Kaitan Tindak Pidana Penyeludupan Dengan Tindak Pidana Ekonomi

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009

A. Kaitan Tindak Pidana Penyeludupan Dengan Tindak Pidana Ekonomi

Dalam hal subjek delik penyeludupan pun telah menjadi luas dengan ditariknya menjadi delik ekonomi. Terjadi perluasan pelaku delik, yaitu selain meliputi orang sebagai subyek, juga badan hukum. Jadi, suatu badan hukum misalnya PT. CV dan lain-lain yang melakukan penyeludupan dapat dijatuhi pidana. Sebenarnya dahulu kala baik di Indonesia maupun di Nederland, dikenal tanggung-jawab kolektif di dalam hukum pidana. Bahwa hukum Belanda kuno mengenal tanggung-jawab kolektif dikemukakan oleh de Goede dan van Apeldoorn, bahkn yang tersebut terakhir menganjurkan digantikannya hukum Romawi yang individualistis dengan hukum Belanda kuno yang kolektivistis. Perubahan subjek hukum pidana menjadi hanya manusia saja dengan berlakunya W.v.S. Nederland 1881. Hal ini dapat disimpulkan: 1 1. Menurut Memorie van Toelichting Artikel 51 W.v.S. N. suatu delik hanya dapat diwujudkan oleh manusia dan fiksi tentang badan hukum tidak berlaku di bidang hukum pidana. 2. Hampir semua pasal KUHP dimulai dengan ”Hij, die,.barangsiapa, sering pula disebut faktor manusia seperti sengaja dan lalai culpa. 3. Sistem pidana yang terdiri dari pidana badan dan kekayaan, yaitu pidana mati, penjara dan denda hanya dapat dikenakan kepada manusia. 4. Menurut van Bemmelen, hukum acara pidana tidak mengenal tentang korporasi. Dalam hukum pidana pajak, sejak dahulu telah terjadi kakacualian, korporasi dapat dijatuhi pidana. Kemudian menyusul hukum pidana ekonomi. 1 A.Hamzah, Delik Penyeludupan,Jakarta: Akademik Pressindo, 1988, hal.17-18 Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 Menurut pasal 15 ayat 1 UUTPE, tuntutan pidana dapat dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tatatertib dapat dijatuhkan, baik terhadap badan hukum dan lain-lain itu maupun terhadap mereka yang memberi perintah melakukan delik ekonomi itu atau bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun keduanya. Sebenarnya kemungkinan itu dapat saja terjadi dalam praktek, misalnya importir yang menandatangani PPUD yang salah penulisan yang dilakukan oleh juru tulis. Pengertian badan hukum di dalam UUTPE sebenarnya luas, tidak hanya bagi yang mendapat pengakuan sebagai badan hukum, tetapi juga perserikatan dan yayasan. Perserikatan orang menurut Karni, berasal dari terjemahan Belanda ”enige andere vereniging van personen” dan ”een doelvermogen” Penjelasan Pasal 15 mengatakan bahwa orang itu harus bertindak dalam badan hukum itu. Jadi, memperluas dapatnya dituntut badan hukum dan lain-lain itu, sehingga orang yang tidak mempunyai hubungan kerja pun, tetapi bertindak dalam badan hukum dan lin-lain itu, dapat menyeret badan hukum itu dalam bertanggung-jawab pidana. Di Nederland, ada sarja misalnya Roling, mengusulkan agar penuntutan terhadap badan hukum atau korporasi itu diperluas untuk semua delik. Tetapi ada juga yang menentang antara lain Remmelink dalam catatannya pada Artikel 51 W.v.S.N., demikian pun Bemmelen menolak berlakunya sistem pemindahan korporasi secara umum dengan menyatakan: 1. Mengenal kejahatan sebenarnya kesengajaan dan kelalaian hanya didapatkan pada orang natuurlijke persoon. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 2. Bahwa perbuatan material yang merupakan syarat dapatnya dipidana beberapa macam delik, hanya dapat dilakukan oelh orang natuurlijke persoon mencuri barang, mengeniaya orang lain dan sebagainya. 3. Bahwa pidana dan tindakan yang berupa merampas kebebasan orang, tidak dapat dikenakan terhadap korporasi. 4. Bahwa tuntutan terhadap dan pemidanaan korporasi dengan sendirinya mungkin menimpa orang yang tidak bersalah. 5. Bahwa dalam prakteknya tidak mudah menentukan norma-norma atas dasar apa dapat diputuskan, apakah pengurusan saja atau korporasi itu sendiri atau kedua-duanya harus dituntut dan dipidana. Dengan Wet 23 Juni 1976 Stb 377 mulai berlaku 1 September 1976 W.v.S. Belanda telah diubah sehingga Artikel 51 berbunyi: 1. Delik dapat dilakukan oleh manusia natuurlijke persoon dan badan hukum; 2. Apabila suatu delik dilakukan oleh badan hukum, dapat dilakukan tuntutan pidana, dan jika dianggap perlu dapat dijatuhkan pidana dan tindakan- tindakan. Pidana itu dijatuhkan terhadap pengurus pasal 15 UUTPE Sebelum Ordonansi Bea masuk ke dalam ruang lingkup UUTPE, maka hanya orang sebagai subyek karena KUHP dalam Pasaal 59 menentukan bahwa badan hukum tidak dapat menjdai subjek dalam hukum pidana. Badan hukum tidak dapat dijatuhi pidana. Sebagai diketahui Pasal 103 KUHP menentukan bahwa ketentuan umum yang tercantum di dalam ke-8 bab yang pertama Buku I termasuk Pasal 59 berlaku juga bagi perundang-undangan pidana di luar KUHP. Jadi, berlaku juga bagi delik yang melanggar Ordonansi Bea sebelum dimasukkan ke dalam UUTPE. Setelah dimasukkan ke dalam UUTPE, maka keadaannya berubah, seperti di sebut di muka, badan hukum yang melakukan delik penyeludupan dapat dipidana. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 Selain dari pada itu, dengan dimasukkannya Ordonansi bea ke dalam UUTPE, maka delik penyeludupan dapat diadili tanpa kehadirannya terdakwa Peradilan in absentia seperti dikanal dalam UUTPE, Pasal 16. Tetapi patut diperhatikan ketentuan dalam Pasal 16 UUTPE bahwa pidana yang dijatuhkan dalam peradilan in absentia terbatas pada perampasan barang- barang yang telah disita. Jadi tidak mungkin dijatuhkan pidana penjara dan denda. Agak mengherankan berita di dalam SK Kompas Sabtu 11 Mei 1985, bahwa seseorang terpidana in absentia kemudian tertangkap, dieksekusi oleh jaksa ke dalam penjara. Tidaklah mungkin hakim menjatuhkan pidana penjara dalam peradilan in absentia, dan jika terdakwa tertangkap kemudian, menurut pendapat penulis berlaku asas ne bis in idem. Sebagai diketahui, dalam hukum pidana dikenal asas ne bis in idem yang berarti bahwa suatu sengketa atau perkara yang samatidak dapat diajukan dua kali kepada hakim. Dalam hukum perdata dikenal asas bahwa sekali telah diperoleh kekuatan hukum yang tetap berarti telah menutup proses selanjutnya res judicata pro veritate habetur. Dalam perkara pidana berarti bahwa seorang yang telah diajukan kepada hakim mengenai perbuatan material yang didakwakan kepadanya, tidak lagi dapat ditntut kembali dalam hal yang sama, dengan suatu kekecualian, yaitu peninjauan kembali herziening. Oleh karena itu, menurut pendapat penulis, tidak sewajarnyalah jaksa cepat-cepat mengajukan perkara penyeludupan ke pengadilan melalui jalur peradilan in absentia ini jika masih ada kemungkinan terdakwa dapat ditangkap. Menurut Pasal 16 UUTPE, ada dua macam perkara yang dapat diajukan secara in absentia, yaitu paleku yang telah meninggal dinia Pasal 16 ayat 6, Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 sebenarnya yang dimaksud dengan perbuatan yang tidak dikenal oleh pembuat UUTPE ialah orang yang tidak dikenal, tidak tertangkap, misalnya penyeludup yang meninggalkan barang-barang seludupannya melarikan diri dan tidak dikenal namanya atau indentitasnya, bukan orang yang dikenal identitasnya tetapi melarikan diri, sehingga tidak dapat diajukan ke pengadilan. Tetapi malarikan diri, sehingga tidak dijatuhkan ke pangadilan. Tetapi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 15 tahun 1962 telah ditegaskn bahwa termasuk orang yang diketahui namanya akan tetapi tidak diketahui tempat tinggalnya. Bagaimana dengan orang yang diketahui namanya, diketahui pula tempat tinggalnya tetapi tidak tertangkap? Menurut pendapat penulis, maksud penegasan pengertian orang yang tidak dikenal oleh pembuat PERPU tersebut ialah orang yang tidak tertangkap. Bagi terdakwa yang telah meninggal dunia, piana yang dijautuhkan ialah: 1. Merampas barang-barang yang telah disita. 2. memutuskan tindakan tatatertib yang dapat diberatkan pada harta orang yang telah meninggal dunia. Putusan mengenai orang yang telah meninggal dunia diumumkan oleh panitera dalam Berita Negara dan satu atau lebih surat-surat kabar yang ditunjukan oleh hakim. Turunan putusan dikirim ke rumah terakhir dia tinggal atau di mana dia diselesaikan penguburannya. Putusan dilakukan sesusai dengan Pasal 16 jo. 10 jo 8c dan 8d UUTPE. Pasal 8c mengenai pembayaran uang sebagai pencabutan keuntungan menurut taksiran, dan Pasal 8d mengenai kewajiban pengerjakan apa yang akan dilalaikan tanpa hak, dan meniadakan apa yang dikerjakan tanpa hak, dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain, semua atas biaya terpidana. Selanjutnya orang yang Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 berkepentingan dapat mengajukan keberatan kepada Panitera Pengadilan atas putusan in absentia itu, dalam jangka waktu 3 bulan setelah mengumumkan tersebut. Kedua pihak, baik jaksa maupun yang berkepentingan didengar keterangannya.

B. Batasan Pertanggung-Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana