Tujuan Manfaat Kesimpulan Asuhan Keperawatan pada Tn.AH dengan Prioritas Masalah Gangguan Mobilitas di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas

B. Tujuan

Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk mangetahui pemenuhan kebutuhan dasar mobiitas fisik pada Ny.M dengan diagnosis medis stroke hemoragik di lingkungan VII Harjosari 2 dengan menggunakan asuhan keperawatan. Agar mampu memberikan asuhan keperawatan komprehensif pada klien dengan masalah gangguan mobilisasi yang dimulai dari pengkajian, merumuskan diagnosa , merencanakan intervensi keperawatan, melakukan implementasi , hingga melakukan evaluasi sebagai proses penilaian keberhasilan perawatan. Serta mampu mendokumentasikan setiap asuhan yang telah diberikan.

C. Manfaat

1. Institusi Sebagai bahan bacaan ilmiah , kerangka perbandingan untuk mengembangkan ilmu keperawatan , serta menjadi sumber informasi bagi mereka yang ingin mengadakan penilitian lebih lanjut. 2.Pasien dan keluarga Memperoleh pengetahuan tentang stroke hemoragik serta meningkatkan kemandirian dan pengalaman dalam menolong diri sendiri serta sebagai acuan bagi keluarga untuk melakukan perawatan kepada keluarga yang menagalami stroke hemoragik . 3.Peneliti Dapat menambah pengetahuan tentang intervensi terhadap gangguan mobilisasi serta meningkatkan keterampilan dan wawasan bagi penulis . 4.Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidiksn.A BAB II PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar

Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapt mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama pengguanaan alat bantu eksternal mis: Gips atau trkasi rangka, pembtasan gerakan volunteer atau kehilangan fungsi motorik apabila ada perubahan Mobilisasi, maka setiap sistem tubuh berisiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imbolisasi yang dialami. Misalnya, perekmbangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda perrypotter, 2005. Selain itu Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak dan juga di defenisikan oleh North American NursingDiagnosis Assocation NANDA Ssebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik baik aktif dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh kim et al, 1995 selain itu Imobilitas dapat mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang abnormal dan patologis seperti perubahan sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem respirasi , sistem urinari dan endokrin , sistem integumen, sistem neurosensori, perubahan metabilisme dan nutrisi , perubahan eliminasi bowel, perubaha sosial, emosi dan intelektual koziererb, 1987 Imobilisasi merupakan suatu kondisi yang relatif yang dapat dialami setiap individu dengan tidak saja kehilangan kemampuan gerak nya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya . Masalah imobilisasi dapat menimbulkan berabgai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis. Immobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan aktivitas, misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekdtremitas dan sebagainya Azis, 2009 Berdasarkan jenisnya, menurut Azis,2009 mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu: 1. Mobilisasi Penuh Mobilisasi penuh adalah merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan tidak jelas dan mampu bergerak secara bebas tanpa ada gangguannya pada tubuh. 2. Mobilisasi sebahagian Mobilisasi sebagian adalah ketidakmamuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan aktif karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Moblisasi sebagian terbagi atas dua jenis, yaitu: a. Mobilisasi sebahagian temporer, merupakan kjemamppuan individu untuk bergerak dengan batasan yang tidak menetap. Hal tersebut dinamakan sebagai batasan yang bersifat reversibel pada sistem musculuskelectal, contohnya: adanya dislokasi pada sendi dan tulang. b. Mobilisasi sebahagian permanen, Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap, contohnya: terjadinay kelumpuhan karena stroke, lumpuh karena cedera tulang belakang, serpoliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik. B. STROKE WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Di Amerika Serikat setiap tahunnya 15.000-an orang berusia antara 30-44 tahun terserang stroke. Di Indonesia angkanya tidak pernah jelas. Harap maklum, karena data belum dianggap penting. Tapi para pakar sependapat bahwa usia penderita stroke di sini semakin muda. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Stroke karena pendarahan Haemorragic Pada Stroke Iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena atheroklerosis penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83 mengalami stroke jenis ini. Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid. 2. Stroke bukan karena pendarahan Non Haemorragic Iskemik Pada stroke haemorragic pembulih darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes kedalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Hampir 70 kasus stroke ini terjadi pada penderita hipertensi. C. Patofisiologi Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang- cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus talamo perforate arteries dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Berikut ini Asuhan keperawatan pada masalah gangguan mobilitas yaitu:

