Dampak Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Toba Samosir (Studi Kasus: Kecamatan Porsea)

(1)

Fakultas Ekonomi Medan

Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. TOBA PULP LESTARI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

KABUPATEN TOBA SAMOSIR (STUDI KASUS : KECAMATAN PORSEA)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

CHARLY FERNANDO PANJAITAN 060501060

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

ABSTRAK

` Penelitian yang berjudul peranan CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten Toba Samosir (Studi kasus : kecamatan Porsea) ini bertujuan untuk memperoleh informasi kegiatan dan mengetahui Dampak tanggung jawab sosial (CSR) PT. Toba Pulp Lestari terhadap masyarakat kecamatan Porsea selama kurun waktu 2003-2009.

PT. Toba Pulp Lestari merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi kertas yang didirikan pada tahun 1983 di kecamatan Porsea. Meskipun program CSR meningkat namun masih banyak masyarakat yang hidup dengan pendapatan rendah. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran penelitian. Tujuan Penelitian adalah: Mendeskripsikan konsep CSR PT. Toba Pulp Lestari yang telah diimplementasikan pada masyarakat dan Menganalisis peran CSR terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

Metoda/Teknik Analisis Data yang digunakan adalah Analisis Deskriptif dan Analisis Uji Beda Rata-Rata (Compare Mean).

Hasil penelitian menunjukkan Pendidikan, Pendapatan nominal, dan Pendapatan riil masyarakat sebelum dan sesudah adanya program CSR berbeda nyata. CSR PT. Toba Pulp Lestari belum memiliki dokumen perencanaan dan strategi, masih dianggap Biaya (Cost) dan belum dianggap sebagai Investasi Sosial (Social Investment), Tingkat Pengetahuan (Awareness) dan keterlibatan masyarakat masih rendah dan belum memiliki konsep pembangunan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendukung berhasilnya pengembangan masyarakat (Community

Development) dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT. Toba Pulp

Lestari, diperlukan sebuah solusi kemitraan antara pemerintah, PT. Toba Pulp lestari dan masyarakat (kemitraan tripartit) dan program CSR dengan mengembangkan ekonomi masyarakat lokal yang sifatnya produktif.

Kata Kunci : Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, pengembangan ekonomi lokal, kemitraan stakeholders


(3)

ABSTRACT

The research by the title the role of Corporate Social Responsibility (CSR) OF PT. Toba Pulp Lestari, Tbk to prosperity of society of regency of Toba Samosir ( Case study : Porsea subregency) this aim to to obtain get the activity information and know what will be social responsibility role ( CSR) PT. Toba Pulp Lestari to society of Porsea subregency during range of time 2003-2009.

PT. Toba Pulp Lestari is a company which is active in manufacturing paper founded in the year 1983 at Porsea subregency. Although the CSR program has increased, however, many people was still have low income. It is the rationale of the present study. The objectives of the study are to describe CSR form and concept of PT. Toba Pulp Lestari that have been implemented community and to analyze the role of CSR in income of the community of Porsea subregency of regency of Toba samosir.

The metode/technique of data analysis used in this study included descriptive analysis and Compare Mean Analysis.

The results of study showed Education, Nominal incomes and real incomes of the community prior and after implemtaion of CSR program was significantly different. CSR of PT. Toba Pulp Lestari still not has a Planning document, CSR is still considered to be a cost and still not considered it to be a social investment, including lower knowledge (Awareness) and participation of the community is still lower and it still not has a concept of welfare development of the community. To support the success of community development in Corporate Social Responsibility (CSR) of PT. Toba Pulp Lestari, a solution of partnership among government, PT. Toba Pulp Lestari and community is significantly required (tripartied partnership) by developing the productive local community.

keywords : Corporate Social Responsibility, Local Economic Development, stakeholders partnership


(4)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK…...……….……... i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ...………….……….…... iii

DAFTAR ISI ………..……….…... vi

DAFTAR TABEL …………..………..……. viii DAFTAR GAMBAR ………..………..……. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………..………..………. x

BAB I PENDAHULUAN ……….……... 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Perumusan Masalah ………..…… 7

1.3. Tujuan Penelitian ………..… 7

1.4. Hipotesa Penelitian ……… 7

1.5. Manfaat Penelitian……….. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility…… ………. 9

2.2. Pengembangan Masyarakat (Community Development) dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) ...…... 26

2.3. Kemitraan dalam Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan Governance ……... 31

2.4. Penelitian Terdahulu…………... ………..…. 35

2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 39

3.2. Populasi dan Sampel ... 39

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.3.1. Pengumpulan Data Primer ... 42

3.3.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 42

3.4. Teknik Analisis Data ... 43

3.5. Definisi Variabel Operasional Penelitian ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir dan Kecamatan Porsea ... 45

4.1.1.Gambaran Umum dan Sejarah Terbentuknya Kabupaten Toba Samosir………... 45

4.1.2.Gambaran Umum Kecamatan Porsea………. 49

4.2. Profil Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk... 52

4.3. Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT. Toba Pulp Lestari…….…... 54

4.4. Kebijakan Pelaksanaan Program... 58 . 4.5. Tingkat Pengetahuan (Awareness) dan Keterlibatan


(5)

Responden terhadap Keberadaan Program CSR... 62

4.5.1. Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden terhadap Keberadaan Program CSR dari 14 desa di Kecamatan Porsea……… 62

4.5.2. Tingkat Keterlibatan Responden terhadap Keberadaan Program CSR dari 14 desa di kecamatan Porsea 66

4.6. Peran Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap, Pendidikan Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja Masyarakat Lokal dari 14 desa di kecamatanPorsea…... 68

4.6.1. Dampak Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Tingkat Pendidikan masyarakat di kec Porsea 68

4.6.2. Dampak Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Tingkat Pendapatan Nominal masyarakat di kecamatan Porsea 69

4.6.3. Dampak Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Tingkat Pendapatan Riil masyarakat di kecamatan Porsea 70

4.6.4. Dampak CSR terhadap Pengembangan Ekonomi Lokal di kecamatan Porsea... 72

4.7 Kemitraan antara Pemerintah, Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari dan Masyarakat kecamatan Porsea ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 77

5.1. Kesimpulan... 77

5.2. Saran... 78 DAFTAR PUSTAKA


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat-berkatNya kepada hamba untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Dampak Program Corporate Social

Responsibility (CSR) PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk Terhadap

Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Toba Samosir (Studi Kasus: Kecamatan Porsea)”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang sangat berperan dalam proses penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Jhon Tafbu Ritonga,M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis,SE,M.Soc.Sc,PhD, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang banyak memberikan pemikiran, waktu, dan saran dengan penuh kesabaran membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(7)

5. Bapak Drs.Rujiman,MA selaku Dosen Penguji I dan Bapak Paidi Hidayat,SE,M.Si selaku Dosen Penguji II. Melalui saran dan kritik yang diberikan membantu penulis dalam membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Seluruh Manajemen dan Staf PT. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk yang telah bersedia memberikan data-data dan informasi tentang PT. Toba Pulp Lestari, Tbk melalui wawancara.

9. Seluruh Staf/Pegawai Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir serta seluruh masyarakat Kecamatan Porsea yang telah membantu memberi informasi dan masukan kepada penulis.

10. Rekan-rekan dan sahabat saya mahasiswa EP 2006 yang memberikan dukungan, semangat dan kebersamaan selama di bangku kuliah sampai menyelesaikan perkuliahan.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada keluargaku tercinta, Ayah M. Panjaitan dan Ibu R. Ambarita yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik saya dengan kasih sayang dan kesabaran yang tak berkesudahan serta mendoakan saya dengan dengan tidak jemu-jemu sehingga saya dapat tumbuh dewasa dan mandiriseperti saat ini. Buat Abang, Kakak, Adik saya terima kasih buat dukungan dan doanya sehinggan skripsi ini dapat saya selesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi


(8)

bahasa maupun isinya, oleh karena itu penulis dengan senang hati akan menerima kritikan sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Prinsip-prinsip keberlanjutan Perusahaan……….. 23

2.2 Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial………. 30

3.1 Jumlah Populasi dan Sampel Menurut Desa ... 41

4.1 Susunan pemilikan saham PT. Toba Pulp Lestari... 53 4.2 Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendidikan

Masyarakat...

68 4.3 Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Nominal

Masyarakat...

69 4.4 Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapata

Masyarakat...

71 4.5 Komposisi Tenaga Kerja PT. Toba Pulp Lestari Berdasark

Daerah...


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Hubungan Garis Segitiga (Triple Bottom Line)... 10 2 Empat Kriteria Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Model

Carrol ... 21 3 Garis Hubungan antar sektor dalam Program Corporate

Social Responsibility

...

34

4 Kerangka Pemikiran Corporate Social Responsibilty (CSR)

PT. Toba Pulp Lestari ... 38 5 Peta Wilayah Kabupaten Toba Samosir Berdasarkan Batas

Wilayah Kecamatan ... 46 6

7 8

Perbandingan Luas Wilayah Kecamatan Terhadap Luas Kabupaten Toba Samosir 2008………..

Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan 2009

Peta Wilayah Kecamatan Porsea………...

