54
BAB 4. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Sejarah Kabupaten Banyuwangi
Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu
Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif
Vereenigde Oostindische Compagnie VOC menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa
bagian timur termasuk blambangan oleh Pakubuwono II kepada VOC. Padahal Mataram tidak pernah bisa menguasai daerah Blambangan yang saat itu
merupakan kerajaan hindu terakhir di pulau Jawa. Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad ke-17, ketika
pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai kompleks Inggrisan adalah bekas tempat kantor
dagang Inggris. VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaanya atas Blambangan
pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun 1767- 1772. Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut
Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada
tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Sayangnya, perang ini tidak dikenal luas dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia melawan kompeni Belanda. Namun pada akhirnya VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I Mas Alit
sebagai bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan. Tetapi perlawanan sporadis rakyat Blambangan masih terjadi meskipun VOC
sudah menguasai Blambangan. Itu bisa terlihat dengan tidak adanya pabrik gula yang dibangun oleh VOC saat itu, berbeda dengan kabupaten lainnya di Jawa
Timur. Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sri Tanjung yang di bunuh
oleh suaminya di pinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnya
bukan merupakan anaknya tetapi hasil perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata:
Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang janin ini bukan anakmu tapi jika berbau harum wangi maka janin ini adalah anakmu. Maka seketika itu
darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesalah sang suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu
sebagai Banyuwangi. Tokoh sejarah lain ialah Minak Jinggo, seorang Adipati dari Blambangan
yang memberontak terhadap kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Jinggo
bukanlah nama asli dari adipati Blambangan. Nama tersebut diberikan oleh sebagian kalangan istana Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada Brhe
Wirabumi yang memang putra Prabu Hayam Wuruk dari selir. Bagi masyarakat Blambangan, cerita Damarwulan tidak berdasar. Cerita ini hanya bentuk
propaganda Mataram yang tidak pernah berhasil menguasai wilayah Blambangan yang saat itu disokong oleh kerajaan hindu Mengwi di Bali.
4.2 Wilayah Administrasi Kabupaten Banyuwangi