1. Pengkajian

Pengakajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilisasi adalah sebagai berikut Aziz Alimul, 2009 1. Keperawatan Sekerang Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasasn klien yang menyebabkan terjadigangguan dalam mobilisasi, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan , tingkat mobilisasi dan gangguan mobilisasi, daerah terganggunya mobilisasi dan lama terjadinya gangguan mobilisasi. 2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis kecelakaan cerebrovaskular, trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis, guilain barre, cedera medula spinalis, dan lai-lain, riwayat penyakit sistem kardiovaskular infark miokard, gagal jantung kognestif, riwayat penyakit sistem muskuloskeletal osteoporosis, fraktur, arthritis, riwayat penyakit sistem pernafasan penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia dan lain-lain. 3. Kemampuan Fungsi Motorik Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spatis. 4. Kemampuan Mobilisasi Pengkajian mobilisasi dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemapuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Tingkat AktivitasMobilisasi Tingkat AktivitasMobilisasi Kategori Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh. Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat. Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain. Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan peralatan. Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan. 5. Kemampuan Rentang Gerak Pengkajian rentang gerak range of motion-ROM dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan pnggul dan kaki. 6. Perubahan Intoleransi Aktivitas Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada sistem pernafasan, antara lain : suara nafas, analisa gas darah, gerakan dindiing thorak, adanya mukus, batuk yang produktif di ikuti panas, nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi. 7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi Dalam menguji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan : Tabel 2.2 Derajat Kekuatan Otot Skala Persentase Kekuatan Normal Karakteristik Paralisis Sempurna 1 10 Tidak ada gerakan , kotraksi otot dapat di palpasi atau dilihat 2 25 Gerakan yang normal melawan gravitasi dengan topangan 3 50 Gerakan yang normal melawan gerakan gravitasi 4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal 5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh. 8. Perubahan psikologis Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilisasi antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme koping dan lain-lain. Selain itu pengkajian keperawatan harus berfokus pada area fisiologis. Berikut sistem yang harus dikaji pada gangguan mobilisasi yaitu : 1. Sistem Metabolik Ketika mengkaji sistem metabolik, perawat menggunakan pengukuran antropometrik untuk mengevaluasi atrifi otot, menggunakan pencatatan asupan dan haluaran serta laboraturium untuk mengevaluasi status cairan, elektrolit, maupun kadar serum protein, mengkaji penyembuhan luka dan mengevaluasi perubahan transport nutrien, mengkaji asupan makanan dan pola eliminasi untuk menentukan fungsi gastrointestinal. Pengukuran asupan dan haluaran membantu perawat untuk menentukan apakah terjadi ketidakseimbangan cairan. Dehidrasi dan edema dapat meningkatkan laju kerusakan pada klien gangguan mobilisasi. Apabila klien gangguan mobilisasi mempunyai luka, maka kecepatan penyembugan menunjukkan indikasi nutrient yang di bawa kejaringan. Kemajuan penyembuhan yang normal mengindikasikan kebutuhan metabolik jaringan luka terpenuhi Potter Perry, 2006. 2. Sistem Respiratori Pengkajian sistem respiratori harus dilakukan minimal setiap 2 jam pada klien yang mengalami keterbatasan aktivitas. Perawat meninspeksi pergerakkan dinding dada selam siklus inspirasi-ekspirasi penuh. Jika klien mempunyai area aletektasis, gerakan dadanya menjadi asimetris. Selain itu perawat mengauskultasi seluruh area paru-paru untuk mengidentifikasi ganguan suara nafas, crackles, atau mengi. Pengkajian sistem respiratori lengkap mengidentifikasi adanya sekresi dan menentukan tindakan keperawatan yang di butuhkan untuk mengoptimalkan fungsi respiratori Potter Perry, 2006. 3. Sistem Kardiovaskuler Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien gangguan mobilisasi termasuk memantau tekanan darah. Tekanan darah harus diukur terutama jika berubah dari berbaring ke duduk atau berdiri akibat resiko terjadi hipotensi ortostatik. Dengan cara ini, kemampuan mentoleransi perubahan posisi dapat dikaji Potter Perry, 2006. 4. Sistem Muskuloskeletal Kelainan muskuloskeletal utama dapat diidentifikasi selama pengkajian keperawatan meliputi penurunan tonus otot , kehilangan masa otot dan kontraktur Potter Perry, 2006. 5. Sistem Integumen Perawat harus terus menguji kulit klien terhadap tanda-tanda kerusakan. Kulit harus di observasi ketika klien bergerak dan di perhatikan higenisnya Potter Perry,2006. 6. Sistem Eliminasi Status eliminasi klien harus dievaluasi. Total asupan dan haluaran dievaluasi setiap 24 jam. Tidak kuat asupan, haluaran cairan dan elektrolit meningkatkan risiko gangguan sistem ginjal, bergeser dari infeksi berulang menjadi gagal ginjal. Dehidrasi juga meningkatkan resiko kerusakan kulit, pembentukan trombus, infeksi pernafasan, dan konstipasi. Komplikasi fisik dapat menurunkan keseluruhan tingkat mobilisasi Potter Perry, 2006.

