Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
II.4.4. Panjang Baut Pada baut yang berkekuatan tinggi untuk harga perbandingan
d L
sampai kira-kira 9 tidak akan ada terjadi kehilangan efisiensi seperti pada paku keling
yang ternyata jika perbandingan panjang dan diameter
d L
lebih besar dari 5 maka akan mengalami hilangnya efisiensi.
L
d
Gambar 2.6. Ukuran efektif baut
BAB III MOMEN AKIBAT BAUT PADA SAMBUNGAN BAJA
III.1. Umum
Kekuatan maupun tegangan yang dapat dikerahkan oleh baja tergantung dari mutu baja. Besarnya tegangan normal yang diijinkan untuk pembebanan sama
dengan tegangan dasar. Besarnya tegangan geser yang diijinkan untuk pembebanan sama dengan 0,58 kali tegangan dasar.[Sunggono.1995]
τ = 0,58σ ……………………………………………..III.1
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
Untuk elemen baja yang mengalami kombinasi tegangan normal dan geser, maka tegangan ideal yang terjadi tidak bolehmelebihi tegangan dasar.
σ
i
= σ ………………………………………………. III.2
σ
i
=
2 2
3 τ
σ + ……………………………..…………....III.3
Untuk pembebanan sementara akibat berat sendiri, beban berguna, gaya gempa dan angin besarnya tegangan dasar baja dapat dinaikkan sebesar 30.
σ
sem
= 1,3 σ ……………………………………………………... III.4
dimana : σ
t
= Tegangan tarik ijin σ
d
= Tegangan tekan ijin σ
b
= Tegangan lenturijin τ = Tegangan geser ijin
Jika pada penampangprofil telah dipasang baut, maka perlu diperhatikan: a.
Tegangan rata-rata pada suatu penampang berlubang dari suatu batang yang bekerja gaya tarik, tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan
dasar b.
Tegangan rata-rata yang dimaksud dapat dihitung dengan persamaan : σ
r
=
n
F N
………………………………………III.5 dimana :
σ
r
= tegangan rata-rata N = gaya normal pada batang
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
Fn = luas penampang bersih terkecil Fn dapat dihitung dengan persamaan
Fn = F-nds + Σ µ
4
2
s t
potongan 1-2-3 ………………….III.6 Atau
Fn = F- nds potongan 1-3 …………………..III.7
N N
µ µ
3 2
1
Gambar 3.1. Penampang berlubang [Sunggono. 1995]
dimana: F = luas penampang utuh
s = tebal penampang d = diameter lubang
t = jarak lubang ke lubang pada arah sejajar sumbu batang µ = jarak lubang ke lubang pada arah tegaklurus sumbu batang
n = banyaknya lubang dalam garis potongan yang ditinjau Banyaknya baut yang dipasang pada 1 baris yang sejajar gaya tidak boleh
lebih dari 5 buah. Jika ternyata sambungan memerlukan baut lebih dari 5 buah, maka baut tersebut disusun dalam 2 baris atau lebih.[ PBBI’83 bab 8].
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
Pada prinsipnya, pemasangan baut lebih membutuhkan tempat berhubung dengan alat pemasangannya. Pemasangan baut dengan jarak yang lebih besar
dapat menyebabkan bagian yang dibaut menjadi cembung, sehingga sambungan jadi mudah berkarat.
Dengan mengacu pada PBBI 83, jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung tidak boleh kurang dari 1,2d dan tidak
boleh lebih besar dari dari 3 atau 6t dimana t adalah tebal terkecil bagian yang disambungkan:
2,5d ≤s ≤7d atau 14t
1,5d ≤s
1
≤3d atau 6t dimana : d = diameter baut
s = jarak antara baut t = tebal terkecil bagian yang disambungkan
S S1
h w
S2
Gambar 3.2. Penempatan baut [Sunggono. 1995]
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
Penentuan w : h dibulatkan ke angka puluhan terdekat yang lebih besar dan kemudian dibagi dua
h h ′
w =
2 h
′
maka w
h S
− −
=
2
jarak minimum : S
1
= 1,5d untuk σ
tp
= 1,6 σ
S
1
= 2d untuk σ
tp
= 2 σ
S
2
= 1,5d ; t = 3d
Jarak antara baut s juga tidak boleh terlalu jauh, sebab akan terjadi tertekuknya pelat, maka t
maks
≤ 7d atau14kali tebal terkecil pelat yang terletak paling luar atau tebal flens terkecil.
