Permasalahan Tujuan dan Manfaat Penulisan Keaslian Penulisan

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009

B. Permasalahan

1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan perubahan UU No. 10 Tahun 1995 menjadi UU No.17 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ? 2. Bagaimana pertanggung jawaban pidana terhadap Tindap Pidana penyeludupan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan Penulisan yaitu: 1. Untuk mengetahui hal-hal menjdai dasar pertimbangan perubahan UU No.10 Tahun 1995 menjadi UU No.17 Tahun 2006 tantang perubahan atas UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 2. Untuk mengetahui bentuk pertanggung jawaban pidana terhadap Tindak Pidana Penyeludupan dan kaitannya dengan Tindak Pidana Ekonomi. Manfaat Penulisan yaitu: 1. Secara teoritis dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi penulis, sehingga dapat memperluas pengetahuan dibidang ilmu hukum dan dapat memperluaskan khazanah perbendaharaan keputusan bidang ilmu hukum khususnya hukum pidana pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara. 2. Secara praktis, diharapkan menjadi bahan koreksi dan informasi serta menambah pengetahuan konkrit mengenai pemberantasan tindak pidana penyeludupan. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul ” Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludpan Studi Komperasi Undang-undang No 10 tahun 1995 dan Undang-undang No 17 tahun 2006”. Dalam proses penulisan skripsi, penulis memulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan judul tersebut diatas baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi penulis melakukan pemeriksaan pada Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara FH. USU. Untuk membuktikan bahwa judul dan isi skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara FH. USU. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang substansi-substansi pembahasan didalamnya yang sama oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini penulis buat, maka hal tersebut dapat penulis pertanggung jawabkan. E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana Penyeludupan

Penyeludupan berasal dari kata seludup. Kata seludup diartikan menyeluduk, menyuruk, masuk dengan sembunyi-sembunyi antara secara gelap tidak sah. Sedangkan penyeludupan diartikan pemasukan barang secara gelap untuk mengindari bea masuk atau karena menyeludupankan barang terlarang. 3 Dalam kamus Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary kata smuggle diartikan sebagai berikut: To import or export secretly contrary to the law an especially without paying duties import or export something in violation of the costoms law. 3 Leden Marpaung, S.H, Tindak Pidana Penyeludupan Masalah Dan Pemecahan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991, hal. 3 Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 mengimpor atau mengekspor secara gelap, berawalantak sesuai dengan hukum dan khususnya mengindari kewajiban membayar atas suatu impor atau ekpor yang merupakan pelanggaran paraturan pabean. Meneliti perundang-undangan, Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1967 memuat arti penyeludupan sebagai berikut: Penyeludupan ialah delik yang berhubungan dengan pengeluaran barang atau uang dari Indonesia ke luar negeri ekspor, atau pemasukan barang atau uang dari luar negeri ke Indonesia impor. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1967, maka penyeludupan ialah delik yang berkenan dengan impor atau ekspor barang atau uang. 4 Jika diperhatikan, rumusan Kamus Besar Bahasa Indonesia menekankan hal pemasukan barang dan bea masuk. Sedangkan dalam kamus Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary ditambahkan dengan ekspor, jadi lebih lengkap. Namun belum sempurna, karena barang yang dilarang eksporimpor belum dimasukan dalam rumusan. Dalam Law Dictionary, penyeludupan diartikan sebagai: ” the offence of importing or exporting prohibited goods, or importing or exporting or exporting goods not prohibited without paying the duties mposed on them by the laws of the costoms and excise”. 5 pelanggaran atas impor atau ekspor barang-barang yang dilarang, atau pelanggaran atas impor atau ekspor barang-barang yang tidak dilarang, tanpa membayar bea yang dikenakan atasnya oleh undang-undang pajak atau bea cukai. 4 Ibid. 5 E.R. Hardy Ivamy, Mozley and Whiteley’s Law Dictionary, Tenth Edition Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009

2. Aneka Ragam Tindak Pidana Penyeludupan

Secara umum penyeludupan dapat dibagi dalam dua macam yaitu penyeludupan fisik dan penyeludupan administratif. Penyeludupan fisik ialah seperti yang ditentukan dalam pasal 26b 1 Ordonansi Bea, yang berbunyi: ”Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor barang-barang atau mencoba mengimpor atau mengeskpor barang-barang tanpa mengindahkan akan ketentuan-ketentuan dari ordonansi ini dan dari reglemen-reglemen yang terlampir padanya atau yang mengengkut ataupun menyimpan barang-barang bertentangan dengan sesuatu ketentuan larangan yang ditetapkan berdasarkan ayat kedua pasal 3” 6 Sedangkan penyeludupan administratif ialah memberikan salah tentang jumlah, jenis atau harga barang-barang pemberitahuan impor, penyimpanan dalam entrepot, pengiriman ke dalam atau ke luar daerah pabean atau pembongkaran atau dalam suatu pemberitahuan tidak menyebutkan barang-barang yang dikemas dengan barang-barang lain. 7 Dengan demikian, dalam penyeludupan fisik sama sekali tidak mempergunakan dokumen, sedangkan dalam penyeludupan administratif adanya ketidaksesuaian antara keadaan fisik barang dengan apa yang tertulis dalam dokumen. 3. Unsur-unsur Tindak Pidana Penyeludupan Tindak Pidana Penyeludupan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa unsur yang saling mempunyai hubungan kausal. Unsur-unsur tersebut meliput: 8 6 Ibid. 7 Pasal 25 Undang-undang Ordonansi Bea. 8 Soufnir Chibro,SH, Pengaruh Tindak Pidana Penyeludupan Terhadap Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika, 1992, hal 35-42. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009