2. Analisa data

Data subjektif : Data subjektif yang sering dijumpai pada psien stroke adalah pada pasien stroke yang masih memiliki kemampuan komunikasi biasanya mengeluh nyeri di bagian kepala, didaerah tubuh yang menonjol akibat decubitus serta dibagian tertentu lainnya, pasien juga sering mengeluh sulit pada saat mengunyah dan menelan nafsu makan pasien jadi berkurang. Pada pasien yang kehilangan kemampuan berkomunikasi, keluarga pasien sering mengeluh tentang kebrsihan pasien wahid,2005. Data Objektif : Data objektif yang sering dijumpai pad apasien stroke adalah peningkatan tekanan intracarnial, gangguan perfusi jarinhan otak, gangguan psikologis, gangguan penglihatan, peningkatan tekanan darah dan tanda vital lainnya, mengalami kerusakan neuromuscular, keadaan umum pasien sering terlihat kotor, tidak terawat dan lemah, akibat tirah baring yang lama pada pasien stroke sering dijumpai decubitus atau peradangan pada tubuh yang menonjol, penurunan kesadaran, penurunan kemampuan komunikasi, serta penurunan kemampuan mobilisasi. Kelemahan neuromuscular dpat menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan nutrisi dan elektrolit Wahid,2005.

3. Rumusan masalah

Diagnosa keperawatan mengidentifikasi perubahan kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selam pengkajian. Analisa menampilkan kelompok data yang mengidentifikasi ada tau resiko terjadi masalah. Saat mengidentifikasi diagnosa keperawatan, peraat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan mobilisasi potterperry,2006 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi dan ketidakmampuan mekanika tubuh NANDA dalam potter perry yaitu: 1. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. 3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan frakturtrauma. 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparasehemiplagia, kerusakan neuromuscular pada ekstermitas yang ditandai dengan ketidakmampuan bergerak, keteratasan renatang gerak, penurunan kekuatankontrol otot. 5. Gangguan eliminasi bowel konstipasi berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder. 6. Resiko gangguan intgritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat stroke. 7. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu tempat orang, perubahan dalam respon terhadap rangsangan. 8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara hemisfer otak yang ditandai dengan kerusakan artikulasi, tidak dapat bicara, mampu memahami bahasa tertulisucapan. 9. Nyeri kepala berhbungan dengan penurunan darah ke jaring otak dan peningkatan tekanan intrakranial. 4. Perencanaan Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap pasien yang bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual maupun beresiko. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko pasien , dan perencannan bersifta individu disesuaikan perkembangannya pasien, tingkat ksehatan, dan gaya hidup. Perencanaan perawatan juga termasuk pemahaman kebutuhan pasien untuk mempertahankan keterlibatan pasien dalam asuhan keperawatan dan mencapai kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang optimal dimana pasien berada dirumah sakit ataupun di rumah potterperry,2006. Pasien berisiko bahaya dikaitkan ketidaktepatan kesejajaran tubuh dan gangguan mobilisasi, membtuhkan cara keperawatan langsung melalui pemberian posisi secara actual atau potensial serta kebutuhan mobilisasi. Potter perry 2006 rencana asuhan keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan berikut ini: 1. Menunjukkan tingkat mobilisasi ditandai dengan indikator tingkat ketergantungan fisik individu 0-4 yaitu: mampu merawat diri sendiri secara penuh, memerlukan penggunaan alat, memerlukan bantua atau pengawas orang lain, memerluakn bantuan, pengawas orang lain, dan peralatan tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan 2. Meningktakan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibiltas sendi 3. Mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat ataupun pada tingkat optimal 4. Mencapai kembali kesejajaran tubuh yang tepat ataupun pada tingkat optimal 5. Mengurangi cedera pada sistem kulit dan musculuskelektal dan ketidaktepatan mekanika dan keejajaran 6. Mencapai ROM penuh dan optimal 7. Mencegah kotraktur 8. Mempertahankan kepatenan jalan nafas 9. Meningkatkan toleransi aktivitas 10. Mencapai pola eliminasi normal 11. Menncapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri 12. Mencapai stimulasi fisik dan mental 13. Memperbaiki gangguan psikologi dan koping indivdu yang efektif

