Tingkat Produksi Padi Hasil Estimasi Model Penelitian

4.2 Tingkat Produksi Padi

Dari hasil observasi dijumpai rata-rata produksi padi yang dihasilkan oleh petani padi sawah di Kabupaten Aceh Tenggara 2,62 ton per sekali panen. Produksi paling sedikit 500 kg dan produksi paling banyak 5,8 ton. Tingkat produksi ini sangat tergantung dari luas lahan garapan dan juga variabel-variabel pendukung lainnya. Dilihat dari luas lahan garapan rata-rata 1.820,41 meter persegi, yang paling sempit 400 meter dan yang paling luas memiliki areal garapan 5.000 meter persegi. Selain luas lahan, faktor pendukung tingkat produksi lainnya adalah waktu yang digunakan untuk bekerja di sawah. Hasil observasi dijumpai rata-rata waktu yang digunakan untuk menggarap sawah 7,28 jam per hari. Paling sedikit waktu yang digunakan 4 jam per hari, sedangkan petani yang paling banyak menggunakan waktu bekerja di sawah mencapai 9 jam per hari. Sementara dilihat dari jumlah pekerja yang digunakan dalam proses produksi; rata-rata petani padi sawah menggunakan 8 orang. Tabel IV-4 di bawah ini akan menunjukkan komposisi tingkat produksi padi sawah, serta komposisi faktor pendukung dalam proses produksi. Tabel IV.4 Rata-rata Tingkat Produksi dan Faktor Pendukung Tingkat Produksi Padi Sawah di Kabupaten Aceh Tenggara Uraian Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi Produksi Luas lahan Waktu kerja Jumlah pekerja Pupuk Pestisida Bibitbenih 500,00 400,00 4,00 2,00 8,00 1,00 4,00 5.800,00 5.000,00 9,00 25,00 150,00 30,00 150,00 2.623,08 1.820,41 6,80 8,31 62,56 2,88 55,11 1.311,33 1.043,03 0,96 5,11 29,30 3,97 26,01 Sumber: Hasil Penelitian, 2007 Tabel IV.4 juga menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan pupuk per sekali musim tanam sebanyak 62,56 kg, rata-rata penggunaan pestisida 2,88 liter. Sedangkan rata-rata penggunaan bibit per sekali tanam sebanyak 55,11 kg. Banyaknya bibit yang diperlukan sebenarnya sangat tergantung dari luas lahan yang akan ditanami.

4.3 Uji Asumsi Klasik

Mempertimbangkan bahwa dalam model regresi yang ingin di capai adalah Best Linear Unbiased Estimator BLUE dan adakalanya sering dijumpai dalam model regresi terutama regresi linier berganda berbagai masalah terutama pelanggaran terhadap asumsi klasik, maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian asumsi klasik berupa multikolinearitas dan heterokedastisitas.