47 48 51 9 Tingkat Pengetahuan (Awarness) Responden tentang

Keberadaan Program CSR... 62 10 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden terhadap

Program Pendidikan ... 63 11 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden tentang

Program Pembangunan Infrastruktur... 63 12 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden terhadap

Keberadaan Program Bidang kesehatan... 64 13 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden terhadap

Keberadaan Program Bidang pengembangan ekonomi masyarakat………..

64 14 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden terhadap

Keberadaan Program Bidang kerohanian………

65 15 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden terhadap

Keberadaan Program Bidang kepemudaan dan olahraga……

65

16 Tingkat keterlibatan responden dari kecamatan Porsea terhadap program CSR………..

66


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul

1 Kuisioner

2 Tabulasi data Pendidikan Masyarakat Tahun 2003 dan Tahun 2009 3 Pendidikan Masyarakat Tahun 2003 dan Tahun 2009, T-Test 4 Tabulasi data Pendapatan Nominal Masyarakat Tahun 2003 dan

Tahun 2009

5 Pendapatan Nominal Masyarakat Tahun 2003 dan Tahun 2009, T-Test 6 Tabulasi data Pendapatan Riil Masyarakat Tahun 2003 dan Tahun

2009


(12)

ABSTRAK

` Penelitian yang berjudul peranan CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten Toba Samosir (Studi kasus : kecamatan Porsea) ini bertujuan untuk memperoleh informasi kegiatan dan mengetahui Dampak tanggung jawab sosial (CSR) PT. Toba Pulp Lestari terhadap masyarakat kecamatan Porsea selama kurun waktu 2003-2009.

PT. Toba Pulp Lestari merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi kertas yang didirikan pada tahun 1983 di kecamatan Porsea. Meskipun program CSR meningkat namun masih banyak masyarakat yang hidup dengan pendapatan rendah. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran penelitian. Tujuan Penelitian adalah: Mendeskripsikan konsep CSR PT. Toba Pulp Lestari yang telah diimplementasikan pada masyarakat dan Menganalisis peran CSR terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

Metoda/Teknik Analisis Data yang digunakan adalah Analisis Deskriptif dan Analisis Uji Beda Rata-Rata (Compare Mean).

Hasil penelitian menunjukkan Pendidikan, Pendapatan nominal, dan Pendapatan riil masyarakat sebelum dan sesudah adanya program CSR berbeda nyata. CSR PT. Toba Pulp Lestari belum memiliki dokumen perencanaan dan strategi, masih dianggap Biaya (Cost) dan belum dianggap sebagai Investasi Sosial (Social Investment), Tingkat Pengetahuan (Awareness) dan keterlibatan masyarakat masih rendah dan belum memiliki konsep pembangunan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendukung berhasilnya pengembangan masyarakat (Community

Development) dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT. Toba Pulp

Lestari, diperlukan sebuah solusi kemitraan antara pemerintah, PT. Toba Pulp lestari dan masyarakat (kemitraan tripartit) dan program CSR dengan mengembangkan ekonomi masyarakat lokal yang sifatnya produktif.

Kata Kunci : Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, pengembangan ekonomi lokal, kemitraan stakeholders


(13)

ABSTRACT

The research by the title the role of Corporate Social Responsibility (CSR) OF PT. Toba Pulp Lestari, Tbk to prosperity of society of regency of Toba Samosir ( Case study : Porsea subregency) this aim to to obtain get the activity information and know what will be social responsibility role ( CSR) PT. Toba Pulp Lestari to society of Porsea subregency during range of time 2003-2009.

PT. Toba Pulp Lestari is a company which is active in manufacturing paper founded in the year 1983 at Porsea subregency. Although the CSR program has increased, however, many people was still have low income. It is the rationale of the present study. The objectives of the study are to describe CSR form and concept of PT. Toba Pulp Lestari that have been implemented community and to analyze the role of CSR in income of the community of Porsea subregency of regency of Toba samosir.

The metode/technique of data analysis used in this study included descriptive analysis and Compare Mean Analysis.

The results of study showed Education, Nominal incomes and real incomes of the community prior and after implemtaion of CSR program was significantly different. CSR of PT. Toba Pulp Lestari still not has a Planning document, CSR is still considered to be a cost and still not considered it to be a social investment, including lower knowledge (Awareness) and participation of the community is still lower and it still not has a concept of welfare development of the community. To support the success of community development in Corporate Social Responsibility (CSR) of PT. Toba Pulp Lestari, a solution of partnership among government, PT. Toba Pulp Lestari and community is significantly required (tripartied partnership) by developing the productive local community.

keywords : Corporate Social Responsibility, Local Economic Development, stakeholders partnership


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, para pemimpin perusahaan menghadapi tugas yang menantang dalam menerapkan standar-standar etis terhadap praktik bisnis yang bertanggungjawab. Perusahaan berusaha meningkatkan kinerjanya untuk mendapatkan keuntungan yang optimal supaya dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Namun dalam usaha untuk mencapai keuntungan yang optimal ini perusahaan juga harus memperhatikan lingkungan sekitar perusahaan yaitu masyarakat setempat dan pemerintah.

Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Eksistensi suatu perusahaan tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Perusahaan selain mengejar keuntungan ekonomi untuk kesejahteraan dirinya, juga memerlukan alam untuk sumber daya olahannya dan stakeholders lain untuk mencapai tujuannya. Dengan menggunakan pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga keuntungan secara sosial. Dengan demikian keberlangsungan usaha tersebut dapat berlangsung dengan baik dan secara tidak langsung akan mencegah konflik yang merugikan.

CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep


(15)

bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.

CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka

panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Dalam menerapkan CSR, umumnya perusahaan akan melibatkan partisipasi masyarakat, baik sebagai objek maupun sebagai subjek program CSR. Hal ini dikarenakan masyarakat adalah salah satu pihak yang cukup berpengaruh dalam menjaga eksistensi suatu perusahaan. Masyarakat adalah pihak yang paling merasakan dampak dari kegiatan produksi suatu perusahaan, baik itu dampak positif ataupun negatif. Dampak ini dapat terjadi dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun lingkungan.

Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social

Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk

“peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.


(16)

Perihal penerapan CSR di Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan keputusan menteri, yaitu UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal LNNo.67 TLN No.4274, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Mewajibkan CSR merupakan salah satu upaya pemerintah dan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi.

Setelah sepuluh tahun terakhir ini CSR telah menjadi salah satu isyu sosial maupun isyu pembangunan, yang menggelilitik begitu banyak pihak di Indonesia, kemudian negara memutuskan untuk mengaturnya melalui UU No. 40 mengenai Perseroan Terbatas pada tahun 2007. Melalui undang-undang tersebut CSR lebih difokuskan kepada kewajiban perusahaan untuk melaksankan Tanggung Jawab sosial dan Lingkungan (TSL) yaitu perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam ataupun kegiatannya terkait dengan sumber daya alam sehingga undang-undang tersebut dirasakan diskriminatif sementara di lain pihak, hal ini membahagian bagi perusahaan-perusahaan yang merasa bahwa bidang usahanya tidak terkena kewajiban untuk melakukan CSR.

PT TPL (PT Toba Pulp Lestari) yang sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama (PT IIU atau Indorayon) yang didirikan 26 April 1983 di Sosor Ladang, Porsea, kabupaten Tobasa.yang didirikan oleh Pengusaha kaya Sukanto Tanoto. Keluarga Sukanto Tanoto sebagai pemilik saham terbesar di PT IIU/TPL dan memiliki berbagai perusahaan properti seperti PT Nusantara Puspa Utama, PT Raja Garuda Mas Lestari, PT Supra Uniland Utama, PT Kawasan Industri Belawan, United City Bank, dan berbagai bisnis keuangan mereka. Kelompok Raja Garuda


(17)

Mas milik keluarga Tanoto ini bersama kongsinya Sinar Mas dan Salim, merajai produksi pulp dan kelapa sawit di Indonesia.

PT. Inti Indorayon Utama sekarang bernama PT. Toba Pulp Lestari Bergerak di bidang industri pabrik bubur Kertas. Untuk menjalankan proses produksinya perusahaan membutuhkan bahan baku berupa kayu. Untuk itu perusahaan mengeksploitasi hutan-hutan yang ada di daerah sekitar Daerah Tapanuli. Namun pengambilan kayu-kayu tersebut berakibat konflik terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat Menuntut Bahwa PT. Toba Pulp Lestari Telah Merusak lingkungan dengan penebangan pohon Dan membuang limbah sembarangan. Tekanan masyarakat yang terus menerus membuat PT. Inti Indorayon Utama (Toba Pulp Lestari) sempat stop beroperasi, Sebelum Tahun 2003 beroperasi kembali dan namanya diganti menjadi PT.Toba Pulp Lestari. Namun PT Toba Pulp Lestari membuat perubahan dalam meningkatkan manajemen terhadap tanggung jawab social Perusahaan terhadap lingkungan sekitar.