C. Asuhan keperawatan kasus

Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal praktek mahasiswa di Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas, pada tanggal 18 mei 2015, mahasiswa mulai melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Ny.S Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan dan secara lengkap terdapat dilampiran 1. Tn.S berusia 67 tahun berjenis kelamin laki-laki, agama islam bersuku jawa. Tn.S berpendidikan SD dan Tn. S bekerja sebagai wiraswasta , tinggal di Jl.Bajak IV Barat No. 17A. Saat dilakukan pengkajian Tn.S mengatakan tidak dapat menggerakkan ekstermitas dextra inferior dan superior. Tn.S menderita stroke kurang lebih selama 1 tahun. Pada saat pertama kali terkena stroke Tn.S tidak langsung di rawat kerumah sakit, Tn.S hanya berobat jalan dan pergi ke tukang pijat. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, secara umum kondisi Tn.S sadar, Tekanan darah 16090 mmHg, pernafasan 20xi, nadi 86xi , tinggi badan 165 cm. Dan berat badan 67 kg. Tn.S tampak sulit dalam melakukan aktivitas. Terdapat luka kerusakan kulit pada paha bagian bawah dan memerah pada sekeliling peradangan dan pada saat dilakukan pengkajian rambut pasien berbau karena jarang dibersihkan, gigi terlihat kuning dan bebrapa gigi sudah tanggal karena faktor usia, keadaan lidah pasien tampak kotor dan untuk melakukan toiletting dibantu oleh istri pasien. Untuk melakukan aktivitas Tn.S dibantu oleh istrinya. tn.S merasa sedih dengan keadaannya sekarang karena tidak dapat bekerja dan menafkahi anak dan istrinya. Tn.S yakin bahwa dia akan sembuh. ANALISA DATA Data Etilologi Masalah DS: Pasien mengatakan tidak dapat beregerak jika tidak dibantu oleh anak dan istrinya Do: Pasien mengalami gangguan mobilitas, pasien mengalami kerusakan neuromuskular , pasien tidak mampu menggerakkan ekstermitas dextra superior dan inferior. DS: Pasien mengatakan tidak dapat melakukan kegiatan toiletting dan kebersihan diri dengan sendiri. DO: Pasien tampak tidak rapi, lesu, kuku pasien kotor, mukosa bibir kering, keadaan lidah dan gusi juga kotor Riwayat stroke hemoragik Kerusakan neuromuskular Kelemahan otot Gangguan mobilitas fisik Gangguan mobilitas fisik Penurunan dan kelemahan otot Penurunan kemampuan perawatan diri Kurang perawatan diri Gangguan Mobilitas fisik Defisit perawatan diri DS : Pasien mengatakan adanya rasa gatal dan panas pada daerah paha bagian bawah. DO : pasien bedrest di tempat tidur , segala aktifitas di bantu oleh istri pasien yang menyebabkan terdapat peradangan pada paha sebelah kanan , warna kulit sedikit memerah karena jarang dilakukan nya mobilisasi Gangguan mobilitas fisik dan penurunan kekuatan otot Penurunan kemampuan merawat diri Resiko rusaknya integritas kulit Resiko rusaknya integritas kulit 3.Rumusan Masalah 1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai dengan peningkatan hemiparase pada ekstermitas kanan, dengan skala kekuatan otot dextra 1. 2.Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, gangguan neuromuscular, kekuatan otot depresi ditandai dengan keadaan umum pasien yang kotor dan tidak rapi, mukosa mulut kering, keadaan gigi dan lidah tidak terawat dan kuku pasien yang terlihat kotor. 3. Gangguan integritas kulit, berhubungan dengan ketidakmampuan mobilisasi ditandai dengan terdapat peradangan pada paha sebelah kanan, warna kulit sedikit kulit agak kemerahan. Diagnosa keperawatan Prioritas Gangguan mobilita fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai dengan peningkatan hemiparase pada ekstermitas kanan, dengan skala kekuatan otot dextra 1.

