1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laporan  keuangan  merupakan  salah  satu  sumber  informasi  yang mengkomunikasikan  keadaan  keuangan  dari  hasil  operasi  perusahaan  dalam
periode tertentu kepada pihak yang berkepentingan. Laporan ini menampilkan sejarah  perusahaan  yang  dikuantifikasi  dalam  nilai  moneter  Kieso  et,  al.,
2011.  Laporan  keuangan  menyediakan  berbagai  informasi  yang  diperlukan untuk  pengambilan  keputusan  baik  oleh  para  stakeholder  baik  dari  pihak
eksternal  maupun  pihak  internal.
Pemegang  saham  perseroan  dapat  menilai pengelolaan  dana  yang  dilakukan  oleh  manajemen  atas  modal  yang  sudah
ditanamkan.  Kreditor  dapat  menilai  tingkat  kelancaran  pelunasan  hutang perusahaan. Calon investor dan kreditor dapat menilai besar potensi keuntungan
dan  risiko  apabila  berinvestasi  di  perusahaan.  Organisasi  buruh  dapat  menilai apakah  gaji  yang  diberikan  sudah  sesuai  dengan  kinerja  perusahaan.  Kantor
pelayanan pajak dapat menghitung besarnya pajak penghasilan badan dan pajak lain.
Oleh  karena  banyaknya  pihak  yang  berkepentingan  terhadap  laporan keuangan,  maka  informasi  yang  ada  di  dalam  laporan  keuangan  tersebut
haruslah  wajar,  dapat  dipercaya  dan  tidak  menyesatkan  sehingga  dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan
tersebut. Laporan  keuangan  yang  merupakan  tanggung  jawab  manajemen
perlu  dilakukan  pemeriksaan  oleh  pihak  yang  berkompeten  di  bidangnya
2
yaitu  kantor  akuntan  publik  KAP  sebagai  pihak  ketiga  yang  independen. Hal  ini  penting  karena  jika  tidak  diaudit,  ada  kemungkinan  bahwa  laporan
keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak
disengaja.
Pihak  eksternal  ingin  memperoleh  informasi  yang  andal  dari manajemen  perusahaan  mengenai  pertanggungjawaban  dana  yang  mereka
investasikan.  Kebutuhan  akan  pentingnya  keandalan  informasi  inilah  yang mendorong  dibutuhkannya  jasa  pihak  ketiga  yaitu  auditor  independen  untuk
memberi  jaminan  bahwa  laporan  keuangan  yang  disajikan  manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan yang diambil
oleh  merekA.  Jaminan  akan  laporan  keuangan  yang  diberikan  auditor independen  diawali  dengan  proses  audit  laporan  keuangan  yang  terdiri  dari
upaya  memahami  bisnis  dan  industri  klien  serta  mendapatkan  dan mengevaluasi bukti yang berkaitan dengan laporan keuangan manajemen.
Menurut Boynton et. al., 2003 tujuan utama audit laporan keuangan bukan  untuk  menciptakan  informasi  baru,  melainkan  untuk  menambah
keandalan laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen. Keandalan dari  informasi  inilah  yang  nantinya  akan  dijadikan  sebagai  dasar
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, peran akuntan publik  sebagai  pihak  yang  independen  untuk  menengahi  kedua  belah  pihak
agen  dan  prinsipal  dengan  kepentingan  berbeda,  dengan  cara  memberi penilaian  dan  pernyataan  pendapat  opini  terhadap  kewajaran  laporan
keuangan yang disajikan tersebut.