I. Unsur Geografis

Luasnya Kepulauan Nusantara yangh terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, yang diapit oleh dua benua besar, yaitu Asia dan Autralia, dan dua Samudera denga garis pantai yang terbentang luas dan yang sangat terdekat dengan negara-negara tetangga, yang lebih dahulu mengalami kemajuan, baik di bidang perekonomian maupun industri mambuka kesempatan atau peluang, atau bahkan dapat merangsang para pengusaha lokal maupun asing untuk malakukan penyeludupan. Kadaan ini misalnya terutama dimanfaatkan oleh para penyeludupan di sekitar Kepulauan Riau, Aceh seperti Lhokseumawe, Sabang, Langsa dan lain-lain, Sumatera Utara Belawan, Tanjung Balai Asahan dan Pangkalan Brandan, Sulawesi Utara, Tengah, dan Tenggara, Kalimantan Barat dan Timur, Maluku dan Daerah-daerah pantai lainnya. Barang-barang yang diseludupakan langsung dari luar negeri maupun melalui Pulau Batam, tidak seluruhnya untuk kebutuhan daerah Riau sendiri, tetapi sebagian disalurkan ke daerah atau propinsi lain. Selain Kepulauan Riau, terdapat pula jalur-jalur penyeludupan yang diperkirakan sering terjadi di sepanjang pantai yang termasuk dalam wilayah perairan Aceh, Sumatera Utara, Pesisir Jambi, Kalimantar Timur, dan Barat, Sulawesi Utara, Tengah dan Tenggara, Maluku dan lain-lain. Modus operandi penyeludupan biasanya melalui pantai di luar daerah pelabuhan, malalui kapal ke kapal, baik dengan menggunakan peralatan tradisional maupun modern, misalnya dengan menggunakan kapal atau speedboat dengan kecepatan tinggi dan membawa senjata api. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009

II. Kondisi Industri Dalam Negeri

Tidak dapat disangkal, bahwa kondisi industri dalam negeri turut pula mempengaruhi timbulnya tindak pidana penyeludupan. Karena sebagaimana diketahui, produksi industri dalam negeri pada umumnya masih dalam tahap perkembangan, sehingga hasilnya pun belum dapat diandalkan. Tingginya biaya produksi menjadikan hasil produksi kurang mampu bersaing dengan barang- barang hasil produksi luar negeri. Keadaan ini ditambah lagi dengan tingginya biaya transportasi dam minimnya sarana angkutan, sehingga menyebabkan hambatan dalam distribusi dan pemasaran. Beberapa waktu yang lalu kita pernah membaca di koran-koran, bahwa harga barang-barang buatan RRC jauh lebih murah dibandingkan dengan harga barang-barang yang sama produksi dalam negeri, padahal ongkos tenaga kerja di RRC masih lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja di dalam negeri, sehingga hal ini tidak kurang membuang bingung para pengusaha dan mengambil keputusan di negeri kita. Misalnya pernah dimuat perbandingan harga TV produksi lokal dengan TV impor built up dengan merek yang sama. Antara lain diberi contoh TV berwarna dengan multi sistem dengan merek Toshiba ukuran 20 inci, produk impor ditawarkan dengan harga sekitar Rp. 1.050.000,00 sedangkan TV dengan merak dan ukuran yang sama produksi dalam negeri ditawarkan dengan harga Rp. 1.250.000,00. Untuk ukuran 28 inci dengan merak yang sama untuk built up ditawarkan dengan hanya Rp. 1,8 juta, sedangkan pesawat TV merek lain yang dibuat di dalam negeri di tawarkan dengan harga tidak kurang dari 2,8 juta. 9 9 Kompas, 27 Agustus 1991, hal. 2 Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 Keadaan di atas menggambarkan, bahwa hasil produksi dalam negeri masih belum mampu bersaing dengan barang-barang hasil produksi impor. Dengan adanya perbedaan harga produk lokal dengan produk impor membuka kemungkinan terjadinya penyeludup.

