Konsep keluarga sakinah menurut keluarga single parent

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Lailatul Furqoniyah 107044102006

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Sebagai salah satu syarat memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh :

Lailatul Furqoniyah 107044102006 Di Bawah Bimbingan,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs.Abu Tamrin, SH., M.Hum NIP. 196509081995031001

Mukmin Rauf, M.A NIP. 150281979

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(3)

KELUARGA SINGLE PARENT (Studi Kasus di Desa Gumeng Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik), telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana Syariah (S.Sy) pada Prodi Ahwal al-Syakhsiyyah dengan Konsentrasi Peradilan Agama.

Jakarta, 21 Juni 2011 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad. Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA

NIP. 195003061976031001 Sekertaris : Hj. Rosdiana, MA

NIP. 196906102003122001 Pembimbing I : Drs. Abu Tamrin, SH., M. Hum

NIP. 196509081995031001 Pembimbing II : Mu’min Rauf, MA

NIP. 150281979

Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP. 195510151979031002 Penguji II : Hotnidah Nasution, MA


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (S1) di Unversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua Sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika Suatu saat terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juni 2011

Lailatul Furqoniyah


(5)

iii

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn tiada henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Salawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan atas insan pilihan Tuhan khātamul anbiyā’i walmursalīn Muhammad SAW.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan . Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak:

1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum serta para pembantu dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. Ketua Program Studi Ahwal Syakhsiyyah dan ibu Hj. Rosdiana, MA. Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah.


(6)

iv keikhlasan dan kesabaran.

4. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Lurah dan para Staf serta Masyarakat Desa Gumeng Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan dan informasi kepada penulis.

7. Kedua orang tua tercinta H. Munawir Chozin dan Hj. Abidah yang senantiasa mendidik, membantu, mendukung dan melimpahkan kasih sayang serta do’a yang tiada henti.

8. Seluruh kakak, Farid Fahmi, Ida Farida, S. Pdi, Amiruddin Fachri, S. Si, adik Amirotul Khoiriyah dan keponakan tersayang Muhammad Zidan Fahmi dan Muhammad Noval Syarif Fachrudin yang selalu memberikan semangat serta dukungan, baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Dr. K. H. Hamdan Rasyid, MA dan Hj. Uswatun Hasanah, S.Ag. selaku paman dan bibi, saya haturkan terima kasih karena telah merawat dan mendidik penulis di kota Jakarta ini dan sudah menjadi orang tua kedua bagi penulis.


(7)

v

11.Teman-temanku tercinta, teman-teman seperjuangan di Peradilan Agama B angkatan 2007, semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang senantiasa menebarkan benih-benih keceriaan dalam bingkai kebersamaan. Semoga ukhuwah dan pertemanan yang kita jalin berjalan dengan baik selamanya

12.Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, atas jasa bantuan semua pihak baik berupa moril dan materiil, sampai detik ini penulis panjatkan do’a, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga yaum al-akhir. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok. Amin.

Jakarta, 15 Juni 2011


(8)

viii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Review Studi Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian... 8

F. Pedoman Penulisan ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KELUARGA SAKINAH DAN SINGLE PARENT A. Keluarga Sakinah ... 13

1. Pengertian Keluarga Sakinah ... 13

2. Tujuan dan Hakekat Keluarga Sakinah ... 15

3. Ciri-ciri Keluarga Sakinah ... 17

4. Upaya Membentuk Keluarga Sakinah ... 22

B. Single Parent ... 23

1. Pengertian Single Parent ... 23

2. Eksistensi Single Parent ... 27


(9)

ix

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DESA GUMENG

A. Letak Geografis Desa Gumeng ... 34

B. Keadaaan Demografis ... 35

C. Keadaan Ekonomi, Sosiologi dan Kependudukan ... 37

D. Kasus Perceraian yang terjadi di Desa Gumeng tahun 2010 ... 40

BAB IV ANALISIS KONSEP KELUARGA SAKINAH MENURUT KELUARGA SINGLE PARENT A. Profil Responden Desa Gumeng ... 42

B. Sejarah Pernikahan Pelaku Single Parent di Desa Gumeng ... 50

C. Suasana Keharmonisan Dalam Rumah Tangga ... 52

D. Kehidupan Rumah Tangga Setelah Perceraian ... 64

E. Analisis Data ... 71

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(10)

1 A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan perjanjian yang mengikat antara laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan biologis antara kedua belah pihak dengan sukarela berdasarkan syariat Islam. Kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu modal utama untuk mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Perkawinan sebagai basis suatu masyarakat yang baik dan teratur, sebab perkawinan tidak hanya dipertalikan oleh ikatan lahir saja, tetapi juga dengan ikatan batin yang diharapkan dapat melahirkan keturunan yang sholih, sholihah dan berkualitas menuju terwujudnya rumah tangga bahagia1.

Perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat sudah menjadi suatu keharusan adanya hubungan antara unsur-unsur dalam berkeluarga yang di dalamnya tercipta hubungan yang harmonis, sejuk dan nyaman, penuh dengan

1


(11)

rasa kasih sayang sehingga keluarga mendapatkan ketenangan dan ketentraman yang sering disebut sakinah, mawadah wa rahmah.

Keluarga yang baik menurut pandangan Islam biasa disebut dengan istilah keluarga sakinah. Ciri utama keluarga ini adalah adanya cinta kasih yang permanen antara suami dan istri. Hal ini bertolak dari prinsip perkawinan yang Mitsaqan Ghalizha (Q.S. an-Nisa / 4 ; 21), yaitu perjanjian yang teguh untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lain. Ciri ini juga dibangun atas dasar prinsip bahwa membangun keluarga adalah amanat yang masing-masing pihak terikat untuk menjalankannya sesuai dengan ajaran Allah SWT. Selain itu keluarga sakinah pada dasarnya memperhatikan prinsip terutama saling membantu dan melengkapi dalam pembagian tugas antara suami dan istri dalam urusan keluarga maupun urusan publik sesuai kesepakatan bersama. Dalam Islam, setiap manusia diakui sebagai pemimpin yang masing-masing harus mempertanggung jawabkannya kepada suami atau sebaliknya2.

Berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, keluarga sakinah merupakan impian dan harapan setiap muslim yang melangsungkan perkawinan dalam rangka melakukan pembinaan keluarga. Demikian pula dalam keluarga terdapat peraturan-peraturan baik rinci maupun global yang mengatur individu maupun keseluruhannya sebagai satu kesatuan. Islam memberikan ajaran agar rumah tangga menjadi surga yang dapat menciptakan ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan dalam upaya mengantisipasi pengaruh budaya dari luar yang negatif.

2


(12)

Desa Gumeng yang terletak di wilayah Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur. Desa Gumeng adalah daerah yang terdiri dari 10 RT dan 5 RW, terletak 20,5 km dari pemerintahan kota Gresik. Dengan jumlah penduduk sebanyak 2.215 jiwa.

Pada awalnya masyarakat Desa Gumeng Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik menganggap keluarga sakinah diwujudkan oleh keluarga yang utuh. Hal ini berarti orang yang berstatus single parent atau orang tua tunggal belum bisa menciptakan keluarga yang sakinah, tetapi di desa tersebut terdapat duda atau janda yang membentuk keluarganya sendirian tanpa adanya pasangan. Hasil temuan penulis terhadap keluarga single parent di desa Gumeng sampai tahun 2009, sebanyak 28 orang, dan pada tahun 2010 bertambah 4 (empat) orang, sehingga totalnya sampai saat ini sebanyak 32 orang.

Ketika seseorang memutuskan untuk berstatus sebagai single parent, pada saat itu sebenarnya ia telah membuat sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Keputusan itu sendiri semestinya didasari oleh kesadaran bahwa akan banyak konsekuensi yang mesti dihadapi. Lagi pula, tak jarang status single parent mendapat cemooh dari masyarakat. Meski tak sedikit yang sudah dapat menerima dengan tangan terbuka.

Apapun alasannya, status single parent atau orang tua tunggal, memiliki resiko dan beban yang berat dibanding orang tua lengkap. Karena pada umumnya rumah tangga dijalani oleh dua orang, ketika hanya dijalani oleh satu orang tentunya beban dua orang melebur menjadi satu. Mereka harus melakukan


(13)

semuanya sendiri, mulai dari pengasuhan, urusan rumah tangga, hingga area pribadi. Belum lagi beban yang diterima ketika menyandang predikat single parent.

Namun saat ini, anggapan demikian sudah mulai luntur bahkan tidak ada. Single parent atau orang tua tunggal adalah fenomena yang makin dianggap biasa dalam masyarakat modern. Bagi yang terpaksa mengalaminya, entah karena bercerai atau pasangan hidupnya meninggal, tak perlu terpuruk lama-lama karena bisa belajar dari banyak hal. Dari bacaan, media massa, atau dari orang yang mengalaminya.

Hal ini pertama disebabkan semakin bertambahnya orang yang berpredikat single parent yang mempunyai kemampuan memberikan kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian keluarganya, sehingga mampu mewujudkan keluarga yang sakinah. Kedua, tidak sedikit pula keluarga utuh belum mampu mewujudkan keluarga yang sakinah, bahkan kondisi rumah tangganya lebih buruk dibandingkan dengan keluarga tidak utuh. Sementara di desa Gumeng terdapat pula suami istri yang harmonis yang belum mampu memberikan lingkungan yang mampu menstimulasi anak menjadi cerdas bila mereka tak memiliki kesadaran, pengetahuan, dan fasilitas untuk menjadikan anaknya seperti itu. Oleh karena itu, jika dilihat dari segi positifnya ketika masih berstatus menikah, karena terlalu sibuk bertengkar, suami dan istri jadi tak sempat memikirkan anak. Sekarang setelah berstatus orang tua tunggal mereka justru bisa mencurahkan perhatiannya untuk anak.


(14)

Kedua alasan di atas yang dapat menyebabkan masyarakat setempat mempunyai pendapat bahwa orang yang berpredikat status single parent menjadi hal yang lumrah dan biasa.