3
Kunci utama untuk melihat kewajaran suatu laporan keuangan adalah independensi. Menurut Boynton et. al., 2003 independensi merupakan tidak
adanya  kepentingan  yang  menciptakan  risiko  penyimpangan  material  yang tidak  dapat  diterima  berkenaan  dengan  mutu  atau  konteks  informasi  yang
menjadi pokok dari penugasan keyakinan. Hal ini juga berarti bahwa auditor harus  bersikap  jujur  dalam  mengungkapkan  fakta  yang  terjadi  dalam
perusahaan  yang  diauditnya,  termasuk  tindakan  kecurangan  yang  mungkin dilakukan  oleh  kliennya.  Sikap  independensi  auditor  selalu  dipertanyakan
mengingat  bahwa  antara  auditor  dan  kliennya  memiliki  hubungan  timbal balik  yang  saling  menguntungkan,  di  satu  sisi  auditor  mendapatkan  fee  dari
klien  untuk  jasa  auditnya  dan  di  sisi  lain  klien  membutuhkan  auditor  untuk mendapatkan hasil audit. Hilangnya independensi auditor dikarenakan auditor
terlibat  dalam  hubungan  pribadi  dengan  klien,  hal  ini  dapat  mempengaruhi sikap mental dan opini mereka. Independensi auditor terancam ketika  auditor
dan  klien  menjadi  semakin  dekat.  Dimana  kedekatan  tersebut  dapat mengembangkan hubungan nyaman antara auditor dan klien. Untuk menjaga
sikap  obyektif  dan  independen  dari  auditor  serta  kepercayaan  dari masyarakat, maka perlu dilakukan rotasi auditor.
Nasser et al. 2006 menganjurkan untuk dapat mempertahankan sikap obyektif  auditor  diperlukan  rotasi  wajib  auditor,  karena  rotasi  auditor  dapat
meningkatkan  kemampuan  auditor  dalam  melindungi  publik  melalui peningkatan  kewaspadaan  terhadap  setiap  kemungkinan  ketidaklayakan,
peningkatan  kualitas  pelayanan  dan  mencegah  hubungan  yang  lebih  dekat
4
dengan  klien.  Rotasi  auditor  adalah  pergantian  atau  perputaran  auditor  yang harus dilakukan oleh perusahaan, dengan tujuan untuk menghasilkan kualitas
dan  menegakkan  independensi  Nabila,  2011.  Adanya  kewajiban  rotasi auditor  mendorong  perusahaan  untuk  melakukan  pergantian  kantor  akuntan
publik  untuk  selanjutnya  disebut  pergantian  KAP.  Pergantian  KAP  secara umum  memiliki  dua  sifat,  yaitu  pergantian  KAP  yang  bersifat  wajib
mandatory  dan  pergantian  KAP  yang  bersifat  sukarela  voluntary. Pergantian  KAP  yang  bersifat  wajib  adalah  pergantian  KAP  dalam  kurun
waktu yang terjadi karena adanya peraturan yang ditetapkan yang membatasi antara klien dengan auditor.
Myers et al. 2003 dalam Suparlan dan Andayani 2010 menyatakan kewajiban  rotasi  auditor  itu  penting  jika  kualitas  laba  dan  kualitas  audit
perusahaan  memburuk.  Pengawasan  auditor  atas  pengelolaan  perusahaan selama satu periode akuntansi menjadi alat yang penting bagi investor untuk
mendapatkan  jaminan  atas  kewajaran  laporan  keuangan.  Chi  et  al.  2009 menunjukkan investor menerima kewajiban rotasi patner auditor karena bisa
meningkatkan  kualitas  audit.  Bluoin  et  al.  2007  mengemukakan  bahwa pergantian  auditor  oleh  klien  dengan  tujuan  untuk  memperbaiki  sistem
pengawasan. Profesi  akuntan  publik  telah  mendapat  banyak  pengakuan  dari
berbagai  kalangan  baik  dari  dunia  usaha,  pemerintah,  bahkan  masyarakat luas.  Hal  ini  seiring  dengan  semakin  meningkatnya  kesadaran  akan
pengelolaan dana keuangan yang baik. Akan tetapi, dewasa ini banyak sekali
5
pihak-pihak  yang  menyorot  kantor  akuntan  publik  mengingat  sering ditemukannya  kasus  kelalaian  maupun  kesalahan  dalam  proses  audit  yang
dilakukan oleh KAP. Karena banyaknya kasus-kasus yang berkembang, maka profesionalisme dan kinerja auditor pun sering dipertanyakan.
