Pengertian dan Dasar Hukum

B. POLIGAMI

1. Pengertian dan Dasar Hukum

Poligami berasal dari bahasa Yunani dan merupakan penggalan dari kata poliu atau polus yang berarti banyak dan gamen atau games yang berarti perkawinan . Dengan demikian poligami dapat dikatakan perkawinan banyak dan bisa jadi dalam jumlah tak terbatas. Term ini sebenarnya punya makna umum yaitu memiliki dua orang atau lebih suami atau isteri pada saat bersamaan. Tetapi pada perkembangannya istilah ini mengalami penyempitan makna menjadi suami yang memiliki isteri dua atau lebih pada waktu bersamaan. Sedangkan isteri yang memiliki dua suami atau lebih secara bersamaan biasa disebut dengan poliandri. 10 Dalam keterangan lain dijelaskan bahwa kata “poligami” terdiri dari kata “poli” dan “gami”. Secara etimologi, poli artinya “banyak”, dan gami artinya “isteri”. Jadi poligami itu artinya beristeri banyak. Secara terminologi, poligami yaitu “seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu isteri”. 11 Atau “seorang laki- laki beristeri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak empat orang.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. 12 10 Siti Anshariyah, Poligami Pergulatan Sisi Kemanusiaan, Jakarta: UIN press, ,h.81 11 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media, Juli 2003, h. 129 12 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998, h.885. Poligami merupakan budaya yang sudah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan manusia terutama di Arab yang lebih dikenal dengan istilah Ta’adudu Zaujah yang artinya berbilangnya isteri. 13 Setelah datangnya Islam ke negeri Arab, Islam tidak melarang poligami tetapi juga tidak membiarkannya bebas tanpa aturan, Islam mengatur poligami dengan syarat-syarat imaniyah yang jelas disebutkan dalam hukum-hukum al-Quran. Maka Islam membatasi poligami hanya sampai empat orang, di mana zaman Jahiliyah dulu tanpa batas. Ayat yang berkaitan dengan poligami adalah surat an-Nisa ayat 3. ☺ ءﺎ ا : 3 . Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. QS. An-Nisa:3 Di antara keagungan ayat ini tampak jelas bahwa bolehnya poligami dan pembatasannya dengan empat orang, datang dengan dibarengi kekhawatiran berlaku zhalim kepada perempuan yatim. Ibnu Arabi berpendapat “yang dimaksud `takut` pada ayat di atas adalah dugaan kuat semata yang tidak disebutkan dengan kalimat jelas akan tetapi 13 “Poligami” dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Voeve, 1997, vol.4, h. 107. maknanya ada didalamnya. Kalian boleh menikahi empat orang, tapi apabila kalian memiliki dugaan kuat bahwa kalian tidak akan mempu untuk berlaku adil di antara keempat orang tersebut, maka cukup tiga orang, jika di antara ketiga orang tersebut kalian juga memiliki dugaan kuat tidak akan bisa berlaku adil, maka cukup dua orang dan jika terhadap dua orang masih juga ada dugaan kuat tidak bisa berlaku adil, maka cukup satu orang saja.” 14 Menurut pendapat lain, maksud dari “Apabila kamu takut tidak akan dapat berlaku adil …” adalah jika ada perempuan yatim dalam perlindunganmu dan kamu khawatir tidak dapat memberinya mahar yang memadai maka beralihlah kepada wanita lainnya, sebab wanita lain juga masih banyak dan Allah tidak mempersulitnya. Sedangkan “dua, tiga atau empat” nikahilah wanita yang kamu kehendaki selain anak yatim. Jika kamu mau nikahilah dua, tiga atau empat. Sunnah Rasulullah SAW yang menerangkan informasi dari Allah SWT menunjukkan bahwa seorangpun tidak boleh selain Rasulullah SAW, menikahi lebih dari empat orang wanita, sebab yang demikian itu merupakan kekhususan untuk Rasulullah SAW. 15 Menurut Quraish Shihab, ayat yang menjelaskan tentang poligami ini tidak membuat peraturan baru tentang poligami karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut berbagai syari’at agama serta adat-istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini. Ayat ini tidak juga menganjurkan apalagi mewajibkan 14 Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Pandangan Islam, Nasrani Dan Yahudi. Jakarta: Darul Haq, Februari 2007, H.28 15 Muhammad Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasasan Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet-1, h. 649. poligami, tetapi ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan itupun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat amat membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan. 16

2. Hukum dan Syarat Poligami