III.2. Momen sekunder akibat penempatanposisi baut
Suatu sistem batang dimana pada kedua ujungnya berupa perletakan sendi dikerjakan gaya P tekan karena pengerjaan yang tidak tidak mungkin
sempurna dimana garis sumbu atau garis berat dan garis kerja gaya P tidak berimpit, maka ada eksentrisitas yang akhirnya menimbulkan momen
M = P.e
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
δf2 δf1
garis kerja gaya
as batang
P
P
e
Gambar 3.3. Pengaruh eksentrisitas pada batang tekan [Sunggono. 1995]
Momen
∆
M
1
= P.e akan menimbulkan
∆
f
1
. Karena adanya
∆
f
1,
maka timbul
∆
M
2
. Dengan adanya
∆
M
2
, akan timbul
∆
f
2
∆
f
1
dan menimbulkan
∆
M
3
=P e +
∆
f
2
∆
M
2
, dst.
Selanjutnya ada 3 kemungkinan: 1.
Pada akhirnya tercapai keseimbangan M
d
= M
L
M
d
= Momen dalam ; M
L
=Momen luar 2.
Tidak tercapai keseimbangan, akhirnya batang patah oleh karena terjadi tekuk
3. Pada suatu batas, gaya yang dapat dipikul gaya batas disebut gaya kritis
atau gaya tekuk.
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009 k
= F
P
k
……………………………………………….. III..8
k
= Tegangan akibat gaya tekuk P
k
= P
kritis
= P
tekuk
= gayabeban tekuk Jika P P
k
→ tercapai keseimbangan P P
k
→ batang patah karena tekuk
Gayategangan tekuk ini tergantung dari: 1.
Sifat bahan yang bersangkutan 2.
Panjang tekuk l
k
3. Momen inersia terkecil I
x
atau I
y
yang terkecil 4.
Jari-jari kelembamaninersia minimum i
min
i
min
= F
I
min
F = luas penampang batang
III.2.1 Batang tekan majemuk Ada kalanya suatu bentuk profil tidak menguntungkan dipasang sebagai
profil tunggal dan sering kali karena bebangaya luar yang besar, maka satu profil tidak cukup kuat, sehingga kita harus memakai batang majemuk yang terdiri dari
dua buah batang atau lebih.
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
Iyo
e
ixo iyo
iyo
Gambar 3.4. Bentuk Penampang Profil [ Gunawan, Rudi.1987]
i xo , i yo
; momen inersia pada batang profil tunggal
I xo , I yo ;
momen inersia pada batang majemuk I
x
I
y
I
y
=I
min
I
y
I
x
I
x
=I
min
III.2.2 Penentuan dimensi 1.
Perhitungan pendekatan Taksir tegangan kritis F
cr
80 F
cr
= σ
. 75
P
= ⇔ Fcr
σ 6
, P
………III.9
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
Jika menggunakan kanal ganda, maka tegangan diatas dibagi dua untuk pendimensian pofil. Nilai Fcr ini dicoba dengan profil tertentu yang ada pada
tabel profil dengan ketentuan: I
min ada
≥ I
min perlu
→ F dan I
min
didapatkan diperoleh dari tabel profil baja.
2. Kemudian profil tersebut dikontrol dengan cara:
• Kontrol lenturan terhadap sumbu X
Kelangsingan pada arah tegak lurus sumbu x-x pada batang tunggal dihitung dengan persamaan:
x
λ =
x k
i l
…………………………………....III.10
Dimana Lk
x
adalah panjang tekuk batang tersusun pada arah tegak lurus sumbu x-x dengan memperhatikan penopang-penopang samping yang ada dan
ujung-ujung batang sedangkan i
x
adalah jari-jari kelembaman dari batang tersusun terhadap sumbu x-x dengan persamaan :
i x
=
tot xt
A I
cm ………………………………III.11
Inersia profil sumbu x I
xt
dan luas profil A
tot
: I
xt
= 2. I
xo
cm
4
2
2 Acm A
tot
=
Batang-batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin sstaabilitasnya tidak ada bahaya tekuk. Hal ini dapat ditentukan dengan
persamaan :
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
g
λ =
1
7 ,
σ π
E ………………………………………. III.12
s
λ =
g x
λ λ
………………………………………. III.13
Untuk 183
, ≤
s
λ , maka
x
w = 1 …………………... III.14a 1
183 ,
s
λ , maka
x
w =
s
λ
− 593
, 1
41 ,
1
…………... III.14b
1 ≥
s
λ , maka
x
w = 2,381.