Belakangan kasus besar yang sangat kencang gaungnya pun menimpa profesi  ini,  “Satyam”,  yang  merupakan  perusahaan  teknologi  informasi
outsourcing terbesar  keempat  di  India.  Mempunyai  50  ribu  karyawan  yang
tersebar  di  berbagai  pusat  pengembangan  IT-nya  di  negara-negara  Asia, Amerika, Eropa, dan Australia. Menjadi rekanan dari 654 perusahaan global,
termasuk  General  Electric,  Nestle,  Qantas  Airways,  Fujitsu,  dan  185 perusahaan Fortune 500 lainnya luluh lantah.
Satyam  diketahui  telah  melakukan  fraud  terhadap  laporan  keuangan. Pada awalnya, fraud dilakukan dengan menggelembungkan nilai keuntungan
perusahaan.  Setelah  dilakukan  selama  beberapa  tahun,  selisih  antara keuntungan  yang  sebenarnya  dan  yang  dilaporkan  dalam  laporan  keuangan
semakin lama semakin besar. Keruntuhan  Satyam  ikut  menyeret  kantor  akuntan  publik  Price
Waterhouse  Coopers  PWC  selaku  KAP  yang  mengaudit  Satyam  selama  8 tahun  terakhir.  Pada  14  Januari  2009,  Price  Waterhouse  Coopers    PWC
mengumumkan  bahwa  laporan  auditnya  berpotensi  tidak  akurat  dan  tidak reliable  karena  dilakukan  berdasarkan  informasi  yang  diperoleh  dari
manajemen  Satyam.  Institute  of  Chartered  Accountants  in  India  ICAI
6
meminta KAP Price Waterhouse Coopers memberikan jawaban resmi dalam 21 hari terkait skandal Satyam.
Ini bukan pertama kalinya KAP Price Waterhouse Coopers tersangkut masalah di India. Pada 2005, The Reserve Bank of India melarang KAP Price
Waterhouse  Coopers  untuk  mengaudit  bank  selama  8  tahun  karena melakukan  audit  yang  tidak  memadai  atas  non-performing  asset  dari  Global
Trust  Bank .  KAP  Price  Waterhouse  Coopers  menghadapi  investigasi  terkait
kegagalannya mengidentifikasi fraud senilai 21 juta euro di divisi air mineral grup perusahaan Greencore.
Selanjutnya,  kasus  besar  baru-baru  ini  menghebohkan  dunia perbankan,  terkait  gugatan  yang  diajukan  6  bank  besar  di  Jepang  terhadap
penipuan  yang  dilakukan  Olympus.  Olympus  adalah  sebuah  perusahaan terkemuka  di  Jepang  yang  memproduksi  kamera  dan  alat-alat  rumah  sakit.
Bank  tersebut menggugat  atas  nama  kliennya  yang  tertipu  karena  selama  11 tahun  laporan  keuangan  Olympus  selalu  mencantumkan  laba  yang  besar,
sebelum  akhirnya  ketahuan  keropos  pada  tahun  2011.  Olympus  sudah mengakui  bahwa  pihaknya  telah  melakukan  kesalahan  dalam  menutupi
kerugiannya  selama  20  tahun.  Keenam  bank  besar  asal  Jepang  tersebut mengajukan gugatan atas Olympus sebesar USD 273 juta. Keenam bank asal
Jepang  tersebut  di antaranya Mitsubishi  UFJ  Trust    Banking  Corp,  Master Trust Bank of Japan Ltd, Japan Trustee Services Bank Ltd, Trust  Custody
Services  Bank  Ltd,  Nomura  Trust    Banking  Co, dan State  Street  Trust
Banking Co .
7
Kasus  pemalsuan  investasi  keuangan  yang  dilakukan  oleh  Olympus ini,  cukup  mencoreng  namanya  dan  menjadi  skandal  penipuan  korporasi
paling  besar  di  negeri  sakura  itu.  Olympus  telah  menyembunyikan kerugiannya  selama  puluhan  tahun,  tepatnya  sekitar  tahun  1980-an.