4.3.1 Uji Multikolinearitas

Interpretasi dari model regresi berganda secara implisit bergantung pada asumsi bahwa antar variabel bebas yang digunakan dalam model tersebut tidak saling berkolerasi. Koefisien-koefisien regresi biasanya diinterpretasikan sebagai ukuran perubahan variabel terikat jika salah satu variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan seluruh variabel bebas lainnya dianggap tetap. Namun, interpretasi ini menjadi salah apabila terdapat hubungan linier antar variabel bebas. Pendeteksian ada atau tidaknya multikolinieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu; pengujian R, uji Tolerance, dan uji Variance Inflation Factor VIF. Hasil perhitungan R, TOL, dan VIF sebagaimana disajikan pada tabel IV.5 di bawah ini. Tabel IV.5 Uji Multokolinieritas Model Produksi Padi Sawah Variabel R X Tol. VIF Luas lahan x1 Waktu Kerja x2 Jumlah Pekerja x3 Pupuk x4 Pestisida x5 Benihbibit x6 0,763 0,651 0,528 0,720 0,353 0,532 0,457 0,629 0,748 0,574 0,739 0,640 2,186 1,591 1,338 1,743 1,353 1,562 R Model 0,887 Sumber: Hasil Estimasi Lampiran 4 Berdasarkan uji R sebagaimana yang ditampilkan pada tabel IV.5 di atas terlihat bahwa semua variabel bebas mempunyai koefisien korelasi R di bawah nilai R model penelitian. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa antar variabel bebas tidak terjadi korelasi yang erat satu sama lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik berupa multikolinieritas. Pada tabel IV.6 di bawah juga ditampilkan koefisien korelasi matrik antar variabel. Tabel IV.6 Koefisien Korelasi Antar Variabel logBnh logJP logWK logPstd logPpk logLL logBnh 1,000 0,317 0,048 -0,200 -0,383 -0,195 logJP 0,317 1,000 0,212 -0,188 -0,284 -0,219 logWK 0,048 0,212 1,000 -0,140 0,124 -0,542 logPstd -0,200 -0,188 -0,140 1,000 -0,072 -0,128 logPpk -0,383 -0,284 0,124 -0,072 1,000 -0,293 logLL -0,195 -0,219 -0,542 -0,128 -0,293 1,000 a Dependent Variable: logTpp Berdasarkan data pada tabel IV.6 di atas terlihat bahwa koefisien korelasi antar variabel relatif rendah, yang paling tinggi koefisien korelasi antara variabel luas lahan dengan waktu kerja yang mempunyai koefisien korelasi sebesar -0,542 yang menunjukkan antara kedua variabel berkorelasi negatif 54,2 persen. Sementara korelasi paling rendah terjadi antara variabel waktu kerja dengan benih yang mempunyai koefisien 0,048 yang bermakna bahwa antara kedua variabel berkorelasi hanya 4,8 persen. Demikian halnya pengujian dengan TOL dan VIF. Beberapa pendapat menetapkan kriteria yang berbeda dalam menetapkan batas TOL dan VIF ini. Ghozali 2004 misalnya menetapkan nilai VIF 10. Ada juga yang menetapkan ≤ 5,0 dan sebagainya. Namun untuk mempermudah dan mempertegas silang pendapat dalam penetapan nilai TOL, maka penulis menetapkan nilai VIF ≤ 5,0 sehingga bila 1 dibagi dengan VIF maka di dapat nilai TOL ≥ 0,2. Artinya bila nilai VIF lebih besar dari 5,0 maka terdapat masalah multikolinieritas, demikian bila nilai TOL lebih kecil dari 0,2 juga terjadi masalah multikolinieritas. Hasil estimasi dijumpai nilai TOL dan VIF untuk variabel luas lahan TOL=0,457 dan VIF=2,186, untuk variabel waktu kerja TOL=0,629 dan VIF=1,591, untuk variabel jumlah pekerja TOL=0,748 dan VIF=1,338, untuk variabel pupuk TOL=0,574 dan VIF=1,743, untuk pestisida TOL=0,739 dan VIF=1,353, dan terakhir untuk variabel benihbibit memiliki nilai TOL=0,640 dan nilai VIF=1,562. Terlihat bahwa semua nilai TOL dan VIF berada dalam batas yang telah ditetapkan sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik berupa multikolinieritas.

4.3.2 Uji Heterokedastisitas

Dalam regresi berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut bersifat BLUE adalah var u i = σ 2 konstan, semua sesatan mempunyai variansi yang sama. Padahal ada kasus- kasus tertentu dimana variansi u i tidak konstan, melainkan suatu variabel berubah- ubah Nachrowi dan Usman, 2002. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab tiga penelitian ini bahwa untuk mendeteksi unsur heterokedastisitas pada model penelitian dilakukan dengan pendekatan grafik dan metode yang dikembangkan R.E Park uji Park. Menurut Ghozali 2005 salah satu cara mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat dari Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Bila ada pola tertentu bergelombang, melebar, kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas, sebaliknya bila tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Hasil pengujian secara grafik sebagai berikut: Scatterplot Dependent Variable: LOGY Regression Standardized Predicted Value 3 2 1 -1 -2 -3 R egr es s ion S tud ent iz ed R es idual 3 2 1 -1 -2 -3 -4 -5 Gambar 4.1: Scatterplot Uji Heterokedastisitas Gambar di atas meperlihatkan bahwa titik-titik yang berada pada grafik scatterplot tidak membentuk suatu pola yang jelas, dan cenderung menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model produksi, dan data bersifat homokedastisitas tidak dapat di tolak. Cara kedua mendeteksi gejala heterokedastisitas dalam model penelitian ini adalah dengan Uji Park. Uji ini dilakukan dengan melakukan regresi linear berganda dengan memasukkan U 2 i sebagai dependen variabel, dimana U i diproksi dari data residual model produksi. Menurut Ghozali 2005 apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik, berarti model yang diestimasi terdapat heterokedastisitas. Hasil uji Park pada model penelitian ini sebagai berikut: Tabel IV.7 Hasil Uji Park Model Produksi Padi Sawah di Kabupaten Aceh Tenggara Variabel Koefisien Standar error t-hitung Sig. Konstanta Luas lahan x1 Waktu Kerja x2 Jumlah Pekerja x3 Pupuk x4 Pestisida x5 Benihbibit x6 -0,04184 -0,00001932 0,007207 0,002747 0,00005704 -0,000684 0,000001577 0,054 0,000 0,007 0,002 0,000 0,003 0,000 -0,768 -1.301 0,999 1,190 0,116 -0,254 0,003 0,444 0,196 0,320 0,237 0,908 0,800 0,997 Variabel Dependen: Residual Produksi Sumber: Hasil Estimasi Lampiran 5 Berdasarkan hasil uji Park yang ditampilkan pada tabel IV.7 di atas terlihat bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang signifikan secara statistik, pengujian inferensial dapat dilakukan melalui uji t atau juga dari nilai sig. yang terlalu besar dan di atas derajat = 0,05. Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa dalam model tidak ditemukan heterokedastisitas berdasarkan uji Park.