Atas latar belakang permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pembentukan keluarga sakinah pada orang tua tunggal dengan mengangkat tema “KONSEP KELUARGA SAKINAH MENURUT KELUARGA SINGLE PARENT (Studi Kasus di Desa Gumeng Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik)”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah.

Mengingat luasnya masalah tentang keluarga sakinah, maka pada pembahasan skripsi ini, penulis membatasi hanya menyangkut konsep keluarga sakinah menurut keluarga single parent di Desa Gumeng kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Penulis hanya meneliti terhadap 32 orang, baik janda maupun duda yang ditinggal mati atau karena perceraian di Desa Gumeng.

2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang dan batasan permasalahan di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimanakah upaya pelaku single parent atau orang tua tunggal dalam


(15)

b. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh single parent dalam membentuk keluarga sakinah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan Penelitian.

Sebagaimana rumusan masalah di atas, maka maksud dan tujuan penelitian yang penulis teliti ini adalah:

a. Untuk mengetahui upaya pelaku single parent atau orang tua tunggal dalam membentuk keluarga sakinah.

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh single parent dalam membentuk keluarga sakinah.

2. Manfaat Penelitian a. Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan secara teoritik mengenai permasalahan keluarga sakinah yang dibentuk oleh status single parent dan diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dan menambah referensi peneliti selanjutnya.

b. Praktis.

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan penjelasan bahwa keluarga sakinah tidak hanya dibentuk oleh keluarga utuh, tetapi juga dapat dibentuk oleh seorang berstatus single parent. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat dijadikan wacana


(16)

pengetahuan para akademisi khususnya dan masyarakat pada umumnya sebagai pengembangan penelitian lebih lanjut dalam karya ilmiah yang lain.

D. Study Review.

Penelitian terdahulu adalah kajian kritis terhadap beberapa hasil penelitian atau buku-buku yang terbit sebelumnya, tinjauan ini diperlukan untuk menegaskan, melihat kelebihan dan kelemahan berbagai teori yang digunakan penulis lain dalam pengkajian permasalahan yang sama.

Berikut adalah peneliti terdahulu yang mengkaji permasalahan tentang keluarga sakinah, yaitu:

1. Skripsi Haerul Anwar (204044103037) dengan judul ”Kafaa’ah dalam Perkawinan sebagai Pembentukan Keluarga Sakinah (Studi Kasus di Desa Kemang Kabupaten Bogor)”. Jurusan: PA/ Syariah dan Hukum/ 2009 M. Skripsi ini membahas keluarga sakinah yang dibentuk atas dasar kafa’ah artinya pasangan tersebut harus mempunyai kesepahaman akan makna kehidupan rumah tangga yang mencakup karakteristiknya, kebutuhan fisik, dan rohani serta pendidikan anak untuk masa depan.

2. Skripsi Riana Maruti (104044201479) dengan judul ”Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah (Studi Pada Kecamatan Cakung Jakarta Timur)”. Jurusan: AKI/ Syariah dan Hukum/ 2009 M. Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan perkawinan di bawah umur


(17)

yang tidak sesuai dengan KHI pasal 15 ayat 1 yang membahas tentang perkawinan hanya boleh dilakukan oleh calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Namun dalam Islam tidak ada ketegasan secara konseptual dalam pembatasan usia perkawinan.

E. Metodologi Penelitian.

Untuk mengkaji permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini, penulis mempergunakan bentuk penelitian kuantitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, yang penulis peroleh melalui:

1. Sumber Data a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer dalam penelitian ini adalah perangkat desa setempat yang memberikan informasi mengenai subjek yang akan diteliti dan peneliti juga melakukan penyebaran angket dan wawancara terhadap pelaku yang berstatus single parent.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diambil dari sumber kedua, dengan kata lain data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya.


(18)

Dalam hal ini peneliti memperoleh informasi dari buku-buku panduan, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian serta berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan penelitian3.

2. Populasi dan Sampel

a. Populasi dari studi ini adalah masyarakat Desa Gumeng yang berstatus single parent baik yang lama maupun yang baru, dengan jumlah populasi sebesar 32 jiwa.

b. Sampel dari studi ini diambil 5 orang, dengan menggunakan random sampling.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis pengumpul data, yaitu observasi, interview dan studi dokumentasi.

Adapun teknik pengumpul data tersebut adalah: a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki, sedangkan menurut Koentjaraningrat pengamatan merupakan metode yang pertama digunakan dalam melakukan penelitian ilmiah4. Dalam hal ini peneliti mengadakan observasi terhadap suami atau istri yang berpredikat single parent dalam membentuk keluarga sakinah dengan menggunakan instrument angket.

3

Sarjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Yogyakarta: UI-Press, 1986), h. 21-66

4


(19)

b. Interview

Interview adalah suatu proses tanya jawab lisan terdiri dari dua orang atau lebih berhadapan secara fisik yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri dan suaranya. Dalam interview dapat diketahui ekspresi muka, gerak gerik tubuh yang dapat dicheck dengan pertanyaan verbal. Dengan interview dapat diketahui tingkat penguasaan materi. Interview juga berfungsi sebagai metode primer apabila berfungsi sebagai metode utama dalam pengumpulan data, sebagai metode pelengkap apabila dipergunakan untuk mendapatkan informasi yang belum dapat diperoleh dengan metode lain dan sebagai kriterium (pengukur) apabila dipergunakan untuk meyakinkan/mengukur suatu kebenaran informasi. Oleh karena itu peneliti melakukan interview terhadap pihak yang bersangkutan, dalam hal ini suami atau istri yang berpredikat single parent.

c. Studi Dokumentasi

Menurut Irawan, studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan kasus dan lain sebagainya5. Peneliti menggunakan metode dokumentasi ini untuk mendapatkan data serta informasi dari buku, majalah, koran atau dari internet yang berkaitan dengan single parent.

5

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula


(20)

4. Teknik Pengolahan Data

Seluruh data yang penulis peroleh dari wawancara, angket dan pustaka diseleksi dan disusun, setelah itu penulis melakukan klasifikasi data, yaitu usaha menggolong-golongkan data berdasarkan kategori tertentu. Setelah data-data yang ada diklasifikasikan, lalu diadakan analisa data, dalam hal ini data yang dikumpulkan penulis adalah data kualitatif kemudian diolah menjadi data kuantitatif, maka teknik yang digunakan adalah metode statistik deskriptif yang akan disajikan dalam bentuk uraian dan tabel.

Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, tujuannya adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

F. Pedoman Penulisan

Sedangkan dalam penyusunan skripsi ini, teknik penulisan berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, terbitan tahun 2007.

G. Sistematika Pembahasan

Secara sistematis, dalam penyusunan skripsi ini penulis membaginya kedalam lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Oleh karena itu penulis mengklasifikasikan permasalahan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:


(21)

BAB I Menjelaskan beberapa permasalahan yang melatar belakangi serta urgensi dilakukannya penelitian. Dalam bab ini juga berisi latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, study review, pedoman penulisan dan sistematika pembahasan.

BAB II Membahas tinjauan umum tentang keluarga sakinah dan single parent. Pada bab ini penulis membahas keluarga sakinah, yang terdiri dari: pengertian, tujuan dan hakikat keluarga sakinah, ciri-ciri keluarga sakinah, upaya membentuk keluarga sakinah. Kemudian single parent yang terdiri dari: pengertian, eksistensi,dan dampak berstatus single parent.

BAB III Membahas tentang tinjauan umum Desa Gumeng Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik yang terdiri dari: letak geografis, keadaan demografis, keadaan ekonomi, sosiologi dan kependudukan, serta kasus perceraian dan single parent yang terjadi di Desa Gumeng tahun 2010.

BAB IV Mengulas tentang analisis konsep keluarga sakinah menurut keluarga single parent yang terdiri dari: profil responden, sejarah pernikahan pelaku single parent, suasana keharmonisan dalam rumah tangga, kehidupan setelah perceraian, dan analisa data.

BAB V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis mengenai masalah yang dibahas.


(22)

13

TENTANG KELUARGA SAKINAH DAN SINGLE PARENT

A. Keluarga Sakinah

1. Pengertian Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah terdiri dari dua kata, yaitu kata keluarga dan sakinah. Keluarga dalam istilah fiqh disebut Usrah atau Qirabah yang telah menjadi bahasa Indonesia yakni kerabat.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga adalah sanak saudara.2 Sedangkan kata sakinah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah damai, tempat yang aman dan damai.3 Sakinah berasal dari kata “Sakana, Yaskunu, Sakinatan” yang berarti rasa tentram, aman dan damai. Menurut Cyril Glasse kata sakinah menandakan ketenangan dan kedamaian.4 Sedangkan M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata sakinah berarti diam atau tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Jadi keluarga

1

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama, 1984/1985), Jilid II, Cet. Ke-2, h. 156

2

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Modern, (Jakarta: Pustaka Amani, tt), h. 175

3

Poewadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h. 851

4

Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, Penerjemah Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: PT Raja


(23)

sakinah adalah keluarga yang mampu menciptakan suasana kehidupan berkeluarga yang tentram, dinamis dan aktif, yang asih, asah dan asuh.5

Firman Allah QS. Ar-Rum 30: 21.











































(

لا

)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Dalam Hadits riwayat Ad-Dailami dari Anas menyatakan:

ا

ا

هادارا

لهاب

تيب

قفاً يخ

يف

ني لا

ه َّ

ه يغص

ه يبك

ّ ر

لا

يف

تشيع

صقلا

يف

تاق ن

ه َصب

ب يع

ا ن ا ب تيف

ا ا

بدارا

كل يغ

ك ت

ا ه

(

ي ي لا

نع

سنا

)

Artinya: “Tatkala Allah menghendaki anggota keluarga menjadi baik, maka Dia memahamkan mereka tentang agama, mereka saling menghargai; yang muda menghormati yang tua, Dia memberi rizki dalam kehidupan mereka, hemat dalam pembelanjaan mereka, dan mereka saling menyadari kekurangan-kekurangan lantas mereka memperbaikinya. Dan apabila Dia menghendaki sebaliknya, maka Dia meninggalkan mereka dalam keadaan merana”(HR. Ad -Dailami dari Anas).

Ayat dan hadits tersebut menjelaskan bahwa keluarga sakinah merupakan impian dan harapan setiap muslim yang melangsungkan perkawinan dalam rangka melakukan pembinaan keluarga. Demikian pula dalam keluarga terdapat peraturan-peraturan baik yang rinci maupun global yang mengatur individu

5

Asrofi dan M. Thohir, Keluarga Sakinah dalam Tradisi Islam Jawa (Yogyakarta: Arindo Nusa Media, 2006), h. 3


(24)

maupun keseluruhannya sebagai kesatuan. Islam memberikan ajaran agar rumah tangga menjadi surga yang dapat menciptakan ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan. Dalam upaya mengantisipasi pengaruh budaya luar yang negatif. Inilah ciri khas keluarga sakinah yang Islami. Mereka (suami-istri) berserikat dalam rumah tangga itu untuk berkhidmat kepada aturan dan beribadah kepada Allah SWT.6

Seiring dengan pengertian tersebut, keluarga sakinah didefinisikan sebagai keluarga yang dibina atas ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlakul karimah dengan baik.7

2. Tujuan dan Hakikat Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah yang penuh diliputi suasana kasih sayang, cinta mencintai antar sesama anggota keluarga adalah menjadi idaman setiap orang yang menikah. Dimana hal itu akan tercapai jika masing-masing pihak suami maupun istri dapat melaksanakan kewajiban dan hak secara seimbang, serasi dan

6

Cahyadi Takariawan, Pernik-Pernik Rumah Tangga Islami (Surakarta: Intermedia Cetakan III, 2001), h. 37

7

Asrofi dan M. Thohir, Keluarga Sakinah Dalam Tradisi Islam Jawa (Yogyakarta: Arindo Nusa Media, 2006), h. 11


(25)

selaras. Selain dalam menjalani kehidupan rumah tangga dilandasi nilai-nilai agama dan dapat menerapkan akhlakul karimah.

Kehidupan rumah tangga sakinah memiliki tujuan mulia di sisi Allah SWT, yakni untuk mendapatkan rahmat dan ridha Allah SWT sehingga dapat hidup bahagia di dunia dan lebih-lebih di akhirat. Untuk mendapatkan limpahan rahmat dan ridho Allah SWT, maka rumah tangga atau keluarga tersebut setidaknya memenuhi lima syarat, yakni:

a. Anggota keluarga itu taat menjalankan agamanya.

b. Yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menyayangi yang muda. c. Pembiayaan keluarga itu harus berasal dari rizki yang halal.

d. Hemat dalam pembelanjaan dan penggunaan harta.

e. Cepat mohon ampun dan bertaubat bila ada kesalahan dan kehilafan serta saling maaf memaafkan sesama manusia.

Rumah tangga yang Islami adalah rumah tangga yang laksana surga bagi setiap penghuninya, tempat istirahat melepas lelah, tempat bersenda gurau yang diliputi rasa bahagia, aman dan tenteram.

Rumah tangga yang sakinah, baik secara lahir maupun batin dapat merasakan ketentraman, kedamaian dimana segala hajat lahir dan batin terpenuhi secara seimbang, serasi dan selaras. Kebutuhan batin yaitu dengan adanya suasana keagamaan dalam keluarga serta pengamalan akhlakul karimah oleh


(26)

setiap anggota keluarga, komunikasi yang baik antara suami,istri dan anak-anak. Kebutuhan lahir terpenuhi juga materi baik sandang, pangan, papan dan lain-lain.8

3. Ciri-ciri Keluarga Sakinah

Keluarga dapat dikatakan keluarga yang sakinah jika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:9

a. Pembentukan rumah tangga

Ketika menyetujui pembentukan rumah tangga, suami dan istri bukan sekedar ingin melampiaskan kebutuhan seksual mereka, namun tujuan utamanya adalah saling melengkapi dan menyempurnakan, memenuhi panggilan fitrah dan sunnah, menjalin persahabatan dan kasih sayang, serta meraih ketenangan dan ketentraman insani. Dalam memilih jodoh, standar dan tolak-ukur Islam lebih menitik beratkan pada sisi keimanan dan ketakwaan.

b. Tujuan pembentukan rumah tangga.

Tujuan utamanya melaju di jalan yang telah digariskan Allah dan senantiasa mengharapkan keridhaan-Nya.

c. Lingkungan.

8

Hasan Basri, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996). Cet. Ke-4, h. 16

9

Ali Qaimi, Single Parent Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak (Bogor: Cahaya, 2003), h. 15-18


(27)

Dalam keluarga, upaya yang senantiasa digalakkan adalah memelihara suasana penuh kasih sayang dan masing-masing anggota menjalankan tugasnya masing-masing secara sempurna. Lingkungan rumah tangga merupakan tempat yang cocok bagi pertumbuhan, ketenangan, pendidikan, dan kebahagiaan para anggotanya.

d. Hubungan antara kedua pasangan.

Dalam rumah tangga, suami istri berupaya saling melengkapi dan menyempurnakan. Mereka berusaha untuk saling menyediakan sarana bagi perkembangan dan pertumbuhan sesama anggotanya.

e. Hubungan dengan anak-anak.

Orang tua menganggap anak-anak mereka sebagai bagian dari dirinya. Asas dan dasar hubungan yang dibangun dengan anak-anak mereka adalah penghormatan, penjagaan hak-hak, pendidikan dan bimbingan yang layak, pemurnian kasih dan sayang, serta pengawasan terhadap akhlak dan perilaku anak-anak.

f. Duduk bersama.

Orang tua senantiasa siap duduk bersama dan berbincang dengan anak-anaknya, menjawab berbagai pertanyaan mereka, serta senantiasa berupaya untuk saling memahami dan menciptakan hubungan yang mesra. Manakala berada di samping ayah dan ibunya, anak-anak akan merasa aman dan bangga. Mereka percaya bahwa keberadaan ayah dan ibu adalah kebahagiaan. Bahkan


(28)

mereka akan senantiasa berharap agar kedua orang tuanya selalu berada di sampingnya dan jauh dari perselisihan, pertikaian, dan perbantahan.

g. Kerjasama dan saling membantu.

Masing-masing keluarga memiliki perasaan bahwa yang baik bagi dirinya adalah baik bagi yang lain. Persahabatan antar mereka adalah persahabatan yang murni, tanpa pamrih, sangat kuat dan erat. Aktivitas dan tindakan mereka masing-masing bertujuan untuk kerelaan dan kebahagiaan yang lain, bukan untuk mengganggu dan saling melimpahkan beban. Kasih sayang mereka tanpa pamrih.

h. Upaya untuk kepentingan bersama.

Saling berupaya untuk memenuhi keinginan pasangannya yang sejalan dengan syari’at dan saling memperhatikan selera masing-masing, saling menjaga dan memperhatikan serta selalu bermusyawarah yang berkaitan dengan masalah yang sifatnya untuk kepentingan bersama.

Disamping itu, yang menjadi karakteristik dari keluarga sakinah antara lain: a. Adanya ketenangan jiwa yang ditandai dengan ketaqwaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa;

b. Adanya hubungan yang harmonis antara individu dengan individu yang lain dan antara individu dengan masyarakat;

c. Terjamin kesehatan jasmani dan rohani serta sosial; d. Cukup sandang, pangan dan papan;


(29)

f. Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar; g. Adanya jaminan hari tua;

h. Tersedianya fasilitas rekreasi yang wajar.

Berdasarkan pengertian yang dirumuskan oleh BP4, maka dapat diuraikan bahwa ciri-ciri keluarga sakinah itu adalah:

a. Keluarga dibina atas perkawinan yang sah.

b. Keluarga mampu memahami hajat hidup baik secara materiil maupun spiritual yang layak.

c. Keluarga mampu menciptakan suasana cinta kasih dan kasih sayang antar sesama anggota.

d. Keluarga mampu menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, amal shaleh, dan akhlakul karimah.

e. Keluarga mampu mendidik anak dan remaja minimal sampai dengan sekolah menengah umum.

f. Kehidupan sosial ekonomi keluarga mampu mencapai tingkat yang memadai sesuai dengan ukuran masyarakat yang maju dan mandiri.10

Keluarga sakinah terdiri dari beberapa tingkatan yang memiliki karakter tersendiri / khusus, yaitu:11

1) Keluarga Sakinah I

10

Danuri, Pertambahan Penduduk dan Kehidupan Keluarga, (Yogyakarta: LPPK IKIP, 1976), h. 19

11

Ahmad Sutarmadi, Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020, (Surabaya: BP4, 1997), h. 25-27


(30)

a. Tidak ada penyimpangan terhadap peraturan syariat dan UUP No. 1 / 74. b. Keluarga memiliki surat nikah.

c. Mempunyai perangkat sholat.

d. Terpenuhinya kebutuhan makanan pokok. e. Keluarga memiliki buku agama.

f. Memiliki al-Qur’an. g. Memiliki Ijazah SD.

h. Tersedia tempat tinggal sekalipun kontrak. i. Memiliki dua pasang pakaian yang pantas. 2) Keluarga Sakinah II

a. Menurunkan angka perceraian.

b. Meningkatkan penghasilan keluarga melebihi kebutuhan pokok. c. Memiliki ijazah SLTP.

d. Banyaknya keluarga yang memiliki rumah sendiri meskipun sederhana. e. Banyaknya keluarga yang ikut kegiatan sosial dan keagamaan.

f. Dapat memenuhi empat sehat lima sempurna. 3) Keluarga Sakinah III

a. Meningkatnya keluarga dan gairah keagamaan di masjid maupun di keluarga.

b. Keluarga aktif menjadi pengaruh kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan.


