Protokol Kyoto RUANG LINGKUP MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH TERHADAP

Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 e. Proyek akan mengurangi risiko inflasi atau perubahan nilai tukar yang dapat mempengaruhi pendapatan 2. Kalau proyek CDM tidak membantu maka dikatakan proyek Not Additional

B. Protokol Kyoto

Protokol Kyoto adalah sebuah instrumen hukum legal instrumen yang dirancang untuk mengimplementasikan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca GRK agar tidak mengganggu sistem iklim bumi. Setelah diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997, Protokol Kyoto dibuka untuk ditandatangani pada tanggal 16 Maret 1998. Sesuai dengan ketentuan Pasal 25, Protokol Kyoto secara efektif akan berlaku 90 hari setelah diratifikasi oleh paling sedikit 55 Pihak Konvensi, termasuk negara-negara maju dengan total emisi karbon dioksida paling sedikit 55 persen dari total emisi tahun 1990 dari kelompok negara-negara industri ini. Efektifitas Protokol Kyoto yang mensyaratkan agar diratifikasi oleh paling sedikit 55 negara menunjukkan bahwa Protokol ini memerlukan partisipasi banyak negara, termasuk negara-negara berkembang. Sementara syarat minimum 55 persen emisi negara maju harus dilibatkan, menunjukkan pentingnya peranan negara maju sebagai pengemisi utama untuk bertindak langsung. Selama ini merekalah yang memberi kontribusi terbesar dalam peningkatan konsentrasi GRK hingga pada keadaannya sekarang. Negara-negara inilah yang emisi totalnya pada tahun 1990 adalah 13,7 Gt gigaton=10 9 ton yang memilki tanggung jawab dan perlu menunjukkan kepemimpinannya dalam upaya melindungi iklim bumi. Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 Protokol Kyoto dapat segera berkekuatan hukum setelah diratifikasi oleh minimal 55 negara, dimana jumlah emisi negara-negara Annex I yang telah meratifikasi minimal mewakili 55 jumlah total emisi negara Annex I pada tahun 1990. Pernyataan AS untuk tidak meratifikasi Protokol Kyoto Maret 2001 membuat perjalanan Protokol Kyoto untuk dapat berkekuatan hukum menjadi semakin sulit. AS sendiri mewakili 36 jumlah total emisi negara Annex I tahun 1990. Hingga 26 November 2003, jumlah negara yang telah meratifikasi Protokol Kyoto adalah sebanyak 120 negara. 47 Sementara jumlah total emisi negara Annex I yang telah meratifikasi sejauh ini baru sebesar 44,2. Berarti masih kurang 10,8 lagi untuk membuat Protokol Kyoto dapat berkekuatan hukum. Saat ini seluruh dunia menanti kesediaan Rusia untuk segera meratifikasi Protokol Kyoto. Dengan jumlah emisi 17,4 dari total emisi Annex I, maka dapat dipastikan Protokol Kyoto dapat segera berkekuatan hukum. Dan akhirnya Konvensi perubahan iklim tersebut dinyatakan telah berkekuatan hukum sejak 21 Maret 1994, setelah diratifikasi oleh 50 negara. Dan hingga tahun 2005, konvensi tersebut telah diratifikasi oleh lebih dari 141 negara. Artinya secara yuridis, Protokol Kyoto mempunyai hukum yang sah sejak tanggal 16 Februari 2005 dimana setelah Britania meratifikasinya pada 23 Mei 2002 dan Rusia pada 18 November 2004. Indonesia sendiri telah meratifkasi United Nations Framework Convention on Climate Change UNFCCC pada tanggal 1 Agustus 1994. Konferensi Bali Desember 2007 menghasilkan Bali Action Plan yang mengusung berbagai elemen sebagai pokok pembahasan negosiasi sampai periode komitmen pertama Protokol Kyoto yang berakhir pada tahun 2012. Bali Action Plan juga menyepakati pembentukan proses negosiasi baru dalam bentuk Ad hoc Working Groups on Long-term Cooperative Action AWG-LCA yang akan 47 http:www.unfccc.intresourcekpstats.pdf Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 