ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PEMBIAYAAN MOTOR SYARIAH

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PEMBIAYAAN MOTOR SYARIAH

DAN KONVENSIONAL A. Perbedaan Lembaga Pembiayaan Motor syariah dan Lembaga Pembiayaan Motor Konvensional Perkembangan mengenai lembaga pembiayaan motor di Indonesia berkembang dengan sangat baik, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya lembaga pembiayaan motor yang bermunculan dan mampu mengembangkan berbagai cabang di seluruh wilayah Indonesia. Dan juga munculnya berbagai lembaga pembiayaan motor yang menggunakan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya, perusahaan pembiayaan motor yang mampu menjalankan dua prinsip sekaligus, yaitu PT FIF yang saat ini mampu merespon pasar dengan baik, terbukti dengan berdirinya FIF Syariah sebagai wujud dari keseriusan perusahaan ini dalam melayani keinginan masyarakat Indonesia. Dalam proses pembiayaan motor yang dijalankan oleh PT FIF antara konvensional dan syariah terdapat perbedaan yang mendasar, antara lain instrumen yang digunakan dalam pengambilan keuntungan. Sudah jelas tentunya dalam lembaga pembiayaan motor konvensional dalam memperoleh keuntungan menggunakan bunga sebagai instrumen dalam menjalankan kegiatan usaha, keuntungan diperoleh melalui angsuran yang dibayar yaitu pokok ditambah bunga yang disepakati, dan perusahaan memperoleh keuntungan melalui bunga yang 54 55 dibayar oleh konsumen sesuai dengan perjanjian.dan sifatnya sama seperti pinjaman, artinya perusahaan membiayai kebutuhan konsumen dan konsumen berhutang kepada perusahaan, kemudian di setiap bulannya konsumen akan membayar dengan cara mencicil ditambah dengan bunga sebagai keuntungan perusahaan. Dalam lembaga pembiayaan motor syariah tidak dikenal adanya bunga sebagai instrumen untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan, karena pada dasarnya pembiayaan motor syariah dalam melakukan transaksi usaha menggunakan akad jual beli atau dikenal dengan murabahah, yaitu akad yang digunakan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya harga perolehan kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih sebagai laba. 1 Bila lembaga pembiayaan motor konvensional sifatnya membiayai hutang, maka lembaga pembiayaan motor syariah bersifat jual beli sesuai dengan akad yang digunakan FIF syariah dalam pembiayaan motor. Bila dilihat antara lembaga pembiayaan motor syariah dan konvensional sangat berbeda dalam hal kebijakan dan perlakuan terhadap nasabah, juga terhadap moralitas dan nilai yang ada pada lembaga pembiayaan motor syariah. Seperti yang dijelaskan di atas tadi bahwa pembiayaan motor syariah harus memberikan informasi harga motor dengan jelas dan transparan, seperti biaya 1 Andri Soemitra, Bank Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta :PT Kencana, 2009, h.365. 56 yang harus ditanggung oleh konsumen pada saat membeli motor, konsumen harus mengetahuinya agar saling ridho antara perusahaan pembiayaan dan konsumen. 2 Perbedaan selanjutya diantara kedua lembaga ini terletak pada struktur organisasi yang mana FIF syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah DPS yang direkomendasikan oleh MUI untuk mengawasi dan memberikan masukan kepada perusahaan dalam hal produk yang hendak dikeluarkan agar nantinya dalam membuat produk baru tidak menyimpang dari koridor syariah. DPS dalam struktur organisasi sejajar dengan Direktur namun dalam hal ini DPS hanya mengurus rekomendasi, monitoring dan operasional perusahaan, dan DPS banyak berhubungan dengan divisi marketing. Hal yang berbeda terjadi pada FIF konvensional karena di dalam struktur organisasi tidak ada pengawas yang ditunjuk seperti DPS yang ada pada FIF syariah, karena dalam menentukan produk yang hendak dikeluarkan tidak perlu adanya peertimbangan prinsip syariah yang harus dijalankan. 3 Poin yang terpenting mengenai perbedaan diantara keduanya adalah nilai- nilai yang dimiliki oleh lembaga pembiayaan motor syariah tidaklah sama dengan lembaga pembiayaan motor konvensional, yakni mengenai pemilihan konsumen yang akan dibangun berdasarkan kebutuhan akan kemaslahatan, baik maslahat yang diterima di dunia maupun di akhirat. Maslahat yang dimaksud adalah setiap keadaan yang membawa manusia kepada derajat yang lebih tinggi sebagai 2 Yoelhandri Barda, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Februari 2010. 3 Soemitra, Bank Lembaga.,h.368. 57 mahluk yang sempurna, sedangkan maslahat akhirat adalah berupa pahala yang akan diberikan di akhirat sebagai akibat perbuatan mengikuti ajaran Islam. 4 Islam tidak mengarahkan konsumen untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan semata yang didasarkan pada rasionalitas yang sempit sesuai dengan anggaran yang dimilikinya, akan tetapi syarat dengan nilai-nilai kerohanian yang secara tidak langsung mengarahkan konsumen agar tidak konsumtif dan menjaga kemaslahatan untuk lebih memprioritaskan kewajibannya terlebih dahulu, seperti nafkah keluarga, zakat, nazar yang telah jatuh tempo. Setelah itu uang dapat digunakan untuk kegiatan sunah seperti sedekah, infak, wakaf, wasiat baru kemudian uang dapat digunakan untuk kegiatan yang mubah seperti, perdagangan, kerja sama dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya. 5 Agar dapat lebih jelas untuk memahami perbedaan keduanya secara terperinci akan dipaparkan di bawah ini. Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis syariah, yaitu 1 bebas bunga, 2 berprinsip bagi hasil dan risiko, dan 3 perhitungan bagi hasil tidak dilakukan di muka. Berbeda dengan kredit konvensional yang memperhitungkan suku bunga di depan, ekonomi syariah menghitung hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam pembiayaan syariah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar hasil perhitungan spekulatif. Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai 4 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam P3I, Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, h.174-175 5 Soemitra, Bank Lembaga,. h.365. 58 dengan iklim bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rugi. Baik sistem bunga maupun bagi hasil sebenarnya sama-sama dapat memberikan keuntungan bagi pemilik dana banklembaga keuangan, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas perbedaan yang jelas secara garis besar antara lembaga pembiayaan syariah dan konvensional, dapat penulis sajikan uraiannya dalam bentuk tabel berikut ini: 6 Tabel 4.1 Perbedaan antara pembiayaan dengan sistem bunga dan bagi hasil. 7 Lembaga Pembiayaan Syariah Lembaga Pembiayaan Konvensional Sifatnya jual beli Sifatnya kredit Menggunakan akad murabahah dalam memperoleh keuntungan, yaitu harga pokok+keuntungan yang disepakati Menggunakan bunga sebagai instrument dalam memperoleh keuntungan Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam struktur organisasi perusahaan sebagai pengawas dan monitoring terhadap operasional perusahaan Tidak terdapat Dewan Pengawas Syariah dalam struktur organisasi. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. Eksistensi bunga diragukan kalau tidak dikecam oleh semua agama. Tabel di atas sangat jelas memberikan gambaran perbedaan secara umum mengenai perusahaan pembiayaan syariah dan konvensional. 6 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001,hlm.60 7 Ibid,.hlm. 61 59 B. Analisis Perbandingan Mekanisme Operasional Multifinance syari’ah dan konvensional PT. FIF pada Pembiayaan Motor Dalam hal mekanisme operasional pada PT FIF antara syariah dan konvensional keduanya secara umum masih memiliki beberapa kesamaan, akan tetapi juga terdapat perbedaan yang terlihat diantara keduanya. Untuk dapat dengan jelas memahami perbandingan mekanisme operasional FIF syariah dan konvensional di bawah ini akan dipaparkan persamaan dan perbedaan terkait mekanisme operasional. Pertama akan dipaparkan mrngrnai persamaan mekanisme operasional kedua lembaga tersebut. Persamaan keduanya antara lain terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen, Suplier, dan konsumen. Perusahaan pembiayaan konsumen memberikan jasa pembiayaan, suplier menyediakan barang yang dibutuhkan dan konsumen adalah pembeli barang yang menggunakan jasa pembiayaan tersebut.selain ketiga pihak tersebut Bank juga memiliki keterkaitan dengan perusahaan pembiayaan, antara lain karena adanya join fainancing yang dilakukan bank dengan perusahaan pembiayaan, dalam hal ini bank membiayai kebutuhan perusahaan pembiayaan dalam memnuhi kebutuhan konsumen, jadi yang digunakan perusahaan pembiayaan untuk membiayai pembelian motor adalah bank, atau dapat juga dikatakan perusahaan pembiayaan motor menjadi agen bank dalam penyaluran pembiayaan konsumtif 60 yang dimiliki oleh bank. 8 Dalam pembiayaan syariah hubungan bank dengan FIF syariah yang digunakan adalah akad wakalah yaitu FIF mewakili bank dalam menyalurkan pembiayaan konsumtif yang seharusnya dilakukan oleh bank.Mengenai mekanisme tersebut di atas yang membedakan adalah mengenai kerja sama antara perusahaan pembiayaan dengan bank, bila FIF Syariah maka bank yang dapat diajak kerjasama adalah bank yang berlandaskan prinsip syariah begitu juga sebaliknya. Mekanisme yang digunakan oleh FIF syariah dan konvensional dalam pengajuan kredit motor adalah sama, yaitu yang pertama konsumen datang ke deler untuk mengajukan pembiayaan motor, kemudian dealer memberikan pengajuan tersebut kepada FIF untuk dianalisa dan selanjutnya di survey apakah konsumen yang mengajukan pembiayaan pantas diberikan pembiayaan atau tidak, setelah disetujui maka FIF mengadakan perjanjian dengan konsumen dan selanjutnya dealer mengirimkan barang yang diinginkan konsumen, setelah itu konsumen membayar dengan cara dicicil. 9 Setelah mengetahui persamaan mekanisme operasional antar FIF syariah dan konvensional, akan dijelaskan mengenai beberapa perbedaan yang dimiliki keduanya. Melihat penjelasan di atas mengenai bentuk mekanisme operasional adalah sama, namun akan dijelaskan cecara rinci mengenai mekanisme operasional FIF syariah. 8 Soemitra, Bank Lembaga, h.355 9 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi 61 FIF melakukan pembelian secara tunai dari pemasok yang di kehendaki oleh nasabahnya. Kemudian menjualnya secara tangguh kepada nasabah yang bersangkutan. Dalam kontrak murabahah. FIF Syariah akan membeli barang sepeda motor Honda dari dealer secara tunai atas nama BSMI sebagai pemilik dana seutuhnya, lalu menjualnya kepada nasabahnya dengan mengambil margin keuntungan. FIF Syariah memberikan waktu tangguh bayar kepada nasabahnya selama jangka waktu yang disepakati bersama antara perusahaan dengan nasabah. Melalui akad murabahah nasabah dapat memenuhi kebutuhan untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan, dalam hal ini sepeda motor Honda, tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu dngan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan dari FIF Syariah untuk dapat memiliki barang tersebu. 10 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN MUI telah menetapkan syarat untuk akad murabahah yang diterapkan dalam Usaha Syariah, diantaranya: a. Harus ada akad antara perusahaan dan nasabah b. Komoditas yang diperjualbelikan bukan barang barang haram. c. Perusahaan membeli barang untuk nasabah atas nama perusahaanya sendiri kemudian menjual kembali kepada nasabah sesuai dengan harga beli di tambah margin. d. Apabila perusahaan mendapat potongan dari pemasok, maka harga beli yang diperhitungkan adalah setelah adanya potongan tersebut. 10 Adiwarman A. Karim, “Bank Islam; Analisis fiqih dan Keuangan” Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h. 103 62 e. Perusahaan dapat meminta uang muka kepada nasabah yang dapat diperhitungkan sebagai pembayaran cicilan utang nasabah kepada perusahaan. 11 Berdasarkan dari syarat akad murabahah yang telah ditetapkan oleh MUI tersebut diatas maka FIF Syariah telah memenuhi syarat-syarat tersebut. Di bawah ini merupakan penjelasan mengenai mekanisme pembiayaan motor syariah pada FIF. Gambar 4.1 Skema pembiayaan pada FIF Syariah adalah sebagaimana berikut. 12 11 Ibid.,h.105. 12 Data diperoleh dari dokumen FIF Syariah pada Mei 2010. FIF Syariah Dealer Customer Angsuran Murabahah Pencairan Channeling Wakalah Tabarru’ 0 : 100 2 3 1 Asuransi Bank S yariah 4 6 5 Sepeda Motor HONDA 63 Keterangan skema pembiayaan Murobahah pada FIF Syariah: 1. Penawaran permintaan dealer dan customer, customer memberikan syarat- syarat kepada dealer. 2. Dealer memberikan data custemer syarat-syarat ke FIF Syariah. 3. FIF Syariah mensurvei dan menganalisis kelayakan untuk diberikan pembiayaan kepada customer, setelah dinyatakan layak FIF Syariah melakukan perjanjian atau akad dengan customer 4. FIF Syariah memberikan informasi bahwa customer layak untuk mendapatkan pembiayaan dan FIF Syariah membayar cash kepada dealer. 5. Dealer mengirim barang kepada customer. 6. Customer membayar cicilan sesuai dengan perjanjian yaitu dengan akad Murabahah. Adapun akad yang digunakan FIF Syariah dengan Bank Syariah adalah dengan akad Wakalah bil Ujroh yaitu Bank Syariah memberikan kuasa untuk menggunakan produknya kepada FIF Syariah dengan imbalan pemberian Ujroh fee. Sedangkan FIF Syariah dengan asuransi adalah dengan akad tabarru’ yaitu akad tolong menolong. Pertama dealer memberikan sepeda motor kepada customer setelah adanya kesepakatan. Sebelumnya dari pihak dealer menawarkan calon customer untuk menggunakan pembiayaan FIF konvensional atau Syariah. Setelah disepakati menggunakan pembiayaan syariah, FIF Syariah kemudian mencairkan dana tunai sebagai pembiayaan sepeda motor yang di kredit oleh customer kepada dealer. 64 Dana tersebut didapat dari akad wakalah channeling atau FIF dengan pihak Bank Syariah dalam hal ini bank Syariah Mega Indonesia BSMI. BSMI sepenuhnya yang menjadi penanggung jawab dana Funding. Lalu setiap bulanya customer membayar angsuran motor kepada FIF Syariah sebesar jumlah yang telah disepakati bersama yaitu harga pokok perolehan barang ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati dan disebut diawal selama dalam jangka waktu tertentu. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab di atas mengenai pebandingan lembaga pembiayaan motor syariah dan konvensional, bahwa sifat dari pembiayaan motor syariah adalah jual beli dengan menggunakan akad murabahah, yaitu akad jual beli atas barang tertentu dimana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual-belikan kepada pembeli termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. Penjabaran dan implementasi akad murabahah yang berlaku pada perusahaan pembiayaan syariah adalah sebagai berikut: 1. Akad murabahah merupakan akad kesepakatan yang didasarkan atas suka sama suka suka rela 2. Akad murabahah adalah akad jual beli dan bebas dari unsur riba 3. Barang yang diperjual-belikan adalah barang yang tidak diharamkan oleh syariat Islam. 65 4. Harga penjualan adalah gabungan antara harga modal ditambah margin keuntungan. 5. Masa pembayaran sesuai jangka waktu tertentu. 6. Diperolehkan membayar uang muka atau uang panjar atau urbun. 13 Perbedaan selanjutnya adalah mengenai penanganan terhadap kredit macet. Apabila pada waktunya customer tidak dapat lalai melakukan kewajibanya yaitu berupa pembayaran angsuran, maka akan dikenakan penalty. Dalam konvensional jika hal ini terjadi customer akan dikenakan bunga yang besarnya telah ditentukan. Penalty yang dikenakan oleh FIF Syariah ada dua yaitu sebagai berikut: 1. Dana sosial Fatwa No. 17DSN-MUIIX2002: a. Sebesar Rp 5000 dari jumlah angsuran yang terlambat b. Tidak boleh din negodi hapus c. Dibukukan sebagai “Dana sosial” 2. Ganti Rugi Fatwa No. 43 DSN-MUIVIII2004: a. Sebesar 0,5 X total angsuran X jumlah hari b. Boleh dinego di hapus. c. Dibukukan sebagai pendapatan lainanya. 13 Adiwarman, Bank Islam., h.100 66 Gambar 4.2 Skema penyelesaian masalah nasabah: 14 Dalam FIF Syariah, customer nasabah yang tidak melakukan pembayaran asuransi saat tiba waktunya dalam beberapa bulan angsuran akan dibedakan menjadi dua, yaitu nasabah yang mau membayar tetapi tidak mampu membayar karena satu dan lain hal; dan nasabah yang mampu membayar tetapi tidak mau membayar. Pada dasarnya apabila hal ini terjadi maka barang akan ditarik diambil kembali oleh FIF Syariah untuk kemudian dijual untuk memenuhi angsuran nasabah yang menunggak tadi. Akan tetapi untuk nasabah yang berada dalam kreteria yang pertama tadi akan diberikan sedikit kemudahan atas dasar itikad bank yang ditunjukkan oleh nasabah. 14 Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah, Yogyakarta: PT Federal International Finance, 2005 hlm.20 CRITER - Maintain Longterm - W O Policy ?? EXECUTE MAU TAPI TIDAK MAMPU MASALAH CUSTOMER UNABE UNWILLING ? MAMPU TAPI TIDAK MAU 67 Bagi nasabah atau customer yang tidak mampu melanjutkan pembayaran angsuran akan dikenakan sebagai berikut 15 1. Objek dan jaminan lainya ditarikdiambil dan dijual dengan harga pasar yang di sepakati. 2. Nasabah melunasi sisa hutangnya dari hasil penjualan objek jaminan tersebut. 3. Apabila hasil penjualan tersebut lebih maka sisanya dikembalikan kepada nasabah. 4. Apabila kurang, maka tetap menjadi hutang nasabah yang harus dilunasi. 5. Apabila benar-benar tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka FIF Syariah dapat membebaskannya. Dalam melakukan eksekusi diatas FIF Syariah tentunya mengutamakan prinsip-prinsip kemanusiaan. Karena dalam Islam tidaklah diperbolehkan menggunakan cara-cara yang tidak baik dan dapat melukai fisik maupun perasaan seseorang. Mengenai permasalahan Asuransi antara FIF syariah dan konvensional sangat berbeda, yaitu dalam mekanisme mengenai asuransi FIF konvensional apabila memperoleh laba dan tidak ada klaim dari nasabah maka keuntungan tersebut akan dimasukan menjadi keuntungan perusahaan tanpa sepengetahuan nasabah. Berbeda dengan FIF Syariah uang muka atau DP yang diserahkan oleh customer diawal dihitung sebagai angsuran pertama ditambah dengan biaya asuransi. Asuransi yang digunakan oleh FIF Syariah adalah asuransi Astra cabang 15 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi 68 Syariah. Asuransi Syariah menggunakan akad dengan niat tabaru’ aqad Takaful, yaitu suatu niat tolong menolong pada sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Pada akhir priode asuransi, jika perusahaan asuransi memperoleh laba dan konsumen tidak pernah mengajukan klaim, maka konsumen yang bersangkutan berhak atas nisbah hadiahbonus dengan jumlah tertentu sesuai tingkat investasi tahun tersebut. Apabila nisbah yang menjadi hak konsumen tidak diambil dalam jangka waktu yang disepakati, maka dans yang mengendap tersebut akan diserahkan sebagai dana sosial. 16 Gambar 4.3 17 Simulasi Refund Nisbah Tabarru FIF Syariah: Titipan Premi Tabar Rp. 600.000 Rp. 600.000 16 Ibid. 17 Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah,.h.25. Rp. 600.000 Rp. 75.000 AAB Rp. 50.000 Nisbah NET: Rp. 50.000 Nisbah Bagi Hasil Rp. 200.000 - Deposito Syariah - Obligasi Syariah - Reksa Dana Syariah Jika Terjadi Claim Investasi di : Rek. AAB AAB 50 Nasabah 50 r 69 Dari simulasi diatas, diketahui bahwa nisbah nett. Bagi hasil dari pendapatan investasi dibagi dua antara perusahaan asuransi AAB dengan nisbah. Berikut hal-hal yang terdapat pada asuransi syariah: 1. Produk Asuransi Syariah merupakan asuransi berlandaskan syariah dengan prinsip tolong-menolong sesama anggota Ta’awun. Dimana peserta menyerahkan pengelolaan keuangan ke AAB dengan jasa 45 dari premi sedangkan 55 untuk di kelola oleh pihak asuransi dalam kumpulan dana tabaru Tabaru Fund 2. Pengelolaan dana tabarru dilakukan melalui investasi secara syariah antara lain pada deposito syariah, obligasi syariah dan reksadana syariah dan juga usaha-usaha lainya. 3. Apabila total biaya klaim yang di keluarkan dalam suatu priode lebih kecil dari dana tabarru, maka akhir priode akan diberikan kelebihan dana tersebut berupa NisbahBonus hadiah 4. Perhitungan nisbah bonus dilakukan di akhir priode pertanggungan jika tidak pernah klaim selama priode pertanggungan. 5. Apabila nisbah keuntunganlebih kecil lebih kecil dari Rp 10.00, akan hibahkan ke dinas sosial melalui perusahaan asuransi. Dalam mekanisme operasional pembiayaan motor konvensional sifat nya sangat berbeda dengan pembiayaan motor syariah pada PT FIF, karena FIF 70 konvensional sifatnya adalah membiayai dengan menggunakan bunga sebagai perolehan keuntungan bagi perusahaan. Di bawah ini akan dipaparkan secara terperinci mengenai ketentuan yag berlaku pada FIF syaraiah dan konvensional Tabel 4.2 : Perbedaan Mekanisme Operasional FIF Syariah dengan Konvensional No Aspek FIF Syariah FIF Konvensional 1. Kerangka hukum Mengacu kepada hukum syariah dan hukum positif Mengacu kepada hukum positif saja 2 Isi perjanjian Dijelaskan secara rinci biaya modal, margin, asuransi, administrasi dan lain-lain Tidakdijelaskan secara rinci 3 Tingkat keuntungan Margin laba Bunga uang 4 Denda Menjadi dana social Menjadi pendapatan perusahaan 5 Jika ada pelunasan lebih awal Nasabah tidak dikenakan biaya administrasi Administrasi Nol Nasabah tetap dikenakan biaya administrasi 6 Jika pelunasan lewat jatuh tempo Tidak ada istilah bunga berjalan Dikenakan bunga berjalan 7 Bentuk transaksi Murabahah dengan obyeknya barang sehingga merupakan transaksi jual beli Pinjam meminjam obyeknya uang dengan mekanisme bunga 8 Discount Apabila ada discount unit, maka discount menjadi milik nasabah dengan mengurangi harga jual Apabila ada discount unit, maka discount bisa untuk dealer atau milik nasabah 9 Asuransi Memakai asuransi Asra Buana Syariah Memakai asuransi Astra Buana Konvensional 10 Refund premi Apabila tidak ada klaim tetap ada nisbah bagi hasil Apabila tidak ada klaim akan menjadi pendapatan perusahaan asuransi 11 Pengawasan Dewan Penasehat Syariah dan Bapepam LK Bapepam LK 12 Sumber Dana Bank Syariah Bank Konvensional Sumber : Modul Pelatihan FIF Syariah Cabang Yogyakarta, 2007 71 Selanjutnya akan dijelaskan secara lebih jelas di bawah ini mengenai tabel di atas mengenai ketentuan-ketentuan yang berlaku pada FIF syariah dan konvensional, antara lain mengenai: 1. Denda : mengenai permasalahan denda yang timbul akibat keterlambatan, dalam hal ini FIF syariah mengenakan Penalti atas keterlambatan pembayaran akan dikenakan denda, dan uangnya dijadikan dana sosial sebesar Rp. 5.000,- dari jumlah angsuran yang terlambat dan tidak boleh dinego atau dihapuskan. Sedangkan FIF konvensional apabila terdapat keterlambatan pembayaran angsuran maka uang tersebut akan menjadi pebdapatan perusahaan 2. Pelunasan awal : Pada FIF syariah apabila terdapat pelunasan awal artinya konsumen melunasi sebelum jatuh tempo maka tidak dikenakan biaya administrasi, sedangkan FIF konvensional apabila terdapat pelunasan awal maka biaya administrasi tetap akan dikenakan kepada konsumen. 3. Pelunasan lewat jatuh tempo: FIF syariah tidak terdapat bunga berjalan, namun pada FIF konvensional dikenakan bunga berjalan. 4. Discount : Apabila ada discount unit maka discount tersebut menjadi milik nasabah dengan mengurangi harga jual motor, sedangkan FIF konvensional discount tersebut bisa menjadi milik nasabah ataupun perusahaan. 5. Asuransi : FIF syariah dalam hal asuransi menggunakan rekanan asuransi syariah dan apabila tidak terdapat klaim asuransi maka nasabah tetap mendapatkan bagi hasil dari asuransi, sedangkan FIF konvensional 72 menggunalan asuransi konvensional sebagai rekanan dan apabila tidak terdapat klaim asuransi maka akan menjadi pendapatan perusahaan. 