Beberapa contoh kasus Perusahaan lain yang memiliki masalah dengan tanggung jawab perusahaan lingkungan (CSR) yakni: Kasus pemblokiran jalan oleh warga di Papua terhadap kendaraan-kendaraan milik Freeport, kasus gugatan warga terhadap Newmont di Buyat dan yang mengalami konflik dengan masyarakat sekitar sehingga operasi pabrik sempat dihentikan, menggambarkan bagaimana kekecewaan warga terhadap ketidakpekaan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah-wilayah tersebut. Dalam bahasa praksis, kepekaan sosial ini diwujudkan melalui program Corporate Social Responsibilities (CSR). Program sejatinya merupakan manifestasi dari kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dimana ia melaksanakan usaha. Hanya sayangnya, kepedulian ini kerap baru muncul setelah timbul masalah dengan masyarakat. Jadi, ada preseden buruk yang secara umum


(18)

terjadi bahwa CSR dijadikan senjata untuk memadamkan keresahan sosial akibat keberadaan suatu perusahaan. Hal ini mengakibatkan antara masyarakat dan perusahaan seolah terdikotomi. Pada akhirnya program CSR akan menjadi tidak efektif. Terbukti akibat lemahnya program CSR yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia, operasi perusahaan sempat terhenti. Kalau sudah begitu, perusahaan juga yang rugi. Padahal, dari sisi korporat sebenarnya Freeport sudah menjalankan program CSR ke masyarakat, hanya saja berjalan tidak efektif.

Kecamatan Porsea salah satu daerah yang paling dekat dengan lokasi PT. Toba Pulp Lestari. Kecamatan Porsea memilki luas daerah 31,45 kilometer persegi. Kecamatan Porsea memiliki 14 desa/krlurahan, dimana 11 desa sedangkan 3 lagi merupakan kelurahan. Jumlah penduduk kecamatan Porsea mencapai 10.896 jiwa, dimana, dimana penduduk laki-laki berjumlah 5.288 jiwa sedangkan penduduk perempuan berjumlah 5.608 jiwa. Penduduk kecamatan Porsea pada umumnya bekerja sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan. Mengingat penghasilan penduduk di dominasi pertanian maka sangat berlawanan dengan pengoperasian PT. Toba Pulp Lestari yang dinilai merusak lingkungan sekaligus pertanian di kecamatan Porsea.

Kondisi pendidikan masyarakat yang dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja juga masih sangat memprihatinkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi perusahaan. Penduduk lokal yang menjadi tenaga kerja langsung di PT. Toba Pulp Lestari semua masih bekerja pada level/jabatan paling rendah yaitu tingkat operator di perusahaan meski masyarakat yang ingin bekerja dan melamar di perusahaan tersebut sudah memiliki pendidikan yang memadai (setingkat SLTA). PT Toba Pulp Lestari saat ini telah memberi makna implementasi tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab perusahaan untuk mempertemukan


(19)

berbagai kepentingan yang terkait dengan aktivitas perusahaan. Tidak saja bagi kepentingan internal, tetapi juga kepentingan eksternal (sesuai dengan pendekatan

stakeholders).

Tanggung jawab sosial PT Toba Pulp Lestari bagi masyarakat sekitar dalam bentuk kemitraan, pengembangan komunitas, dan pelayanan publik, memiliki makna ekonomi berupa besarnya dana yang mengalir secara langsung dari perusahaan, atau tidak langsung sebagai efek multiplier dari perputaran roda ekonomi masyarakat sekitar itu sendiri. Terbukanya berbagai jenis lapangan kerja baru, berbagai bentuk program mitra kerja perusahan, dan juga berkembangnya sektor informal, adalah sebagai bukti menggeliatnya perekonomian masyarakat sekitar. Pembangunan sarana fisik bagi lingkugan masyarakat, sumbangan di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat, secara tidak langsung juga telah memberi pengaruh peningkatan kualitas SDM dan potensi ekonomi masyarakat.

Mengingat Peranan CSR apakah berjalan efektif dan tepat pada sasaran untuk mensejahterakan masyarakat kecamatan Porsea. Selain itu untuk mengetahui apa yang dilakukan PT. Toba Pulp Lestari pada CSR perusahaannya sekaligus untuk mengetahui bagaimana peran CSR terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Porsea, Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Toba Pulp Lestari terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten Toba Samosir (Studi kasus:kecamatan Porsea)”.


(20)

1. Bagaimanakah format dan konsep CSR yang telah diimplementasikan PT. Toba Pulp Lestari di Kecamatan Porsea?

2. Bagaimanakah dampak program CSR terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Kecamatan Porsea?

3. Bagaimanakah dampak program CSR terhadap peningkatan pendidikan masyarakat di Kecamatan Porsea?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. Toba Pulp Lestari yang telah diimplementasikan pada masyarakat Kecamatan Porsea.

2. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap peningkatan pendapatan masyarakat Kecamatan Porsea.

3. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap peningkatan pendidikan masyarakat Kecamatan Porsea.

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis yang akan menjadi pedoman awal dalam penelitian adalah Peranan CSR PT. Toba Pulp Lestari. Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. CSR PT. Toba Pulp Lestari Berperan dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat di Kecamatan Porsea


(21)

2. CSR PT. Toba Pulp Lestari Berperan dalam Meningkatkan Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Porsea.

3. CSR PT. Toba Pulp Lestari Berperan dalam mengurangi pengangguran bagi masyarakat di kecamatan Porsea

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, sebagai tambahan wawasan untuk mengetahui apakah dampak Program CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap kesejahteraan masyarakat kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir.

2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya, sekaligus untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan dalam hal penelitian bagi penulis.

3. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relevan yang telah ada dan sebagai acuan kepeda peneliti yang hendak melakaukan penelitian yang bahannya sama di masa mendatang.

4. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut untuk meneliti topik yang sama.

5. Bagi para pengambil kebijakan pada manajemen PT. Toba Pulp Lestari, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dalam menghasilkan perencanaan yang lebih baik dalam Penerapan CSR Perusahaan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. CSR atau TJSL sebagai suatu konsep, berkembang pesat sejak 1980 an hingga 1990 an sebagai reaksi dan suara keprihatinan dari organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringan tingkat global untuk meningkatkan perilaku etis, fairness dan responsibilitas korporasi yang tidak hanya terbatas pada korporasi, tetapi juga pada para stakeholder dan komunitas atau masyarakat sekitar wilayah kerja dan operasinya.

CSR harus melibatkan seluruh stakeholder secara aktif dalam kegiatan CSR. Bahwa harus ada keseimbangan antara kegiatan bisnis dan nilai-nilai bisnis dan harus

beyond filantrophy. CSR bukan untuk menolong pihak yang lebih lemah tetapi

merupakan strategi bisnis perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Kalangan bisnis telah menyuarakan penolakan dimasukkannya pasal tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam undang-undang PT yang baru.

Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) dipopulerkan oleh Jhon Elkington, (1997) melalui bukunya “Cannibal with Forks, the Tripple Bottom Line of


(23)

dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan social justice. Definisi dari CSR, pertama dalam Pemerintah Inggris, dikatakan ”Voluntary action that

bussines can take over and above compliance with minimum requirement,”. Inti dari

CSR adalah dijalankan beyond compliance to law (melampui kepatuhan terhadap hukum).

Melalui buku tersebut, Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan, haruslah memperhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkonstribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan Garis Segitiga (Triple Bottom Line) Sumber: Elkington,(1997)

Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi diharapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-nya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan

Lingkungan

(Planet) Ekonomi (Profit) Sosial (people)


(24)

lingkungannya. Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak hanya pada single bottle lines yaitu, nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja, tetapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, yaitu berupa: finansial, sosial dan lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila korporasi juga turut memperhatikan demensi sosial dan lingkungan hidup; Masuknya konsep CSR ke dalam wacana dan praktik perusahaan tampaknya membawa berkah perubahan.

Tak dapat disangkal lagi, ada kekuatan besar yang mengubah perilaku banyak perusahaan di hadapan para pemangku kepentingannya. Tekanan yang diberikan oleh para aktivis telah membuat perusahaan-perusahaan mengubah strategi bisnisnya dari single bottom line pencarian keuntungan menuju triple bottom line keseimbangan ranah ekonomi-sosial-lingkungan. Tentu saja hal ini patut disyukuri, namun juga harus tetap dikawal dengan ketat. Bagaimanapun kecenderungan banyak perusahaan untuk mengedepankan keuntungan ekonomi bagi dirinya dibandingkan keadilan sosial dan lingkungan tetaplah besar. Melihat hal ini, banyak akademisi yang kemudian mengingatkan bahwa skeptisisme yang sehat terhadap perilaku perusahaan khususnya berkaitan dengan peran mereka dalam pembangunan haruslah tetap dijaga.

Watt dan Zimmerman (1978), Abbot dan Monsen (1979), Ulmann. C.A (1985) menyatakan bahwa biaya sosial (social cost) yang dikeluarkan perusahaan memiliki kemanfaatan meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat, meningkatkan laba perusahaan dan dapat mengurangi munculnya negetive


(25)

Khasali Reinald (2007) menyatakan bahwa umumnya sering terjadi ketidaksepahaman antara perusahaan dengan masyarakat tentang tanggungjawab social (social responsibility). Lebih lanjut dinyatakan, bahwa perlu sosialisasi efektif lewat berbagai kegiatan sosial maupun pelaporan perusahaan, agar terjadi pemahaman batasan tanggungjawab sosial (social responsibility) secara simetris. Hal itu, menentukan efektifitas tanggungjawab sosial (social responsibility) yang telah dilakukan perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan.

