1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang mengkomunikasikan keadaan keuangan dari hasil operasi perusahaan dalam
periode tertentu kepada pihak yang berkepentingan. Laporan ini menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter Kieso et, al.,
2011. Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan baik oleh para stakeholder baik dari pihak
eksternal maupun pihak internal.
Pemegang saham perseroan dapat menilai pengelolaan dana yang dilakukan oleh manajemen atas modal yang sudah
ditanamkan. Kreditor dapat menilai tingkat kelancaran pelunasan hutang perusahaan. Calon investor dan kreditor dapat menilai besar potensi keuntungan
dan risiko apabila berinvestasi di perusahaan. Organisasi buruh dapat menilai apakah gaji yang diberikan sudah sesuai dengan kinerja perusahaan. Kantor
pelayanan pajak dapat menghitung besarnya pajak penghasilan badan dan pajak lain.
Oleh karena banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan, maka informasi yang ada di dalam laporan keuangan tersebut
haruslah wajar, dapat dipercaya dan tidak menyesatkan sehingga dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan
tersebut. Laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajemen
perlu dilakukan pemeriksaan oleh pihak yang berkompeten di bidangnya
2
yaitu kantor akuntan publik KAP sebagai pihak ketiga yang independen. Hal ini penting karena jika tidak diaudit, ada kemungkinan bahwa laporan
keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak
disengaja.
Pihak eksternal ingin memperoleh informasi yang andal dari manajemen perusahaan mengenai pertanggungjawaban dana yang mereka
investasikan. Kebutuhan akan pentingnya keandalan informasi inilah yang mendorong dibutuhkannya jasa pihak ketiga yaitu auditor independen untuk
memberi jaminan bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan yang diambil
oleh merekA. Jaminan akan laporan keuangan yang diberikan auditor independen diawali dengan proses audit laporan keuangan yang terdiri dari
upaya memahami bisnis dan industri klien serta mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berkaitan dengan laporan keuangan manajemen.
Menurut Boynton et. al., 2003 tujuan utama audit laporan keuangan bukan untuk menciptakan informasi baru, melainkan untuk menambah
keandalan laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen. Keandalan dari informasi inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, peran akuntan publik sebagai pihak yang independen untuk menengahi kedua belah pihak
agen dan prinsipal dengan kepentingan berbeda, dengan cara memberi penilaian dan pernyataan pendapat opini terhadap kewajaran laporan
keuangan yang disajikan tersebut.
3
Kunci utama untuk melihat kewajaran suatu laporan keuangan adalah independensi. Menurut Boynton et. al., 2003 independensi merupakan tidak
adanya kepentingan yang menciptakan risiko penyimpangan material yang tidak dapat diterima berkenaan dengan mutu atau konteks informasi yang
menjadi pokok dari penugasan keyakinan. Hal ini juga berarti bahwa auditor harus bersikap jujur dalam mengungkapkan fakta yang terjadi dalam
perusahaan yang diauditnya, termasuk tindakan kecurangan yang mungkin dilakukan oleh kliennya. Sikap independensi auditor selalu dipertanyakan
mengingat bahwa antara auditor dan kliennya memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, di satu sisi auditor mendapatkan fee dari
klien untuk jasa auditnya dan di sisi lain klien membutuhkan auditor untuk mendapatkan hasil audit. Hilangnya independensi auditor dikarenakan auditor
terlibat dalam hubungan pribadi dengan klien, hal ini dapat mempengaruhi sikap mental dan opini mereka. Independensi auditor terancam ketika auditor
dan klien menjadi semakin dekat. Dimana kedekatan tersebut dapat mengembangkan hubungan nyaman antara auditor dan klien. Untuk menjaga
sikap obyektif dan independen dari auditor serta kepercayaan dari masyarakat, maka perlu dilakukan rotasi auditor.