18 C. Perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor syariah dan konvensional pada PT FIF. Saat ini kuantitas yang diperoleh FIF syariah terhadap seluruh jumlah pembiayaan motor pada PT FIF berkisar pada 15 dari total keseluruhan pembiayaan motor FIF konvensional, karena pada dasarnya FIF syariah hadir sebagai alternatif pembiayaan motor bagi masyarakat Indonesia. Dalam hal ini PT FIF syariah dan konvensional dalam menentukan laba tidak terdapat perbedaan, karena PT FIF menghindarinya terjadinya persaingan antara cabang ataupun deler baik itu syariah dan konvensional. Dalam menentukan margin PT FIF selalu mengikuti terhadap pembiayaan yang dikeluarkan bank-bank yang melakukan join financing jadi dalam penentuan laba FIF masih bergantung pada bank yang bekerjasama dengan FIF. Seperti yang kita lihat tidak terdapat perbedaaan harga antara pembiayaan motor syariah dengan konvensional mengenai angsuran per bulan, agar lebih jelas maka di bawah ini akan dijelaskan mengenai penghitungan pembiayaan motor syariah. 19 Terdapat perbedaan dalam menentukan margin antara FIF syariah dan konvensional, yaitu terletak pada penentuan keuntungan berdasarkan waktu. Kita 18 Manajemen FIF Syariah, Akad Perjanjian Murabahah, Yogyakarta: PT Federal International Finance Unit Syariah, 2008 19 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi 73 juga mengetahui bahwa dalam sejarahnya, perputaran uang selalu didasarkan kepada pembayaran bunga. Sistim bunga yang dimaksud di sini adalah bunga majemuk compound interest, bukan bunga tunggal single interest. Apa kaitannya dengan hal ini Tentu saja hal ini terkait erat sekali dengan kemampuan membayar para debitur. Sistim bunga majemuk sebagai ruh dari konsep time value of money menjelaskan bahwa bunga berkembang menurut deret ukur, 1, 2, 4, 8, 16,…..dstnya. Sebagai sebuah contoh, jika seseorang berhutang sebesar Rp. 1.000, seribu rupiah sekarang kepada lembaga kredit bank maupun non-bank dengan bunga pertahun 10 , maka dalam 2 tahun saja maka hutangnya sudah menjadi : FV = PV 1 + i n FV = 1.000 1+0,1 2 = 1.210 Apa artinya ini ?. Artinya, hanya dalam 2 tahun, nilai hutangnya sudah bertambah Rp. 210 dari nilai semula. Dengan kata lain, mengalami kenaikan nilai sebesar 21 = 1.210 – 1.0001.000. Nah, bagaimana dengan kemampuan membayar si penghutang ?. Tentu untuk melunasi hutangnya, minimal dalam jangka waktu 2 tahun dia juga harus mendapatkan tambahan penghasilan sebesar 21 tadi. Jadi, walaupun prasyarat pertama sudah terpenuhi, artinya hutang tadi memang digunakan untuk berproduksi namun apakah nilai tambahnya sebanding 74 dengan nilai akhir hutang tadi ?. Nah, kalau melihat contoh di atas, kira-kira apa jenis pekerjaan yang bisa memberi kenaikan gajipenghasilan sebesar 21 dalam 2 tahun atau rata-rata 10,5 per tahun. Jadi secara tegas, kita dapat menyimpulkan bahwa ketika kenaikan penghasilan X debitur pertahun kecil dari bunga Y maka debitur akan gagal membayar hutang-hutangnya X Y = GAGAL BAYAR. Untuk itu, maka prasyarat yang dibutuhkan supaya hutang tadi bermanfaat bagi semua pelaku yang terkait di dalam transaksinya adalah sebuah patokan suku bunga kredit yang telah memperhitungkan secara baik kemampuan bayar debitur. Kalau bisa, malah mengeliminasi sistem bunga dan menggantinya dengan sistem margin keuntungan murabahah. Selain itu, setiap transaksi kredit dengan sistem bunga ini akan menciptakan uang-uang semu yang baru. Bertambah satu transaksi kredit bertambah uang sebesar bunga yang dikenakan sehingga jumlah uang yang beredar lebih besar dari barang yang ada di pasar. Hal inilah yang ditakuti oleh otoritas moneter. Bila keseimbangan umum antara pasar uang dan pasar barang tidak tercapai maka hal ini akan memicu inflasi. 20 Margin yang ditentukan oleh FIF Syariah adalah 24 untuk 2 tahun. Akad antara FIF Syariah dengan customer adalah akad murabahah dengan 20 Davy Hendri, “Transaksi Jual Beli Kredit dari Presepektif Sosial Ekonomi”, Artikel Diakses dari www.geocities.com Pada Juni 2010. 75 pembayaran diangsur. Sedangkan antara dealer dengan FIF Syariah adalah akad jual beli tunai. Contoh perhitungan murabahah: Harga – On The Road Rp 11.000.000 DP Gross Rp 3.500.000 Administrasi Rp 150.000 Asuransi Rp. 350.000 – DP Nett Rp. 3.000.000 – Harga BeliPokok Pembiayaan Rp. 8.000.000 Jangka Waktu :24 Bulan Margin Tingkat Keuntungan Rp. 3.500.000 + Harga Juala Rp.11.500.000 Angsuran Bulanan = 11.500.000 : 24 Bulan = Rp 480.000 D. Tantangan dan peluang pembiayaan motor multifinance syari’ah Dari segi sumber daya manusia, FIF Syariah memiliki problem yang tidak berbeda dengan bank syariah, yaitu SDM profesionalitas dirasakan sangat minim sekali. Hal ini terbukti dari sulitnya mendapatkan informasi