III. Sumber Daya Alam

Sumber daya alam Indonesia turut pula mempengaruhi frekuensi penyeludupan. Hal ini bisa kita perhatikan dengan banyaknya kekayaan alam kita berupa bahan-bahan mentah yang diinginkan oleh negara-negara lain untuk dijadikan sumber komoditi ekspor oleh negara-negara yang bersangkutan. Kekayaan alam dan bumi Indonesia yang melimpah ruah, seperti kayu gelondongan , rotan asalan, kayu hitam ebony, hewan-hewan yang dilindungi dan lain-lain yang kesemuanya ini sangat dibutuhkan negara-negara lain. Nagara- negara industri yang haus akan bahan-bahan mentah dan pasaran untuk melempar hasil industrinya, ditambah pula dengan letak negaranya yang tidak jauh dari pantai-pantai Indonesia, maka masalah penyeludupan menjadi semakin menarik bagi pengusaha yang tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkannya kekayaan alam kita yang sangat dibutuhkan negara-negara industri tersebut sebagian ada yang karena bentuknya tidak boleh diekspor, kecuali setelah diolah terlebih dahulu, seperti kayu gelondongan yang harus diubah menjadi plywood, demikian juga rotan dan lain-lain dan ada pula yang memang benar-benar dilarang untuk di-ekspor karena termasuk langka dan dilindungi seperti orang utan, burung cenderawasih dan lain-lain. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009

IV. Kelebihan Produksi

Di negara-negara yang maju dan mapan sektor industri dan perekonomiannya adakalanya mengalami kelebihan produksi over production. Misalnya negara-negara yang berdekatan dengan negara kita, seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong, Singapura dan lain-lain. Di mana negara- negara ini kadang-kadang mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil-hasil produksinya. Keadaan ini oleh para pengusaha yang tidak bertanggung jawab lalu dimanfaatkan untuk kepentingan dan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara yang tidak sahilegal, yaitu berusaha memasukan barang-barang dagangan mereka ke negara-negara lain malalui penyeludupan, diantaranya ke Indonesia. Bahkan beberapa negara tertentu melakukan politik dumping sehingga kedatangan barang-barang melakukan keguncangan-keguncanganmenghadapi persaingan barang-barang produksi impor. Hal ini bisa terjadi karena di samping barang-barang produksi sisa impor tersebut sangat dibutuhkan masyarakat seperti bawang putih dan juga baik mutu maupun harganya kadang-kadang jauh lebih baik dan lebih murah dibandingkan produksi dalam negeri. Dan apabila keadaan ini terjadi, maka bagi masyarakat sendiri tidak mempersoalkan lagi apakah barang-barang yang dibelinya itu dimasukan secara sah atau tidak, apalagi daya beli masyarakat kita memang masih rendah. Keadaan ini akan dimanfaatkan oleh para pengusaha yang tidak bertanggung jawab untuk memasukan barang- barang yang dibutuhkan masyarakat tersebut secara ilegal.

V. Transportasi

Masalah penyeludpan akan ditentukan pula oleh faktor transportasi. Daerah-daerah tertentu di Indonesia dalam mendatangkan barang-barang Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 kebutuhan pokok masyarakat sering mengalami keterlambatan, disebabkan belum lancarnya hubungan antara satu pulau dengan pulau lainnya. Bahkan seperti Pulau Nias, Simeulue Sinabang, Singkel dan lain-lain beberapa waktu yang lampau sering tergantung pada keadaan alam cuacaapabila ingin mandatangkan barang- barang kebutuhan sehari-hari ke daerah tersebut karena hubungan darat dari daerah lain memang belum tersedia. Akibatnya masyarakat di daerah-daerah terpencil serupa itu sering memasukkan barang-barang kebutuhan pokoknya secara tidak sah kadang-kadang dibawa oleh kapal-kapal besar asing. Hal di atas ditambahkan lagi karena letak daerah-daerah pulau-pulau tertentu di Indonesia memang berdekatan dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura , Malaysia, Filipina, dan Sebagainya. Kepulauan Riau atau Aceh Sabang misalnya, lebih lebih dekat ke Singapura. Guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga tidak jarang kita menemui di daerah-daerah pantai yang letaknya lebih dekat ke negara-negara tetangga tersebut banyak barang-barang eks luar negeri tanpa diketahui asal-usulnya, apakah dimasukkan secara resmi atau melalui penyeludupan.

VI. Peraturan

Sebagaimana diketahui, bahwa akhir-kahir ini pemerintah telah berusaha menghilangkan birokrasi yang terbelit-belit melalui debirokrasi dalam pengurusan barang-barang impor dan ekpor. Dimana salah satu kebijaksanaan pemerintah tersebut ialah dengan dikeluarkannya Intruksi Presiden inpres Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Meninjang Kegiatan Ekonomi. Salah satu kebijaksanaan dalam inpres Nomor 41985 tersebut ialah dengan dihilangkan ketentuan penggunaan Aangifte van Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 Inlading AVI atau Pemberitahuan Muat Barang PMB bagi angkutan barang antar pulau yang salama ini berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Reglemen A – Ordonansi Bea. Dengam dihilangkan kehurusan menggunakan AVIPMB terhadap angkutan barang antar pulau tersebut menurut para pejabat dari Ditjen Bea dan Cukai dan Kepolisian Perairan KP3 dari hasil penelitian lapangan yang pernah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung RI 1986 membuka peluang bagi para penyeludup untuk melakukan penyeludupan dengan berkedok pada pengangkutan barang antar pulau. Hal ini misalnya dilakukan oleh para penyeludup dalam kasus yang diusaikan terdahulu, yaitu dalam kasus penyeludupan barang-barang elektronika oleh Kapal KM Livana, KM Selat Jaya, KM Sindaro, KM Niaga XVI dan KM Sriani. Seperti diketahui barang-barang sisa impor berupa barang-barang mewah, elektronik dan lain-lain sering diangkut diantarpulaukan, umumnya dari Pulau Jawa Tanjung Priok dan Tanjang Perak ke daerah-daerah lain, sehingga kecurigaan terhadap muatan kapal antar pulau tersebut terabaikan. Lebih-lebih jika mereka melindungi barang-barang yang diangkut dengan faktor-faktor pembelian palsu yang diperoleh dari toko-toko atau importir di Jakarta atau Surabaya, maka akan sangat sulit bagi para petugas penyelidikan atau penyidik yang mencurigai muatan kapal antar pulau tersebut, kecuali kalu mereka benar- benar tertangkap tangan sedang berlayar di perairan Indonesia tanpa dilindungi dokumen-dokumen atau sedang membongkarmemindahkan barang-barang dari kapal asing ke kapal lokal yang tengah berlayar. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 Akan tetapi hal inipun kemungkinannya sangat sulit dipantau mengingat luasnya perairan Indonesia dan yang sangat berdekatan dengan batas wilayah negara tetangga.