Nasser et al. 2006 menganjurkan untuk dapat mempertahankan sikap obyektif auditor diperlukan rotasi wajib auditor, karena rotasi auditor dapat
meningkatkan kemampuan auditor dalam melindungi publik melalui peningkatan kewaspadaan terhadap setiap kemungkinan ketidaklayakan,
peningkatan kualitas pelayanan dan mencegah hubungan yang lebih dekat
4
dengan klien. Rotasi auditor adalah pergantian atau perputaran auditor yang harus dilakukan oleh perusahaan, dengan tujuan untuk menghasilkan kualitas
dan menegakkan independensi Nabila, 2011. Adanya kewajiban rotasi auditor mendorong perusahaan untuk melakukan pergantian kantor akuntan
publik untuk selanjutnya disebut pergantian KAP. Pergantian KAP secara umum memiliki dua sifat, yaitu pergantian KAP yang bersifat wajib
mandatory dan pergantian KAP yang bersifat sukarela voluntary. Pergantian KAP yang bersifat wajib adalah pergantian KAP dalam kurun
waktu yang terjadi karena adanya peraturan yang ditetapkan yang membatasi antara klien dengan auditor.
Myers et al. 2003 dalam Suparlan dan Andayani 2010 menyatakan kewajiban rotasi auditor itu penting jika kualitas laba dan kualitas audit
perusahaan memburuk. Pengawasan auditor atas pengelolaan perusahaan selama satu periode akuntansi menjadi alat yang penting bagi investor untuk
mendapatkan jaminan atas kewajaran laporan keuangan. Chi et al. 2009 menunjukkan investor menerima kewajiban rotasi patner auditor karena bisa
meningkatkan kualitas audit. Bluoin et al. 2007 mengemukakan bahwa pergantian auditor oleh klien dengan tujuan untuk memperbaiki sistem
pengawasan. Profesi akuntan publik telah mendapat banyak pengakuan dari
berbagai kalangan baik dari dunia usaha, pemerintah, bahkan masyarakat luas. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran akan
pengelolaan dana keuangan yang baik. Akan tetapi, dewasa ini banyak sekali
5
pihak-pihak yang menyorot kantor akuntan publik mengingat sering ditemukannya kasus kelalaian maupun kesalahan dalam proses audit yang
dilakukan oleh KAP. Karena banyaknya kasus-kasus yang berkembang, maka profesionalisme dan kinerja auditor pun sering dipertanyakan.
Belakangan kasus besar yang sangat kencang gaungnya pun menimpa profesi ini, “Satyam”, yang merupakan perusahaan teknologi informasi
outsourcing terbesar keempat di India. Mempunyai 50 ribu karyawan yang
tersebar di berbagai pusat pengembangan IT-nya di negara-negara Asia, Amerika, Eropa, dan Australia. Menjadi rekanan dari 654 perusahaan global,
termasuk General Electric, Nestle, Qantas Airways, Fujitsu, dan 185 perusahaan Fortune 500 lainnya luluh lantah.
Satyam diketahui telah melakukan fraud terhadap laporan keuangan. Pada awalnya, fraud dilakukan dengan menggelembungkan nilai keuntungan
perusahaan. Setelah dilakukan selama beberapa tahun, selisih antara keuntungan yang sebenarnya dan yang dilaporkan dalam laporan keuangan
semakin lama semakin besar. Keruntuhan Satyam ikut menyeret kantor akuntan publik Price
Waterhouse Coopers PWC selaku KAP yang mengaudit Satyam selama 8 tahun terakhir. Pada 14 Januari 2009, Price Waterhouse Coopers PWC
mengumumkan bahwa laporan auditnya berpotensi tidak akurat dan tidak reliable karena dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari
manajemen Satyam. Institute of Chartered Accountants in India ICAI
6
meminta KAP Price Waterhouse Coopers memberikan jawaban resmi dalam 21 hari terkait skandal Satyam.
Ini bukan pertama kalinya KAP Price Waterhouse Coopers tersangkut masalah di India. Pada 2005, The Reserve Bank of India melarang KAP Price
Waterhouse Coopers untuk mengaudit bank selama 8 tahun karena melakukan audit yang tidak memadai atas non-performing asset dari Global
Trust Bank . KAP Price Waterhouse Coopers menghadapi investigasi terkait
kegagalannya mengidentifikasi fraud senilai 21 juta euro di divisi air mineral grup perusahaan Greencore.
Selanjutnya, kasus besar baru-baru ini menghebohkan dunia perbankan, terkait gugatan yang diajukan 6 bank besar di Jepang terhadap
penipuan yang dilakukan Olympus. Olympus adalah sebuah perusahaan terkemuka di Jepang yang memproduksi kamera dan alat-alat rumah sakit.
Bank tersebut menggugat atas nama kliennya yang tertipu karena selama 11 tahun laporan keuangan Olympus selalu mencantumkan laba yang besar,
sebelum akhirnya ketahuan keropos pada tahun 2011. Olympus sudah mengakui bahwa pihaknya telah melakukan kesalahan dalam menutupi
kerugiannya selama 20 tahun. Keenam bank besar asal Jepang tersebut mengajukan gugatan atas Olympus sebesar USD 273 juta. Keenam bank asal
Jepang tersebut di antaranya Mitsubishi UFJ Trust Banking Corp, Master Trust Bank of Japan Ltd, Japan Trustee Services Bank Ltd, Trust Custody
Services Bank Ltd, Nomura Trust Banking Co, dan State Street Trust
Banking Co .
7
Kasus pemalsuan investasi keuangan yang dilakukan oleh Olympus ini, cukup mencoreng namanya dan menjadi skandal penipuan korporasi
paling besar di negeri sakura itu. Olympus telah menyembunyikan kerugiannya selama puluhan tahun, tepatnya sekitar tahun 1980-an.
Pemalsuan data keuangan tersebut akhirnya mulai terbongkar pada kuartal empat 2011, dimana salah seorang mantan Chief Executive Olympus,
Michael Woodford, mempertanyakan kerugian yang disembunyikan oleh Olympus sebesar USD 1,7 miliar serta biaya usaha ilegal lainnya.
Beberapa mantan petinggi Olympus yang sempat dilaporkan lolos dari jeratan hukum,
akhirnya terseret kembali, termasuk mantan Presiden dan Komisaris Olympus Tsuyoshi Kikukawa. Selain itu, Olympus juga didenda sekitar USD 7 juta
atas pelanggaran undang-undang sekuritas. Di Indonesia, fenomena kasus Great River mencuat setelah adanya
temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset
hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Bapepam
menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. Dalam kasus ini, akuntan
dengan emitennya terlibat konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan
keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya: a.
Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan
8
Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan b.
Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya. Sehingga perusahaan tekstil tersebut mengalami kelebihan pendapatan
overstatement yang seharusnya justru merugi. Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya
Sidharta, dianggap telah menyalahi aturan mengenai kode etik profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas. Akuntan
publik Justinus Aditya Sidharta dianggap telah melakukan tindak kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi keuangan PT Great
River International, Tbk secara jujur. Selanjutnya, pada tahun 2012 Allianz yang diaudit oleh KAP
Siddharta dan Widjaja diduga melakukan penyuapan terhadap pejabat BUMN. SEC Securities and Exchange Commission menduga sebanyak 295
kontrak asuransi terkait proyek pemerintah berhasil diperoleh Allianz dengan menyuap oknum pejabat di beberapa instansi pemerintah hingga 650.626
atau sekitar Rp 6.270.000.000, dengan melakukan penyuapan tersebut perusahaan meraup laba sebesar lebih dari US 5.300.000, penyuapan
tersebut dilakukan selama kurun waktu 2001-2008. Banyaknya fenomena pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan
publik mendorong beberapa negara memperbaiki pengawasan kantor akuntan publik dengan mengeluarkan regulasi untuk mengatur batas masa jabatan
9
auditor dalam mengaudit suatu entitas atau klien. Di Indonesia sendiri, pemerintah telah mengatur kewajiban rotasi auditor dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 359KMK.062003 pasal 2 tentang “Jasa Akuntan Publik” perubahan atas Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 423KMK.062002. Peraturan ini menyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat
dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 tiga tahun buku berturut-
turut. Peraturan tersebut kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17PMK.012008
tentang “Jasa Akuntan Publik”. Perubahan yang dilakukan di antaranya adalah, pertama, pemberian jasa audit umum menjadi 6 enam tahun
berturut-turut oleh kantor akuntan dan 3 tiga tahun berturut-turut oleh akuntan publik kepada satu klien yang sama pasal 3 ayat 1. Kedua, akuntan
publik dan kantor akuntan boleh menerima kembali penugasan setelah satu tahun buku tidak memberikan jasa audit kepada klien yang di atas pasal 3