yang jelas dan akurat tentang mekanisme pembiayaan syariah, dimana info yang didapat masih sangat kabur dan berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain pada perusahaan yang sama. 76 Kemudian dari segi penerapan nilai-nilai syariah, perusahaan pembiayaan yang satu ini, masih dirasakan sangat kaku dan terkesan ragu-ragu. Boleh jadi hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor: Pertama, kurangnya SDM pengelolaan sebagaimana telah disebutkan di atas. Kedua, perusahaan pembiayaan syariah ini masih berada satu atap dengan perusahaan pembiayaan konvensional, yaitu sama- sama di bawah PT Astra International yang notabenenya adalah “Konvensional” sehingga visi dan misinya masih terlalu kuat berorientasi pada maksimalisasi keuntungan. Sebagai buktinya adalah ternyata FIF Syariah tidak lebih murah dari FIF Konvensional. Ketiga, pembukaan unit-unit syariah hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar yang lagi menjadi trend kecenderungan masyarakat seiring dengan pesatnya perkembangan produk-produk yang berbau syariah itu sendiri. Jadi, spirit syariahnya bukan murni berasal dari dalam FIF Syariah, melainkan merupakan dorongan dan tuntutan pasar. 21 Oleh karena itu, sebagai rekomendasi yang patut dipertimbangkan untuk menghilangkan kekakuan dan keraguan dalam mekanisme perusahaan pembiayaan ini, juga agar FIF Syariah dapat berkembang dan mendapat dukungan masyarakat, maka kiranya FIF Syariah perlu: 1. Menjadikan perusahaan pembiayaan syariah ini, independen atau berdiri sendiri dan terpisah dengan induknya yang konvensional. Kalau tidak demikian, maka sulit rasanya untuk bisa ‘benar-benar syariah” karena ia terus dibayang-bayangi dan dipengaruhi oleh induknya yang konvensional tadi. 21 Ibid 77 2. Merekrut sejumlah SDM tenaga kerja yang betul-betul mengerti mekanisme pembiayaan secara syariah dan mengerti perbedaannya dengan mekanisme konvensional. Sehingga diharapkan bisa mengembangkan produk syariah dengan baik dan benar, tidak hanya asal mengikuti perintah semata-mata. 3. Melakukan sosialisasi produk terus-menerus secara rutin dan terencana terhadap semua pihak baik karyawan, konsumen dan pihak terlibat lainnya. Terlepas dari itu semua tantangan yang ada, bagaimanapun juga FIF Syariah sudah selangkah lebih maju dibanding yang lainnya, karena telah berani tampil dengan bangganya sebagai lembaga pembiayaan syariah. Kekurangan dan kelemahan, sedikit demi sedikit akan dapat diperbaiki. Beberapa hal yang terpenting adalah bagaimana FIF mampu berdiri sendiri dan memiliki kebijakan yang tidak sama dengan FIF konvensional, karena bila dilihat saat ini FIF syariah hadir hanya sebagai alternatif pembiayaan bagi masyarakat Indonesia dimana tidak terdapat perbedaan dalam hal penetapan margin sehingga pengaruhnya sangat kecil bagi pertumbuhan PT FIF secara umum, belum lagi masyarakat yang masih banyak menganggap bahwa FIF syariah dan konvensional adalah sama karena masyarakat belum teredukasi dengan baik mengenai pembiayaan murabahah. Mengenai peluang pembiayaan motor FIF syariah terbuka sangat lebar dimana mulai berjamurnya BMT da koperasi syariah dapat dijadikan sebagai mitra dalam menyalurkan pembiayaan motor syariah sehingga pangsa pasar pembiayaan motor syariah dapat lebih jelas dan bertambah volumenya dalam hal keuntungan, 78 sekaligus menguatkan citra syariah yang baik bagi perusahaan FIF. Ditambah dengan banyaknya lulusan Sarjana Ekonomi Islam yang memiliki tanggung jawab untuk terus memberikan edukasi dan pemahaman mengenai ekonomi islam sehingga para umat Islam sadar dan mau menggunakan produk yang islami sesuai dengan Syariah yang berlaku. Dari segi akad yang digunakan pada FIF Syariah, pada prinsipnya adalah sama dengan akad pembiayaan pada bank syariah, yaitu akad murabahah. Oleh karena itu, FIF Syariah hanya dinilai sebagai produk adopsi-adopsian saja, dan bukan merupakan pengembangan esensi produk ekonomi syariah itu sendiri. Trend akad murabahah saat ini, ternyata tidak hanya mendominasi produk bank syariah, melainkan juga menjadi unggulan produk pada FIF Syariah. Kendati FIF Syariah secara akad dinilai sebagai produk adopsi dari bank syariah, tetapi dari segi kepemilikan barang yang menjadi objek murabahah, ia memiliki keunggulan lebih dari bank syariah. Dimana kalau pada bank syariah, barang yang menjadi obyek akad adalah bukan murni milik bank, tetapi pada FIF Syariah barang yang menjadi obyek akad adalah memang barang milik sendiri karena FIF Syariah masih satu group perusahaan dengan produsen sepeda motor Honda yaitu group Astra International, sehingga barang tersebut masih bisa dikatakan sebagai milik sendiri. Inilah yang menjadi keunggulan perusahaan FIF Syariah.