Freedman dan Jaggi (1974) menyatakan bahwa perusahaan perlu melakukan keterbukaan atas aktivitas social yang telah dilakukan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa tingkat pengungkapan social dapat meningkatkan legitimasi stakeholders sehingga dapat menurunkan legitimacy gap, dan ketidak-seimbangan pemahaman dan informasi. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee ada 6 (enam) pilihan dalam menjalankan CSR, yaitu cause promotion, cause related marketing, corporate social marketing, corporate philanthropy, community volunteering, dan social resposible business practices. Beberapa pilihan tersebut telah dipilih untuk dijalankan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Achwan (2006), mengemukakan dua tesis yang melatarbelakangi perkembangan wacana CSR, yang pertama adalah bahwa konsep CSR merupakan suatu bentuk kemampuan adaptasi perubahan perusahaan modern dalam menyesuaikan dirinya dengan perubahan sosial politik yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Tesis kedua mengatakan, konsep CSR sebagai bentuk respon perusahaan modern dalam ekonomi pasar untuk mempertahankan dominasinya terhadap setiap tantangan publik yang mengganggu kekuasaannya (Corporate


(26)

Pergulatan wacana tersebut bermuara pada tiga definisi dan praktik CSR, definisi pertama berangkat dari asumsi the business of business is business, bahwa setiap perusahaan pada hakekatnya memiliki tujuan tunggal yaitu memaksimalkan keuntungan kepada pemiliknya dan keberadaannya dipercaya dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Inti dari definisi yang pertama ini lebih merupakan penolakan terhadap prinsip-prinsip kedermawanan perusahaan, Community Development atau donasi yang dianggap bertentangan dengan hakekat perusahaan.

Definisi kedua adalah Corporate Voluntarism yang menekankan aspek kebajikan (virtue) dalam mengejar keuntungan. Asumsi dasar definisi ini yang pertama adalah bahwa setiap perusahaan dengan sukarela sesuai dengan kekuatan dan kelemahannya dapat mengembangkan CSR dan menolak campur tangan negara dalam mengatur perusahaan. Asumsi yang kedua beranggapan bahwa kepedulian terhadap masyarakat atau konsumen dapat mendorong keuntungan ekonomi suatu perusahaan, dan yang ketiga adalah bahwa keberadaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari masyarakat tempat perusahaan beroperasi.

Defenisi ketiga adalah Corporate Involuntarism dengan asumsi dasar bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial yang harus dituangkan dalam bentuk undang-undang karena self regulation dan

voluntarism dianggap sudah tidak lagi mencukupi karena dalam konteks kekinian

pengaruh multi national corporation dianggap jauh berpengaruh dibanding negara/ bangsa.

LEAD Indonesia dan LABSOSIO FISIP UI (2005), menyebutkan bahwa dalam banyak kasus yang melibatkan industri ekstraktif dengan masyarakat sering kali program Community Development mendominasi praktek CSR sebagai upaya pendekatan khusus untuk mencegah konflik. Hal tersebut menyebabkan konsepnya


(27)

menjadi tersederhanakan atau disamakan dengan kegiatan Community Development, padahal CSR merupakan konsep yang mencakup berbagai kegiatan dimana salah satunya adalah kegiatan Community Development.

Putusan undang-undang Nomor 53/PUU-IV/2008 Sifat CSR/TJSL yang

voluntairly perlu terus menerus di tingkatkan dengan tidak mengubahnya menjadi

kewajiban hukum (legal obligation). Ada beberapa problema dan kelemahan dasar bilamana merumuskan CSR menjadi tanggung jawab hukum, antara lain:

1. Memaknai CSR sebagai kewajiban hukum dapat membuktikan pemahaman yang dimiliki Pemerintah terhadap CSR/TJSL semata-mata hanya karena peluang sumber daya finansial yang dapat segera diberikan perusahaan untuk memenuhi kewajiban atas regulasi yang berlaku. Akibatnya aktivitas CSR/TJSL akan menjadi kewajiban legal yang bersifat normatif dan formal.

2. Mengubah prinsip dasar voluntairly CSR menjadi bersifat mandatory. Tindakan sedemikan, apapun alasannya, akan meniadakan atau setidaknya meminimalisasi ruang dan medium pilihan yang ada berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik.

3. Adanya perubahan CSR sebagai tindakan yang berlandaskan tanggung jawab etik menjadi kewajiban hukum akan potensial mengarahkan program CSR hanya pada formalitas untuk pemenuhan suatu kewajiban saja.

4. Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia mengatur CSR sebagai kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh suatu korporasi yang prinsip dasarnya bersifat voluntair.


(28)

5. Menempatkan CSR sebagai kewajiban hukum menimbulkan kerancuan dan kebingungan, karena CSR itu sendiri sudah merupakan tindakan yang melebihi apa yang dipersyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku (beyond legal compliance).

Pelaksanaan CSR yang melebihi pemenuhan hukum dan peraturan, berarti memiliki batas yang “tak terhingga” yang tidak dapat dijangkau oleh hukum dan peraturan yang dinormatifkan menjadi kewajiban. Korporasi itu sendiri yang dapat menentukan batas atas yang ingin dicapainya dan pelaksanaannya dilakukan secara sukarela.

Priyanto (2008) ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya.

Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya

wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan ekploratif, di samping sebagai kompensasi sosial karena timbulnya ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat, semua ini diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksa karena adanya market driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan

CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat

global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial.


(29)

Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya license to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontibusi positif kepada masyarakat sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan. Implementasikan program karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven), perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan keuntungan (profit) demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan, dan dipraktekkan lebih karena faktor eksternal (external driven). Hampir bisa dipastikan implementasi adalah sebagai upaya dalam konteks kehumasan (public relation) merupakan kebijaksanaan bisnis yang hanya bersifat kosmetik.

(Cropanzano, Byrne, Bobocel and Rupp, 2001). Dalam konsep Tanggung Jawab Sosial menurut ISO 26000, ditetapkan adanya 7 (tujuh) prinsip Tanggung Jawab Sosial yang merupakan perilaku yang berdasarkan standar, panduan atau peraturan berperilaku yang dikenal sebagai bermoral dan benar, khususnya pada konteks situasi tertentu. Ketujuh prinsip tersebut adalah:

1. Akuntabilitas: organisasi sebaiknya akuntabel akan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.

2. Tranparansi: organisasi sebaiknya transparan akan keputusan dan aktivitasnya yang berdampak terhadap pihak lain.


(30)

3. Perilaku etis: organisasi sebaiknya berperilaku etis sepanjang waktu.

4. Stakeholder: organisasi sebaiknya menghargai dan mempertimbangkan kepentingan stakeholdernya.

5. Peraturan hukum: organisasi sebaiknya menghormati hukum yang berlaku. 6. Norma internasional: organisasi sebaiknya menghormati norma internasional

yang relevan, bila norma ini lebih mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, dan

7. Hak asasi manusia: organisasi sebaiknya memahami pentingnya dan universalnya hak asasi manusia.

Implementasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi beberapa faktor. Yang pertama, adalah terkait dengan komitmen pimpinannya. Yang kedua, menyangkut ukuran dan pematangan perusahaan, Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur oleh pemerintah.

Kotler (2005), mengungkapkan bahwa CSR hendaknya bukan merupakan aktivitas yang hanya merupakan kewajiban perusahaan secara formalitas kepada lingkungan sosialnya, namun CSR seharusnya merupakan sentuhan moralitas perusahaan terhadap lingkungan sosialnya. Selanjutnya Philip Kotler dan Nancy Lee (2005), berpendapat bahwa aktivitas CSR haruslah berada dalam koridor strategi perusahaan yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal seperti mendongkrak penjualan dan pangsa pasar, membangun positioning merk, menarik, membangun, memotivasi loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional hingga membangun citra korporat dipasar modal. Dengan argumentasi tersebut dapat dilihat bahwa CSR bukan merupakan aktivitas tempelan atau yang terpinggirkan, tapi merupakan denyut nadi perusahaan.


(31)

Arif Siregar (2004) mengatakan bahwa dalam CSR mengandung empat prinsip, yaitu ekonomi, hukum, etis dan filantropis. Ekonomi adalah inti dari kegiatan perusahaan dimana lebih banyak dibicarakan dibandingkan filantropis dan hukum wajib dipatuhi oleh setiap korporasi. Bahwa pada praktik di bidang pertambangan, sejak awal masuk ke suatu daerah perusahaan sudah menerapkan prinsip CSR walaupun tanpa ada aturan dari Pemerintah. Dalam melakukan eksploitasi terhadap suatu daerah, perusahaan selalu menggunakan tenaga kerja local. Bahwa harus dipisahkan antara kewajiban Pemerintah dan kewajiban lokal, konsekuensi jika CSR diatur, maka apa yang diharapkan masyarakat belum tentu tercapai. Bahwa CSR tidak dapat dibakukan, karena setiap daerah berbeda.

Kegiatan CSR kompleks bukan hanya masalah filantropis saja tetapi seluruhnya. Bahwa perusahaan sadar socialize diperlukan demi keberlanjutan suatu usaha. Dana CSR tidak disetorkan ke Pemerintah, jika ini ditambah terus maka akan melemahkan perusahaan. Motivasi dari suatu perusahaan yang mendorong untuk mempunyai kepedulian terhadap keadilan dan kemudian terlibat dalam kegiatan melaksanakan CSR adalah adanya:

a. Instrumental motives. b. Relational motives. c. Morality-based motives.

