan produksi

budidaya

Regression

 

Statistics

 

Multiple

 

R

 

0,5523

R

 

Square

 

0,3050

Adjusted

 

R

 

Square

 

0,1313

Standard

 

Error

 

31,2196

Observations

 

6,0000

ANOVA

 

  

df

 

SS

 

MS

 

F

 

Significance

 

F

 

Regression

 

1

1711,195

1711,195

1,756

 

0,256

Residual

 

4

3898,648

974,662

Total

 

5

5609,843

  

  

  

Coefficients

Standard Error

t Stat

P-value

Lower 95%

Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept

23,1323

25,2081

0,9177

0,4107

-46,8565

93,1211

-46,8565

93,1211

X Variable 1

3,7834

0,6228

6,0744

0,0037

2,0541

5,5126

2,0541

5,5126

Coefficients

Standard Error

t Stat

P‐value

Lower 95%

Upper 95%

Lower 95,0%

Upper 95,0%

Intercept

235,3706

25,0187

9,4078

0,0007

165,9074

304,8337

165,9074

304,8337

X

 

Variable

 

1

0,8191

0,6182

1,3250

0,2558

0,8972

2,5354

0,8972

2,5354