VII. Mentalitas

Indonesia di karuniai oleh Tuhan dengan kekayaan alam yang melimpah ruah. Akan tetapi jika yang mengendalikan dan mengelola semua sumber daya itu tidak jujur, maka bukan tidak mungkin negara kita akan tetap menderita sebagai negara miskin. Sejarah telah membuktikan bahwa, kekayaan alam dan bumi yang melimpah ruah belum merupakan jaminan kemakmuran suatu bangsa, tetapi dengan kecerdasan, ketekunan serta tekad yang kuatlah dapat dijadikan modal utama menuju terciptanya kemakmuran dan kebahagiaan meskipun secara geografis alam dan buminya tergolong miskin. Para pelaku atau otak penyeludupan umunya bukanlah orang-orang atau pengusaha bermodal kecil, malainkan pada umumnya orang-orang yang bermodal besar. Jadi, apabila mental para petugas kita dalam menghadapi bujukan dan rayuan oknum-oknum penyeludup tersebut tidak kuat dan teguh, sudah barang tentu menjadi makanan empuk bagi penyeludup yang memiliki otak yang lihai dan licik. Mampukah para petugas kita menghadapi cobaan-cobaan yang dilancarkan oknum-oknum penyeludup yang ingin menggrogoti perekonomian bangsa kita? Jawabannya terletak pada hati nurani para petugas kita tersebut.

VIII. Masyarakat

Dalam usaha penanggulangan tindak pidana penyeludupan sering dirasakan kurang partisipasi dari warga dan masyarakat, meskipun media massa- media massa telah cukup gencar memuat berita-berita tentang pemberantasan Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 tindak pidana penyeludupa n, hal ini disebabkan warga masyarakat merasa beruntung karena dapat membeli barang-barang sisa luar negeri asal seludupan dengan harga murah dan mutu yang tinggi. Hal ini disebabkan warga masyarakat haus akan pasaran barang-barang yang bermutu, sedangkan daya beli masyarakat sendiri masih rendah. Dan juga konsumen barang-barang mewah di Indonesia semakin meningkat jumlahnya akibat kemajuan teknologi serta kecenderungan anggota masyarakat tertentu ke arah masyarakat prestige. Kenyataan di atas, di mana kebutuhan akan barang-barang mewah produksi luar negeri semakin meningkat, akan dimanfaatkan oleh para penyeludup, dengan melakukan penyeludupan atau barang-barang mewah tersebut, karena masyarakat menghendakinya. 4. Subjek - Subjek Dalam Tindak Pidana Penyeludupan Yang dapat ditindak dituntut karena melakukan tindak pidana penyeludupan sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi Undang-Undang No.7 Drt th. 1995 ialah: 10

I. Seseorang yang melakukan tindak pidana ekonomi misalnya melakukan

tindak pidana penyeludupan. Contoh : Si A memasukkan barang-barang dari luar negeri tanpa dokumen pemasukan atau dengan dokumen palsu melanggar pasal 26 b subs pasal 25 RO jo pasal 6 Undang-Undang No.7 drt. Jo ini perlu dapat juga ditambahkandikaitkan Undang-Undang No. 21 prp 1959 atau Undang- Undang No.5 Pnps 1959 tentang memperberat ancaman hukuman terhadap 10 Prof. DR. H. Baharudin Lopa, SH. Tindak Pidana Ekonomi Pembahasan Tindak Pidana Penyeludupan. Jakarta: Pradnya Paramita, hal. 174-184 Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 tindak pidana ekonomi apabila tindak pidana itu dapat menimbulkan kekacauan ekonomi atau dapat mengganggu program Pemerintah di bidang sandang pangan.

