Bebal Gangguan Jiwa Schizophrenia Hebeprenik

57 tidak perduli dengan keluarga dan akhirnya Nora lepas kendali. Nora akhirnya membentuk dunia baru yang hanya diisi oleh dirinya sendiri. Nora semakin sibuk dengan khayalan dan fantasi yang dibentuk oleh penglihatan dan pendengarannya sendiri. Bagi Nora, tata krama dan segala peraturan tidak penting dan Nora tidak perduli akan tanggapan dan perasaan orang lain. Nora hanya memikirkan diri sendiri dan tidak membutuhkan interaksi dengan orang lain yang menyebabkan Nora semakin tidak terkendali dan hilang arah. Faktor-faktor tersebut yang akhirnya membawa Nora semakin dekat pada gangguan jiwa tersebut. Berdasarkan pendapat Durran dan David Barlow yang mengatakan bahwa gangguan schizofrenia hebefrenik merupakan emosionalitas yang dungu atau tidak matang tersebut, maka gangguan jiwa tokoh Nora akan dibahas lebih jauh dengan rincian, sifat bebal dan sifat kekanak-kanakan yang kemudian dibagi atas empat respon emosi yaitu cemburu yang berlebihan, takut yang berlebihan, malu rasa bersalah yang berlebihan, dan marah yang berlebihan. Berikut akan dibahas lebih gamblang.

4.2.1.1 Bebal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2005:118, “Bebal didefenisikan dengan sukar mengerti; tidak cepat menanggapi sesuatu; tidak tajam pikiran”. Gambaran bebal yang dimaksudkan oleh pengarang pada diri tokoh Nora dalam hal ini adalah berupa kedunguan, ketololan, kebodohan, ketidakmampuan berpikir pada setiap hal yang dihadapi. Tokoh Nora digambarkan sebagai wanita berusia 22 tahun dengan keterbelakangan mental dan tidak mampu menentukan pilihan-pilihan terbaik dalam hidup. Tokoh Nora cenderung menurut saja pada apa yang dikatakan oleh orang lain meskipun hal tersebut bukan merupakan hal yang baik bagi dirinya. Universitas Sumatera Utara 58 Kebebalan yang dimiliki oleh Nora dapat diusut dengan pemahaman dinamika kepribadian yang diteorikan oleh sigmund Freud dalam teori psikoanalisis seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Berdasarkan pemahaman terhadap teori kepribadian Freud tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga lembaga kepribadian tersebut tidak berfungsi dengan baik dalam diri tokoh Nora. Masing-masing lembaga kepribadian tersebut tidak mampu menjalin hubungan baik yang pada akhirnya menyebabkan kejanggalan atau keadaan yang tidak teratur pada alam pikiran Nora. Ego sebagai pelaksana kepribadian yang mengontrol dan memerintah lembaga kepribadian lainnya serta memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian yang kepentingannya luas, tidak mampu menjalankan fungsi dan peran dengan baik. Ketidakberfungsian inilah yang menyebabkan tokoh Nora tidak mampu menentukan pilihan yang baik dalam hidup. Setiap perkataan maupun tanda tidak dapat dicerna dan dimaknai dengan respon emosi yang sesungguhnya. Tokoh Nora cenderung menampilkan ekspresi yang salah, janggal, aneh, atau jauh dari porsi yang seharusnya. Untuk membuktikan kebebalan tersebut, dapat dilihat penggalan percakapan Nora dengan tokoh lainnya dalam kutipan berikut, “O, jadi kamu mau dikawinkan dengan Roni?” “Ya.” “Kenapa?” “Kamu senang sama Ron?” “Biasa-biasa saja.” “Biasa-biasa bagaimana? Mana lebih senang, Ron atau aku?” “Pak Mala.” “Kalau begitu mengapa mau kawin dengan Ron?” “Nggak tahu.” “Kamu harus tahu” “Pak Mala tidak suka Nora kawin dengan Ron?” “Tidak” “Kalau adiknya Ron?” “Apa?” “Kalau adiknya Ron?” Universitas Sumatera Utara 59 “Tidak” “Kalau bapaknya?” “Astaga?” “Kalau bapaknya Ron, boleh?” hlm 64 Dari penggalan percakapan tersebut dapat dilihat respon atau tanggapan Nora yang kurang koheren sehingga menimbulkan kejanggalan atau keadaan yang tidak teratur. Nora telah menikah dengan Mala dan telah menyandang gelar sebagai istri Mala namun Nora bersedia untuk dinikahkan lagi dengan Ron pilihan ayah Nora. Seperti yang diketahui umum, setiap wanita yang masih sah menjadi istri seorang laki-laki tidak diperkenankan untuk menerima lamaran dari siapa pun karena akan dianggap sebagai perselingkuhan dan perjinahan. Kenyataannya dalam hal ini Nora tidak memberikan tanggapan apa-apa terhadap rencana dan perintah ayahnya. Nora hanya menurut dan tidak mampu menyatakan bahwa pendapat dan rencana tersebut keliru. Nora bahkan tidak mampu berpikir dengan logika sebagaimana manusia pada umumnya. Kejanggalan tersebut muncul akibat disfungsi id, ego, dan superego dalam lembaga kepribadian Nora. Kutipan lain yang menunjukkan kebebalan tokoh Nora antara lain, “Saya harus pergi.” “Kenapa harus?” Nora diam saja. “Kenapa harus. Siapa yang menyuruh?” “Tidak ada.” “Kalau begitu kenapa harus pergi?” “Saya tidak tahu.” “Kamu tidak boleh tidak tahu” “Saya tidak tahu.” Mala bingung. “Jadi, kamu akan pergi?” “Ya. Hari ini.” “Astaga, hari ini? Sekarang?” “Ya. Nanti pukul tiga.” hlm 60 Universitas Sumatera Utara 60 Kutipan tersebut membuktikan adanya disfungsi id, ego, dan superego pada diri Nora yang menimbulkan keganjilan atau keanehan. Nora ingin pergi, namun tidak tahu ingin pergi kemana dan menyusun rencana ingin pergi secepatnya tanpa tujuan yang jelas. Setiap orang yang ingin pergi harus terlebih dahulu menentukan tujuan dan arah kemana akan pergi. Orang yang pergi tanpa tujuan dikatakan sebagai orang gila atau gelo. Keganjilan tersebut juga merupakan salah satu tanda yang membuktikan bahwa Nora memiliki gangguan jiwa schizophrenia hebefrenik tersebut.

4.2.1.2 Kekanak-kanakan