Faktor Pendorong Melakukan Seks Pranikah

oral sex, dan atau bersenggama. Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri Darmasih, 2009.

2.2 PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

Menurut Sarwono, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan Sundeen 1999, perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing Darmasih, 2009.

2.2.1 Faktor Pendorong Melakukan Seks Pranikah

Hurlock mengemukakan bahwa terdapat faktor ekstrinsik dan intrinsik yang mempengaruhi perilaku seksual di kalangan remaja. Faktor intrinsik merujuk kepada perubahan hormonal pada diri remaja dan tertariknya remaja pada lawan jenisnya. Biasanya remaja yang tidak bisa mengendalikan faktor intrinsik akan mengarahkannya ke perlakuan yang negatif dan menuntut untuk segera dipuaskan Amrillah, 2006. Faktor ekstrinsik merujuk kepada hal-hal yang bisa mendorong seorang remaja untuk melakukan perilaku seks. Stimulus eksternal itu dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi tentang seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, jenis kelamin, pengaruh orang dewasa, dan majalah atau bahan pronografi. Ditambahkan oleh Chilman, faktor eksternal yang menyebabkan Universitas Sumatera Utara perilaku remaja yang wabal 1 Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 450 sampel tentang perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64 remaja mengakui secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral adalah kelompok referensi sosial. Beberapa riset menemukan adanya hubungan yang positif antara mempunyai teman yang bersikap permisif terhadap seks dengan perilaku seks yang aktif, sehingga kesimpulannya bahwa teman sebaya peer group itu berpengaruh kuat terhadap perilaku seksual remaja. Selain itu karakteristik psikologi, ditandai adanya penemuan bahwa baik pada remaja pria ataupun wanita yang pernah melakukan hubungan seks, berani mengambil risiko dalam hubungan seks, dan kurang religius. Remaja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan, diperkirakan lebih banyak melakukan hubungan seks sebelum meningkah. Hal ini disebabkan karena pada daerah kota terdapat bermacam- macam informasi, serta masyarakat perkotaan cenderung individualis sehingga kontrol sosial semakin berkurang. Status sosial ekonomi remaja yang pernah melakukan hubungan seks biasanya berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah Widodo, 2009. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah, faktor internal pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap risiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan, dan faktor eksternal kontak dengan sumber- sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu Darmasih, 2009. 1 Masyarakat pada umumnya menyebut remaja putri yang mempunyai perilaku seksual bebas sebagai “ wabal atau wanita baulan”. Wabal berasal dari bahasa jawa yang berarti wanita yang dikonsumsi atau digunakan secara bersamaan dan berdasarkan perasaan suka sama suka. Sebagian besar wabal ini masih di bangku sekolah dan kebanyakannya tinggal bersama orang tua dan kebanyakan mereka berasal dari golongan usia 15-22 tahun Widodo, 2009. Universitas Sumatera Utara agama. Sedangkan 31 menyatakan bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan tidak melanggar nilai dan moral agama. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja Darmasih, 2009 Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua Darmasih, 2009. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan “melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak Darmasih, 2009. Penelitian juga menyatakan bahwa siswa yang belajar di sekolah yang bertaraf tinggi dan tinggal dengan orang tua yang mempunyai prinsip hidup yang baik, tidak mahu melibatkan diri mereka dalam perilaku seks pranikah. Sebaliknya, siswa yang mempunyai pencapaian rendah dalam pelajaran; menyalahgunakan narkoba, alkohol; mendapatkan bahan porno; mempunyai peer group yang aktif dalam perilaku seks; ketidakstabilan keluarga mendorong seorang siswa atau remaja untuk melibatkan diri dalam perilaku seks pranikah. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku Universitas Sumatera Utara seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan Jaya, 2009.

2.2.2 Insidens Hubungan Seks Pra-Nikah