(31)

d. Keluarga utuh tidak cerai. e. Memiliki ijazah SLTA.

f. Meningkatnya pengeluaran shadaqah. g. Meningkatnya pengeluaran qurban. 4) Keluarga Sakinah IV

a. Banyaknya anggota keluarga yang telah melaksanakan haji.

b. Makin meningkatnya tokoh agama dan tokoh organisasi dalam keluarga. c. Makin meningkatnya jumlah wakif.

d. Makin meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memahami ajaran agama.

e. Keluarga mampu mengembangkan ajaran agama.

f. Banyaknya anggota keluarga yang memiliki ijazah sarjana. g. Masyarakat berakhlakul karimah.

h. Tumbuh berkembangnya perasaan cinta dan kasih sayang dalam anggota masyarakat.

i. Keluarga yang didalamnya tumbuh cinta kasih.

4. Upaya Membentuk Keluarga Sakinah

Dalam suatu perjalanan rumah tangga tidak selalu berisikan senyum dan tawa, tetapi sesekali pasti terdapat perselisihan antara suami dan istri. Karena itulah, ketika hendak melangkah ke jenjang perkawinan dianjurkan untuk memilih jodoh yang baik (soleh atau solehah), hal ini tidak lain hanya untuk bertujuan


(32)

dalam membina perkawinan yang bahagia, sakinah, dan harmonis. Untuk itu, dalam upaya membina keluarga yang sakinah perlu diperhatikan berbagai aspek secara menyeluruh, di antaranya peranan masing-masing suami dan istri, baik yang individual maupun yang dimiliki bersama.12

Namun selain mengetahui peranan masing-masing suami dan istri, terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh dalam membentuk keluarga sakinah, yaitu:13

a. Saling pengertian b. Saling sabar c. Saling terbuka d. Toleransi e. Kasih sayang f. Komunikasi g. Adanya kerjasama

B. Single Parent

1. Pengertian Single Parent.

Single parent adalah orang tua tunggal artinya orang tua yang mengurusi rumah tangganya sendirian tanpa adanya pasangan, karena berbagai macam alasan. Menjadi single parent mungkin bukan pilihan setiap

12

Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah (Jakarta: Akademika Pressindo, edisi pertama, 2003), h. 220

13

Ali Qaimi, Single Parent Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak, (Bogor: Cahaya, 2003), h. 187


(33)

orang. Adakalanya status itu disandang karena keadaan terpaksa. Diperlukan energi yang besar untuk merangkap berbagai tugas karena harus menanggung beban pendidikan dan beban emosional yang seharusnya dipikul bersama pasangannya yang memerlukan konsentrasi dan perencanaan. Dan ini terasa berat apabila hanya ditanggung oleh satu orang saja.

Sedangkan Pudjibudo mengungkapkan bahwa single parent adalah seseorang yang menjadi orang tua tunggal karena pasangannya meninggal dunia, bercerai dan juga seseorang yang memutuskan untuk memiliki anak tanpa adanya ikatan perkawinan. Menjadi orang tua tunggal berarti ia harus memposisikan dirinya sebagai seorang ayah dan ibu dalam waktu bersamaan, kedua peran tersebut menjadikan orang tua tunggal harus mandiri secara finansial maupun secara mental.

Pada dasarnya ada tiga kemungkinan mengapa seseorang menjadi single parent:14

a. Karena kematian.

Ketika menjadi orang tua tunggal karena kematian, ada nasehat dan dukungan dari lingkungan sekitar mereka. Kematian orang tua secara tiba-tiba membuat anggota-anggota keluarga terguncang hebat. Musibah itu sering menimbulkan kesedihan, rasa berdosa bercampur jengkel. Perasaan duka adalah emosi empati sambil mengarahkan pikiran anak agar dapat

14


(34)

menyesuaikan diri dengan kenyataan sehingga denyut dan irama kehidupan keluarga kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama.

b. Karena perceraian.

Menjadi orang tua tunggal karena perceraian setidaknya bukan secara tiba-tiba, ada kemungkinan orang tua sudah memikirkan dan sudah ada persiapan yang cukup sebelum bercerai. Tetapi apabila mereka memilih untuk bercerai dari pasangannya dengan alasan tertentu mungkin itulah pilihan, diperlukan suatu keberanian untuk berpisah dengan pasangan hidup, apalagi disertai dengan komitmen untuk tidak menikah lagi. Tentunya ada berbagai alasan mengapa mereka lebih memilih untuk berpisah, bisa juga karena tabiat pasangan akan merusak pola asuh atau kepribadian anak. Misalkan karakter pasangan yang pemabuk, pemukul, atau pemarah. Mungkin perceraian, hubungan cinta yang berakhir dengan permusuhan, akan dirasakan semua orang sebagai sebuah derita berat. Sekalipun kesalahan bersumber dari kedua belah pihak, tak seorang pun mengharapkan demikian. Karena adanya unsur perusak dalam perceraian ini, banyak analisa sosial menunjukkan adanya persamaan antara penyesuaian perceraian dan kematian.15

Bagi beberapa keluarga, perceraian dianggap putusan yang paling baik untuk mengakhiri rasa tertekan, rasa takut, cemas, dan ketidaktentraman. Seperti Marget Mead katakan, “Setiap saat kita mendambakan kebahagiaan,

15


(35)

rukun dengan anak-anak, tetapi kita mempunyai hak untuk mengakhiri suatu perkawinan bila mendatangkan bencana dan ketidaktentraman”.16

c. Karena pilihan yang meliputi: 1) Mereka mengangkat anak.

2) Memilih kebutuhan untuk mengasuh anak tapi tidak ingin punya pasangan.

3) Ingin menyalurkan kebutuhan untuk mencintai namun tidak mau ribet memiliki pasangan.

4) Karena hamil diluar nikah terus memutuskan untuk jadi orang tua tunggal saja.

Orang yang memilih secara sadar gaya hidup single parent biasa memiliki alasan pembenaran yang kuat, namun dua unsur utama yang mencolok adalah kemandirian pribadi dan pengasuhan anak. Mereka memiliki kemandirian yang kuat secara finansial dan emosional, dan kurang percaya dengan lembaga perkawinan sebagai tempat yang aman bagi hak-haknya sebagai individu. Hidup berpasangan hanya akan mengganggu kebebasan pribadinya, sementara mereka yakin dalam dalam hal pengasuhan anak justru lebih efektif bila dijalankan sendiri.17

Memilih single parent sebagai jalan pembebasan pribadipun sejatinya mengikatkan kebebasannya pada sesuatu yang dianggap bernilai entah itu anak

16

Save M. Dagun, Psikologi Keluarga, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 136

17


(36)

atau kebebasan itu sendiri. Kebebasan sejati bukan berarti bisa melakukan sesuka hati atau tak terikat oleh apa dan siapapun, ternyata justru kebebasan untuk memberikan diri. Sebelum memilih gaya hidup single parent, dibutuhkan kematangan dan pertimbangan sebijak mungkin bahwa pilihan ini bukan sekedar di dorong egoisme atau trend semata karena ada pribadi lain yang juga memiliki perasaan, pikiran, dan kebebasan sendiri, yakni anak-anak.

Apapun pilihannya yang terpenting adalah komitmen untuk memberikan diri secara bebas terhadap apa yang dipandangnya sebagai bernilai.

2. Eksistensi Single Parent

Ketika seseorang memutuskan untuk tidak menikah dan menjadi single parent, pada saat itu sebenarnya ia telah membuat sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Keputusan itu sendiri mestinya didasari oleh kesadaran bahwa akan banyak konsekuensi yang mesti dihadapi, apalagi tak jarang status single parent mendapat cemooh dari masyarakat. Meski tak sedikit yang sudah dapat menerima dengan tangan terbuka.18

Tidak jarang pula masyarakat memberikan penilaian miring pada orang yang tidak memiliki pasangan saat pergi berdua atau menjalin hubungan dengan lawan jenis. Pada wanita penilaian itu seringkali lebih tajam. Bagi kebanyakan orang, penilaian itu menjadi hambatan untuk berhubungan denga siapa saja.

18


(37)

Kini, ada kecenderungan masyarakat modern bisa menerima fenomena orang tua tunggal atau single parent karena pasangan meninggal atau bercerai sebagai hal yang biasa. Meski begitu, sebaiknya orang dewasa tidak menganggap enteng dampak psikologisnya terhadap anak yang baru saja ditinggal salah satu orang tuanya.

Menjadi orang tua tunggal kebanyakan adalah lebih merupakan pilihan nasib. Sama sekali tidak tepat dinyatakan sebagai trend. Hal ini bukan sesuatu yang patut dibanggakan karena menjadikan status orang tua tunggal sehingga kecenderungan dapat memberi pengaruh yang kurang baik. Lagi pula, bagaimana dapat dinyatakan sebagai sesuatu trend bila sebagian besar yang mengalaminya mengambil keputusan tersebut lebih karena situasi kondisi yang seringkali di luar kendali dan harapannya sehingga memaksa untuk mengambil keputusan yang dirasa baik. Kemudian bagaimana bisa disebut trend di masyarakat yang masih menjunjung tinggi norma sosial jika kenyataannya ada nasib yang harus dijalani karena pilihannya sudah sangat terbatas.19

Di negara Barat atau Eropa, rumah tinggal yang lebih kecil saat ini banyak dibangun dan makin terjangkau karena makin banyak orang yang hidup sendirian. Dan dengan meningkatnya jumlah orang tua tunggal, diramalkan bahwa nyaris 4,5 juta rumah kecil yang baru akan diperlukan di awal abad berikutnya.

19


(38)

Sementara di Inggris, total keluarga dengan orang tua tunggal diperkirakan 1,7 juta.20

Pada umumnya single parent sangat serius dalam hal pengasuhan anak sebagai prioritas hidupnya, karena merasa terbebas dari urusan-urusan yang berhubungan dengan keterikatan akibat perkawinan. Namun demikian, mereka lupa bahwa setiap hubungan antar pribadi selalu mengandung potensi konflik. Hubungannya dengan anak pun tak terbatas dari masalah, hubungannya dengan orang lain kendati tanpa perkawinan tetap saja berdampak bagi dirinya. Orang terus menerus menghubungkan dengan manusia lain melalui benang-benang halus. Hubungan antar manusia akan memuncak dalam hubungan cinta, disitu manusia dengan suka rela membiarkan dirinya diikat dan mengikatkan diri dengan yang lain.