Instrumental motives didorong oleh kepentingan pribadi (self-interest), relational motives diarahkan oleh kepedulian akan status dan pengakuan atas

keberadaannya di dalam suatu kelompok, dan morality motives didorong oleh perilaku etis serta kesejahteraan dari kelompok yang lebih besar hingga mencakup kesejahteraan dunia.(Cropanzano, Byrne, Bobocel and Rupp, 2001).


(32)

Poerwanto (2006), menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial adalah tindakan-tindakan dan kebijakan-kebijakan perusahaan dalam interaksi dengan lingkungannya yang didasarkan pada etika. Secara umum etika dipahami sebagai aturan tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengarahkan perilaku seseorang atau kelompok masyarakat mengenai baik atau buruk dalam pengambilan kebijakan atau keputusan.

Terdapat tiga pendekatan dalam proses pembentukan tanggung jawab sosial tersebut:

1. Pendekatan moral, yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip kesantunan dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak-pihak lain secara sengaja.

2. Pendekatan kepentingan bersama, yaitu bahwa kebijakan-kebijakan moral harus didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang bertanggung jawab.

3. Pendekatan manfaat, adalah konsep tanggungjawab sosial yang didasarkan pada nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan manfaat besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil.

Suharto (2005), menyebutkan konsep CSR merupakan bentuk kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di seputar perusahaan yang keberadaannya telah memunculkan masalah sosial ekonomi yang tajam antara ‘masyarakat’ perusahaan dengan penduduk lokal, dan pemiskinan struktural masyarakat setempat lewat ekploitasi dan perusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan.

Munculnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF (dalam Bahasa Inggris disebut tuli) sebuah akronim dari


(33)

Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumsasi dan Feminisasi (Suharto, 2005), dimana munculnya fenomena-fenomena tersebut adalah karena terciptanya persoalan hubungan, tuntutan dan lain-lain antara masyarakat perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan.

Carrol dalam Poerwanto (2006) membagi Tanggung Jawab Sosial perusahaan ke dalam empat kriteria:

1. Tanggung jawab sosial ekonomi, dimana perusahaan harus dioperasikan dengan berbasis laba serta dengan misi tunggal untuk meningkatkan keuntungan selama berada dalam batas-batas peraturan pemerintah.

2. Tanggung jawab sosial sebagai tanggungjawab legal, dimana kegiatan bisnis diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi para pelaku dengan berlandaskan kerangka kerja legal maupun nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara bertanggung jawab.

3. Tanggung jawab sosial sebagai tanggungjawab etika, yang didefinisikan sebagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang didasarkan pada keadilan, bebas dan tidak memihak, menghormati hak-hak individu, serta memberikan perlakuan berbeda untuk kasus yang berbeda yang menyangkut tujuan perusahaan.

4. Tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab sukarela atau diskresioner, dimana kebijakan perusahaan dalam tindakan sosial yang murni sukarela dan didasarkan pada keinginan perusahaan untuk memberikan kontribusi sosial yang tidak memiliki kepentingan timbal balik secara langsung.


(34)

Tanggungjawab Sukarela Tanggungjawab Etik Tanggungjawab Legal

Tanggungjawab Ekonomi

Gambar 2. Empat Kriteria Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Model Carrol Sumber: Poerwanto,(2006)

Dari keempat kriteria tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab sukarela menjadi kriteria ideal untuk membangun suatu pola kemitraan dalam suatu model program pemberdayaan masyarakat. Melalui kriteria tersebut kemitraan akan menjadi garis tegas yang memisahkan motif tanggung jawab sosial perusahaan, antara tindakan ekonomi untuk memaksimalkan keuntungan dengan tindakan sosial sukarela.

Sebagai tindakan sosial sukarela, kemitraan cenderung akan melibatkan partisipan yang tidak berorientasi ekonomi seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat itu sendiri. Sebaliknya apabila tanggung jawab sosial lebih berorientasi pada pencapaian tujuan ekonomi perusahaan maka partisipan yang terlibat tentunya merupakan pelaku-pelaku ekonomi. Tindakan sosial sukarela akan menjamin adanya kesesuaian tindakan masing-masing partisipan dengan tujuan pemberdayaan masyarakat sebagai tujuan bersama, sementara dalam tindakan ekonomi masing-masing partisipan lebih menyesuaikan tindakannya dengan nilai ekonomi yang diharapkan dari kemitraan.


(35)

Konsep tanggungjawab sosial pada perkembangannya telah memunculkan konsep baru, yakni konsep Investasi Sosial Perusahaan (Corporate Social

Investment). Konsep ini lebih merupakan suatu kritik terhadap konsep CSR yang

dianggap filantropis dengan hanya melibatkan program-program sosial jangka pendek dan pemberian uang atau barang dari perusahaan bagi sekelompok masyarakat. Konsep CSI (Corporate Social Investment) umumnya memiliki dampak yang berdimensi lebih luas dan jangka panjang (sustainable).

Konsep CSI juga tidak dipandang semata-mata sebagai bentuk pelunasan tanggung jawab sosial perusahaan, namun lebih jauh sebagai bagian dari rekayasa sosial dan strategi perusahaan yang rasional, terencana dan berorientasi pada keuntungan sosial jangka panjang bagi pihak perusahaan maupun masyarakat. Masyarakat juga mempunyai peran penting sebagai pendukung sosio-ekonomi

sustainability dimana masyarakat diharapkan dapat mengoreksi dampak negatif

perusahaan serta aktif menjadi dinamisator keberdayaan publik. Partisipasi aktif dari komunitas lokal dalam setiap pelaksanaan CSR sangat diperlukan sehingga memberi manfaat hubungan timbal balik (mutual benefit) dengan perusahaan atau korporasi.

Peran pemerintah sangat menentukan dalam membangun usaha yang kondusif dan tidak manipulatif. Sinergi yang paling diharapkan adalah kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas (masyarakat) yaitu sinergi yang disebut kemitraaan tripartit. Warhurst (1998), mengajukan prinsip-prinsip Corporate

Sosial Responsibility (CSR) dengan adanya prioritas corporate, manajemen terpadu,

proses perbaikan, pendidikan bagi karyawan, pengkajian, produk dan jasa, informasi publik, fasilitas operasi, penelitian, prinsip pencegahan, kontraktor dan pemasok, siaga menghadapi darurat, transfer best practise, memberi sumbangan, dan keterbukaan serta pencapaian dalam pelaporan. Dow Jones Sustainability Group


(36)

Indexes mengembangkan prinsip-prinsip sebagaimana yang tertuang pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Prinsip-prinsip keberlanjutan Perusahaan

Prinsip-prinsip Keberlanjutan Komponen

1. Teknologi Kreasi, Produksi dan pengiriman barang dan jasa yang didasarkan pada organisasi dan teknologi inovatif yang memanfaatkan sumber-sumber daya alam, financial dan social secara efektif, efisien, dan ekonomis dalam jangka panjang 2. Tata Pamong Keberlanjutan perusahaan didasarkan pada standar tertinggi

tata pamong termasuk tanggung jawab manajemen, kapasitas organisasional, kultur korporat dan hubungan dengan stake holders

3. Pemegang Saham Tuntutan pemegang saham hendaknya sesuai dengan kebutuhan balikan (return) financial, pertumbuhan ekonomi berjangka panjang, menjamin daya kompetitif global, dan member sumbangan pada capital intelektual.

4. Industri Perusahaan-perusahaan yang berkelanjutan hendaknya mengarahkan industrinya untuk beralih pada keberlanjutan dengan menunjukkan komitmennya dan mempublikasikannya kinerja yang unggul

5. Masyarakat Perusahaan-peruahaan yang berkelanjutan hendaknya mendorong kesejahteraan social yang abadi melalui respons yang cepat dan tepat terhadap perubahan social yang cepat, peningkatan demografis, arus migrasi, pergeseran pola- pola cultural dan kebutuhan pada pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan berkelanjutan.


(37)

Kasali (2005), menyatakan stakeholders bisa berarti pula setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Ibarat sebuah jagad yang di kelilingi planet-planet, maka perusahaan juga di kelilingi dengan stakeholders dan membagi

stakeholders menjadi 5 bagian yaitu :

1. Stakeholders internal yaitu stakeholders yang berada didalam lingkungan

organisasi seperti karyawan, manajer, dan shareholders atau pemegang saham. Sedangkan stakeholders eksternal adalah yang berada di luar lingkungan organisasi atau perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, pers, dan lain-lain

2. Stakeholders Primer, stakeholders sekunder, stakeholders marginal.

Ketiga stakeholders ini disusun berdasarkan skala prioritas.stakeholders yang paling penting adalah primer, sekunder baru marjinal.urutan ini bisa berubah ubah dari waktu kewaktu

3. Stakeholders Tradisional dan stakeholders masa depan.karyawan dan

masyarakat adalah stakeholders tradisional sedangkan stakeholders masa depan adalah yang diperkirakan memberikan pengarung pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti, dan konsumen potensial.

4. Proponents, opponents dan uncommitted.Proponents merupakan kelompok yang memihak organisasi, menentang organisasi adalah

opponents dan pihak yang tidak peduli yaitu uncommitted.