2 S
λ ……….........…….……... III.14c
x tk
−
σ =
x
w
σ kgcm
2
…………………………….…….. III.15
Check gaya batang yang dapat dipikul:
x
P =
tot
A .
x tk
−
σ P kg…… ok ……..…………………... III.16
Jika P
x
P, maka profil harus diganti dengan profil yang lebih besar. •
Kontrol lenturan terhadap sumbu Y Pada arah tegak lurus sumbu bebas bahan y-y, harus dihitung kelangsingan
ideal
iy
λ dengan persamaan :
2 1
2
2 λ
λ λ
m
y yi
+ =
………………………………….. III.17
Sedangkan kelangsingan pada arah sumbu y-y dihitung dengan persamaan :
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009 x
λ =
x k
i l
……………………………..…….III.18
Check gaya batang yang dapat dipikul:
y
P
=
tot
A .
y tk
−
σ P kg…..ok …...………………..….III.19
Sama halnya saat check gaya batang yang dapat dipikul saat melentur terhadap sumbu x, jika Jika P
y
P, maka profil harus diganti dengan profil yang lebih besar.
Setelah dimensi profil diketahui, maka jumlah baut yang diperlukan harus dihitung terhadap desak maupun terhadap geser.
Jumlah baut yang diperlukan terhadap kekuatan desak:
σ δ
σ δ
5 ,
1 .
. .
. d
P d
P n
tp
= =
……………….. ...………………...III.20a
Jumlah baut yang diperlukan terhadap kekuatan geser:
σ π
σ π
. 58
, .
. .
4 1
. 2
. .
. 4
1 .
2
2 2
d P
d P
n
tp
= =
……… ...………….…..….III.20b
Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah sebagai berikut:
Tegangan geser yang diizinkan :
τ = 0,6σ ……………………...………………..….III.21a
Tegangan tarik yang diizinkan :
ta
σ = 0,7σ ……………………...………………..….III.21b
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
Kombinasi tegangan geser dan teganga tarik yang diizinkan :
1
σ =
2 2
56 ,
1
τ σ
+
≤ σ ……………………..….III.21c
Tegangan tumpu yang diizinkan
tu
σ = 1,5σ untuk S
1
≥2d ……………………..….III.21d
tu
σ = 1,2σ untuk 1,5d≤S
1
≤2d dimana :
S
1
= jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung
d = diameter baut σ = tegangan dasar
Penambahan baut harus diperhitungkan berdasarkan rumus :
n ≥
N N
+
p p
A A
A
…………………...........III.22
dimana : n = jumlah penambatan baut
N = gaya yang bekerja pada sambungan A
p
= luas penampang pelat pengisi Bila pelat pengisi ada pada kedua sisi pelat yang disambung maka
A
p
= luas pelat pengisi yang paling tebal A = luas pelat yang disambung
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
Adanya eksentrisitas akibat penempatan baut tidak pada garis kerja gaya
s
e1
1 2
P v
K
K
v
1 2
P
P
Gambar 3.5. Eksentrisitas akibat penempatan baut tidak pada garis kerja gaya [Oentoeng.2004]
Gaya P dipindahkan ke tempat baut dipasang, maka diperlukan momen sebesar M=P.e
1
……………………………………...….III.23 e
1
jarak antara garis kerja gaya dengan penempatan baut: a.
akibat gaya tarik geser P, pada masing-masing baut terjadi gaya reaksi sebesar
2 1
P
b. Akibat Momen=P.e
1
pada masing-masing baut terjadi gaya reaksi arah vertikal v, dimana M= P.e
1
=Vs s=jarak antara baut
P.e
1
= Vs →V =
s e
P
1
.