4.4 Hasil Estimasi Model Penelitian

Estimasi untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan mengadopsi fungsi produksi Cobb-Dauglas. Hasil estimasi sebagaimana disajikan pada tabel IV.8 di bawah ini. Tabel IV.8 Hasil Estimasi Model Penelitian Variabel Koefisien Standar error t-hitung Sig. Konstanta Log LL Log WK Log JP Log Ppk Log Pstd Log Bnh 0,376 0,812 0,203 0,115 0,03867 -0,144 0,05821 0,154 0,064 0,126 0,042 0,062 0,039 0,058 2,442 12,775 1,605 2,772 0,624 -3,697 1,005 0,016 0,000 0,111 0,007 0,534 0,000 0,317 Sumber: Hasil Penelitian, 2007 Berdasarkan hasil estimasi yang ditampilkan pada tabel IV.8 di atas, bila dimasukkan dalam model penelitian, maka hasilnya sebagai berikut: 005 , 1 697 , 3 624 , log 05821 , log 144 , log 03867 , 772 , 2 605 , 1 775 , 12 log 115 , log 203 , log 812 , 376 , log − + − + + + + = Bnh Pstd Ppk JP WK LL TPp Keterangan: Signifikan pada = 0,01. Hasil estimasi di atas menunjukkan bahwa; nilai konstanta sebesar 0,376 mempunyai makna bahwa tanpa adanya pertambahan luas lahan, waktu kerja, jumlah pekerja, pupuk, pestisida, dan benih maka produksi padi sawah di Kabupaten Aceh Tenggara hanya sebesar 37,6 persen. Koefisien luas lahan sebesar 0,812 yang bermakna bahwa apabila luas lahan bertambah 1 meter persegi, maka produksi padi sawah dapat meningkat 81,2 persen. Selanjutnya koefisien waktu kerja sebesar 0,203 yang bermakna bahwa dengan penambahan waktu kerja satu jam, akan mampu meningkatkan produksi padi sawah sebesar 20,3 persen. Demikian halnya dengan jumlah pekerja yang mempunyai koefisien sebesar 0,115 yang bermakna bahwa apabila jumlah pekerja ditambah 1 orang, maka akan meningkatkan produksi sebesar 11,5 persen. Pupuk dan benih mempunyai koefisien yang relatif sangat kecil, dimana untuk variabel pupuk dijumpai koefisien sebesar 0,03867 yang berarti bahwa dengan penambahan penggunaan pupuk 1 kg hanya mampu meningkatkan produksi sekitar 0,03867 persen. Sementara koefisien benih sebesar 0,05821 yang bermakna bahwa penambahan penggunaan benih hanya mampu meningkatkan produksi padi sebesar 0,05821 persen. Lain halnya dengan variabel pestisida yang mempunyai koefisien -0,144 yang bermakna bahwa bagi para petani padi sawah di Kabupaten Aceh Tenggara penambahan dalam penggunaan pestisida justru mengurangi produksi padi sebesar 14,4 persen.

4.5. Pembuktian Hipotesis