Pemalsuan  data  keuangan  tersebut  akhirnya  mulai  terbongkar  pada  kuartal empat  2011,  dimana  salah  seorang  mantan  Chief  Executive  Olympus,
Michael  Woodford,  mempertanyakan  kerugian  yang  disembunyikan  oleh Olympus  sebesar  USD  1,7  miliar  serta  biaya  usaha  ilegal  lainnya.
Beberapa mantan  petinggi  Olympus  yang  sempat  dilaporkan  lolos  dari jeratan  hukum,
akhirnya terseret kembali, termasuk mantan Presiden dan Komisaris Olympus Tsuyoshi  Kikukawa.  Selain  itu,  Olympus  juga  didenda  sekitar  USD  7  juta
atas pelanggaran undang-undang sekuritas. Di  Indonesia,  fenomena  kasus  Great  River  mencuat  setelah  adanya
temuan  auditor  investigasi  Aryanto,  Amir  Jusuf,  dan  Mawar,  yang menemukan  indikasi  penggelembungan  account  penjualan,  piutang,  dan aset
hingga  ratusan  miliar  rupiah  di  Great  River.  Akibatnya,  Great  River mengalami  kesulitan  arus  kas  dan  gagal  membayar  utang.    Bapepam
menyatakan  telah  menemukan  adanya  indikasi  konspirasi  dalam  penyajian laporan  keuangan  perusahaan  tekstil  tersebut.  Dalam  kasus  ini,  akuntan
dengan  emitennya  terlibat  konspirasi  dalam  penyajian  laporan  keuangan Great  River  itu.  Bapepam  menyidik  akuntan  publik  yang  mengaudit  laporan
keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya: a.
Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan
8
Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan b.
Penambahan  aktiva  tetap  perseroan,  khususnya  yang  terkait  dengan penggunaan  dana  hasil  emisi  obligasi,  yang  tidak  dapat  dibuktikan
kebenarannya. Sehingga  perusahaan  tekstil  tersebut  mengalami  kelebihan  pendapatan
overstatement  yang  seharusnya  justru  merugi.  Kasus  PT  Great  River International,  Tbk  di  atas,  yang  melibatkan  akuntan  publik  Justinus  Aditya
Sidharta,  dianggap  telah  menyalahi  aturan  mengenai  kode  etik  profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas. Akuntan
publik  Justinus  Aditya  Sidharta  dianggap  telah  melakukan  tindak kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi keuangan PT Great
River International, Tbk secara jujur. Selanjutnya,  pada  tahun  2012  Allianz  yang  diaudit  oleh  KAP
Siddharta  dan  Widjaja  diduga  melakukan  penyuapan  terhadap  pejabat BUMN. SEC Securities and Exchange Commission menduga sebanyak 295
kontrak asuransi terkait proyek pemerintah berhasil diperoleh Allianz dengan menyuap  oknum  pejabat  di  beberapa  instansi  pemerintah  hingga    650.626
atau  sekitar  Rp  6.270.000.000,  dengan  melakukan  penyuapan  tersebut perusahaan  meraup  laba  sebesar  lebih  dari  US  5.300.000,  penyuapan
tersebut dilakukan selama kurun waktu 2001-2008. Banyaknya fenomena pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan
publik mendorong beberapa negara memperbaiki pengawasan kantor akuntan publik  dengan  mengeluarkan  regulasi  untuk  mengatur  batas  masa  jabatan
9
auditor  dalam  mengaudit  suatu  entitas  atau  klien.  Di  Indonesia  sendiri, pemerintah  telah  mengatur  kewajiban  rotasi  auditor  dengan  dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 359KMK.062003 pasal  2  tentang  “Jasa  Akuntan  Publik”  perubahan  atas  Keputusan  Menteri