II. Bebarapa orang yang secara bersama-sama turut serta melakukan tindak

pidana ekonomi. Dalam hal ini mereka bersama-sama melakukan tindak pidana. Di sini disyaratkan bahwa semua pelaku telah melakukan perbuatan pelaksanaan atau melakukan elemen dari pariwisata pidana, walaupun masing-masing peserta medepleger, deelnemer tidak mengerjakan keseluruhan elemen. Contoh :

i. A yang membuat dokumken palsu dan yang menyerahkan kepada

pejabat Bea Cukai, sedangkan B dan C mengurus dan mendapatkan truck-truck untuk mengeluarkan bersama-sama barang-barang itu sehingga barang-barang itu lolos ke luar pelabuhan dibawa bersama- sama oleh A, B, dan C. A, B, dan C di sini telah bersama melakukan penyeludupan sehingga antara satu terhadap yang lain secara timbal balik bertanggung jawab bagi perbuatan mereka bersama-sama pasal 26 b subs RO jo pasal 3 dan pasal 6 Undang-Undang No.7 Drt th. 1995 jo. Undang-undang No. 21 Prp 1959 jo pasal 55 KUHP. ii. A membujuk B supaya pada malam hadi A dapat memasukkan barang-baranbg dari luar pabean ke daerah pabean secara tidak sah yaitu didaratkan ke pantai-pantai, jadi diseludupkan, dengan janji kalu berhasil, si B akan diberikan komisi Rp.1000,- per kilo yang Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 berisi tekstil. B berhasil melakukannya, maka ia di hukum karena dipersalahkan sebagi orang yang melakukan delik, tapi A juga dihukum sama seperti B karena telah melakukan pembujukan. Adakalanya terjadi bahwa si A membujuk si B, untuk melakukan penyeludupan, permupakatan sudah jadi, tapi kemudian si B tidak jadi melakukan delik, jadi pelanggaran tidak ada, maka baik si A maupun si B tidak dapat dihukum. Lain halnya pada mislukte uitlokking pembujukan yang gagal terhadap kejahatan ketertiban umum seperti di uraikan pasal 163 bis KUHP, maka khusus untuk itu, si pembujuk dapat dihukum. Sehubungan apa yang dibicarakan di atas, perlu dibandingkan putusan Pengadilan Tinggi Ekonomi Jakarta tanggal 18 juli 1959 No. 31959 yang diperkuat oleh Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 23 Januari 1962 No. 52 KKr1960 atas kasus penyeludupan impor di Ambon Maluku dalam tahun 1958, yang telah menghukum para terdakwa karena terbukti kesalahannya, yaitu terhadap pedagang yang atas namanya barang-barang dimasukan dinyatakan telah mencoba dengan sengaja mengimpor barang-barang tanpa surat-surat yang diperlukan sedangkan nahkoda kapal yang mangangkut barang-barang tersebut dihukum karena kesalahannya sebagai turut melakukan kejahatan mencoba dengan sengaja mengimpor barang-barang tersebut dengan tanpa surat-surat yang diperlukan. Pada kasus ini, barang-barang yang diseludupkan itu sudah ditangkap, sebelum pengejuan PPUD-nya. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 iii. Adakalanya si otak penyeludup setelah barang-barang seludupan tiba di rumahnyadi tokonya diantar oleh orang-orang lain, pada waktu tertangkap ia berusaha mencuci tangan dengan mengatakan bahwa ia hanya membeli dari orang-orang tertentu. Maka dalam menghadapi kasus demikian, seandainya sulit di buktikan sebagai turut serta atau membantu dalam delik penyeludupan pasal 26 b RO jo pasal 3, 4, dan pasal 6 Undang-Undang No.7 Drt tahun 1955 jo Undang-undang NO.21 Prp 1959 jo pasal 55 KUHP, namun setidak-tidaknya dapat dikenakan telah melanggar pasal 480 KUHP. penadahan. Pada tindak pidana penyeludupan, umumnya tindak pidana ekonomi yang dibebankan juga pertanggung jawab kepada pimpinan suatu perusahaan melakukan delik itu. Seperti kesalahan, bawahan turut dipertanggungjawabkan oleh pimpinan karena misalnya pemimpin direkturnya, mungkin karena kesibukannya sehingga lalai memberi petunjuk atau meneliti pekerjaan bawahannya sehingga terjadilah pelanggaran. Kesalahan pemimpin di sini ialah turut serta melakukan dengan kelalaian pasal 26 b subs RO jo pasal 3 dan 6 Undang- Undang No.7 Drt tahun 1955 jo. Undang-Undang No. 21 Prp. 1959 jo. Pasal 55 KUHP. Mengenai ini Dr. Soepraoto hal. 48 memberikan contoh: “Seseorang pegawai dari suatu perusahaan impor milik suatu perseroan terbatas, karena kekhilafan dalam menggunakan bahan-bahan untuk menghitung harga suatu jenis barang telah mendapatkan angka yang lebih tinggi dari pada harga yang diperkenankan oleh Jawatan Harga, sedangkan manajer dari perusahaan itu karena Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 kesibukannya dan percayanya pada bawahannya, yang pada umumnya jarang membuat kesalahan, tidak mengecek perhitungan harga tersebut dan barang- barang yang bersangkutan segera ditawarkan dan dijual kepada khalayak ramai. Bagi manajer yang bersangkutan dapat dituntut sebagai turut serta melakukan delik karena kelalaian. Jadi jelaslah peranan badan tersebut ialah melakukan delik itu karena kelalaian, dari pada untuk menganggap badan itu telah melakukannya sendiri, karena menurut kenyataan memang bukan badan itulah yang melakukan perbuatan. Pertanggungan jawab bagi badan tersebut dianggap layak, karena ia berkuasa untuk mengangkat petugas-petugas yang tepat untuk masing-masing fungsi yang ada pada perusahaan dan begitu pula melaksanakan pengawasan baik langsung maupun tak langsung atas semua bidang pekerjaan dalam lingkungan badan tersebut. Bahwa turut dengan kelailaian melakukan pelanggaran termasuk pemberian bantuan atau percobaan untuk melakukannya seperti yang terurai dalam pasal 4 Undang-Undang No. 7 Drt 1955 adalah dibenarkan oleh logika karena betapapun kecilnya kesalahan misalnya karena dilakukan dengan kelalaian namun hal tersebut perlu diminta pertanggungan jawab satu dan lain akan berguna untuk mendorong berbuat lebih berhati-hati. Mengapa badan KUHP berkenaan dengan turut melakukan medeplegen tidak ditemukan bahwa pemberian bantuan pada pelanggaran dapat dihukum dan mengapa dalam delik khusus delik ekonomi dihukum, kiranya pertimbangan perlunya memantapkan kesejahteraan rakyat merupakan pula pertimbangan pokok, karena dengan banyaknya dilanggar delik ekonomi berarti dapatnya Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 mengganggu tujuan pemerintah dalam memantapkan kehidupan ekonomi rakyat menuju kesejahteraan rakyat. Adapun kelalaian seseorang dapat mengakibatkan pelanggaran, bagi orang yang bersangkutan telah kita ketahui dalam hal pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan dengan kelalaian culpoze misdrijven, sehingga beberapa orang yang lalai dapat turut melakukan suatu pelanggaran. Bandingkan putusan yang pernah diambil oleh Read van Justitie Batavia T. IV. 164, bahwa pertanggung jawaban pidana dari seseorang yang melakukan pemberitahuan salah atas barang-barang yang diimpornya, maka kecuali ia sendiri dihukum, juga pemimpinnya direkturnya dapat juga dilakukan tuntutan terhadapnya De Nederlandsch’ Indische Rechtspraak en Rechtsliteratuur van 1908 to 1917, oleh Mr. J.H. Abendanon. Hal. 176. 11 Selain itu perlu juga diperhatikan pasal 15 ayat 2 Undang-Undang No. 7 Drt tahun 1955 yang menganggap bahwa perbuatan pidana, dalam hal ini termasuk yang melakukan dengan sengaja maupun dengan kelalaian, yang dilakukan oleh orang-orang yang berdasarkan hubungan kerja lain bertindak dalam lingkungan suatu badan yang dimaksudkan itu, sebagai perbuatan yang dilakukan oleh badan itu sendiri. Sebelumnya pendiri di atas didukung oleh Hoog Gerechtshof, melalui putusannya yang pernah diambil dalam suatu kasus yang berhubungan pasal 28 RO, di mana telah ditetapkan bahwa seseorang yang berkedudukan selaku kuasa dari salah satu firma yang menyerahkan dokumen yang tidak benar isinya, maka kecuali orang yang dikuasakan itu dapat dihukum, juga Firma itu sendiri tidak lepas dari tututan. 12 11 Mr. J.H. Abendanon, hal.176 12 Ibid, hal.175 Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009