ayat 2 dan 3. Kemudian pada 3 Mei 2011 di sahkan RUU No. 5 Tahun 2011 menjadi UU No. 5 Tahun 2011 tentang jasa akuntan publik, di mana pada
pasal 4 ayat 1 dan 2 disebutkan tentang pembatasan pemberian jasa akuntan publik yakni pada ayat 1 berbunyi, pemberian jasa audit oleh Akuntan Publik
danatau KAP atas informasi keuangan historis suatu klien untuk tahun buku yang berturut-turut dapat dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Ayat 2
berbunyi, ketentuan mengenai pembatasan pemberian jasa audit atas
10
informasi keuangan historis diatur dalam Peraturan Pemerintah. UU tersebut tidak menyebutkan lamanya jangka waktu pemberian jasa audit oleh KAP
melainkan mengacu pada Peraturan Pemerintah, yang dalam hal ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17PMK.012008
karena hingga saat ini tidak ada produk peraturan terbaru tentang jasa akuntan publik yang dihasilkan pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan selain
PMK.012008. Sebagaimana diketahui UU bukanlah produk yang dihasilkan eksekutif melainkan produk legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat
DPR RI. Pembatasan jangka waktu perikatan dianggap perlu dilakukan. Hal
ini disebabkan jangka waktu perikatan yang panjang dapat menyebabkan auditor independen atau akuntan publik menjalin hubungan kekeluargaan
yang berlebihan, loyalitas yang kuat, atau hubungan emosional dengan klien. Hubungan ini pada tahap tertentu dapat mengancam independensi, juga
penurunan kualitas dan kompetensi auditor saat mereka mulai mengevaluasi bukti audit Nasser, et al., 2006. Oleh karena itu, kualitas laporan audit yang
dihasilkan dapat menurun, sehingga keputusan yang diambil oleh para pihak yang berkepentingan berdasarkan laporan audit, dan laporan keuangan
auditan dapat pula keliru atau tidak tepat. Pemilihan KAP adalah keputusan penting dalam perusahaan dan
keputusan untuk berpindah KAP seharusnya tidak dibuat secara gegabah. Fenomena pergantian auditor berdampak pada kredibilitas pelaporan
keuangan dan biaya untuk mengendalikan manajemen Ismail et al, 2008.
11
Pergantian auditor oleh perusahaan terjadi ketika lingkungan perusahaan berubah, ketika ingin mendapatkan auditor yang lebih efektif atau jasa yang
berbeda, ketika ingin menaikkan image perusahaan, dan ketika ingin mengurangi biaya audit William, 1988.
Fenomena mengenai pergantian auditor atau KAP memang sangat menarik untuk dikaji, hal ini dikarenakan banyak faktor yang dapat
mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan pergantian auditor atau KAP. Faktor-faktor tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor klien maupun
faktor yang berasal dari auditor. Menurut Febrianto 2009, pergantian auditor bisa terjadi secara voluntary sukarela atau secara mandatory wajib. Jika
pergantian auditor terjadi secara voluntary, maka faktor-faktor penyebabnya bisa dari sisi klien misalnya kesulitan keuangan, manajemen yang gagal,
perubahan ownership, Initial Public Offering, dan sebagainya dan dari sisi auditor misalnya fee audit, kualitas audit, dan sebagainya. Sebaliknya, jika
pergantian terjadi secara mandatory, hal itu terjadi karena adanya peraturan yang mewajibkan.
Sumarwoto 2006 berpendapat bahwa rotasi KAP bisa bersifat mandatory
karena peraturan yang mengharuskan tetapi juga bisa secara voluntary
. Bukti empiris menunjukkan, bahwa perusahaan yang merotasi KAP secara voluntary, disebabkan karena KAP yang terdahulu bertindak
konservatif dan tidak sejalan dengan kepentingan manajemen perusahaan, sehingga perusahaan merotasi KAP secara voluntary. Menurut Sinarwati
2010, jika terjadi pergantian KAP oleh perusahaan diluar ketentuan UU
12
maka menimbulkan pertanyaan bahkan kecurigaan dari investor sehingga penting untuk diketahui faktor penyebabnya. Jadi, yang perlu diteliti adalah
jika pergantian KAP bersifat voluntary diluar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17PMK.012008.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiarini dan Sudarno 2012 menggunakan variabel ukuran KAP, kesulitan keuangan perusahaan,
kepemilikan oleh publik, pergantian manajemen, serta pergantian komite audit terhadap pergantian kantor akuntan publik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesulitan keuangan dan pergantian manajemen berpengaruh positif terhadap pergantian kantor akuntan publik.