5. Silent majority dan vocal minority. Silent majority adalah memberikan

dukungan secara pasif sedangkan vocal minority adalah mendukung secara aktif.


(38)

Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan

organisasi perusahaan, misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholder) serta keluarga karyawan. Stakeholders eksternal adalah pihak-pihak yang berada di luar kendali perusahaan (uncontrollable). Pemimpin perusahaan perlu membekali diri dengan teknik untuk mendesain organisasinya sesuai dengan keadaan lingkungan eksternalnya. Beberapa stakeholders eksternal diantaranya adalah konsumen, penyalur, pemasok, pemerintah, pers, pesaing dan komunitas atau masyarakat. Mempraktekkan CSR dengan cara yang paling sederhana dapat dimulai dari aktivitas karitas (charity).

Langkah awal bisa dimulai dari lingkungan internal perusahaan dengan memperhatikan kebutuhan karyawan. Programnya misalnya memberikan fasilitas kerja karyawan diatas standar, menyediakan beasiswa untuk anak-anak karyawan dan menyediakan ruang perawatan bayi atau taman bermain anak dan setelah itu baru melihat dan mengimplementasikan CSR ke luar perusahaan secara eksternal (Koestoer, 2007 dalam www. swa.co.id)

2.2. Pengembangan Masyarakat (Community Development) dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)

Twelvetrees (1991) membagi perspektif pengembangan masyarakat kedalam 2 bingkai, yakni pendekatan professional dan pendekatan radikal. Pendekatan professional menunjuk pada upaya untuk meningkatkan kemandirian dan memperbaiki sistem pemberian pelayanan dalam rangka relasi-relasi sosial. Sedangkan pendekatan radikal lebih berfokus kepada upaya mengubah ketidakseimbangan relasi-relasi sosial yang ada melalui pemberdayaan kelompok-kelompok lemah.


(39)

Suharto (1997) terdapat 3 model-model pengembangan masyarakat yakni, penembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial, aksi sosial.

1. Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditunjukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat itu sendiri.pengembangan masyarakat local pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi pekerja-pekerja sosial.

2. Perncanaan sosial adalah proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, kesehatan masyarakat, pengangguran, kenekalan remaja. Pekerja sosial berperan sebagai perencanan sosial yang memandang mereka sebagai “konsumen”. Para perencana sosial dipandang sebagai ahli dalam melakukan penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat, serta dalam mengidentifikasi, meleksanakan dan mengevaluasi program-program pelayanan kemanusiaan.

3. Aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat, melalui proses pendistribusian kekuasaan, sumber distribusi, dan pengambilan keputusan.

Rukminto (2008) Pengembangan Masyarakat (Community Development) dapat digambarkan sebagai berikut: dari aspek keterlibatan masyarakat, praktek

Community Development dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk, yaitu: development for community, development with community dan development of community.


(40)

Development for community adalah bentuk Community Development dimana

masyarakat pada dasarnya menjadi objek pembangunan karena berbagai inisiatif, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh aktor luar. Aktor luar ini dapat saja telah melakukan penelitian, melakukan konsultasi, dan melibatkan tokoh setempat namun apabila keputusan dan sumber daya pembangunan berasal dari luar maka pada dasarnya masyarakat tetap menjadi objek.

Development with community ditandai secara khusus dengan kuatnya pola

kolaborasi antara aktor luar dan masyarakat setempat. Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan sumber daya yang dipakai berasal dari kedua belah pihak.

Development of community adalah proses pembangunan yang baik inisiatif,

perencanaan, dan pelaksanaannya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Masyarakat membangun dirinya sendiri. Peran aktor dari luar dalam kondisi ini lebih sebagai sistem pendukung bagi proses pembangunan.

Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu memperbaiki kualitas kehidupan dan kelembagaan masyarakat lokal. Perbedaan yang ada lebih berada pada sarana (means) yang dipakai. Efektivitas sarana ini sangat ditentukan oleh konteks dan karakteristik masyarakat yang dihadapi. Pada masyarakat tertentu mungkin pendekatan development for community lebih sesuai sementara pada masyarakat yang lain development with community justru yang dibutuhkan.

Ke depan, dengan memperhatikan kompleksnya permasalahan masyarakat, program CSR mestinya dapat bersinergi dengan program-program yang sudah ada. Dalam aspek pengentasan kemiskinan misalnya, program ini bisa menopang


(41)

komitmen Indonesia untuk mencapai salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs) yaitu mengatasi kemiskinan sebelum 2015.

Di beberapa daerah, program ini juga dapat menunjang program lainnya yang di sesuaikan dengan permasalahan dan karakteristik daerah masing-masing. Di wilayah masyarakat, program CSR masih diperlukan khususnya dalam memberi solusi terhadap berbagai persoalan yang secara riil ada di lapangan. Misalnya beasiswa pendidikan bagi yang berprestasi dari keluarga tidak mampu, bantuan bagi perbaikan sarana umum atau sarana ibadah, bantuan bagi bencana alam, program kelestarian lingkungan, dan lain-lain. Program yang bersifat insidental ini memerlukan respons yang cepat dengan birokrasi yang mudah.

Faktor utama yang menentukan pemilihan ketiga pendekatan tersebut adalah seberapa jauh kelembagaan masyarakat telah berkembang. Pada masyarakat yang kelembagaannya sudah lebih berkembang development of community akan lebih tepat.

Pada saat ini community development telah mengalami proses pengkayaan sehingga menjadi sebuah pendekatan yang multi aspek, dan sekarang secara umum terdiri dari beberapa aspek kunci sebagai berikut:

a. Adalah sebuah proses ”akar rumput”. b. Menjadi lebih swadaya (self reliance).

c. Berkembang menjadi komunitas pembelajar (learning Community). d. Berkurangnya kerentanan dan kemiskinan.

e. Terciptanya peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan. f. Menguatnya modal sosial.


(42)

Sering terjadi Pengembangan Masyarakat (Community Development) justru mengubah keseimbangan elemen-elemen dalam masyarakat yang ada dalam jangka panjang akan merugikan masyarakat. Community Development sebaiknya dilaksanakan dengan mempertahankan perspektif keseimbangan yang ada dalam masyarakat lokal.

Secara umum Pengembangan Masyarakat (Community Development) dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan, sehingga masyarakat di tempat tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Dengan community development sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna dari pada sekedar aktivitas charity ataupun dimensi-dimensi lainnya, antara lain yaitu community relation yang hanya mengembangkan hubungan yang dinamis. Dalam pelaksanaan community development bersama-sama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktifitas dan keberlanjutan.

Dalam aktualisasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate

Governance/GCG), kontribusi dunia usaha untuk turut serta dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis, dari aktivitas yang bersifat

charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan penciptaan kemandirian


(43)

Tabel 2. Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial

Paradigma Charity Philanthropy Good Corporate Citizenship

(GCC) Motivasi Agama, tradisi,

adaptasi

Norma, etika dan hukum universal

Pencerahan diri & rekonsiliasi dengan ketertiban sosial

Misi Mengatasi masalah

setempat Mencari dan mengatasi akar masalah Memberikan kontribusi kepada masyarakat Pengelolaan Jangka pendek,

mengatasi masalah sesaat Terencana, terorganisir dan terprogram Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/dana

abadi/

profesionalitas

Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain Penerima

Manfaat

Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan Kontribusi Hibah sosial Hibah

pembangunan

Hibah (sosial & pembangunan serta keterlibatan sosial)

Inspirasi Kewajiban Kepentingan

bersama Kepentingan bersama Sumber: Zaidi,(2003)

2.3. Kemitraan dalam Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan Governance

Perlunya upaya aktif diarahkan pada pemberdayaan potensi dan kekuatan sosial-ekonomi masyarakat dan butuh dukungan dari usaha skala besar (perusahaan) dan bermitra dengan pemerintah sebagai fasilitator, dinamisator, stimulator dan koordinator dalam perekayaaan perkembangan masyarakat dalam pengentasan masyarakat miskin (proverty community).

Sulistiyani (2004), menyatakan model kemitraan idealnya mencerminkan pembagian yang setara kepada tiga aktor pembangunan, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Model kemitraan yang setara akan memberi citra positif bagi pemerintah dengan berlaku transparan dan mengembangkan kemitraan yang partisipatif.


(44)

Budimanta, Prasetijo dan Rudito (2004), mengibaratkan corporate social

responsibility dan good governance sebagai dua sisi dari satu mata uang yang

menjadikan masyarakat sebagai komunitas dan sebagai warga negara sebagai fokusnya serta pendekatan stakeholders sebagai pelakunya. Konteks implementasi

corporate sosial responsibility, partisipasi masing-masing stakeholdelrs sangat

menentukan berjalannya usaha pengembangan masyarakat yang sekaligus juga memberikan keuntungan bagi perusahaan dan masyarakat.

Lebih jauh mengenai prinsip kemitraan Budimanta (2004) juga menjelaskan bahwa kemitraan menciptakan keuntungan bersama, dan tidak menciptakan persaingan negatif yang berpengaruh pada keberlanjutan perusahaan. Kemitraan yang berwujud interaksi antar stakeholders pada dasarnya merupakan suatu bentuk pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai muara dari corporate

sosial responsibility. Pemberdayaan dimaksud sebagai upaya peningkatan

kemampuan atau kualitas anggota-anggotanya yang tergabung dalam komuniti-komuniti untuk dapat bermitra dan berfungsi satu dengan lainnya sebagai keseluruhan anggota masyarakat. Konsep partisipasi menyangkut kesamaan dan kesepakatan program dalam struktur pengembangan yang sudah terpadu dan terencana dalam program community development yang dibangun secara bersama.

