berpotongan akan menghasilkan sudut.
2,21
Besar sudut dipelajari untuk menentukan struktur anatomi tertentu dalam keadaan normal atau tidak normal contohnya gigi dan
rahang. Pengukuran dilakukan pada hasil penapakan tersebut, kemudian dilakukan analisis sehingga menghasilkan ukuran-ukuran kraniofasial berupa ukuran linear atau
angular.
7
2.1.4.1 Titik-Titik Sefalometri Pada Jaringan Lunak
Dari sefalogram lateral dapat dilakukan analisis jaringan keras dan lunak. Penggunaan titik-titik jaringan lunak pada sefalometri Gambar 3 sebagai
berikut:
4,20
a.
Nasion
kulit N : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung b.
Pronasale
P Pr : titik paling anterior dari hidung. c.
Subnasale
Sn : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas. d.
Labrale superior
Ls : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas. e.
Sulcus Labial Superior
Sls : titik tercekung di antara Sn dan Ls. f.
Stomion superior
Stm
s
: titik paling bawah dari vermillion bibir atas. g.
Stomion inferior
Stm
i
: titik paling atas dari vermillion bibir bawah. h.
Labrale Inferior
Li : titik perbatasan dari membran bibir bawah. i.
Inferior Labial Sulcus
Ils : titik paling cekung di antara Li dan
Pogonion
. j.
Pogonion kulit
Pog : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu. k.
Menton kulit
Me : titik paling inferior pada jaringan lunak dagu.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Gambaran Sefalometri Lateral.Titik-titik yang digunakan pada profil jaringan lunak.
20
2.1.4.2 Analisis Skeletal
Para antropologi
menggunakan garis
horizontal Frankfurt
untuk menghubungkan struktur kraniofasial ketika mempelajari skeletal wajah. Namun
pada sefalomteri lateral, titik porion dan orbital tidak mudah untuk diidentifikasi. Oleh karena itu Steiner menggunakan dasar tengkorak anterior Sella ke Nasion
sebagai garis referensi, dimana nantinya akan dikaitkan dengan titik A atau titik B. Keuntungan dengan menggunakan garis ini adalah garis ini hanya bergerak
dalam jumlah minimal setiap kali profil skeletal akan menyimpang dari posisi profil yang benar.
7,21
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Sudut SNA a Ideal b Protusif c Retrusif.
7
Gambar 5. Sudut SNB a Ideal b Protrusif c Retrusif.
7
Titik A dan titik B dianggap sebagai batas anterior dan basis apikal rahang atas dan rahang bawah. Besar konveksitas wajah diketahui dengan mengukur besar
Universitas Sumatera Utara
sudut SNA dan SNB Gambar 4 dan 5. Nilai rata-rata untuk SNA adalah 82
°
± 2
°
, apabila lebih besar dari 84
°
disebut profil wajah cembung protrusif dan bila nilai SNA lebih kecil dari 80
°
disebut profil wajah cekung retrusif. Begitu pula untuk penilaian SNB, Nilai rata-rata untuk penilaian SNB adalah 80
°
± 2
°
, apabila lebih besar daripada 82
°
disebut profil wajah cembung protrusif dan bila nilai SNA lebih kecil dari 78
°
disebut profil wajah cekung retrusif. Steiner tidak hanya memperhatikan nilai SNA dan SNB, karena nilai tersebut hanya menunjukkan apakah
wajah mengalami protrusif dan retrusif, tetapi Steiner juga memperhatikan perbedaan sudut antara SNA dan SNB atau sudut ANB Gambar 6. Sudut ANB memberikan
gambaran umum tentang perbedaan anteroposterior dari rahang ke apikal basis mandibula. Rata-rata sudut ANB ini adalah 2
°
, apabila nilai ANB lebih besar dari 2
°
maka disebut skeletal Klas II dan apabila lebih kecil dari 2
°
disebut skeletal Klas III.
7,8
Gambar 6. Pengukuran Sudut ANB a SNA b SNB c ANB.
7
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3 Analisis Gigi