Penelitian yang dilakukan oleh Chadegani, et.al., 2011 menguji 6 faktor opini audit, kualitas audit, perubahan fee audit, pergantian manajemen,
financial distress , dan ukuran perusahaan klien yang dianggap berpengaruh
terhadap auditor switching di Tehran Stock Exchange, dan hasilnya menunjukkan bahwa kesulian keuangan dan pergantian manajemen
berpengaruh positif terhadap auditor switching. Penelitian yang dilakukan oleh Pratitis 2011 menguji pengaruh
ukuran kantor akuntan publik, ukuran klien, dan kesulitan keuangan terhadap pergantian kantor akuntan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ukuran klien dan kesulitan keuangan tidak berpengaruh terhadap pergantian kantor akuntan publik.
Penelitian yang dilakukan oleh Aprillia 2013 menguji pengaruh kesulitan keuangan, pergantian manajemen, kepemilikan publik, dan ukuran
13
kantor akuntan publik terhadap pergantian kantor akuntan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan keuangan dan pergantian
manajemen berpengaruh terhadap pergantian kantor akuntan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Suparlan dan Andayani 2010
menguji pengaruh Investor Institusional, Kepemilikan Publik, Share Growth, ukuran dewan komisaris, pergantian manajemen, Leverage, ROE, dan ukuran
perusahaan sebagai variabel independen terhadap pergantian kantor akuntan publik sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap pergantian kantor akuntan publik.
Penelitan yang dilakukan oleh Damayanti dan Sudarma 2007 menguji pengaruh pergantian manajemen perusahaan, opini akuntan, fee
audit, kesulitan keuangan perusahaan, ukuran KAP, dan persentase perubahan ROA terhadap perusahaan go public di Indonesia berpindah kantor akuntan
publik. Penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh pergantian manajemen dan kesulitan keuangan perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap
pergantian kantor akuntan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Sinarwati 2010 menguji pengaruh
opini audit going concern, pergantian manajemen, reputasi auditor, dan kesulitan keuangan perusahaan sebagai variabel independen, terhadap
pergantian kantor akuntan publik KAP sebagai variabel dependen. Penelitian ini membuktikan bahwa opini audit going concern, pergantian
manajemen, kesulitan keuangan memiliki pengaruh positif terhadap
14
pergantian kantor akuntan publik, sedangkan reputasi auditor memiliki pengaruh negatif terhadap pergantian kantor akuntan publik KAP.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasser, et al,. 2006 menguji pengaruh ukuran kantor akuntan publik, ukuran perusahaan klien,
pertumbuhan klien, financial distress, lamanya audit tenure terhadap pergantian kantor akuntan publik. Penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan klien dan financial distress berpengaruh signifikan terhadap pergantian kantor akuntan publik.
Karena hasil yang berbeda-beda tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pergantian Kantor Akuntan Publik Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012.
”
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sinarwati 2010. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan variabel-variabel yang ada pada penelitian yang dilakukan Sinarwati 2010. Variabel-variabel yang digunakan adalah opini going
concern, pergantian manajemen, reputasi auditor, kesulitan keuangan. Selain itu, peneliti juga menmbahkan variabel independen lain dalam penelitiannya,
yaitu variabel ukuran perusahaan klien karena dalam penelitian yang dilakukan Nasser et al. 2006 variabel tersebut berpengaruh signifiksan
terhadap pergantian KAP.
15
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah perusahaan manufaktur go public, merupakan emiten di Bursa Efek Indonesia yang
terdaftar selama periode tahun 2008-2012, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sinarwati 2010 menggunakan periode tahun 2003
– 2007. Alasan penggunaan data lima tahun mulai tahun 2008-2012 adalah karena
tahun 2008-2012 merupakan data perusahaan yang dapat memberikan gambaran tentang kondisi keuangan perusahaan setelah rotasi audit dilakukan
sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang akuntan publik dan rotasi audit dilakukan secara sukarela voluntary dari sisi klien. Pemilihan
satu jenis industri bertujuan untuk menghindari adanya resiko bisnis yang mungkin terjadi antara jenis industri yang berbeda. Peneliti memilih industri
manufaktur karena industri manufaktur bersifat heterogen dan terdapat berbagai jenis perusahaan dari perusahaan kecil hingga perusahaan besar.
Selain itu industri manufaktur juga memiliki populasi terbesar.
B. Perumusan Masalah