3. Perencanaan

HariTanggal No Dx Perencanaan Rencana Rasioanl Rabu 20 mei 2015 1 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari gangguan mobilitas fisik dapat mengalami perubahan yang baik. Kriteria Hasil : 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3Memverbalisasik an perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi walker 1. Monitoring vital sign sebelumsesudah latihan dan lihat respon pasien 2. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap 3. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 4. Latih pasien dalam pemenu- han kebutuhan ADL secara mandiri 5 Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADL pasien 1.Mengidentifika si kekuatan otot. 2.Untuk membantu pasien dalam melakukan mobilisasi 3.Untuk mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan mobilisasi 4. Mengajarkan pasien memenuhi ADL secara mandiri 5. Mencegah terjadinya cedera fisik dan memberi kenyamanan pada pasien pada saat melakukan mobilisasi Kamis 21 Mei 2015 2 Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari Defisit perawatan diri teratas kriteria hasil: 1.klien terbebas dari bau badan 2.Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs 3.Dapat melakukan ADLS dengan 6.Memberikan alat bantu jika klien memerlukan. 7. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan 8.Melakukan ROM aktif pada pasien 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toiletting dan makan. 3. sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh 6. Mencegah terjadinya cedera 7.mencegah terjadi nya luka pada ekstermitas yag tidak dapat diferakkan. 8. Agar sendi- sendi ekstermitas pasien tidak kaku. 1.untuk mengeta- hui klien dalam melakukan perawatan mandiri dan pemenuhan ADL 2. membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari 3. Membantu pasien dalam pemenuhan ADL dan merawat diri bantuan melakukan self- care 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari- hari yang normal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pasien 5. Dorong pasien untuk melakukan aktifitas secara mandiri, tapi beri klien bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 6.Ajarkan klienkeluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya 7. Berikan aktivitas rutin sehhari-hari sesuai 4. Melatih pasien melakukan ADL secara mandiri dan membantu melatih sendi sendi ekstermitas pada saat melakukan mobilisasi. 5. Mengidentifi- kasi kemampuan pasien saat melakukan perawatan mandiri. 6. Membantu klien dalam dalam pemunuhan perawatan diri yang tidak bisa dilakukan dan di bantu oleh keluarga, 7. Melatih pasien memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri Jumat 22 Mei 2015 III Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari Gangguan integritas kulit tidak terjad lagi. Kriteria hasil: 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan 2. Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami Ggangguan 3. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang kemampuan 8. Pertimbang- kan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari- hari 1. Hindari kerutan pada tempat tidur 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 3. mobilisasi pasien ubah posisi pasien setiap dua jam sekali 4. Oleskan lotion atau minyakbaby oil pada daerah yang tertekan 5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien dengan sabun 8.Menghindari cedera fisik pada saat melakukan perawatan diri. 1.Mengurangi resiko bertambah meradangnya luka. 2.Mengurangi resiko peradangan semakin lebar dan turgor kulit dalam keadaan normal 3.Mengurangi resiko luka decubitus dan melatih sendi - sendi ekstermitas 4.Mencegah semakin parahnya kerusakan integritas kulit 5.untuk menjaga kelembaban kulit agar tidak terlalu kering. 3. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami 4. Status nutrisi adekuat 5. Sensasi dan warna kulit norma ‘’ dan air hangat 6. Monitor status nutrisi pasien 7. Memandikan pasien dengan sabun dan air 8. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang meninjol dan titik-titit tekanan ketika meerubah posisi pasien 9. Jaga kebersihan alat tenun 6.agar peradangan yang ada pada bagian paha tidak semakin bertambah merah, sehingga perlu dilakukan 7.monitoring pada saat pasien melakukan mobilisasi 8.Membantu proses penyumbuhan luka 9.Menjaga kebersihan kulit Mengurangi resiko semkain rusaknya integritas pada kulit klien pada saat melakukan mobilisasi -Mencegah adanya bakteri yang mempercepat atau memperburuk keadaan luka. Implementasi dan Evaluasi HariTanggal No DX Implementasi Evaluasi Selasa 19 Mei 2015 Rabu 20 Mei 2015 1 II. . 1. Memonitoring vital sign sebelumsesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan 2. Membantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera 3 Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi -4. Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri 5.Mendampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penhi kebutuhan ADLs ps. 6. Memberikan alat Bantu jika klien memerlukan 7. Mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. 8.Melakukan ROM aktif pada pasien k1. Memonitoring kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. S: Pasien mengatakan belum bisa melakukan mobilisasi secara mandiri dan masih harus dibantu oleh anak dan istrinya. Pasien mengatakan harus menggunakan kursi roda jika ingin erpindah tempat. O: Pasien tampak masih menggunakan kursi roda Skala kekuatan otot 1 Tingkta aktivitas 2 TD : 16090 mmHg HR: 80xi RR : 20xi A: Masalah teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan -Latih pasien dengan melakukan ROM aktif Kamis 21 Mei 2015 III ฀ 2. Memonitoring kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. 3. Menyediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. 4. Mendorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. 5. Mendorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. -6. Mengajarkan klien keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. 7. Memberikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. jj 1. Menghindari kerutan padaa tempat tidur 2. Menjaga kebersihan kulit S: Pasien mengatakan sudah bisa melakukan pemenuhan makan dan minum. Tapi untuk pemenuhan toileting pasien masih di bantu oleh istrinya karena keterbatasan dalam bergerak. O: Pasien tampak dibantu istrinya pada saat mandi, dan dibantu anaknya pada saat makan dan minum dan lainnya. A: Masalah teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan -Latih pasien dalam pemenuhan toiletting secara mandiri S: agar tetap bersih dan kering 3. Memmobilisasikan pasien ubah posisi pasien setiap dua jam sekali 3. Memonitoring kulit akan adanya kemerahan 4. Mengoleskan lotion atau minyakbaby oil pada daerah yang tertekan 5. Memonitoring aktivitas dan mobilisasi pasien 6. Memonitoring status nutrisi pasien 7. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat 8. Menginspeksi kulit terutama pada tulang- tulang yang menonjol dan titik-titik tekanan ketika merubah posisi pasien. 9.Menjaga kebersihan alat tenun Pasien mengatakan luka merah pada paha bagian bawah sudah mulai membaik, tetapi masih ada rasa gatal yang mengganggu kenyamanan pasien O: Luka merah paha bagian paha sudah mulai kering Luka radang sudah tidak terlalu lebar dan merah A: Masalah teratasi sebahagian. P: Intervensi dilanjutkan -terus lakukan mengubah posisi 2 jam sekali untuk mengurangi resiko decubitus. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penulisan karya ilmiah tentang asuhan keperawatan pada Tn.S dengan prioritas masalah kebutuhan dasar mobilitas fisik, penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn.S pada tanggal 18 mei 2015 di Kelurahan Harjosari 2 Medan amplas. Keluhan utama yang diderita Tn.S adalah Tn.S tidak dapat mengerakkan ekstermitas dextra dan superior. Setelah pergi kerumah sakit dan dilakukan pemeriksaan Tn.S di diagnosa terkena stroke hemoragik, yaitu kondisi medis yang ditandai dengan pecahnya satu atau lebih pembuluh darah di otak. Setelah dilakukan observasi selama lima hari, penulis mendapat tiga prioritas masalah diagnosa keperawatan yang dialami oleh Tn.S. Masalah keperawatan yang pertama adalah gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular yang masih belum teratasi ditandai dengan kekuatan otot ekstermitas dextra 1. Disini penulis mengajarkan keluarga pasien untuk membantu pasien dalam memenuhi aktivitas sehari-harinya, dengan mengajarkan latihan ROM pasif dan ROM aktif pada keluarga pasien untuk dilakukan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan mobilisasi. Pada masalah Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan gangguan neuromuscular setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari masalah defisit perawatan diri belum teratasi dengan baik. Ditandai dengan keadaan umum pasien yang kotor sudah tampak bersih, pakaian pasien sudah bersih dan rapi kuku pasien sudah bersih dari sebelumnya. Tetapi dalam pemenuha kebutuhan toiletting dan lainnya pasien belum dapat melakukannya secra mandiri. Dalam hal ini keluarga diajak berkolaborasi dalam merawat dan memenuhi ADL pasien. Pada masalah gangguan integritas kulit, decubitus berhubungan dengan ketidakmampuan mobilisasi, setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari Masalah teratasi sebagian ditandai dengan kerusakan kulit dan adanya peradangan pada paha sebelah kanan, warna kulit sedikit memerah karena jarang dilakukannya mobilisasi. Dalam hal ini keluarga diajak untuk berkolaborasi dalam melakukan mengurangi resiko luka decubitus dengan cara mengubah posisi pasien setiap dua jam sekali dan menghindari kerutan pada tempat tidur dan kursi roda pasien.

B. Saran