Upaya Pengelolaan Keanekaragaman Hayati

Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 biogeografis antara kawasan biogeografis Danau Toba Bagian Utara dan Danau Toba bagian Selatan. Kawasan ini memiliki beberapa tipe ekosistem mulai dataran rendah, perbukitan hingga pegunungan yang menjadi habitat bagi orangutan Sumatera Pongo abelii, yang diperkirakan bahwa Blok Hutan Batang Toru Barat dapat menampung populasi orangutan sebanyak 400 individu dan Blok Hutan Batang ToruSarulla Timur sebanyak 150 individu. Terjadinya kawasan transisi biogeografis ini kemungkinan disebabkan kekuatan tektonik dan letusan Gunung Berapi Toba pada 75.000 tahun yang lalu. Pada kurun waktu itu, Sungai Batang Toru dan Sungai Batang Gadis menjadi satu dan kemudian kedua sungai besar tersebut terpisah, 39 sehingga menjadi faktor penghalang ekologi yang efektif bagi penyebaran satwa dan tumbuhan liar. Bukan hanya sungai saja, di Daerah Aliran Sungai DAS Batang Toru telah terbentuk penghalang karakter ekologis lainnya ecological barrier, seperti pegunungan yang tinggi, perbukitan, habitat yang spesifik rawa dan danau serta tingkat perbedaan intensitas matahari pada wilayah basah dan kering. Namun selain faktor ekologis tersebut, aktifitas manusia dalam bentuk laju pembangunan yang sangat pesat di Kabupaten-kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kodya Sibolga dan Tapanuli Utara juga menjadi faktor dalam menentukan sebaran spesies 40 .

3. Upaya Pengelolaan Keanekaragaman Hayati

Upaya awal untuk mengarusutamakan pendekatan pengelolaan keanekaragaman hayati secara lestari telah dilakukan baik ditingkat global maupun lokal. Di tingkat global, Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati KKH atau United Nations Conventions on Biological Diversity merupakan salah satu 8 produk Konferensi Tingkat Tinggi KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro, Brazil . Konvensi ini mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 1994, melalui ratifikasi dalam bentuk UU No. 51994. Kementerian Lingkungan Hidup KLH adalah fokal point nasional bagi pelaksanaan KKH. Tujuan utama dari KKH yaitu: 39 Rijksen, et al, 1999 40 Anonimous, 2006 Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 1. Konservasi keanekaragaman hayati, 2. Pemanfaatan berkelanjutan dari komponennya, dan 3. Pembagian keuntungan yang adil dan merata dari penggunaan sumber daya genetis, termasuk akses yang memadai serta alih teknologi, dan melalui sumber pendanaan yang sesuai. Sesuai dengan tujuannya KKH mewajibkan negara – negara yang meratifikasinya, termasuk Indonesia, untuk : 1. Membuat strategi dan rencana aksi nasional; 2. Memfasilitasi partisipasi masyarakat adat dan lokal dalam pelaksanaan KKH; 3. Mendukung pengembangan kapasitas bagi pendidikan dan komunikasi keanekaragaman hayati; 4. Menerapkan pendekatan ekosistem, bilamana memungkinkan, dan memperkuat kapasitas nasional serta lokal; 5. Mengembangkan peraturan tentang akses pada sumber daya genetis dan pembagian keuntungan yang adil; 6. Dan lain-lain. Kesepakatan lain yang ditandatangani oleh pemerintah di tingkat internasional ialah: Misalnya, pemerintah meratifikasi CITES Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna melalui Keppres No. 431978 dan Konvensi Ramsar mengenai Lahan Basah melalui Keppres No.481991. Ditingkat nasional, kebijakan mengenai pelestarian keanekaragaman hayati adalah UU No. 51990 tentang Pelestarian Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur konservasi ekosistem dan spesies terutama di kawasan lindung. Perundangan ini belum dapat dikatakan komprehensif karena cakupannya masih berbasis kehutanan dan pelestarian hanya di kawasan lindung, padahal di luar kawasan lindung banyak sekali eksosistem yang mengalami ancaman yang setara. Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 Pada awal 1990an, ada beberapa kebijakan yang diharapkan dapat menjadi panduan komprehensif bagi pengelolaan keanekaragaman hayati. Misalnya, tahun 1993 Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup KMNLH sekarang Kementrian Lingkungan Hidup, KLH menerbitkan Strategi Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Pada saat yang hampir bersamaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BAPPENAS menerbitkan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati untuk Indonesia Biodiversity Action Plan for Indonesia 1993 - BAPI 1993. Dokumen BAPI ini pada tahun 2003 direvisi menjadi dokumen Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan IBSAP juga oleh BAPPENAS. Dokumen ini telah didokumentasikan oleh sekretariat UNCBD sebagai dokumen nasional Indonesia. Tiga kebijakan, yaitu UU No.51990, UU No.51994 dan IBSAP 2003 merupakan serangkaian upaya yang apabila dijalankan dapat menjadi sarana bagi pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Sejak tahun 1984 pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundangan yang terkait dengan keanekaragaman hayati. Berikut ini adalah daftar peraturan-peraturan tersebut yang diklasifikasikan berdasar bentuk perundangannya: a. Undang – undang 1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity; 2. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya; 3. Undang – Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan; 5. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 6. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman ; dan 7. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang. b. Peraturan Pemerintah Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1994 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman hutan Nasional Dan Taman Wisata Alam; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pelestarian Jenis Tumbuhan dan Satwa; 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar; 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Buru; 5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; 6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 1993 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Suaka Alam Dan Daerah Perlindungan Alam; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Penggunaan Jenis Kehidupan Liar; dan 9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Dalam Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia. Keanekaragaman hayati bagi manusia adalah pendukung kehidupan. Ia memberi manusia memperoleh ruang hidup, dan di dalam ruang hidup itu tersedia bekal kehidupan flora, fauna, dan sebagainya untuk dikelola secara bijaksana oleh manusia, dimana sebenarnya manusia sendiri adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati. Meskipun begitu, masih banyak yang belum memahami pentingnya peran keanekaragaman hayati sebagai penopang kehidupan. Oleh sebab itu, saat ini sangat mendesak untuk dilakukan langkahlangkah penting peningkatan kesadaran publik terhadap fakta dan permasalahan keanekaragaman hayati KH. Seluruh komponen masyarakat harus memahami biaya sosial dan biaya lingkungan dari kemerosotan keanekaragaman hayati. Prioritas layak diberikan pada pemberdayaan konstituen keanekaragaman hayati di tingkat lokal. Atas dasar kebutuhan diatas, buku ini disusun sebagai dokumentasi suatu proses kegiatan identifikasi kawasan yang kritis keanekaragaman hayatinya. Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 Konsep pembangunan berkelanjutan meletakkan standard yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan melainkan juga bagi kebijaksanaan pembangunan yang dilandasi atas kesadaran pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajad antar generasi, kesadaran terhadap hak dan kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap pembangunan yang destruktif yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan serta kewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat. Memperhatikan kondisi ekosistem mangrove yang mendapat ancaman kerusakan tersebut maka pengelolaan mangrove secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan perlu dilaksanakan dengan memperhatikan kecenderungan bersifat positit dari dinamika ekonomi dan sosial dan alam dalam rasa kebersamaan masyarakat yang terlibat di dalamnya.