BAB V PENUTUP

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor Pada PT Federal International Finance (FIF) Kota PematangSiantar

2 106 113

Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan Mudharabah Kepada Koperasi Studi Pada Bank Muamalat Cabang Medan

0 43 128

Analisis segmentasi, Tangerang, Positioning (SPT) dan proses penyaluran pembiayaan motor syariah pada perusahaan pembiayaan: studi pada federal International Finance (FIF) syariahe

3 16 86

analisis strategi pemasaran dalam meningkatkan volume pembiayaan pada PT federal international finance (FIF) Syariah

0 20 105

SKRIPSI Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus Pada PT. Federal International Finance (FIF)).

0 1 14

PENDAHULUAN Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus Pada PT. Federal International Finance (FIF)).

0 1 12

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DENGAN JAMINAN FIDUSIA Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus Pada PT. Federal International Finance (FIF)).

0 2 20

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ANTARA PEMBELI DENGAN PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) CABANG KOTA SURAKARTA.

0 4 21

PELAKSANAAN ASURANSI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEPEDA MOTOR TERHADAP RISIKO (Studi Kasus Pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Palur Kabupaten Karanganyar).

0 0 15

KAJIAN TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEPEDA MOTOR PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) POS TANJUNG CABANG MATARAM - Repository UNRAM

0 0 15