Tiga skenario kemitraan menurut Wibisono (2007), yaitu kemitraan antara perusahaan dengan pemerintah maupun dengan komunitas/masyarakat sebagai berikut:

1. Pola Kemitraan Kontra Produktif

Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mengutamakan kepentingan pemilik modal (shareholders) yaitu


(45)

mengejar keuntungan (profit) sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih tertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup kentungan secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.

2. Pola Kemitraan Semi Produktif

Dalam skenario ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat yang bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka pendek dan belum atau tidak menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) di pihak masyarakat dan low benefit dipihak pemerintah. Kerjasama lebih mengedepankan aspek kariatif atau public relation dimana pemerintah dan komunitas atau masyarakat masih lebih dianggap sebagai objek.

3. Pola Kemitraan Produktif

Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subjek dan dalam paradigma kepentingan umum (common interest). Prinsip saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan support positif kepada perusahaan. Bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan berbasis sumber daya (resource-based partnership) dimana mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari shareholders.


(46)

Menurut Parson (2005), sistem delivery model campuran sektoral, merupakan model yang sangat dinamis dan paling sempurna. Sistem ini terdiri dari campuran tanggung jawab publik dan privat, dan antara sektor sukarela (lembaga swadaya) dengan agen komunitas. Kerjasama keempat sektor tersebut sangat dimungkinkan terjadi dalam bidang kebijakan yang bersifat sosial dengan sifat hubungan yang saling menguntungkan.

Mulyadi (2003) rendahnya tingkat partisipasi stakeholders, khususnya masyarakat dan pemerintah daerah, mengakibatkan tidak terkoordinasinya program yang dijalankan perusahaan dengan program pembangunan regional yang dijalankan pemerintah daerah serta ketidak sesuaian program dengan kebutuhan masyarakat. Namun sebaliknya, banyaknya stakeholders yang terlibat sebagai partisipan dalam program CSR perusahaan dapat menjadi potensi konflik baru apabila setiap

stakeholders memiliki kepentingan yang berbeda, saling berseberangan dan sangat

mungkin saling merugikan satu sama lain.

Prinsip saling mendukung dalam sebuah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) melalui garis hubungan antar sektor (secara timbal-balik) dengan memahami fungsi masing-masing sektor dan sektor di sebelahnya. Hubungan dari berbagai pihak tersebut dapat dilihat pada skema garis hubungan di bawah ini


(47)

Legitimasi

DAU, Desentralisasi OTDA

Demokrasi pelayan pajak, royalty publik demokrasi konsesi.regulasi kemitraan

kepercayaan investasi,lisensi

Tenaga kerja, Jaminan Keamanan

TSP (CSR) Keamanan + Promosi

Gambar 3. Garis Hubungan antar sektor dalam Program Corporate Social

Responsibility

Sumber : Modifikasi dari Soepomo, (2002) Pemerintah pusat

(Government)

Pemerintah daerah

(Government)

Masyarakat (Community)

Perusahaan (Corporate)


(48)

Dwiyanto (2004) menyebutkan tiga dimensi yang menjadi ciri governance: 1. Dimensi kelembagaan dimana sistem administrasi dilaksanakan dengan

melibatkan banyak pelaku (multi stakeholders) baik dari pemerintah maupun dari luar pemerintah.

2. Dimensi nilai yang menjadi dasar tindakan administrasi lebih kompleks dari sekedar pencapaian efisiensi dan efektifitas namun lebih mengakodomir nilai-nilai universal seperti keadilan, partisipasi, kesetaraan, demokratisasi dan nilai-nilai lain yang terkandung dalam norma kehidupan masyarakat.

3. Dimensi proses, dimana proses administrasi merupakan suatu tindakan

bersama yang dikembangkan dalam bentuk jaringan kerja untuk merespon tuntutan dan kebutuhan publik melalui upaya formulasi dan implementasi kebijakan publik.

Selanjutnya Dwiyanto (2004) menekankan konsep governance pada pelaksanaan fungsi memerintah (governing) yang dilaksanakan secara bersama-sama (kolaboratif) oleh lembaga pemerintah, semi pemerintah, dan non pemerintah yang berlangsung setara (balance) dan multi arah (partisipatif).

2.4. Penelitian Terdahulu

Ichsan (2007), dalam penelitiannya yang berjudul Implementasi Program

Community Development di Pertamina UPMS IV Semarang menyimpulkan bahwa

kinerja implementasi program community development tidak berjalan dengan baik, sehingga program tersebut gagal dan perlu ditinjau ulang dalam pelaksanaan program, karena terdapat bias dari implementasi program community development


(49)

tersebut dilihat dari indikator output, disebabkan Pertamina tidak memiliki mekanisme dan kriteria standar baku yang dibuat menjadi kebijakan formal.

Josua (2007), dalam penelitiannya yang berjudul ”Pola Kemitraan dalam praktek Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada Program Community Development PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir” menyimpulkan bahwa motif utama PT. Toba Pulp Lestari Tbk. menggulirkan kebijakan paradigma baru sebagai deskripsi tanggung jawab sosialnya adalah untuk mengamankan operasional pabrik. Motif tersebut mengaburkan aspek kerelaan (voluntarism) dan kemitraan yang dibangun atas dasar hubungan sub ordinasi, dimana masing-masing partisipan memiliki status, kemampuan dan kekuatan yang tidak seimbang. Yayasan yang dibentuk idealnya adalah merupakan representasi dari sektor sukarela (voluntary) yang berperan sebagai agen pembaru (change agent) untuk mendinamisasi program dalam rangka pemberdayaan masyarakat, namum kenyataannya lebih cenderung sebagai korporasi negara.

Zaleha (2008), dalam penelitiannya yang berjudul ”Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Inalum Divisi PLTA Siguragura Terhadap Pengembangan Sosio Ekonomi Masyarakat Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir ” menyimpulkan bahwa CSR PT. Inalum belum memiliki dokumen perencanaan dan strategi, masih dianggap biaya (cost) dan belum dianggap sebagai Investasi Sosial (Social Investment), tingkat pengetahuan (awareness) dan keterlibatan masyarakat masih rendah dan belum memiliki konsep pembangunan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan, pendapatan nominal dan pendapatan riil karyawan sebelum dan sesudah adanya program CSR berbeda nyata. Pendidikan dan pendapatan nominal masyarakat sebelum dan sesudah adanya program CSR berbeda nyata, tetapi pendapatan riil masyarakat tidak berbeda nyata. Peningkatan pendidikan masyarakat lebih tinggi dari


(50)

karyawan karena didukung oleh faktor sosial budaya masyarakat (Batak Toba) yang sangat mengutamakan pendidikan anak.

Ditinjau dari pendapatan nominal, bantuan memberi peran terhadap ekonomi karyawan dan masyarakat, namun secara riil belum berperan akibat inflasi yang tinggi pada tahun 2005. Peran CSR terhadap pengembangan ekonomi lokal (local

economic development) adalah adanya 17 unit usaha mitra kontraktor sebagai

rekanan PT. Inalum yang dapat menyerap tenaga kerja masyarakat. Korelasi modal

CSR terhadap aktivitas (buka jam) pasar berbeda secara nyata (signifikan) dengan

nilai korelasi negatif. Hal ini menunjukkan aktivitas pasar cenderung turun seiring kenaikan modal CSR, karena pembangunan pasar sebagai pusat aktivitas ekonomi masyarakat dan infrastruktur pendukung lainnya tidak bermanfaat dalam mengembangan masyarakat. Program CSR yang diluncurkan masih lebih banyak bersifat konsumtif.

Penelitian Louise (2009), dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Adonara Bakti Bangsa Libek Project Terhadap Pendapatan Masyarakat Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap peran CSR terhadap pendapatan masyarakat Kecamatan Mandau, disimpulkan Konsep pelaksanaan CSR yang telah diimplementasikan PT. ABB Libek Project kepada masyarakat adalah: PT. ABB belum memiliki dokumen perencanaan dan strategi dalam pencapaian target dan masih dianggap sebagai biaya (cost) sehingga belum memiliki program yang mampu memandirikan dan memberdayakan masyarakat melalui program-program yang diluncurkannya. Tingkat pengetahuan dan keterlibatan masyarakat terhadap keberadaan Program CSR PT. ABB masih rendah menunjukkan PT. Libek Project belum melakukan pendekatan dalam proses pembentukan tanggung jawab sosial


(51)

melalui etika moral, keputusan bersama dan etika manfaat. Proses pembentukan program CSR baik bidang sosial (kerohanian dan pendidikan) belum melibatkan komite sekolah) dan proses Pengembangan Ekonomi Masyarakat (CSR bidang ekonomi) masih bersifat karitas (charity) dan belum dapat menggalang partisipasi aktif masyarakat.

2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Berkenaan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka digambarkan kerangka pemikiran yang menjelaskan Dampak Corporate Social Responsibilty (CSR) PT. Toba Pulp Lestari terhadap Kesejahteraan masyarakat Kabupaten Toba Samosir (studi kasus : kecamatan Porsea).