3. Dampak berstatus Single Parent.

Banyak sekali pengaruh yang menimpa keluarga dan anak-anak pasca kematian atau pasca perceraian sehingga berstatus single parent. Kejadian tersebut dapat berpengaruh secara mental dan kejiwaan baik terhadap pelaku single parent maupun terhadap anak-anaknya.

Adapun dampak terhadap pelaku dan keluarga dalam hal ini anak-anaknya, yaitu:

20

Abror Suryasoemirat, Wanita Single Parent yang Berhasil, (Jakarta: EDSA Mahkota, 2007), h. 2-4


(39)

a. Pelaku

Para orang tua tunggal kadangkala masih dianggap sebagai orang dewasa yang mementingkan diri dan menempatkan kepentingan sendiri dari pada anak-anak, dan mereka dapat dicap sebagai orang yang tidak mau mencari kerja ketika mereka dapat meminta santunan tunjangan sosial.21

Bagi orang yang bisa meraih segalanya dalam hidupnya, baik ekonomi, karir, harta dan wibawa sangat perfeksionis, tetapi menurut Siti Murdiana, psikolog keluarga, tidak akan bisa tampil dalam dua karakter di hadapan anak-anaknya. Ibu memerankan sosok ayah atau sebaliknya ayah memerankan sosok ibu, demi memberi kepuasan batin pada anaknya. Posisi itu tidak bisa saling mengganti, ayah tetaplah sebagai figur ayah dan ibu tetap seorang ibu meskipun ibu atau bapak terkadang mampu menggantikan posisi bapak atau ibu. Tetapi apa dia mampu memberi kasih sayang layaknya seorang bapak? Pastilah rasa dan sentuhannya akan berbeda.22

Berat, hanya satu kata yang bisa mewakili gambaran perjuangan para status single parent. Ketika pasangan pergi baik karena bercerai atau meninggal, semua beban tiba-tiba terkumpul di pundaknya. Tanggung jawab materi dan tugas mendidik anak tampaknya belum cukup. Ada beban lain dari lingkungan tentang stigma negatif seorang janda atau duda.

b. Keluarga atau anak.

21

Abror Suryasoemirat, Wanita Single Parent yang Berhasil, (Jakarta: EDSA Mahkota, 2007), h. 8

22

Abror Suryasoemirat, Wanita Single Parent yang Berhasil, (Jakarta: EDSA Mahkota, 2007), h. 22


(40)

Menurut Lifina Dewi, M.Psi, Psikolog dari Universitas Indonesia, dampak psikologis yang dihadapi anak dipengaruhi oleh beberapa hal, kepribadian dan gender si anak, serta bagaimana penghayatan si ibu terhadap peran yang dijalaninya. Pada anak-anak yang memiliki sikap tegar atau cuek mungkin dampaknya tidak terlalu terlihat, tetapi untuk anak yang sensitif pasti akan terjadi perubahan perilaku, misalnya menjadi pemurung atau suka menangis diam-diam, hal ini biasanya terjadi pada anak yang orang tuanya bercerai.23

Single parent dapat menjadi suatu pilihan atau keterpaksaan. Kebanyakan yang terjadi di masyarakat adalah menjadi single parent terberi, artinya karena suami meninggal dunia. Tetapi kalau kemudian wanita memilih untuk bercerai dari suami dengan alasan tertentu mungkin itulah pilihan. Diperlukan suatu keberanian untuk berpisah dengan pasangan hidup, apalagi disertai dengan komitmen untuk tidak menikah kembali.

Pola asuh yang diberikan single parent kepada anak bergantung pada sejauh mana pemahaman orang tua itu sendiri. Ketika tidak ada pasangan untuk berbagi fungsi, single parent cenderung membentuk sikap kemandirian kepada anaknya. Pembagian tugas atau job sharing akan mendidik anak untuk mandiri dan prihatin.

Banyak single parent yang ingin dibilang sukses dalam merawat anak. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ukuran sukses setiap orang

23


(41)

beda. Meskipun tampaknya sepintas sama sebetulnya penghayatan setiap orang terhadap sukses sangat subjektif. Tergantung pada apa yang menjadi fokus suksesnya, ada yang meletakkan kesuksesan pada pendidikan anak, ada pula orang yang sudah merasakan sukses kalau si anak tidak neko-neko, misalnya bergaul di lingkungan positif, tidak memakai narkoba, bersikap baik di rumah, punya prestasi tertentu. Ada banyak hal yang diperlukan untuk bisa dicapai anak, terutama agar ia bisa tumbuh menjadi dirinya sendiri secara baik, sehat, utuh dan seimbang, dengan self esteem (konsep diri) yang positif, menghargai diri sendiri secara baik, dan mampu bersosialisasi dengan baik juga. Yang lebih utama adalah anak yakin bahwa ia dicintai oleh orang tuanya.

Meskipun begitu, ada kebutuhan anak yang tidak bisa terjawab oleh seorang ibu, haruslah dengan kehadiran sosok bapak, atau sebaliknya. Walaupun orang tua dapat memberikan kasih sayang, memberi nafkah, dapat menyekolahkan atau bahkan secara kasat mata dia tidak memiliki kekurangan atau kecacatan, bahkan sangat perfeksionis.24

Akan tetapi, dampak yang akan timbul sangatlah berat bagi sang anak. Tidak ada manusia yang bisa meng-cover segalanya dalam hidupnya. Jika salah satu figur hilang, akan ada perkembangan yang tidak seimbang atau pincang. Peran ayah dan ibu masing-masing berbeda. Meskipun secara

24


(42)

material ibu bisa menjadi ayah, tapi secara psikologi, anak tetap tidak bisa menerimanya.

Sedangkan pengaruh pasca kematian atau pasca perceraian terhadap keluarga adalah sebagai berikut:25

1) Ketidak seimbangan jiwa, sebagian orang yang ditinggal dapat mengalami penderitaan semacam: depresi, suka berhayal, kegelisahan dan sebagainya.

2) Problem perasaan, ia bisa menjadi sensitif dan mudah menangis, dengki pada orang lain, malu dan rendah diri, dingin dan pesimis, terlalu senang dan tertawa berlebihan, merasa berdosa atas perbuatan sendiri, dan berbagai gangguan emosional lainnya.

3) Menimbulkan kesulitan, sebagian anak lantaran tak mampu menanggung beban derita, menjadi sering mencari-cari alasan, suka mengada-ada, sering marah-marah, suka melawan dan membantah.

4) Kerusakan akhlak, pasca kematian atau pasca perceraian dapat menimbulkan perubahan pada akhlak dan etika anak sehingga muncul berbagai sikap dan perbuatan tidak terpuji.

5) Menimbulkan berbagai kelainan, seperti mengigau, berjalan-jalan saat tidur, gugup dan tergesa-gesa, pelupa, bengong, was-was, dan seterusnya.

25


(43)

34 A. Letak Geografis

Secara Geografis, Desa Gumeng merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Desa Gumeng adalah daerah yang terdiri dari 10 RT dan 5 RW. Desa Gumeng terletak 20,5 km dari pemerintahan kota Gresik. Desa Gumeng mempunyai penduduk sebanyak 2.215 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 457. Luas wilayah Desa Gumeng adalah 251.140 Ha, saling berbatasan dengan:

o Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Ngawen o Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Legowo

o Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Kisik o Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Kemangi

Tabel 3.1

Luas Wilayah Desa Gumeng Menurut Jenis Penggunaan Tanah (Ha) Tanah

Sawah

Tanah Tambak

Tanah Kering

Bangunan / Pekarangan

Hutan Negara

Lain-lain

Jumlah

- 66,15 33,00 5,40 - 146,88 251,41

Sumber data : Kantor Desa Gumeng Tahun 2010

Data dari tabel di atas, menjelaskan bahwa di Desa Gumeng wilayah yang lebih luas adalah tanah untuk lain-lain dibandingkan dengan tanah tambak seluas 66,15 ha.


(44)

B. Keadaan Demografis

Pemerintahan kantor Desa Gumeng dipimpin oleh seorang Kepala Desa dibantu oleh beberapa stafnya dan dibantu oleh 10 Kepala Rukun Tetangga atau 5 Rukun Warga.

Berdasarkan data monografis Desa Gumeng tahun 2010 tercatat ada 2.215 jiwa yang mendiami kelurahan Desa Gumeng dengan persentase jenis kelamin laki-laki 1.130 jiwa dan perempuan 1.085 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) 457 KK dengan perincian data sebagai berikut:

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan KK

NO RT/RW KK

Jumlah Jiwa

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 RT. 1 RW. 1 73 195 170 365

2 RT. 2 RW. 1 49 121 130 251

3 RT. 1 RW. 2 25 53 59 112

4 RT. 2 RW. 2 24 65 58 123

5 RT. 1 RW. 3 25 49 50 99

6 RT. 2 RW. 3 61 160 156 316

7 RT. 1 RW. 4 32 88 88 176

8 RT. 2 RW. 4 77 203 186 389

9 RT. 1 RW. 5 56 128 122 250

10 RT. 2 RW. 5 35 68 66 134

Jumlah 457 1.130 1.085 2.215


(45)

Berikut ini adalah tabel data mengenai jumlah jiwa berdasarkan klasifikasi usia, yaitu:

Table 3.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Struktur Usia

No Klasifikasi Usia Jumlah Jiwa %

1 04 – 06 253 orang 11,42%

2 07 -1 2 426 orang 19,23%

3 13 – 15 329 orang 14,85%

4 20 – 26 526 orang 23,75%

5 27 – 40 438 orang 19,77%

4 40 ke atas 243 orang 10,97%

Jumlah 2.215 100%

Sumber Data: Kantor Desa Gumeng Tahun 2010

Pencatatan atau pendataan penduduk di kantor Desa Gumeng berpedoman pada register yang telah ada, antara lain register datang, pindah, lahir, meninggal dunia. Sehingga untuk pencatatan atau pendaftaran selalu mengacu kepada register yang berlaku. Sedangkan penduduk Desa Gumeng menurut jenis kelamin sebagaimana tabel berikut:

Tabel 3.4

Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Orang Persentase

1 2

Laki-Laki Perempuan

1.130 1.085

51.02% 48.98%

Jumlah Seluruh Jiwa 2.215 100%


(46)

C. Keadaan Ekonomi, Sosiologi dan Kependudukan 1. Bidang Ekonomi

Perkembangan perokonomian di wilayah Desa Gumeng, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.5

Penduduk Menurut Jenis Profesi / Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah Orang Persentase

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nelayan Industri

Proyek / Tukang Batu Guru

Wiraswasta Karyawan

Pegawai Negeri Sipil Perawat / Bidan / Dokter Petani / Petambak POLRI Penjahit 182 39 42 49 313 140 9 7 61 1 4 21.48% 4.60% 4.96% 5.79% 36.95% 16.52% 1.06% 0.83% 7.20% 0.12% 0.47%

Jumlah 847 100%


(47)

2. Bidang Keagamaan

Dalam bidang keagamaan seluruh warga Desa Gumeng adalah beragama Islam. Untuk mendukung pelaksanaan ibadah di Desa Gumeng tersedia fasilitas-fasillitas ibadah sebagai berikut:

Tabel 3.6 Sarana Peribadatan

No Sarana Peribadatan Jumlah Keterangan

1 2

Masjid Mushalah

1 unit 3 unit

Berfungsi/Baik Berfungsi/Baik Sumber Data: Kantor Desa Gumeng

Masjid merupakan tempat ibadah, tempat masyarakat berbagi dalam ilmu agama dan tempat perkumpulan pengajian-pengajian. Ini menunjukkan bahwa masjid merupakan salah satu tempat perkumpulan warga untuk tahlilan dan acara-acara keagamaan.

3. Bidang Pendidikan

Fasilitas pendidikan di Desa Gumeng, khususnya pendidikan dasar dan pendidikan tingkat sekolah menengah pertama cukup memadai. Adapun sarana pendidikan yang ada sebagai berikut:


(48)

Tabel 3.7

Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Gumeng

SD/MI SMP/MTs SMA/Aliyah

No Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Keterangan

1 - 1 - 1 - -

Sumber Data: Kantor Desa Gumeng

Di samping pendidikan formal, di Desa Gumeng terdapat pendidikan non formal yaitu Taman Pendidikan Al-Qur’an. Warga Desa Gumeng kebanyakan hanya menyelesaikan sekolah dasar. Ini terbukti dari data yang diperoleh di Desa Gumeng sebagai berikut:

Tabel 3.8

Jumlah Tingkatan Sekolah yang Diselesaikan

No Pendidikan Jumlah Orang Persentase

1

2 3 4

Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah

SMP/ Madrasah Tsanawiyah SMA/ Madrasah Aliyah Perguruan Tinggi

754

632 574 89

36.80%

30.84% 28.01% 4.34%

Jumlah 2.049 100%


(49)

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas masyarakat Desa Gumeng mengenyam bangku pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Gumeng sudah memiliki perhatian yang cukup baik terhadap pendidikan.

Dalam hal tingkat pendidikan, dan adanya kegiatan belajar mengajar ini disukseskan dengan adanya sarana pendidikan yang cukup memadai dengan kualitas yang cukup baik.

4. Bidang Kesehatan

Dalam meningkatkan pengetahuan dan kehidupan masyarakat di bidang kesehatan telah dilaksanakan hal-hal sebagai berikut:

a. Mengadakan kegiatan kerja bakti dalam rangka meningkatkan kesehatan lingkungan.

b. Membentuk POSYANDU untuk meningkatkan gizi dan pemeliharaan kesehatan anak.

D. Kasus Perceraian di Desa Gumeng pada Tahun 2010 Tabel 3.9

Daftar NTCR

No. Desa Nikah Talak Cerai Rujuk Jumlah

1 Sidomukti 15 - - - 15

2 Mojopurogede 50 2 - - 52


(50)

4 Melirang 63 2 - - 65

5 Sidorejo 12 - - - 12

6 Masangan 28 - 1 - 29

7 Sukowati 15 - - - 15

8 Bungah 68 - 1 - 69

9 Sukorejo 16 - - - 16

10 Bedanten 33 2 - - 35

11 Watuagung 32 - - - 32

12 Kramat 24 - - - 24

13 Tanjung Widoro 48 1 2 - 51

14 Sungonlegowo 62 3 1 - 66

15 Indrodelik 32 - - - 32

16 Kisik 21 - 1 - 22

17 Abar-abir 22 - - - s22

18 Sidokumpul 18 1 - - 19

19 Raciwetan 9 - - - 9

20 Pegundan 11 - - - 11

21 Kemangi 19 1 2 - 22

22 Gumeng 43 3 1 - 47

Jumlah 669 16 9 - 694


(51)

42 BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Profil Responden Masyarakat Desa Gumeng

Data penelitian dalam skripsi ini didasarkan pada hasil angket dengan 32 orang responden dari masing-masing single parent yang menjadi responden dan dari 32 orang single parent tersebut akan diambil 5 orang secara random sampling untuk menjadi informan dalam wawancara.

Pada bagian pertama ini, terlebih dahulu penulis kemukakan mengenai profil responden dari beberapa aspek berikut: jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan, status perkawinan, asal daerah suami atau istri dan pekerjaan. Penyajian dan uraian identitas responden diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas tentang karakter responden dan kaitannya dengan masalah-masalah tujuan penelitian. Berikut ini tabel-tabel tentang profil responden.

Tabel 4. 1

Responden Menurut Jenis Kelamin

No Alternatif Jawaban F %

1 2

Laki-laki Perempuan

4 28

12.5% 87.5%

Jumlah 32 100


(52)

Tabel selanjutnya penulis akan mencoba memperlihatkan usia responden, karena faktor usia dapat menentukan pola fikir dan skala kematangan seseorang dalam berfikir dan mengambil sikap. Oleh karena itu, menjadi penting untuk diketahui usia responden.

Tabel 4. 2

Responden Menurut Usia

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6

26-30 tahun 31-35 tahun 36-40 tahun 41-45 tahun 46-50 tahun Diatas 50 tahun

2 2 6 6 5 11

6.25% 6.25% 18.75% 18.75% 15.63% 34.38%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa 34.38% responden berusia diatas 50 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden berusia diatas 50 tahun.

Profil responden berdasarkan status perkawinan mayoritas responden adalah janda. Sedangkan responden yang duda hanya empat responden. Hal ini terbukti dari


(53)

responden yang janda adalah 28 responden atau 87.5% sedangkan yang duda hanya 4 responden atau 12.5%. Secara jelas dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 3

Responden Menurut Status Perkawinan

No Alternatif Jawaban F %

1

2

Duda

Janda

4

28

12.5%

87.5%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Selanjutnya mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 4

Responden Menurut Tingkat Pendidikan

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4

SD SMP/MTs SMA/MA Perguruan Tinggi

20 6 4 2

62.5% 18.75%

12.5% 6.25%

Jumlah 32 100%


(54)

Tabel 4. 2 menunjukkan bahwa mayoritas (62,5%) responden lulusan pendidikan sekolah dasar, sedangkan responden yang menyelesaikan pendikan sekolah menengah pertama hanya 18,75% dan yang paling sedikit pendidikan responden yang sampai perguruan tinggi mencapai 6,25%. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan responden lebih di dominasi oleh tamatan sekolah dasar.

Dalam tabel berikutnya penulis akan memperlihatkan asal daerah suami atau istri responden.

Tabel 4. 5

Responden Menurut Asal Daerah

No Alternatif Jawaban F %

1 2

Penduduk asli Warga pendatang

25 7

78.13% 21.88%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel 4.4 di atas memperlihatkan, bahwa 78,13% responden adalah penduduk asli Desa Gumeng dimana penelitian dilakukan. 21,88% responden yang berasal dari luar desa. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Gumeng lebih didominasi oleh penduduk asli.

Tabel selanjutnya disajikan guna mendapatkan informasi tentang asal daerah responden pendatang.


(55)

Tabel 4. 6

Responden Menurut Asal Daerah sebagai Pendatang

No Alternatif Jawaban F %

1

2

3

4

Dari asal kecamatan yang sama

Dari asal kabupaten/kodya yang sama

Dari asal provinsi yang sama

Dari asal Provinsi yang berbeda

3 2 2 0 42.86% 28.57% 28.57% 0

Jumlah 7 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel 4.5 terlihat bahwa 42,86% responden adalah pendatang di Desa Gumeng kebanyakan berasal dari kecamatan yang sama yaitu Kecamatan Bungah, sedangkan yang berasal dari provinsi yang sama hanya 28,57% yakni Jawa Timur. Data ini menunjukkan bahwa para pendatang di Desa Gumeng didominasi oleh kecamatan yang sama.

Dalam tabel berikutnya akan diketahui seberapa banyak responden yang memiliki pekerjaan tetap.

Tabel 4. 7

Responden Menurut Status Bekerja

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3

Memiliki pekerjaan tetap Baru memiliki pekerjaan tetap Tidak mempunyai pekerjaan tetap

21 0 11 65.63% 0 34.38%

Jumlah 32 100


(56)

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, 65,63% responden memiliki pekerjaan tetap, sedangkan responden yang tidak memiliki pekerjaan tetap sekitar 34,38%. Dari data diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa responden atau masyarakat Desa Gumeng memiliki pekerjaan tetap.

Tabel berikutnya, penulis mencoba untuk memperlihatkan jenis pekerjaan responden.

