Kimia dan Fisika Perairan

13 foraminifera, alga berfilamen, diatoma, cocepoda, nematoda, dan detritus. Sedangkan larva bandeng umumnya memakan Copepod dan diatoms Santiago, 1986. Menurut penelitian Luckstadt 2002 melaporkan bahwa isi lambung ikan bandeng juvenil di Tarawa Selatan Philipina didominansi oleh alga yang terdiri dari alga sel tunggal chlorophyta, sel tunggal dan sel berfilamen cyanophyta, diatom, crustaceae, ciliata, dinoflagellata, rotatoria, dan yang terbesar adalah detritus. Ikan bandeng yang dibudidayakan di tambak umumnya memakan klekap lab-lab, yaitu komunitas mahluk hidup komplek yang terdiri dari asosiasi antara blugreen algae, diatom, dan hewan invetebrata serta lumut alga hijau berfilamen. Menurut Garcia 1990 klekap atau lab-lab merupakan komposisi biologi kompleks dari hewan dan tumbuhan mikrobentik yang berasosiasi dengan lumpur di dasar kolam. Komponen tumbuhan dapat terdiri dari berbagai tipe alga berfilamen dari bluegreen algae dan green algae serta diatom. Komponen hewan terdiri dari protozoa, copepoda, ostracoda, nematoda, moluska, dan crustaceae. Namun demikian dari banyak studi mengenai kebiasaan makanan menunjukan bahwa kelompok makanan yang disukai oleh seluruh kelompok umur ikan bandeng adalah bluegreen algae dan yang dipelihara di tambak air payau adalah benthik diatom Tang Hwang, 1966 dalam Garcia, 1990.

