30
dari Nainggolan Parhusip dan Siregar Silali saja namun juga untuk semua marga Nainggolan dan Siregar lainnya.
4.1.3 Proses Terjadinya Padan Menurut Informan Marga Siregar Silali
Seorang informan asal Lobu Tangga, Desa Silali Toruan, yaitu bapak K. Siregar Silali, juga menceritakan proses terjadinya padan marga Nainggolan
Parhusip dan Siregar Silali sebagai berikut: Marga Nainggolan Parhusip dan Siregar Silali sama-sama memiliki
istri yang mengandung. Pekerjaan mereka seperti kebanyakan orang-orang Toba seperti sekarag ini, yaitu bekerja sebagai nelayan. Istri yang satu
tidak memiliki anak laki-laki sedangkan istri yang lainnya tidak memiliki boru perempuan namun beliau tidak bisa menyatakan secara pasti bahwa
anak laki-laki yang ditukar apakah milik Nainggolan Parhusip atau Siregar Silali dan begitu juga dengan boru perempuan, apakah itu milik
Siregar Silali atau Nainggolan Parhusip. Hanya kedua marga itu sendiri yang tahu jenis kelamin anak mereka. Meskipun ada seseorang yang
mengetahui sejarah pertukaran jenis kelamin anak mereka namun kejadian tersebut tidak bisa diceritakan secara sembarangan.
Berkatalah istri yang satu kepada yang lain: ”Jika anakmu lahir maka
itu menjadi anakku laki-laki nanti sedangkan jika boruku lahir maka itu akan menjadi borumu
perempuan.” Suatu waktu, kedua istri tersebut sama-sama melahirkan. Saat anak yang dinantikan telah lahir maka mereka
sepakat untuk menukarkan anak tanpa diketahui oleh suami mereka. Karena sudah lama suami mereka tidak tahu bahwa anak yang mereka
lahirkan telah ditukar maka kedua istri segera memberitahukannya sebab menganggap anak orang lain seperti anak kandung sendiri bersifat
pantang. Ketika suami mereka tahu bahwa itu bukan anak kandung mereka maka diucapkan sebuah perjanjian dan terjadilah padan di antara mereka.
Marga Nainggolan Parhusip dan Siregar Silali disebut dengan ”sisada
anak sisada boru” yang berarti ”merasa sama-sama memiliki dan sama- sama memberi tanggung jawab atas anak laki-laki dan boru perempuan
dari marga yang sama.” Tidak semua marga Nainggolan memegang padan. Nainggolan memiliki dua orang keturunan yaitu Si Batu dan
Rumahombar. Kemudian Si Batu juga memiliki anak yaitu Batuara dan Parhusip. Marga Nainggolan Parhusip dan Batuara juga tidak
diperbolehkan menikah karena mereka sudah berjanji saat terjadinya
31
peristiwa pertukaran anak. Untuk marga Nainggolan lainnya, seperti Nainggolan Lumban Raja diperbolehkan menikah dengan boru Siregar
Silali atau sebaliknya.
Kesimpulan dari pandangan kedua informan dari marga Nainggolan Parhusip dan Siregar Silali dengan cerita dalam novel Senja Kaca karya Almino
Situmorang mengenai proses terjadinya padan marga Nainggolan Parhusip dan Siregar Silali adalah sama-sama menyatakan bahwa hal tersebut berawal dari
pertukaran anak yang dilakukan oleh kedua istri Nainggolan Parhusip dan Siregar Silali. Pertukaran anak tersebut tidak diketahui oleh kedua suami mereka. Istri
dari Siregar Silali menukarkan borunya perempuan untuk mendapatkan anak laki-laki dan istri dari Nainggolan Parhusip menukarkan anaknya laki-laki
untuk mendapatkan boru perempuan. Istri dari Siregar Silali ingin memiliki anak laki-laki karena di dalam adat Batak Toba hanya anak laki-laki yang bisa
menurunkan marga supaya marga Siregar Silali tidak punah atau menghilang. Istri dari Nainggolan Parhusip ingin memiliki boru perempuan karena dalam adat
Batak Toba seorang boru dapat membantu orang tua di dalam kehidupan sehari- hari dan ketika menikah maka boru perempuan tersebut harus dibeli dengan
’sinamot’ yang berarti ’mahar’ sesuai dengan persetujuan keluarga kedua belah pihak masing-masing.
Pada saat bapak Nainggolan Parhusip dan bapak Siregar Silali tahu bahwa anak yang bersama mereka bukanlah anak kandungnya, terjadilah sebuah
ucapan padan di antara mereka yang menyatakan bahwa marga Nainggolan Parhusip dan Siregar Silali akan menjadi seorang saudara. Sejak terucapnya
padan bahkan sampai saat ini kedua marga tersebut dilarang untuk menjalin
32
hubungan bahkan menikah. Namun bapak M. Nainggolan Parhusip mengatakan bahwa marga Nainggolan yang terdiri dari Nainggolan Batuara, Nainggolan
Lumban Tungkup, Nainggolan Lumban Raja, Nainggolan Hutabalian, dan Nainggolan Lumban Siantar beserta marga Siregar Silo, Siregar Dongoran, dan
Siregar Siagian menyatakan bahwa marga mereka juga ikut memegang padan karena bagi mereka padan bukan hanya milik dari Nainggolan Parhusip dan
Siregar Silali saja tapi sudah menjadi milik semua keturunan marga Nainggolan dan Siregar lainnya. Berbeda dengan pendapat bapak M. Nainggolan Parhusip,
bapak K. Siregar Silali justru mengatakan bahwa marga Nainggolan, seperti: Batuara dan Parhusip memang tidak boleh menikah karena mereka adalah satu
keturunan tetapi lain halnya dengan marga Nainggolan Lumban Raja. Marga tersebut boleh menikah dengan boru Siregar Silali ataupun sebaliknya karena
hanya marga Nainggolan Parhusip dan Siregar Silali saja yang terikat dengan padan.
4.2 Keuntungan dan Kerugian Padan Bagi Marga Nainggolan Parhusip