Tabel 4. 8

Responden Menurut Jenis Pekerjaan

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8 Perdagangan Pengusaha Bangunan Pendidikan Buruh Konveksi

Pembantu Rumah Tangga Pegawai Kelurahan Marbot 11 1 1 2 1 3 1 1 52.38% 4.76% 4.76% 9.52% 4.76% 14.29% 4.76% 4.76%

Jumlah 21 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Berdasarkan jenis pekerjaan responden, ternyata responden lebih banyak (52,38%) bekerja sebagai pedagang, dan 14,29% responden berprofesi sebagai


(57)

pembantu rumah tangga. Sementara itu, sangat sedikit jumlah responden yang bekerja untuk sektor formal. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Gumeng mayoritas bekerja di sektor perdagangan yang dekat dengan tradisi masyarakat desa.

Tabel selanjutnya masih ada kaitannya dengan pekerjaan yaitu, pekerjaan sampingan.

Tabel 4. 9

Responden Menurut Pekerjaan Sampingan

No Alternatif Jawaban F %

1

2

Iya, memiliki pekerjaan sampingan

Tidak memiliki pekerjaan sampingan

1

18

5.3%

94.74%

Jumlah 19 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa 94.74% responden tidak memiliki pekerjaan sampingan sedangkan yang memiliki pekerjaan sampingan hanya 5.3% responden memiliki pekerjaan sampingan. Dari data di atas dapat diketahui hampir seluruh responden tidak mempunyai pekerjaan sampingan.

Tabel berikutnya penulis mencoba menyajikan informasi tentang penghasilan responden dalam satu bulan.


(58)

Tabel 4.10

Responden Menurut Penghasilan Perbulan

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

< Rp. 500.000

Rp. 500.001 – Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.001 – Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000 Rp. 2.000.001 – Rp. 2.500.000 Rp. 2.500.001 – Rp. 3.000.000 Rp. 3.000.001 – Rp. 3.500.000 Rp. 3.500.001 – Rp. 4.000.000 Rp. 4.000.001 – Rp. 4.500.000

> Rp. 4.500.001

1 9 4 2 3 1 1 4.76% 42.86% 19.05% 9.52% 14.29% 4.76% 4.76%

Jumlah 21 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel di atas, mayoritas responden berpenghasilan tiap bulan dari pekerjaan yang dilakukan untuk menghidupi keluarga mereka adalah sebesar 42,86% yang berpenghasilan lima ratus sampai satu juta. 4 (empat) responden yang berpenghasilan satu sampai satu juta setengah sebesar 19,05%. Dan hanya satu orang responden yang berpenghasilan diatas empat juta setengah atau 4,76%.


(59)

B. Sejarah Pernikahan

Beberapa tabel berikut menyajikan informasi mengenai sejarah perkawinan responden.

Tabel 4.11

Status Responden pada Saat Pernikahan Dahulu

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3

Gadis/ Perjaka

Janda/ Duda cerai mati Janda/ Duda cerai hidup

26 5 1

81.25% 15.63% 3.13%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel 4.11 menunjukkan, bahwa 81.25% responden pada saat pernikahan dahulu berstatus gadis atau perjaka, sedangkan 18.75% responden pada saat pernikahan dahulu sudah pernah menikah atau sudah tidak gadis atau perjaka. Dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat Desa Gumeng menikah pada saat masih gadis atau perjaka.

Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang sejarah pernikahan dari segi dijodohkan atau pilihan sendiri dalam memilih pasangan hidup.


(60)

Tabel 4.12

Status Responden pada Saat Pernikahan Dahulu

No Alternatif Jawaban F %

1 2

Dipilihkan/dijodohkan Memilih sendiri

19 13

59.38% 40.63%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel 4.12 di atas menunjukkan bahwa 59.38% responden dijodohkan oleh orang tua atau keluarganya, dan 40.63% responden memilih sendiri dalam menentukan pasangan hidupnya. Dari tabel ini dapat diketahui bahwa kebanyakan responden dijodohkan oleh orang tua atau keluarganya. Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang status administrasi pernikahan.

Tabel 4.13

Responden Menurut Status Administrasi Pernikahan

No Alternatif Jawaban F %

1 2

Dicatatkan di KUA

Nikah sirri (menurut agama saja)

12 20

37.5% 62.5%

Jumlah 32 100


(61)

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa, 62.5% responden menikah melalui jalur agama saja sedangkan 37.5% responden secara resmi dan tercatat di KUA. Dari sini dapat diketahui bahwa pada umumnya masyarakat Desa Gumeng melakukan pernikahan secara agama saja.

C. Suasana Keharmonisan dalam Keluarga Rumah Tangga

Beberapa tabel berikut mendeskripsikan tentang suasana keharmonisan keluarga sewaktu dulu berumah tangga.

Tabel 4.14

Tingkatan Keharmonisan antara Suami/ Istri Saat Pernikahan Dahulu

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8

Sangat tidak harmonis Tidak harmonis Kurang harmonis Agak harmonis Cukup harmonis Harmonis Sangat harmonis Tidak tahu 0 5 1 0 4 12 10 0 0 15.63% 3.13% 0 12.5% 37.5% 31.25% 0

Jumlah 32 100


(62)

Dari tabel di atas, terlihat bahwa 37.5% responden menyatakan bahwa pernikahan mereka tergolong harmonis, sedangkan 15.63% responden mengalami ketidak harmonisan dalam rumah tangganya. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga responden berada dalam suasana keharmonisan.

Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang suasana rasa sayang responden terhadap pasangannya dahulu.

Tabel 4.15

Tingkatan Rasa Sayang Responden terhadap Pasangannya Saat Pernikahan Dahulu

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4

Berkurang/ memudar Masih seperti dulu Semakin sayang Tidak tahu

2 24

1 5

6.25% 75% 3.13% 15.63%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel 4.15 menjelaskan bahwa, 75% responden menyatakan masih seperti dahulu atau tidak mengalami perubahan rasa sayangnya terhadap pasangannya pada saat pernikahannya yang dahulu. 15.63% responden menyatakan tidak tahu bagaimana rasa sayangnya terhadap pasangannya, dan 6.25% responden mengatakan rasa sayang mereka berkurang atau memudar. Dari data ini dapat diketahui bahwa


(63)

mayoritas responden berada pada situasi rasa sayangnya masih seperti dulu terhadap mantan pasangan hidupnya.

Tabel selanjutnya memberikan informasi tentang suasana rasa cinta responden terhadap pasangannya.

Tabel 4.16

Tingkatan Rasa Cinta Responden terhadap Pasangannya Saat Pernikahan Dahulu

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4

Berkurang/ memudar Masih seperti dulu Semakin cinta Tidak tahu

4 23

2 3

12.5% 71.88%

6.25% 9.38%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel di atas, memberikan informasi tentang rasa cinta yang dialami responden sewaktu pernikahannya dahulu. 71.88% responden menyatakan suasana rasa cinta terhadap pasangannya masih seperti dulu. 12.5% responden mengatakan berkurang atau memudar terhadap mantan pasangannya. Dari data ini terlihat bahwa responden yang mempunyai rasa cinta terhadap mantan pasangannya, merasakan cintanya masih seperti dulu.


(64)

Tabel berikut menggambarkan suasana keharmonisan rumah tanga. Tabel 4.17

Pengalaman Responden tentang Keharmonisan Keluarga dalam Kasus Silang Pendapat

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pernah 1-2 kali Pernah 3-4 kali Pernah 5-6 kali Pernah 7-8 kali Pernah 9-10 kali Pernah 11-12 kali Pernah 13-14 kali Tidak terhitung Tidak pernah 16 8 3 1 0 0 0 3 1 50% 25% 9.38% 3.13% 0 0 0 9.38% 3.13%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel di atas, memperlihatkan 96.88% responden menyatakan bahwa pernah terjadi silang pendapat dalam keluarganya yang dahulu dan tidak dapat dihitung seberapa banyak terjadi silang pendapat dengan pasangannya. 3.13% responden mengaku tidak pernah terjadi silang pendapat di antara pasangannya sewaktu


(65)

pernikahan yang dahulu. Tabel selanjutnya memaparkan informasi tentang keluarga responden dalam kasus pertengkaran adu mulut

Tabel 4.18

Pengalaman Responden tentang Keharmonisan Keluarga dalam Kasus Pertengkaran Adu Mulut

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pernah 1-2 kali Pernah 3-4 kali Pernah 5-6 kali Pernah 7-8 kali Pernah 9-10 kali Pernah 11-12 kali Pernah 13-14 kali Tidak terhitung Tidak pernah 10 10 4 2 0 0 0 3 3 31.25% 31.25% 12.5% 6.25% 0 0 0 9.38% 9.38%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel 4.18 di atas, mengisyaratkan bahwa 90.63% responden pernah mengalami pertengkaran adu mulut dan tidak bisa dihitung berapa kali mereka bertengkar adu mulut sehingga dapat mengganggu keharmonisan keluarga. 9.38%


(66)

responden tidak pernah mengalami pertengkaran adu mulut dan kualitas keharmonisan keluarga tetap terjaga.

Tabel selanjutnya memaparkan informasi tentang keluarga responden dalam kasus kekerasan fisik.

Tabel 4.19

Pengalaman Responden tentang Keharmonisan Keluarga dalam Kasus Kekerasan Fisik

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pernah 1-2 kali Pernah 3-4 kali Pernah 5-6 kali Pernah 7-8 kali Pernah 9-10 kali Pernah 11-12 kali Pernah 13-14 kali Tidak terhitung Tidak pernah 9 0 0 0 0 0 0 0 23 28.13% 0 0 0 0 0 0 0 71.86%

Jumlah 32 100


(67)

Menurut tabel 4.19 dapat diketahui, bahwa 71.86% responden tidak pernah mengalami kekerasan fisik dan 28.13% responden pernah mengalami kekerasan dalam kehidupan rumah tangganya sewaktu dahulu.

Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang keluarga responden dalam kasus pisah ranjang.

Tabel 4.20

Pengalaman Responden tentang Keharmonisan Keluarga dalam Kasus Pisah Ranjang

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pernah 1-2 kali Pernah 3-4 kali Pernah 5-6 kali Pernah 7-8 kali Pernah 9-10 kali Pernah 11-12 kali Pernah 13-14 kali Tidak terhitung Tidak pernah 5 0 1 0 0 0 0 0 26 15.63% 0 3.13% 0 0 0 0 0 81.25%

Jumlah 32 100


(68)

Dari tabel di atas, terlihat bahwa 81.25% responden tidak pernah mengalami pisah ranjang dengan pasangannya yang dahulu, sedangkan 18.75% responden pernah mengalami pisah ranjang dengan pasangannya dahulu.