2.5. Kimia dan Fisika Perairan

Dalam proses produksi produsen primer fitoplankton akan banyak berkaitan dengan ekosistem tempat hidup organisme tersebut. Oleh karena itu 14 nilai produksi dan kapasitas dalam membentuk senyawa organik dari senyawa anorganik banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti kondisi fisika dan kimia, ketersediaan unsur hara dalam suatu perairan, kondisi iklim, dan pemangsaan oleh organisme herbivora Wiadnyana, 1996. Beberapa faktor eksternal yang berperan dalam membentuk senyawa organik dan anorganik di perairan adalah cahaya, oksigen, kecerahan, suhu, pH, dan Nutrien. 1. Cahaya Perkembangan fitoplankton sangat ditentukan oleh intensitas sinar matahari, temperatur, unsur hara, dan tipe komunitas fitoplankton Goldman dan Horne, 1982. Dalam suatu pengamatan, fitoplankton sering dijumpai memiliki perbedaan baik jenis ataupun jumlahnya pada daerah yang berdekatan, meskipun dari massa air yang sama. Pada perairan sering didapatkan kandungan fitoplankton yang sangat melimpah, namun pada stasiun di dekatnya kandungan fitoplankton sangat sedikit Davis, 1995. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan penyebaran fitoplankton antara lain angin, unsur hara, kedalaman perairan, dan aktivitas pemangsaan Fahrul, 2002 . 2. Oksigen Oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosíntesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Odum 1971 menyatakan bahwa kadar oksigen 15 pada lapisan permukaan akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik. Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Oksigen di dalam air berguna untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kadar oksigen terlarut di perairan yang ideal bagi pertumbuhan ikan dewasa adalah 5 mgl. Pada kisaran 4–5 mgl ikan masih dapat bertahan tetapi pertumbuhannya terhambat Jubaedah, 2006 . 3. Kecerahan Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, dan sering kali menjadi faktor pembatas. Sebaliknya bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktifitas. Odum, 1981. Kecerahan dapat diukur dengan alat yang amat sederhana yang disebut cakram Secchi yang berupa cakram putih dengan garis tengah kira-kira 20 cm dan dimasukan kedalam air sampai tak terlihat dari permukaan. Kedalaman itu disebut kejernihan atau kecerahan cakram Secchi yang berkisar antara beberapa cm pada air yang sangat keruh dan sampai 40 m pada air yang amat jernih Odum, 1981. 16 Winarni 2004 melaporkan bahwa kecerahan Waduk Ir. H. Juanda berkisar antara 73 - 130 crn. 4. Suhu Suhu dalam perairan mempunyai sifat yang unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersama-sama mengurangi perubahan suhu sampai tingkat minimal, sehingga perbedaan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan yang terjadi lebih lambat dari pada udara Odum,1971. Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses fisika kimia yang terjadi di dalam perairan. Suhu air secara tidak langsung akan mempengaruhi kelarutan oksigen dan secara langsung mempengaruhi proses kehidupan organisme. Kisaran suhu perairan Waduk Ir. Juanda menurut Goenawati, dkk 2008 berkisar antara 28,5-30.4 C . 5. Derajat keasaman pH Derajat keasaman adalah banyaknya ion hidrogen yang terkandung di dalam air. Nilai pH di sungai dipengaruhi oleh karakteristik batuan dan tanah di sekelilingnya. Tinggi rendahnya pH air sangat ditentukan oleh konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam perairan. Setiap organisme mempunyai pH optimum untuk kehidupannya. Nilai pH perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berhubungan dengan susunan spesies dari ikan. Kisaran pH yang ideal untuk kehidupan ikan adalah antara 6,5 - 8,5 Jubaedah, 2006. pH Waduk Ir. H. Juanda Menurut Goenawati, dkk 2008 pH di Waduk Ir. H. Juanda berkisar 7,5-8,5. Kisaran pH tersebut merupakan kisaran yang masih mendukung untuk kehidupan plankton dan ikan. Kisaran pH menurut Boyd 17 1982 untuk kehidupan ikan adalah 6-8, sedangkan pH yang ideal bagi kehidupan plankton berkisar antara 6,8 – 8,0. 6. Nutrien Fitoplankton membutuhkan berbagai unsur untuk pertumbuhannya. Beberapa unsur ini dibutuhkan dalam jumlah relatif besar dan disebut hara makro macro-nutrient misalnya C karbon, O oksigen, N nitrogen, P fosfor, Si sillikon, S sulfur, Mg magnesium, K kalium dan Ca kalsium. Diantara unsur-unsur ini P, N, dan Si ádalah yang paling sering dijumpai sebagai faktor pembatas limiting factor pertumbuhan fitoplankton. Unsur P dan N diperlukan untuk semua jenis alga fitoplankton sedangkan Si terutama dibutuhkan oleh jenis- jenis yang dinding selnya mengandung kerangka Si, misalnya diatom Nontji, 2006 Selain hara makro diperlukan juga hara mikro micro-nutrien untuk pertumbuhan alga fitoplankton. Hara mikro ini berupa unsur-unsur kelumit trace element yang diperlukan dalam jumlah yang Sangat kecil seperti Fe besi, Mn mangan, Cu tembaga, Zn seng, B boron, Mo molibdenum, V vanadium, dan Co kobalt. Nontji, 2006. a. Nitrogen N Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan fitoplankton dan merupakan unsur utama pembentukan protein. Nitrogen bebas air segera mengalami perubahan menjadi ammonia, ammonium, nitrit, dan nitrat Wardoyo, 1981 dalam Rafii, 2004. Fitoplankton pada umumnya mensintesa protein dari nitrat dan ammonium. Beberapa kelas fitoplankton seperti 18 dinophyceae dapat memenuhi kebutuhannya akan nitrogen dengan memanfaatkan senyawa-senyawa nitrogen dengan memanfaatkan senyawa organik yang larut dalam organik yang larut dalam air. Umar, dkk 2004 melaporkan bahwa kandungan toatal nitrogen di Waduk Ir. H. Juanda dari semua stasiun pengamatan relative tinggi yaitu 0,353 – 0,626 mgl. b. Fosfor P Fosfor di perairan terdapat dalam berbagai bentuk, diantaranya dalam bentuk butiran-butiran kalsium fosfat CaPO 4 dan besi fosfat FePO4 dan sebagian lagi dalam bentuk fosfat anorganik orthophosphat Romimohtarto dan Juwana, 1999. Menurut Bruno et al 1987 dalam Widjaya, 1994, kandungan fosfat yang yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton berada pada kisaran 0,27-5,51 ppm. Umar, dkk 2004 malaporkan bahwa total fosfor Waduk Ir. H. Juanda di semua stasiun pegamatan relative tinggi yaitu 0,375 -0,799 mgl. Kerangka berpikir 19

BAB III METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian pemanfaatan plankton oleh ikan bandeng Penebaran Ikan bandeng di Waduk Ir.H.Juanda kelimpahan plankton di Waduk Ir.H.Juanda Kelimpahan plankton di Waduk Ir. H. Juanda Tinggi Pemanfaatan plankton Optimaltidak Sebagai sumber pakan alami yang dapat dimanfaatkan bagi plankton feeder Analisa lambung ikan bandeng