III. Seseorang yang memberikan bantuan pada atau untuk melakukan tindak

pidana pasal 26b RO jo pasal 4 dan 6 Undang-Undang No. 7 Drt 1955 jo pasal 56 KUHP. Contoh: A berdiri di pantai mengamat-amati petugas guna memberikan kode kepada B dan C kalau petugas-petugas sedang datang, untuk menjamin amannya pemuatanpembongkaran barang-barang seludupan yang sedang dilakukan oleh B dan C, A di sini berstatus pembantu. Contoh lain, petugas-petugas Bea dan Cukai tinggal diam tidak memeriksa barang-barang yang dimuatdibongkar, padahal berdasarkan kewajibannya, seharusnya mereka periksa, di mana kemudian ternyata barang-barang yang dimuatdibongkar itu tidak dilindungi dokumen-dokumen yang diperlukan. Maka petugas Bea dan Cukai yang bersikap tinggal diam itu, telah melakukan juga ”perbuatan membantu”. Apabila ia sendiri misalnya turut memalsukan dokumen, maka ia bukan pembantu, tetapi turut serta. Selanjutnya dapat juga terjadi, si A seseorang buruh pelabuhan yang mengetahui betul situasi penjagaan di pelebuhan, tiba-tiba bertemu si B dan kepada si B diceritakanlah hari-hari tertentu di mana penjagaan di pelabuhan tidak ada, sehingga mudah melakukan penyeludupan-penyeludupan. Si B yang mula-mula tidak ada niat menyeludup, setelah memeperoleh keterangan dari si A sehingga ia melakukan penyeludupan-penyeludupan. Perbuatan si A sini, Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 bukanlah membantu, tetapi adalah pembujukan pasal 55 KUHP. Jadi dalam hal ini walaupun si A, sesuai kedudukan sosialnya biasanya berperan sebagai pembantu, tetapi karena ia yang mula- mula berinisiatif menceritakan yang bersifat mendorong kepada si A dapat menjadi bukan pembantu tetapi adalah membujuk hukuman bagi pembujuk lebih berat dari pada pembantu. Perberian bantuan terhadap delik kejahatan maupun pelanggaran dalam tindak pidana ekonomi, dihukum.