Maka masing-masing baut menerima gaya geser sebagai resultante dari
2 1
P dan V yaitu :
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
K =
2
2 1
V P
+
Besarnya gaya K ini
≈
20 lebih besar dari
2 1
P. Jadi dalam perhitungan banyaknya baut yang diperlukan dilakukan sebagai berikut :
1. Hitung dulu gaya geser P saja, diperlukan n baut
2. Kemudian dengan memperhitungkan pengaruh M = P.e
1
diperoleh banyaknya baut : n
′ = ϕ x n dimana ϕ adalah sama dengan K=1,20
Selanjutnya besarnya ϕ ini dapat dibaca pada tabel sebagai berikut:
Daftar I untuk satu deret baut: Jumlah baut
2 3
4 5
ϕ 1,2
1,11 1,07
1,05
Daftar II untuk dua deret baut: Jumlah baut
2+2 3+3
4+4 5+5
ϕ 1,6
1,4 1,25
1,20 Cat : a. Bila dipakai 2+3 maka
ϕ =1,6
b. Bila dipakai 3+4 maka ϕ =1,4
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
c. Bila dipakai 3+5 maka ϕ =1,25
Dalam tabel dapat dilihat bahwa makin banyak jumlah baut, makin kecil ϕ -nya. Hal ini disebabkan karena jika jarak a makin besar , besarnya makin kecil
sehingga harga ϕ makin kecil.
Memperbesar banyaknya baut dengan cara ini hanya berlaku bila beban yang dipikul merupakan beban berulang, misalnya beban gempa , mesin dan
sebagainya. Apabila beban yang dipikul adalah beban statis, pengaruh momen
sekunder M=P.e
1
dapat diabaikan PPBBI ’83 Bab 8.1 ayat 4. “Letak pusat titik berat pada sekelompok paku keling, baut, baut mutu tinggi atau
las yang memikul gaya axial harus diusahakan beerimpit dengan garis berat dari profil yang disambung. Apabila titik berat tersebut diatas tidak berimpit dengan
garis berat profil, maka perencanaan sambungan sebaiknya memperhitungkan juga adanya eksentrisitas. Ketentuan ini tidak berlaku untuk profil siku atau dobel
siku yang tidak menglami tegangan yang bolak-balikberubah arah” III.2.3 Penghitungan Momen Sekunder
Momen sekunder terjadi akibat garis netral masing-masing profil tidak berada pada satu garis lurus oleh karena sistem pemasangan dilapangan, dimana
pusat berat gaya tidak berada di pusat berat baut. Secara teoritis, garis sistem gaya harus segaris, akan tetapi terjadi penyimpangan oleh karena pertambahan pelat-
pelat perkuatan sehingga momen tersebut mempengaaruhi rencana jumlah baut.
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
K2y
K4y K4x
K4
K3 K3x
K2y K2
K2x K1
Kix
e
P
Kiy
M y
z
Gambar 3.6. Gaya yang tidak melalui pusat berat z eksentrisitas gaya terhadap pusat berat z
1.
Gaya P mempunyai eksentrisitas e terhadap pusat berat baut.
2.
Gaya P dipikul sama rata oleh masing-masing baut sebesar N
v
=
n P
n = banyaknya baut
3.
Makin jauh baut terhadap z, makin besar gaya reaksi baut karena dipakai baut yang ukurannya sama maka yang ditinjau cukup yang paling
berbahaya, yaitu baut yang terjauh dari z
4.
Akibat M = P.e maka dapat dicari besarnya K
x
dan K
y
sebagai berikut :
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
akibat M →
cm kg
r y
M K
u x
.
2
Σ =
….…….………..III.24a
dimana
2 2
2
y x
r Σ
+ Σ
= Σ
cm kg
r M
K
x u
y 2
.
Σ =
... ……………….……....III.24b
akibat lintang →
paku x
x
n D
K =
……………….….…...III.24c
dimana D
x
= P
web 2
2 1
y x
x baut
k k
k R
+ +
= …. ……………….….…...III.25
dengan ketentuan
ds gs
baut
P P
R ≤
Jika ukuran baut tidak mampu menahan pertambahan momen ini, maka diameter baut diperbesar atau jumlah baut ditambah.
Bila beban P diberikan pada suatu garis kerja yang tidak melalui pusat dari kelompok, maka kita akan dapatkan pengaruh beban eksentrisitas.
Gambar 3.7. Sambungan geser eksentris yang umum
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
[Bowles, Joseph. 1985] Beban P dengan eksentrisitas e, secara statis ekivalen dengan momen P.e
ditambah beban konsentris P yang keduanya bekerja pada sambungan karena baik momen maupun beban konsentris tersebut menimbulkan pengaruh geser pada
kelompok baut.
P M=P.e
e P
Gambar 3.8. Gabungan momen dan gaya geser langsung [Bowles, Joseph. 1985]
Muti D. Purba : Perancangan Profil Rangka Batang Jembatan Baja Dan Analisa Momen Sekunder Pada Sambungannya Alat Sambung Baut, 2009.
USU Repository © 2009
BAB IV APLIKASI