\

PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL)

CSR PT. Toba Pulp Lestari

1. Bidang Pengembangan

Ekonomi

2. Bidang Sosial (Pendidikan, Sosial dan SDM)

3. Bidang Pembangunan

Infrastruktur 4. Bidang Keamanan

Lingkungan

Metode/Pendekatan PT. Toba Pulp Lestari

Pendekatan Ekonomi

Pendekatan Agama

Pendekatan Sosial

Pendapatan Pendidikan Tenaga Kerja PT. Toba Pulp Lestari


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di 14 desa yakni Desa Parparean I, Desa Parparean II, Deasa parparean III, Desa Parparean IV, Lumban Gurning, Nalela, Gala Pangkailan, Amborgang, Desa Silamosik, Desa Patane I, Desa Patane II, Desa Patane III, Desa Patane IV, Kelurahan Pasar Porsea di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir. Daerah tersebut dipilih karena merupakan daerah operasional PT. Toba Pulp Lestari dimana terdapat masyarakat yang menerima bantuan CSR dari PT. Toba Pulp Lestari.

3.2. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah rumah tangga/masyarakat yang menerima manfaat program CSR PT. Toba Pulp Lestari secara langsung maupun tidak langsung di bidang pembangunan peningkatan ekonomi, pembangunan sosial, infrastruktur Kecamatan Porsea. Karena populasi Kecamatan Porsea yang


(53)

begitu besar yakni sebanyak 2.508 Kepala Keluarga (KK), maka dipilih sejumlah sampel yang mewakili populasi rumah tangga. Banyaknya sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin (Husein Umar, 2003) yaitu

1 Nd

N

n 2

+

= Dimana :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi rumah tangga d = presesi (10%)

Dengan rumus tersebut maka jumlah sampel penelitian adalah:

1 ) 1 , 0 ( 2508

2508

n 2

+ =

08 . 26

2508

n= n = 96,16 dibulatkan jadi 96.00

Dari 96 Rumah Tangga (RT) sampel, didistribusikan ke 14 desa tersebut. Jumlah sampel Rumah Tangga menurut desa (penerima manfaat CSR) diambil berdasarkan Proporsional Random Sampling, jumlah populasi dan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel berikut:


(54)

NO NAMA DESA Jumlah Populasi (KK)

JUMLAH SAMPEL (KK)

1 PARPAREAN I 96

96 2508 96 x     

=(3.67) = 4

2 PARPAREAN II 175

96 2508 175 x     

=(6.70) = 7

3 PARPAREAN III 253

96 2508 253 x     

= (9.68) = 10

4 PARPAREAN IV 102

96 2508 102 x     

= (3.90) = 4

5 PASAR PORSEA 331

96 2508 331 x     

=(12.67) = 13

6 PATANE I 233

      2508 233

x96 = (8.92) = 9

7 PATANE II 187

96 2508 187 x     

= (7.16) = 7

8 PATANE III 442

96 2508 442 x     

=(16.92) = 17

9 PATANE IV 193

96 2508 193 x     

= (7.39) = 7

10 SILAMOSIK 94

96 2508 94 x     

= (3.59) = 3

11 LUMBAN GURNING 111

96 2508 111 x     

= (4.25) = 4

12 GALA PANGKAILAN 63

96 2508 63 x     

= (2.41) = 2

13 AMBORGANG 129

96 2508 129 x     

= (4.94) = 5

14 NALELA 99

96 2508 99 x     

= (3.79) = 4

JUMLAH 2508 96 Sumber: Kecamatan Porsea dalam Angka 2009, data diolah.


(1)

DATA PENDAPATAN NOMINAL RUMAH TANGGA TAHUN 2003 DAN 2009 No Pend 2003 (Rp) Pend 2009 (Rp)

1 1500000 2500000

2 2000000 3500000

3 500000 800000

4 1200000 2500000

5 2000000 4000000

6 450000 800000

7 1000000 1500000

8 0,00 2000000

9 1500000 1700000

10 900000 1800000

11 0,00 2000000

12 900000 900000

13 800000 1800000

14 1100000 1500000

15 1400000 1800000

16 900000 1550000

17 0,00 1050000

18 700000 3900000

19 1900000 2800000

20 800000 2400000

21 5500000 10000000

22 1500000 4500000

23 1500000 2000000

24 1200000 1800000

25 1200000 1800000

26 1000000 2000000

27 1800000 5500000

28 1000000 2550000

29 750000 5100000

30 1500000 2500000

31 750000 1700000

32 1500000 3000000

33 1000000 2000000

34 1700000 2500000

35 500000 1100000

36 900000 4100000

37 0,00 1600000

38 1500000 2100000

39 2500000 3000000

40 1750000 2300000

41 2100000 3400000

42 1800000 3000000

43 2000000 3500000

44 2000000 2500000


(2)

47 1800000 2600000

48 250000 800000

49 2500000 5000000

50 1750000 2350000

51 1400000 5600000

52 3000000 4500000

53 1700000 2400000

54 1500000 2500000

55 700000 1700000

56 1100000 1800000

57 1500000 4000000

58 1200000 2000000

59 1400000 2000000

60 2000000 3200000

61 5000000 9000000

62 0,00 1100000

63 750000 1100000

64 1400000 3500000

65 1100000 3100000

66 1500000 3500000

67 0,00 700000

68 0,00 2000000

69 550000 1100000

70 1200000 3400000

71 2100000 2900000

72 1400000 2000000

73 1700000 2600000

74 700000 2500000

75 1500000 4300000

76 550000 2500000

77 4200000 5800000

78 2350000 3450000

79 1200000 1900000

80 1400000 2200000

81 1200000 1500000

82 1800000 3200000

83 1050000 3500000

84 2000000 7500000

85 1500000 1900000

86 450000 1100000

87 1100000 2000000

88 1000000 4000000

89 0,00 550000

90 1000000 1100000

91 500000 1400000


(3)

94 650000 1700000

95 1700000 2100000

96 0,00 2000000

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N

Pair 1 SEBELUM 1.3078E6 96 9.26179E5 94527.70446 SESUDAH 2.6547E6 96 1.63392E6 1.66761E5

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM& 96 .776 .000

SESUDAH

Paired Samples Test

Pair 1

SEBELUM- SESUDAH

Paired Differences

Mean -1.34688E6 Std. Deviation 1.08547E6 Std. Error Mean 1.10786E5 95%

Confidence Interval of the

Difference

Lower -1.56681E6

Upper -1.12694E6

t -12.157

df 95

Sig.


(4)

No Pend 2003 (Rp) Pend 2009 (Rp)

1 1462350 1385792

2 1949800 1947111

3 487450 451622

4 1169880 1406982

5 1949800 2243821

6 389960 451622

7 974900 841436

8 0,00 1121916

9 1462350 1066478

10 877410 1020395

11 0,00 1121916

12 877410 475326

13 779920 1020395

14 1072390 841436

15 1364860 1020395

16 877410 854789

17 0,00 597152

18 682430 2187729

19 1852310 1575742

20 779920 1350693

21 5361950 5627927

22 1462350 2524304

23 1462350 1121916

24 1169880 1020395

25 1169880 1020395

26 974900 1121916

27 1754820 3095344

28 974900 1435107

29 731175 2870232

30 1462350 1385792

31 731175 1066478

32 1462350 1688372

33 974900 1121916

34 1657330 1385792

35 487450 693618

36 877410 2820202

37 0,00 900459

38 1462350 1181860

39 2437250 1688372

40 1706075 1294416

41 2047290 1913485

42 1754820 1688372


(5)

45 926155 841436

46 2437250 2524304

47 1754820 1463250

48 243725 451622

49 2437250 2813963

50 1706075 1322550

51 1364860 3151633

52 2924700 2524304

53 1657330 1350693

54 1462350 1385792

55 682430 956737

56 1072390 1066478

57 1462350 2250820

58 1169880 1121916

59 1346860 1121916

60 1949800 2256639

61 4874500 4753260

62 0,00 693618

63 731175 693618

64 1364860 1947111

65 1072390 2218765

66 1462350 1947111

67 0,00 442398

68 0,00 1121916

69 536195 693618

70 1169880 1913485

71 2047290 1632085

72 1346860 1121916

73 1657330 1066478

74 682430 1385792

75 1462350 2420007

76 536195 1385792

77 4094580 2095353

78 2291015 2094512

79 1169880 1069303

80 1364860 1238128

81 1169880 841436

82 1754820 2256639

83 1023645 2026050

84 1929800 4220946

85 1462350 1069220

86 438705 693618

87 1072390 1121916

88 974900 2250820

89 0,00 309500

90 974900 693618

91 487450 787894


(6)

94 633685 956737

95 1657330 1181860

96 0,00 1121916

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N

Pair 1 SEBELUM 1.2739E6 96 9.03231E5 92185.61810 SESUDAH 1.5011E6 96 9.01310E5 91989.56219

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM& 96 .731 .000

SESUDAH

Paired Samples Test

Pair 1

SEBELUM- SESUDAH

Paired Differences

Mean -2.27163E5 Std. Deviation 6.61746E5 Std. Error Mean 67539.19911 95%

Confidence Interval of the

Difference

Lower -3.61245E5

Upper -93080.59135

t -3.363

df 95

Sig.