Deposito Valas Tinjauan Literatur

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Deposito Valas

Simpanan deposito merupakan salah satu simpanan dana pihak ketiga yang dikeluarkan oleh bank. Bentuk lain simpanan pihak ketiga adalah tabungan dan rekening koran giro. Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Artinya kontrak simpanan deposito untuk jangka waktu 3 bulan antara nasabah dan bank baru dapat dicairkan setelah berakhirnya masa kontrak biasanya disebut tanggal jatuh tempo UU no 10 tahun 1998, pasal 1 ayat 7 Kasmir, 2001 dalam Imbang J. Mangkuto, 2004:80. Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu tertentu jatuh tempo. Penarikannya pun dilakukan sesuai jangka waktu tersebut. Sama halnya dengan deposito, deposito valas merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu tertentu, hanya jenis mata uang yang disimpan saja yang berbeda. Pada deposito valas menggunakan valuta asing atau menggunakan mata uang selain rupiah. Saat ini sudah ada bank yang memberikan fasilitas deposito yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. Jenis deposito pun beragam sesuai dengan keinginan 11 nasabah. Dalam praktiknya jenis deposito terdiri dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call. Deposito berjangka adalah deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito berjangka yang umum adalah 1, 3, 6, 12, 18 dan 24 bulan. Atas simpanan deposito berjangka tersebut, nasabah akan menerima pendapatan bunga yang telah disepakati bersama dengan pihak bank. Pendapatan bunga tersebut merupakan persentase atas jumlah pokok simpanan deposito berjangka dan dapat diambil setiap bulannya atau pada saat jatuh tempo. Pendapatan bunga tersebut dikarenakan pajak yang besarnya ditentukan oleh pemerintah Kasmir, 2001 dalam Imbang J. Mangkuto, 2004:81. Suku bunga deposito yang ditetapkan oleh sebuah bank berlaku untuk setiap periode tertentu yang disesuaikan dengan perkembangan pasar dan kebutuhan dana bank yang bersangkutan. Suku bunga deposito terdiri dari suku bunga counter yaitu suku bunga yang tercantum pada papan bank bersangkutan atau media cetak dan suku bunga negosiasi. Suku bunga negosiasi biasanya diberikan kepada nasabah besar dengan tujuan agar dengan kelebihan suku bunga tersebut, deposan mau menyimpan di bank yang bersangkutan Johar Arifin, 2006:81. Ada saat suku bunga harus dinaikkan, ada pula saat suku bunga harus diturunkan. Jika nasabah dapat menebak dengan akurat, kapan suku bunga naik atau kapan suku bunga turun, maka nasabah dapat menikmati keuntungan dari penempatan dana. Sebab fluktuasi suku bunga memiliki 12 korelasi erat dengan naik-turunnya indeks pasar saham serta kurs mata uang. Suku bunga tidak akan selamanya dipatok dititik yang tinggi, juga pada titik yang rendah. Justru ini merupakan peluang bagi investor untuk mendapatkan keuntungan optimal dari suku bunga bank. Naik turunnya suku bunga bank merupakan sesuatu yang sangat biasa. Otoritas moneter biasanya menggunakan instrumen suku bunga untuk melakukan intervensi terhadap perekonomian. Suku bunga tinggi ditujukan untuk mengurangi JUB Jumlah Uang Beredar yang ada di masyarakat, sehingga otoritas moneter dapat lebih mudah dalam menjalankan tugasnya mengendalikan inflasi. Kebijakan suku bunga tinggi atau TMP Tight Money Policy biasa disebut dengan istilah “uang ketat”. Dengan berkembangnya internasionalisasi ekonomi diseluruh dunia dan didukung fleksibilitas pertukaran mata uang, lebih banyak perhatian diberikan kepada transmisi kebijakan moneter yang bekerja melalui kanal pertukaran net export. Kanal ini juga melibatkan efek tingkat suku bunga karena penurunan tingkat suku bunga riil dalam negeri, deposito dalam negeri menjadi kurang menarik dibandingkan dengan deposito dalam mata uang asing, sehingga mengakibatkan kejatuhan pada nilai deposito relatif terhadap deposito dalam mata uang laindepresiasi. Nilai mata uang dalam negeri yang lebih rendah membuat barang-barang dalam negeri lebih murah daripada barang-barang asing yang kemudian menyebabkan 13 kenaikan pada eksper netto dalam menaikkan aggregat output Amin Budi Pramuraharjo, 2005:19. Menurut Pindyck, 2001 dalam Imbang J. Mangkuto 2004:157- 158, preferensi nasabah terhadap risiko dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: kelompok risiko tolak, kelompok risiko netral dan kelompok risiko lebih. Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Kelompok risiko tolak Kelompok nasabah yang tidak menyukai risiko atau selalu berusaha menghindari risiko risk averse dalam menentukan penempatan investasi dananya. Risiko yang utama bagi kelompok ini adalah berbentuk pendapatan tidak pasti return dan yang berbentuk gagal bayar kredit. Kelompok ini umumnya menyukai investasi yang memberikan pendapatan pasti fixed income seperti deposito, obligasi atau commercial paper. Untuk risiko kredit yang kecil, nasabah menyukai Sertifikat Bank Indonesia atau Treasury Bills di Amerika serikat atau deposito berjangka yang dijamin oleh pemerintah. b. Kelompok risiko netral Kelompok ini bersikap lebih moderat atas faktor risiko dalam investasi risk neutral, namun demikian tidak mempunyai kecendrungan untuk memilih investasi yang risikonya tinggi. Diasumsikan bahwa kelompok ini mempunyai informasi dan pemahaman yang lebih baik tentang instrumen investasi keuangan berikut risiko-risikonya sehingga secara selektif kelompok ini akan mempertimbangkan untuk memilih 14 instrumen investasi yang lebih mempunyai risiko. Sesuai dengan meningkatnya risiko yang diambil maka nasabah kelompok ini menginginkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pendapatan yang diperoleh dari instrumen bebas risiko. c. Kelompok risiko lebih Kelompok ini menyukai instrumen investasi dengan risiko tinggi risk taker dengan harapan tingkat pendapatan yang sangat tinggi pula. Seiring dengan meningkatnya preferensi terhadap risiko, tentunya perlu diasumsikan bahwa kelompok ini mempunyai pengetahuan atau akses kepada informasi yang cukup mengenai jenis-jenis risiko instrumen yang ada. Risiko yang diambil oleh para investor kelompok ini adalah risiko yang dapat diperhitungkan calculated risk. Kelompok risiko lebih harus dibedakan dengan kelompok yang melakukan investasi tanpa memperhatikan risiko sama sekali. Karena risiko selalu melekat ke dalam kegiatan investasi, dapat dikatakan bahwa preferensi buta risiko dalam keputusan investasi adalah suatu tindakan yang tidak sesuai dengan akal sehat. Maka kelompok buta risiko ini tidak dipandang sebagai kelompok investasi yang layak karena bersifat spekulatif semata.

2. Letter of Credit