dilaksanakan secara paralel dengan kelanjutan proses Ad hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol AWG. Sebagai salah satu implementasi Bali Action Plan, diadakanlah Bangkok Climate Change Talks pada 31 Maret hingga 4 April 2008. AWG-LCA bertemu untuk menyusun rencana kerja hingga tahun 2009, mengingat pada tahun tersebut AWG-LCA harus sudah memiliki usulan-usulan aktivitas yang perlu dilakukan oleh negara maju dan berkembang untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Secara substansi Konferensi Bali 2007 COP UNFCCC 13 melahirkan Bali Road Map yang menetapkan “proses lengkap” untuk melaksanakan konvensi secara penuh, efektif dan berkelanjutan melalui aksi kerja sama jangka panjang, pada saat sekarang hingga 2012 dan pasca 2012. Bali Road Map berisikan 25 keputusan yang sangat penting. Beberapa diantaranya adalah tentang: a. Ad-hoc Working Group on Long Term Cooperative Action Under The Convention Bali Action Plan; b. Ad-hoc Working Group on Further Commitment for Annex I Parties Under The Kyoto Protocol Review of Work Programme, Methods of Work and Schedule of Future Sessions yang melibatkan hanya negara pihak dari Protokol Kyoto; c. Transfer teknologi technology transfer; d. Dana adaptasi adaptation fund; e. Mekanisme finansial financial mechanism; f. Pengurangan emisi dari deforestrasi di negara-negara berkembang Reducing Emissions From Deforestration in Developing Countries REDD; g. Operasionalisasi mekanisme pembangunan bersih CDM; h. Peninjauan ulang Protokol Kyoto; Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 i. Komite Pengaduan Compliance Committee 48 Sementara itu, AWG menyepakati bahwa mekanisme pasar berbasis proyek yang diatur di dalam Protokol Kyoto, seperti CDM, akan tetap dijalankan untuk membantu negara-negara Annex I memenuhi target penurunan emisi mereka. Namun mekanisme-mekanisme fleksibilitas ini berfungsi sebagai alternatif tambahan saja, sementara negara Annex I tetap harus menurunkan emisi di dalam negerinya sendiri juga. Proses negosiasi ini akan dilanjutkan pada bulan Juni 2008 di Bonn, Jerman. Ratifikasi Protokol Kyoto akan mendorong suatu negara dan masyarakat dunia untuk mempersiapkan diri dalam menyiapkan kelembagaan yang terkait dengan implementasi Protokol Kyoto melalui proyek-proyek CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih, termasuk Indonesia. Penunjukan otoritas nasional Designated National Authority, DNA merupakan syarat utama agar negara berkembang dapat berpartisipasi. Lembaga inilah yang nantinya akan merancang kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan proyek project developmentdan pengembangan kapasitas capacity building agar para pihak yang tertarik melakukan investasi dapat merancang proyeknya bersama mitranya di mana proyek akan diimplementasikan. Otoritas nasional ini juga akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesadaran publik public awareness akan pentingnya membangun proyek-proyek baru yang ramah lingkungan. Berikut Struktur Penunjukan Otoritas Designated National Authority, DNA dan Struktur Institusi Nasional untuk CDM 49 48 Suplemen Status Lingkungan Hidup 2007, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim- Konteks dan Implikasinya Bagi Indonesia, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, hlm. 23-24 49 Country Report: Country Report: Towards CDM Implementation In Indonesia, Presented at The CTI Sixth Workshop for Asia, ICETT, 3 Nov 2003 Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 Gambar 2: Struktur Penunjukan Otoritas Gambar 3: Struktur Institusi Nasional untuk CDM

C. Kebijakan Indonesia Terhadap Mekanisme Pembangunan Bersih CDM