Keuangan  Nomor  423KMK.062002.  Peraturan  ini  menyatakan  bahwa pemberian  jasa  audit  umum  atas  laporan  keuangan  dari  suatu  entitas  dapat
dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 tiga tahun buku berturut-
turut.  Peraturan  tersebut  kemudian  diperbaharui  dengan  dikeluarkannya Peraturan  Menteri  Keuangan  Republik  Indonesia  Nomor  17PMK.012008
tentang  “Jasa  Akuntan  Publik”.  Perubahan  yang  dilakukan  di  antaranya adalah,  pertama,  pemberian  jasa  audit  umum  menjadi  6  enam  tahun
berturut-turut  oleh  kantor  akuntan  dan  3  tiga  tahun  berturut-turut  oleh akuntan publik kepada satu klien yang sama pasal 3 ayat 1. Kedua, akuntan
publik  dan  kantor  akuntan  boleh  menerima  kembali  penugasan  setelah  satu tahun  buku  tidak  memberikan  jasa  audit  kepada  klien  yang  di  atas  pasal  3
ayat 2 dan 3. Kemudian pada 3 Mei 2011 di sahkan RUU No. 5 Tahun 2011 menjadi  UU  No.  5  Tahun  2011  tentang  jasa  akuntan  publik,  di  mana  pada
pasal 4 ayat 1 dan 2 disebutkan tentang pembatasan pemberian jasa akuntan publik yakni pada ayat 1 berbunyi,  pemberian jasa audit oleh Akuntan Publik
danatau KAP atas informasi keuangan historis suatu klien untuk tahun buku yang  berturut-turut  dapat  dibatasi  dalam  jangka  waktu  tertentu.  Ayat  2
berbunyi,  ketentuan  mengenai  pembatasan  pemberian  jasa  audit  atas
10
informasi keuangan historis diatur dalam Peraturan Pemerintah. UU tersebut tidak  menyebutkan  lamanya  jangka  waktu  pemberian  jasa  audit  oleh  KAP
melainkan  mengacu  pada  Peraturan  Pemerintah,  yang  dalam  hal  ini  adalah Peraturan  Menteri  Keuangan  Republik  Indonesia  Nomor  17PMK.012008
karena hingga saat ini tidak ada produk peraturan terbaru tentang jasa akuntan publik  yang  dihasilkan  pemerintah,  dalam  hal  ini  Menteri  Keuangan  selain
PMK.012008. Sebagaimana diketahui UU bukanlah produk yang dihasilkan eksekutif melainkan produk legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat
DPR RI. Pembatasan jangka waktu perikatan dianggap perlu dilakukan. Hal
ini  disebabkan  jangka  waktu  perikatan  yang  panjang  dapat  menyebabkan auditor  independen  atau  akuntan  publik  menjalin  hubungan  kekeluargaan
yang berlebihan, loyalitas yang kuat, atau hubungan emosional dengan klien. Hubungan  ini  pada  tahap  tertentu  dapat  mengancam  independensi,  juga
penurunan  kualitas  dan  kompetensi  auditor  saat  mereka  mulai mengevaluasi bukti audit Nasser, et al., 2006. Oleh karena itu, kualitas laporan audit yang
dihasilkan dapat menurun, sehingga keputusan yang diambil oleh para pihak yang  berkepentingan  berdasarkan  laporan  audit,  dan  laporan  keuangan
auditan dapat pula keliru atau tidak tepat. Pemilihan  KAP  adalah  keputusan  penting  dalam  perusahaan  dan
keputusan  untuk  berpindah  KAP  seharusnya  tidak  dibuat  secara  gegabah. Fenomena  pergantian  auditor  berdampak  pada  kredibilitas  pelaporan
keuangan  dan  biaya  untuk  mengendalikan  manajemen  Ismail  et  al,  2008.
11
Pergantian  auditor  oleh  perusahaan  terjadi  ketika  lingkungan  perusahaan berubah,  ketika  ingin  mendapatkan auditor  yang  lebih  efektif atau  jasa  yang
berbeda,  ketika  ingin  menaikkan  image  perusahaan,  dan  ketika  ingin mengurangi biaya audit William, 1988.