Tabel selanjutnya menjelaskan tentang suasana keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah rumah.

Tabel 4.21

Pengalaman Responden tentang Keharmonisan Keluarga dalam Kasus Pisah Rumah

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pernah 1-2 kali Pernah 3-4 kali Pernah 5-6 kali Pernah 7-8 kali Pernah 9-10 kali Pernah 11-12 kali Pernah 13-14 kali Tidak terhitung Tidak pernah 5 0 0 0 0 0 0 0 27 15.63% 0 0 0 0 0 0 0 84.38%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel 4.21 di atas, terlihat bahwa, 84.38% responden tidak pernah mengalami pisah rumah dan 15.63% responden pernah mengalami pisah rumah.


(69)

Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang keluarga responden dalam kasus terjadinya talak 1-2.

Tabel 4.22

Pengalaman Responden tentang Keharmonisan Keluarga dalam Kasus Terjadinya Talak 1-2

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pernah 1-2 kali Pernah 3-4 kali Pernah 5-6 kali Pernah 7-8 kali Pernah 9-10 kali Pernah 11-12 kali Pernah 13-14 kali Tidak terhitung Tidak pernah 7 0 0 0 0 0 0 0 25 21.88% 0 0 0 0 0 0 0 78.13%

Jumlah 32 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel di atas, diketahui bahwa 78.13% responden mengaku tidak pernah terjadi talak 1-2 dengan pasangannya yang dahulu, sedangkan 21.88% responden mengaku pernah terjadi talak 1-2 dengan pasangannya dahulu.


(70)

Tabel selanjutnya menjelaskan tentang silang pendapat jika pernah terjadi. Tabel 4.23

Silang Pendapat Jika Pernah Terjadi

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 Kecemburuan

Kehadiran orang ketiga Tidak punya keturunan Kekurangan ekonomi Perbedaan Pendapat 2 0 0 5 24 6.45% 0 0 16.13% 77.42%

Jumlah 31 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel selanjutnya menjelaskan tentang pertengkaran adu mulut jika pernah terjadi. Tabel 4.24

Pertengkaran Adu Mulut Jika Pernah Terjadi

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 Kecemburuan

Kehadiran orang ketiga Tidak punya keturunan Kekurangan ekonomi Perbedaan Pendapat 1 1 0 9 18 3.45% 3.45% 0 31.03% 62.07%

Jumlah 29 100


(71)

Tabel selanjutnya menjelaskan tentang kekerasan fisik jika pernah terjadi. Tabel 4.25

Kekerasan Fisik Jika Pernah Terjadi

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 Kecemburuan

Kehadiran orang ketiga Tidak punya keturunan Kekurangan ekonomi Perbedaan Pendapat 1 1 0 0 7 11.11% 11.11% 0 0 77.77%

Jumlah 9 100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel selanjutnya menjelaskan tentang pisah ranjang jika pernah terjadi. Tabel 4.26

Pisah Ranjang Jika Pernah Terjadi

No Alternatif Jawaban F %

1 2 3 4 5 Kecemburuan

Kehadiran orang ketiga Tidak punya keturunan Kekurangan ekonomi Perbedaan Pendapat 0 2 0 0 4 0 33.33% 0 0 66.66%

Jumlah 6 100


(1)

Nama : Kholishoh

Hari : Sabtu, 11 Juni 2011

Waktu : 13.54 WIB

Tempat : Di rumah Kholishoh

Alamat : Jl. Pelabuhan Rt. 02/01 Gumeng Bungah Gresik

1. Berapa tahun anda menikah?

Usia pernikahan saya hanya sebentar mbak, hanya 2,5 tahun saya dan mantan suami saya menikah.

2. Apakah anda berstatus single parent dikarenakan kematian atau perceraian?

Saya diceraikan oleh suami saya karena ada masalah yang maaf saya tidak bisa katakan.

3. Berapa tahun berstatus single parent?

Ya kira-kira 4 tahun lebih sedikit lah saya menjadi seorang single parent 4. Bagaimana kondisi keluarga sebelum berstatus single parent?

Seperti layaknya keluarga lainnya dalam kehidupan rumah tangga saya, ada bahagianya dan ada juga pertengkarannya. Ya wajar-wajar saja.

5. Bagaimana kondisi keluarga setelah berstatus single parent?

Pada saat suami saya menceraikan saya, saya sempat depresi berat, stress sampai berhari-hari saya sakit karena saya tidak mau pernikahan saya berakhir apalagi


(2)

usia pernikahan saya hanya sampai berumur 2 setengah tahun. Saat itu anak saya belum tahu apa-apa sekarang pun belum mengerti karena pada saat kita bercerai umurnya masih 1 tahun.

6. Apa saja hambatan yang anda hadapi sebagai seorang single parent?

Yang saya fikirkan sekarang pendidikan dan masa depan anak saya. makanya saya bekerja banting tulang sebagai buruh konveksi jilbab di desa ini.

7. Apa makna keluarga sakinah menurut pelaku?

Saya tidak mengerti keluarga sakinah itu seperti apa, sebenarnya saya mengerti makna keluarga sakinah itu ya bahagia. Yang saya tidak mengerti itu prakteknya saja, yang saya alami hanya waktu singkat saya merasakan keluarga yang utuh. Jadinya saya belum sepenuhnya merasakan keluarga sakinah sebenarnya yakni dengan suami dan anak saya.

8. Bagaimana upaya single parent dalam membentuk keluarga sakinah?

Saat ini yang saya fikirkan bagaimana saya memberi nafkah anak saya, saya memilih bekerja sebagai buruh konveksi kerudung di desa ini karena saya masih bisa mengontrol perkembangan anak saya. Untuk membahagiakan anak saya tidak jarang saya ajak anak saya jalan-jalan ya seperti ditempat bermain gitu. Yang jelas buat dia senang aja, karena saya kasihan masih seusianya harus menjadi korban perceraian orang tuanya.

9. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk menikah lagi?

Belum tahu mbak, sekarang saya fokus mengurus anak dulu. Kalau nanti ada yang cocok, nanti dipikirkan lagi bagaimana baiknya.


(3)

10.Bagaimana respon masyarakat terhadap status anda yang sebagai single parent?

Banyak yang merasa kasihan dengan status saya yang diceraikan oleh suami saya karena masalah pribadi yang tidak bisa saya sebut disini.

Pewawancara

Lailatul Furqoniyah

Yang diwawancarai


(4)

Nama : Yuhanid

Hari : Sabtu, 11 Juni 2011

Waktu : 15.14 WIB

Tempat : Di rumah Yuhanid

Alamat : Jl. H. Mansyur No.3 Rt. 01/03 Gumeng Bungah Gresik

1. Berapa tahun anda menikah? 27 tahun yang lalu saya menikah

2. Apakah anda berstatus single parent dikarenakan kematian atau perceraian?

Suami saya meninggal karena sakit komplikasi. 3. Berapa tahun berstatus single parent?

5 tahun saya menjadi orang tua tunggal bagi anak-anak saya setelah suami saya wafat

4. Bagaimana kondisi keluarga sebelum berstatus single parent?

Dulu waktu suami masih ada, kita itu biasanya apa pun selalu di lakukan berdua, ketika ada masalah kita selalu berunding untuk mencarikan solusinya dan beliau juga sangat menghormati saya dan tidak pernah membebankan sesuatu kepada saya. Beliau kadang lapar waktu malam hari, beliau masak sendiri dan tidak membangunkan saya.


(5)

Pasca kematian suami saya, saya sangat kehilangan, sudah bertahun-tahun kita bersama saling berbagi ketika suka dan duka. Tapi sekarang hanya saya dan anak-anak. Alhamdulillah anak-anak sudah dewasa dan justru mereka yang memberi saya kekuatan dan motivasi bahwa tidak seterusnya saya begini. Mereka lebih tegar dari pada saya, walaupun saya tahu sebenarnya mereka juga sangat sedih tentunya

6. Apa saja hambatan yang anda hadapi sebagai seorang single parent?

Sebenarnya kalau kita ikhlas melakukannya, tidak ada yang menjadi hambatan. Paling yang saya rasa berbeda adalah saya harus mengurus kebutuhan anak-anak sendirian yang dahulunya bersama-sama. Tapi saya menikmatinya, karena inilah takdir hidup saya.

7. Apa makna keluarga sakinah menurut pelaku?

Makna keluarga sakinah menurut saya adalah keluarga yang bahagia, tenang, tentram dan damai. Yang jelas keluarga sakinah itu ya mampu menempatkan peran masing-masing anggota keluarga dan bertanggung jawab.

8. Bagaimana upaya single parent dalam membentuk keluarga sakinah?

Atas kejadian ini saya tidak perlu larut dalam kesedihan dengan cara menyibukkan kerja dan kerja apalagi anak saya saat masih sekolah dan yang pertama masih studi di salah satu Universitas Negeri di Surabaya. Saya berusaha menjalani hidup tanpa mau berfikir terlalu berat. Membesarkan anak-anak dengan kemampuan yang saya miliki, selalu memantau perkembangan yang terjadi baik dalam hal pendidikan maupun agamanya. Sekarang saya sudah enak dengan


(6)

kondisi saya. Apalagi anak pertama saya telah menyelesaikan pendidikan S1. ada rasa bahagia saat saya datang pada acara wisuda, saya tidak menyangka dapat membiayai kuliah sampai selesai. Tinggal yang bungsu tahun depan masuk perguruan tinggi

9. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk menikah lagi? Tidak, saya masih sangat mencintai dan menyayangi suami saya.

10.Bagaimana respon masyarakat terhadap status anda yang sebagai single parent?

Baik sekali masyarakat disini, yang rasa kekeluargaannya sangat tinggi.

Pewawancara

Lailatul Furqoniyah

Yang diwawancarai