C. Perubahan Iklim

Perubahan iklim atau Climate Change akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan orang, dari para ilmuan, pejabat, politisi, pedagang, penjual asuransi sampai tukang becak dipinggiran jalan. Lebih-lebih lagi setelah Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah Konferensi Internasional tentang Perubahan Iklim UNFCCC di Bali pada tanggal 3 – 15 Desember 2008. Tetapi sebenarnya banyak yang tidak tau apa sebenarnya perubahan iklim itu. Bahkan pegawai yang bekerja di bidang lingkungan hidup belum tentu semuanya mengerti. Tulisan berikut ini mudah-mudahan dapat menambah wawasan kita tentang apa climate change itu. Secara alamiah panas matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan diserap oleh permukaan bumi, sementara sebagian lagi akan dipantulkan kembali ke luar angkasa. Dengan adanya lapisan gas rumah kaca yang berada di atmosfer menyebabkan terhambatnya panas matahari yang hendak dipantulkan ke luar angkasa untuk menembus atmosfer. Peristiwa tertangkapnya panas matahari di permukaan bumi ini dikenal dengan istilah efek rumah kaca. Sejak revolusi industri, kegiatan manusia yang menggunakan bahan bakar fosil minyak, gas dan batubara terus meningkat. Kegiatan seperti pembangkitan tenaga listrik, kegiatan industri, Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 penggunaan alat-alat elektronik dan penggunaan kendaraan bermotor pada akhirnya akan melepaskan sejumlah emisi gas rumah kaca yang berada diatmosfer yang kemudian menyebabkan meningkatnya suhu di muka bumi, yang umum disebut pamanasan global. Pemanasan global kemudian pada prosesnya menyebabkan terjadinya perubahan seperti meningkatnya suhu air laut, yang dapat menyebabkan meningkatnya penguapan di udara dan berubahnya pola curah hujan serta tekanan udara. Perubahan tersebut pada gilirannya menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Berdasarkan penelitian para ahli, perubakan iklim diketahui akan menimbulkan dampak- dampak yang merugikan bagi kehidupan manusia. Kekeringan, gagal panen, krisis pangan dan air bersih, hujan badai, banjir dan tanah longsor, serta wabah penyakit tropis dan sebagainya. Oleh karena itu, demi kelangsungan hidup manusia, kita harus segera berupaya mengurangi kegiatan yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca guna menghambat laju terjadinya perubahan iklim. 41 Perubahan iklim adalah berubahnya pola dan unsur cuaca secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama. Cuaca terutama dikendalikan oleh temperatur. Konsentrasi gas rumah kaca GRK di atmosfer yang kian meningkat mengakibatkan akumulasi panas di atmosfer, sehingga terjadi efek rumah kaca berlebihan yang disebut sebagai “Pemanasan Global”. 42 Gas Rumah Kaca Gas Rumah Kaca adalah gas-gas diatmosfer yang memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga menyebabkan suhu dipermukaan bumi menjadi hangat, gas-gas ini terutama dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia, terutama kegiatan yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti penggunaan kendaraan bermotor dan kegiatan industri Newby, 2007. Sedangkan menurut Porteus 1992 gas rumah kaca adalah gas yang mempunyai pengaruh pada efek rumah kaca, seperti CFC, CO2, CH4, NOx, O3, dan H2O. Beberapa komponen dari gas rumah kaca dapat merusak satu sama lain, seperti molekul metana mempunyai 20-30 kali 41 Newby, 2007 42 KLH, 2007 Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 lebih kuat dari CO2. Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa PBB mengenai Perubahan Iklim United Nation Frame Convention on Climate Change-UNFCCC, menyatakan ada 6 jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu : 1. Karbondioksida CO2 2. Fosil di sektor energi, transportasi dan industri dinitro oksida N2O. 3. metana CH4 4. Sulfurheksaflorida SF6 5. Perflorokarbon PFCs 6. hidroflorokarbon HFCs 43 Sedangkan dalam IPCC radiative forcing refort, climate change 1995, bahwa penyumbang gas rumah kaca yang utama adalah karbondioksida CO 2 , metana CH 4 dinitrooksida N 2 O, CFCS, HCFCS, Perfluorocarbon, Sulphur hexa-fluoride. Gas rumah kaca adalah faktor kunci dari pemanasan global yang menangkap radiasi panas di atmosfer dan memantulkannya kembali. Lain hal menurut Khalil dalam bukunya atmopheric methane its role in the global environment mengkategorikan sumber-sumber emisi global berasal dari dua aktivitas yaitu yang berasal dari alam dan karena kegiatan manusia antropogenic. Gambar 1 : Gas Rumah kaca GRK 1. Dampak Perubahan Iklim 43 Meiviana, Armely. Dkk: Bumi Makin Panas, Ancaman Perubahan Iklim di Indonesia, Jakarta, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Yayasan Pelangi Indonesia, 2004, hlm. 4 Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 Perubahan iklim dalam prosesnya terjadi secara perlahan sehingga dampaknya tidak langsung dirasakan saat ini, namun akan sangat terasa bagi generasi mendatang. Berikut ini beberapa dampak perubahan iklim terhadap lingkungan fisik : 1. Mencairnya es di kutub 2. Meningkatnya permukaan air laut 3. Pergeseran musim 4. Terjadinya deposisi asam 5. Penipisan lapisan ozon 6. Perubahan presipitasi Dampak perubahan iklim bagi Indonesia selain meningkatkan temperatur udara, perubahan musim dan naiknya permukaan air laut, lebih jauh adalah akan terpengaruhnya aktivitas berbagai sektor pembangunan. Sebut saja sektor pertanian. Pada sektor ini petani harus merubah pola musim tanam karena kehadiran musim kemarau dan musim penghujan yang tidak menentu. Sektor kesehatan akan berhadapan dengan munculnya berbagai gejala penyakit yang belum pernah ditemukan sebelumnya karena perubahan perilaku biota dan mikrobiologi. Sektor transportasi dan kepariwisataan juga akan terkena dampak. Jadwal penerbangan akan banyak terganggu oleh semakin kerapnya terjadi hujan dan badai. Banyak obyek-obyek wisata pantai yang akan hilang karena naiknya permukaan air laut serta matinya terumbu karang karena sengatan ultraviolet. Dari sektor kehutanan, dampak dari perubahan iklim d iperkirakan akan terjadi pergantian beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di dalam hutan sebagai akibat perubahan iklim. Beberapa spesies akan terancam punah karena tak mampu beradaptasi. Sebaliknya spesies yang mampu bertahan akan berkembang tak terkendali KLH, 1998. Kebakaran hutan bersumber pada tiga hal, yaitu kesengajaan manusia, kelalaian manusia dan karena faktor alam. Kebakaran hutan yang kita bahas pada bagian ini adalah yang disebabkan oleh faktor alam. Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Develoment Mechanism Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009 Kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam, umumnya disebabkan oleh terjadinya peningkatan suhu udara di lingkungan sekitar hutan. Peningkatan suhu yang terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti musim kemarau panjang, mengakibatkan mudah terbakarnya ranting-ranting atau daundaun akibat gesekan yang ditimbulkan. Hal ini menyebabkan kebakaran hutan dapat terjadi dalam waktu singkat dimana api melahap sekian hektar luasan hutan dan berbagai macam keanekaragaman hayati yang berada di dalamnya. Singkat kata, peningkatan suhu meningkatkan peluang terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu perubahan iklim yang berdampak pada meningkatnya suhu, dipastikan akan meningkatkan potensi kebakaran hutan. Musim kemarau pada tahun 1994, telah menyebabkan hutan Indonesia seluas 5 juta ha habis terbakar 44 . Sementara pada peristiwa El-Nino tahun 1997- 1998, kawasan yang rusak akibat kebakaran hutan hampir seluas 10 juta ha, termasuk di dalamnya pertanian dan padang rumput 45 . Selain hilangnya sejumlah kawasan hutan, kebakaran hutan juga menyebabkan hilangnya berbagai keanekaragaman hayati, terutama yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Belum lagi dampak sosial dan kesehatan yang ditimbulkan bagi masyarakat setempat.

2. Upaya Dunia Dalam Pengendalian Dampak Perubahan Iklim