Fenomena  mengenai  pergantian  auditor  atau  KAP  memang  sangat menarik  untuk  dikaji,  hal  ini  dikarenakan  banyak  faktor  yang  dapat
mempengaruhi  keputusan  perusahaan  untuk  melakukan  pergantian  auditor atau KAP. Faktor-faktor tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor klien maupun
faktor yang berasal dari auditor. Menurut Febrianto 2009, pergantian auditor bisa  terjadi  secara  voluntary  sukarela  atau  secara  mandatory  wajib.  Jika
pergantian  auditor  terjadi  secara  voluntary,  maka  faktor-faktor  penyebabnya bisa  dari  sisi  klien  misalnya  kesulitan  keuangan,  manajemen  yang  gagal,
perubahan  ownership,  Initial  Public  Offering,  dan  sebagainya  dan  dari  sisi auditor misalnya  fee  audit,  kualitas audit,  dan  sebagainya.  Sebaliknya,  jika
pergantian  terjadi  secara  mandatory,  hal  itu  terjadi  karena  adanya  peraturan yang mewajibkan.
Sumarwoto  2006  berpendapat  bahwa  rotasi  KAP  bisa  bersifat mandatory
karena  peraturan  yang  mengharuskan  tetapi  juga  bisa  secara voluntary
.  Bukti  empiris  menunjukkan,  bahwa  perusahaan  yang  merotasi KAP  secara  voluntary,  disebabkan  karena  KAP  yang  terdahulu  bertindak
konservatif  dan  tidak  sejalan  dengan  kepentingan  manajemen  perusahaan, sehingga  perusahaan  merotasi  KAP  secara  voluntary.  Menurut  Sinarwati
2010,  jika  terjadi  pergantian  KAP  oleh  perusahaan  diluar  ketentuan  UU
12
maka  menimbulkan  pertanyaan  bahkan  kecurigaan  dari  investor  sehingga penting  untuk  diketahui  faktor  penyebabnya.  Jadi,  yang  perlu  diteliti  adalah
jika  pergantian  KAP  bersifat  voluntary  diluar  Peraturan  Menteri  Keuangan Nomor 17PMK.012008.
Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Sulistiarini  dan  Sudarno  2012 menggunakan  variabel  ukuran  KAP,  kesulitan  keuangan  perusahaan,
kepemilikan  oleh  publik,  pergantian  manajemen,  serta  pergantian  komite audit  terhadap  pergantian  kantor  akuntan  publik.  Hasil  penelitian
menunjukkan  bahwa  kesulitan  keuangan  dan  pergantian  manajemen berpengaruh positif terhadap pergantian kantor akuntan publik.
Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Chadegani,  et.al.,  2011  menguji  6 faktor opini audit, kualitas audit, perubahan fee audit, pergantian manajemen,
financial  distress ,  dan  ukuran  perusahaan  klien  yang  dianggap  berpengaruh
terhadap  auditor  switching  di  Tehran  Stock  Exchange,  dan  hasilnya menunjukkan  bahwa  kesulian  keuangan  dan  pergantian  manajemen
berpengaruh positif terhadap auditor switching. Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Pratitis  2011  menguji  pengaruh
ukuran kantor akuntan publik, ukuran klien, dan kesulitan keuangan terhadap pergantian  kantor  akuntan  publik.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa
ukuran  klien  dan  kesulitan  keuangan  tidak  berpengaruh  terhadap  pergantian kantor akuntan publik.
Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Aprillia  2013  menguji  pengaruh kesulitan  keuangan,  pergantian  manajemen,  kepemilikan  publik,  dan  ukuran
13
kantor  akuntan  publik  terhadap  pergantian  kantor  akuntan  publik.  Hasil penelitian  menunjukkan  bahwa  kesulitan  keuangan  dan  pergantian
manajemen berpengaruh terhadap pergantian kantor akuntan publik. Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Suparlan  dan  Andayani  2010
menguji pengaruh Investor Institusional, Kepemilikan Publik, Share Growth, ukuran dewan komisaris, pergantian manajemen, Leverage, ROE, dan ukuran
perusahaan  sebagai  variabel  independen  terhadap  pergantian  kantor  akuntan publik  sebagai  variabel  dependen.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa
ukuran  perusahaan  berpengaruh  negatif  terhadap  pergantian  kantor  akuntan publik.
