76
masalah-masalah yang penulis sebutkan diatas, namun mayoritas single parent yang penulis teliti, setelah putusnya perkawinan, mereka tetap mampu membiyai
hidup sendiri dan mengurus keluarganya.
3. Upaya status Single Parent dalam membentuk keluarga sakinah
Stigma masyarakat mengenai status single parent masih diproyeksikan sebagai hal yang tabu dan kadang kala masih dianggap sebagai orang dewasa
yang mementingkan dirinya sendiri dan menempatkan kepentingannya dari pada anak. Namun anggapan demikian sekarang sudah mulai luntur meskipun ada yang
beranggapan demikian tapi hanya sebatas pasca kematian atau perceraian, sehingga tidak selamanya dicap masyarakat sebagai hal yang negatif hingga
akhirnya mereka peduli dan menerima terhadap keadaan status single parent. Menjadi single parent mungkin bukan pilihan setiap orang, ada kalanya
status itu disandang karena keadaan terpaksa. Namun dari penelitian, 6 atau 18,75 responden tidak semuanya ingin berstatus single parent untuk selamanya.
Selebihnya, sebanyak 20 atau 62,5 responden tidak mau menikah lagi tetapi lebih fokus mendidik anak-anak mereka. Menurut informan hal itu dipengaruhi
oleh faktor usia dan faktor kebutuhan. Bagi mereka yang ingin melepas statusnya untuk menikah lagi, tentunya melalui pertimbangan usia yang masih pantas dan
kebutuhan biologis dan faktor ekonomi keluarga, serta mempertimbangkan karena faktor anak. seperti yang menjadi pertimbangan bapak Joko Badruddin, yang
memiliki keinginan untuk menikah lagi karena tidak sanggup untuk selamanya
77
menjadi single parent dan anaknya yang masih memerlukan kasih sayang dari seorang ibu.
Pembentukan keluarga sakinah dalam sebuah keluarga tidak lepas dari peranan masing-masing suami atau istri dan tentunya dalam sebuah keluarga yang
utuh. Tidak jauh berbeda, status single parent yang kondisinya mulai membaik atau lebih stabil, pastinya akan beradaptasi dengan keadaanya dan akan
mengarahkan keluarga sesuai dengan metode mereka untuk menjadi keluarga yang sakinah.
Tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi seorang single parent memang tidaklah mudah. Salah satu persoalannya adalah mengatur waktu antar mencari
nafkah dan mengawasi keseharian anak. Bekerja yang dekat dengan tempat tinggal juga merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut,
sehingga orang tua dapat mengawasi anak selama waktu istirahat, hal ini seperti ibu
Halimatus Sa’diyah lakukan, ia memilih pulang pada waktu dhuhur setelah pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga untuk mengontrol anaknya,
meskipun anak sudah memperoleh pendidikan di sekolah. Tetapi pendidikan keluarga pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Hal tersebut wajib dilakukan karena hubungan orang tua dengan anaknya
dalam hubungan edukatif mengandung dua unsur dasar, yaitu kasih sayang kepada anak-anaknya dan tanggung jawab mendidik anak-anaknya. Tanggung
jawab orang tua dalam mengupayakan anak-anaknya adalah merupakan
78
tanggung jawab yang besar dan sangat penting, sebab tanggung jawab itu dimulai sejak masa kelahiran sampai dewasa yang wajib memikul segala kewajiban.
Dengan demikian, semuanya berarti mengarahkan usahanya untuk membina anak dengan segala kekhususan dan keistimewaannya.
Dari penjelasan di atas, nampak jelas bahwa upaya orang tua adalah menyiapkan dan membantu anak-anaknya yang belum dewasa menjadi anak
anak yang dewasa dengan kedewasaan yang normatif. Orang tua mengharapkan anak-anaknya dengan kesadaran dan kerelaaan hati mengikuti aktivitas yang
diprakarsainya, karena dia menyadari bahwa hal itu memang sangat penting untuk dirinya. Oleh karena itu orang tua harus menjadi orang yang baik dan
benar terlebih dahulu baik menyangkut pemikiran, pemahaman maupun menyangkut sikap dan perbuatan, sebelum ia memberikan pendidikan terhadap
anak-anaknya. Orang tua harus mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menjadi orang tua yang baik, benar dan bijak. Baru setelah itu, para orang tua
bisa dengan benar dan baik dalam mendidik anak. Di dalam mendidik anak, tentunya tidak lepas dari sikap komunikasi
terhadap anak yang pastinya komunikasi yang baik dalam hal ini komunikasi yang disesuaikan dengan usia anak. Kalau usia anak masih belum dewasa
tentunya harus dengan bahasa yang mudah dimengerti anak sekaligus sikap yang baik. Seperti yang dilakukan para informan dan responden dalam mendidik anak-
anaknya.
79
BAB V PENUTUP