9
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra termasuk salah satu ilmu yang sulit diberi batasan dalam pendefenisiannya. Sastra seakan hampir tidak memiliki defenisi yang mutlak. Setiap orang dapat memberikan
defenisi terhadap sastra, sesuai dengan pemahaman individu tersebut. Pemahaman masing- masing individu tersebut bisa dipengaruhi oleh pengalaman hidup, ilmu yang diperoleh,
bahkan lingkungan hidup maupun kebudayaan. Hingga kini belum ada defenisi mutlak akan sastra yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau acuan bagi orang-orang yang ingin
mengetahui dan mendalaminya. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat yang menyebutkan, “Sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama yang dengan
alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan” Luxemburg, 1986:9. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sastra tidak dapat diraba untuk mengetahui bentuk dan isinya, namun sastra hanya bisa dipelajari dan dipahami untuk mengetahui isi yang terkandung di dalamnya.
Teeuw 2003:19 menyebutkan, “Ilmu sastra menunjukkan keistimewan, barangkali juga keanehan yang mungkin tidak dapat kita lihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan
lain, yaitu bahwa objek utama penelitiannya tidak tentu malahan tidak keruan”. Kenyataan ini barangkali disebabkan oleh begitu luasnya ruang lingkup ilmu sastra tersebut. Sastra
memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan berbagai ilmu lain yang dalam hal ini termasuk juga ilmu bantu bagi penelaahan ilmu sastra, di antaranya adalah psikologi,
sosiologi, dan filsafat.
Universitas Sumatera Utara
10 Suatu karya sastra juga harus dilihat sebagai ekspresi pengarangnya dan bukan
semata-mata kenyataan sosial yang murni. Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat tempat karya sastra itu lahir sangat mempengaruhi proses penciptaannya. Pengarang merupakan
bagian dari masyarakatnya yang menangkap pesan-pesan dan peristiwa-peristiwa dari lingkungannya lalu menuliskan semua itu dalam sebuah seni sastra yang telah melewati
proses kreatif. Dapat disimpulkan bahwa apa pun yang akan diciptakan oleh seorang pengarang selalu mendapat pengaruh dari luar, karena tidak mungkin pengarang menjadi
individu yang lepas jiwa dan raga dari lingkungannya. Kesusastraan merupakan wadah untuk mencurahkan cita-cita dan pengalaman jiwa
seorang pengarang. Seiring berjalannya waktu, sastra pun berkembang menjadi ilmu yang lebih luas dan layak mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Bukan semata hanya
untuk mendongkrak keberadaan ilmu sastra di antara ilmu-ilmu lainnya, tetapi juga sebagai jembatan untuk mengenal kehidupan masyarakat, mengingat bahwa sastra merupakan
gambaran kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk cerita. Cerita tersebut dapat berawal dari pengalaman pribadi pengarang, pengalaman orang lain, maupun hasil
imajinasi pengarang itu sendiri. Salah satu bentuk kesusastraan yang paling dikenal adalah novel. Pada umumnya
novel merupakan hasil daya cipta seorang pengarang akan pengalaman kehidupannya serta bentuk-bentuk kehidupan masyarakat. Masyarakat kerap mengatakan bahwa novel
merupakan wadah untuk mengungkapkan kehidupan manusia dari berbagai aspek karena mengungkapkan berbagai macam perasaan di dalamnya misalnya latar belakang kehidupan
masyarakat itu menjadi dasar penciptaan sebuah karya sastra. Fenomena ini dikenal sebagai simbol psikologis karena memiliki respon emosional. Respon emosional tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
11 berasal dari pengarang itu sendiri maupun dari pembaca yang pada umumnya berupa
kesenangan, kebencian, kekecewaan, penyesalan, kemarahan, dan sebagainya yang merupakan wujud tanggapan atau penilaian pembaca terhadap tokoh maupun tema cerita
yang disuguhkan oleh pengarang. Pada sisi lain psikologi sastra mengkaji unsur penting dalam karya sastra, yaitu
pengarang, pembaca, dan karya itu khususnya tokoh cerita. Psikologi sastra menjadi ilmu yang mewakili sastra dalam mengungkapkan perasaan dan keadaan jiwa pengarang, karya,
dan pembaca sebagai sebab dan akibat terciptanya suatu cerita. Novel Indonesia sebagai salah satu jenis karya sastra cenderung mengungkap aspek
psikologis yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Tema novel-novel tersebut menggambarkan jiwa tokoh di dalamnya secara khusus. Salah satu novel Indonesia yang
memiliki unsur psikologi adalah novel Nora karya Putu Wijaya. Novel ini menggambarkan tokoh Nora sebagai gadis yang berperilaku aneh dan tidak wajar sebagaimana gadis berusia
22 tahun, yang merupakan akibat dari pengalaman pahit kehidupan yang mengalami tekanan batin sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Pengalaman inilah yang
menyebabkan jiwa Nora terguncang dan seolah-olah menghantuinya sehingga mengakibatkan terhambatnya perkembangan jiwanya. Menurut Psikologi, gangguan
kejiwaan yang dialami oleh tokoh Nora ini digolongkan pada “Schizophrenia Hebeprenia”. Gangguan kejiwaan yang dialami oleh tokoh Nora ini sangat menarik perhatian
karena novel ini akan sangat berkesan dan bermanfaat bila pembaca mampu memetik ilmu dan amanat yang dititipkan oleh pengarang di dalamnya. Selain bermanfaat karena sarat
dengan nilai-nilai kehidupan, novel ini juga dapat memperkaya pengetahuan karena pembaca diajak untuk mendalami psikologi secara tidak langsung sehingga pembaca
Universitas Sumatera Utara
12 semakin diperkaya oleh ilmu-ilmu pengetahuan yang kelak akan sangat berguna dalam
kehidupan. Setiap manusia memiliki kejiwaan yang berbeda-beda sehingga akan sangat menggugah untuk dibicarakan dan dianalisis. Novel ini juga dapat menjadi peringatan dan
pembelajaran bagi para orang tua agar lebih memperhatikan perkembangan psikologis anak-anaknya agar kelak tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya yang
dialami oleh tokoh Nora. Belum ditemukannya penelitian terhadap novel Nora karya Putu Wijaya ini dari sudut Psikologi Sastra umumnya dan unsur gangguan kejiwaan khususnya
turut menjadi alasan penulis untuk meneliti dan membahas novel Nora dalam kesempatan ini.
1.2 Rumusan Masalah