Penelitan  yang  dilakukan  oleh  Damayanti  dan  Sudarma  2007 menguji  pengaruh  pergantian  manajemen  perusahaan,  opini  akuntan,  fee
audit, kesulitan keuangan perusahaan, ukuran KAP, dan persentase perubahan ROA  terhadap  perusahaan  go  public  di  Indonesia  berpindah  kantor  akuntan
publik.  Penelitian  ini  membuktikan  bahwa  pengaruh  pergantian  manajemen dan  kesulitan  keuangan  perusahaan  memiliki  pengaruh  negatif  terhadap
pergantian kantor akuntan publik. Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Sinarwati  2010  menguji  pengaruh
opini  audit  going  concern,  pergantian  manajemen,  reputasi  auditor,  dan kesulitan  keuangan  perusahaan  sebagai  variabel  independen,  terhadap
pergantian  kantor  akuntan  publik  KAP  sebagai  variabel  dependen. Penelitian  ini  membuktikan  bahwa  opini  audit  going  concern,  pergantian
manajemen,  kesulitan  keuangan  memiliki  pengaruh  positif  terhadap
14
pergantian  kantor  akuntan  publik,  sedangkan  reputasi  auditor  memiliki pengaruh negatif terhadap pergantian kantor akuntan publik KAP.
Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Nasser,  et  al,.  2006  menguji pengaruh  ukuran  kantor  akuntan  publik,  ukuran  perusahaan  klien,
pertumbuhan  klien,  financial  distress,  lamanya  audit  tenure  terhadap pergantian kantor akuntan publik. Penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan  klien  dan  financial  distress  berpengaruh  signifikan  terhadap pergantian kantor akuntan publik.
Karena  hasil  yang  berbeda-beda  tersebut,  peneliti  tertarik  untuk melakukan  penelitian  yang  berjudul
“  Analisis  Faktor-Faktor  Yang Mempengaruhi Pergantian Kantor Akuntan Publik Studi Empiris pada
Perusahaan  Manufaktur  yang  Terdaftar  di  Bursa  Efek  Indonesia Periode 2008-2012.
”
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sinarwati 2010.  Variabel  penelitian  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini
menggunakan  variabel-variabel  yang  ada  pada  penelitian  yang  dilakukan Sinarwati  2010.  Variabel-variabel  yang  digunakan  adalah  opini  going
concern, pergantian manajemen, reputasi auditor, kesulitan keuangan. Selain itu, peneliti juga menmbahkan variabel independen lain dalam penelitiannya,
yaitu  variabel  ukuran  perusahaan  klien  karena  dalam  penelitian  yang dilakukan  Nasser  et  al.  2006  variabel  tersebut  berpengaruh  signifiksan
terhadap pergantian KAP.
15
Dalam  penelitian  ini,  populasi  yang  digunakan  adalah  perusahaan manufaktur  go  public,  merupakan  emiten  di  Bursa  Efek  Indonesia  yang
terdaftar  selama  periode  tahun  2008-2012,  sedangkan  pada  penelitian  yang dilakukan  oleh  Sinarwati  2010  menggunakan  periode  tahun  2003
–  2007. Alasan  penggunaan  data  lima  tahun  mulai  tahun  2008-2012  adalah  karena
tahun  2008-2012  merupakan  data  perusahaan  yang  dapat  memberikan gambaran tentang kondisi keuangan perusahaan setelah rotasi audit dilakukan
sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang akuntan publik dan rotasi  audit  dilakukan  secara  sukarela  voluntary  dari  sisi  klien.  Pemilihan
satu  jenis  industri  bertujuan  untuk  menghindari  adanya  resiko  bisnis  yang mungkin terjadi antara jenis industri yang berbeda. Peneliti memilih industri
manufaktur  karena  industri  manufaktur  bersifat  heterogen  dan  terdapat berbagai  jenis  perusahaan  dari  perusahaan  kecil  hingga  perusahaan  besar.
Selain itu industri manufaktur juga memiliki populasi terbesar.
B. Perumusan Masalah