IV. Percobaan melakukan tindak pidana

Mengenai persoalan ini, cukup kiranya apa yang telah diuaraikan di bagian muka. Salah satu perbedaan yang menonjol antara sisten KUHP dengan Undang- Undang Tindak Pidana Ekonomi ini, ialah bahwa dalam KUHP pasal 54 dan 60 ditetapkan ”membantu melakukan pelanggaran tidak dihukum”, sedangkan dalam Undang-Undang No.7 Drt tahun 1955 pasal 4 berbunyi ”jika dalam Undang-Undang Darurat ini tersebut tindak pidana ekonomi pada umunya atau tindak pidana pada khususnya, maka di dalamnya termasuk pemberian bantuan atau untuk melakukan tindak pidana itu dan percobaan untuk menetapkan sebaliknya. Dan oleh karena dalam Rechten Ordonnantie tidak ada ketentuan yang menetapkan sebaliknya, maka berlakulah pasal 4 Undang-Undang NO. 7 Drt tahun 1955 tersebut. Dalam mempersoalkan siapa-siapa yang dapat ditentukan dalam peristiwa tindak pidana penyeludupan ini, perlu diperhatikan edaran Dirjen Bea Cukai tanggal 5 Januari 1972 No. KBTSKDDBT724 sehubungan dengan berlakunya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan tanggal 9 Juni 1971 No Kep-425MKIII61971 SK.168M1971 yang kami kutip isinya sebagai berikut: Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 Dalam Ordinansi Bea sehubungan pengematan hak-hak cq. pungutan- pungutan Negara atas barang-barang impor pada dasarnya diletakkan kewajibantanggung jawab kepada:

i. Pengangkut barang-barang tersebut dari luar daerah Pabean ke

Pelabuhan tujuan dalam daerah Pabean; Tanggung jawab ini dibebankan kepada nahkoda kapal dan mulai berlaku sejak ia menerima barang-barang tersebut sebagai muatan kapal, tetapi baru mulai terkena dangan ketentuan dalam Ordonansi Bea setelah memasuki Perairan Wilayah Indonesia cq. daerah Pabean Indonesia. Dalam Surat Keputusan Bersama ini lebih dipertegas atau diatur lebih lanjut cara-cara nahkoda mempertanggungjawabkan muatanya dalam rangka pandapatan negara dimaksud, yakni dalam pasal 1 kewajiban untuk mencantumkan semua barang dagangan yang berada di kapalnya dalam menifest ruangan yang dicantumkan dalam Bill of Loading konosemen barang-barang bersangkutan. ii. Pemilik barang : Tanggung jawab mulai dibebankan kepanya segera setelah tanggung jawab nahkoda berakhir yakni dengan pembongkaran barang-barang bersangkutan di pelabuhan tujuan. Tanggung jawab terhadap barang- barang impor oleh pemiliknya, menjadi nyata dalam bentuk kewajiban pemberitahuan barang-barang bersangkutan kepada Bea dan Cukai dengan perbuatan invoerpas di mana diwajibkan memberitahukannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Ordonensi Bea. Surat Keputusan Bersama termaksud menekankan pada pengaturan tentang kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nahkoda, jadi sejak Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 kapalnya memasuki sampai pada penyerahan pemberitahuan umum dan pembongkaran barang-barang bersangkutan di pelabuhan tujuan. Dalam surat keputusan bersama ini diatur atau ditegaskan lebih lanjut bahwa jika pada pemeriksaan di laut atau di pelabuhan singgah ternyata ada barang-barang yang tidak dimasukkan dalam manifest, maka perbuatan ini dianggap sebagai usahapercobaan penyeludupan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 26b Ordonansi Bea, demikian pun juga apabila ditemukan kekurangan atau kelebihan jumlah kilo pada pemberitahuan umum. Sekalipun dalam surat keputusan bersama bahwa nahkoda wajib juga memberitahukan jenis barang secara umum, sehingga jika pemeriksaan di lautpelabuhan singgah ternyata bahwa isi muatan yang diberitahukan tidak sesuai, maka nahkoda tersebut bertanggung jawab pada jumlah, jenis merk dan nomor muatan. Tanggung jawab tentang jenis dan jumlah barang di dalam muatan dibebankan kepada pemilik barang yang ia berkewajiban memberitahukan dalam invoerpas. Benar tidaknya pemberitahuan pada invoerpas bersangkutan, baru dapat diketahui pada waktu pemeriksaan barang di gudang-gudang di pelabuhan tujuan. Dalam hal ternyata bahwa isinya tidak sesuai dengan pemberitahuan dalam invoerpas dan mungkin juga tidak sesuai dengan manifes atau pemberitahuan umum maka nahkoda tetap tidak ditutut karena kesalahan ini, melainkan hanya pemiliknyalah yang dikenakan tuntutan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi Bea, yakni ditutut karena pemberitahuan yang tidak benar. Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 Dalam hal-hal pada pemeriksaan di lautdi pelabuhan singgah kedapatan isi kilo yang tidak sesuai dengan yang disebut pada manifest, maka wajib diambil tindakan-tindakan pengamatan di pelabuhan tujuan segera diberitahukan tentang hal itu. Kalau melihat petunjuk Dirjen Bea Cukai yang diberikan secara umum ini, diakui berguna untuk memudahkan dalam menetapkan secara cepat siapa-siapa yang akan dituntut dalam hubungan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi atas ketentuan-ketentuan dalam surat keputusan bersama yang disebut di atas. Asal saja penerapannya selalu disesuaikan dengan perbuatan-perbuatan yang terjadi secara konkrit, sehingga tidak selamanya selalu harus diadakan pemisahan tanggung jawab antara nahkoda dengan pemilik barang atau dengan pihak-pihak lain sebagaimana lazimnya terjadi. Karena lazim terjadi adanya kerja sama, maka tidaklah tepat kalau selamanya dapat dipisahkan pertanggung jawab antara nahkoda dengan pemilik barang. Sesungguhnya mulai dari pelanggaran AA, pemilik barang sudah dapat turut dimintai pertanggung jawab, misalnya kalau si pemilik barang sejak semula membujuk melebihkan dimuatjumlah koli atau isi koli berbeda dengan yang diuraikan dalam manifest danatau AA. Bahkan dalam praktek sulit diyakini bahwa tidak mungkin pemilik barang tidak mengetahui adanya kelebihan-kelebihan atau menipulasi-manipulasi kecuali barang yang menjadi obyek manipulasi itu, bukan miliknya mengadakan manipulasi- manipulasi tersebut. Andaikata misalnya dengan berpegangan pada pasal 25 Ib RO yang secara terbatas menguraikan bahwa hanya nahkoda dapat dipidana, atau hanya pemilik barang yang dapat dipidana pada pelanggaran pasal 25 IIc, begitupun sebaliknya Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 yaitu pemilik barang membujuk nahkoda agar membuat manifest atai AA yang salah? Maka dalam hal ini berdasarkan alasan yang kami kemukakan di atas, apabila terjadi demikian maka nahkoda dapat dikenakan juga tuduhan malanggar pasal 25 IIc yo pasal 55, 56 KUHP, demikian pula pemilik barang dapat dikenakan melanggar pasal 25 Ib yo pasal 55, 56 KUHP. Jadi pada keadaaan-keadaan demikian, masing-masing dapat menjadi medepleger yaitu pemilik sebagai medepleger dan nahkoda menjadi dader ex pasal 25 Ib RO; sedangkan yang lainnya nahkoda sebagai medepleger dan pemilik adalah dader ex pasal 25 IIc. Perhatikan pula pasal 4 UU No.7 Drt 1955. Selanjutnya nahkoda dikategorikan sebagai turut serta melakukan percobaan penyeludupan pasal 26b berdasarkan Skep Bersama atau pasal 25 Ia, b dalam hal ini di luar ketentuan Skep Bersama tersebut, apabila telah membongkar keseluruhan sebagai barang-barang yang dimuat dalam kapal tanpa lebih dahulu menyerahkan dokumen AA atau AA-nya tidak cocok dengan barang yang dobongkar. Sedangkan apabila pemilik barang membiarkan dikehendaki terjadinya pembongkaran itu namun ia tidak mencegahnya, maka pemilik barang importir tersebut dapat dituduh bekerja sama dengan nahkoda mungkin sebagai uitlokker atau bentuk-bentuk lain dalam penyertaan. Kemudian bagaimana kalau sejumlah barang-barang impor yang menjadi barang-barang bukti dari suatu delik pelanggaran AA dan Nahkodanya sudah selesai dikenakan hukuman, apakah dimungkinkan lagi terjadi delik lain atas pengimporan barang-barang tersebut tadi?. 1 P.T. Ekonomi Jakarta tanggal 16 Juni 1959 no.3 Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006, 2008. USU Repository © 2009 Menurut hemat penulis sewaktu-waktu dapat terjadi delik lain, misalnya kalau pada waktu mengajukan PPUD-nya terjadi lagi manipulasi yaitu PPUD tidak cocok dengan kenyataan barang yang diberitahukan. Sebab, adapun delik yang terjadi pertaman tadi adalah khusus pelanggaran atas AA-nya yang nahkoda kapallah yang mempertanggung jawabkan pasal 25 Ib, sedangkan delik yang terjadi pada PPUD dipertanggungjawabkan oleh pemilik barangnya pasal 25 IIc dengan tidak mengensampingkan sewaktu-waktu adanya bentuk kerja sama atas terjadinya sesuatu delik sebagaimana yang kami uraikan di atas. Hanya saja dalam praktik umumnya barang-barang impor yang sudah diselesaikan secara hukum karena barang-barang impor yang sudah diselesaiakan secara hukum karena melanggar syarat-syarat AA, biasanya sudah sedikit kemungkinan terjadinya lagi delik pada waktu pengejuan PPUD-nya, karena pada waktu menyelesaikan pelanggaran AA-nya barang-barang tersebut telah selesai diperiksa keseluruhannya sehingga petugas-petugas Bea Cukai dapat mengetahui dengan pasti perincian dan jenis barang-barang tersebut yang menyebabkan pula pemilik barang tidak akan berani lagi memanipulasikannya pada waktu pengajuan PPUD.

F. Metode Penelitian