Pesan Moral dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja Karya Andi Zulfikar: Tinjauan Sosiologi Sastra

(1)

Lampiran

Biodata Pengarang Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja

Nama : Andy Zulfikar

Nama Panggilan : Andy Zul

Tempat tanggal lahir : Borongtammatea (Makassar), 10 November 1975

Anak ke : tiga

Nama Ayah : M.Ridwan

Nama Ibu : Anissah Dwiyanti

Pekerjaan : Direktorat Jendral Pajak

Sinopsis Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja

Tokoh utamanya adalah seorang anak kembar yang diasuh oleh bukan ibu kandungnya, melainkan seorang ibu (Bu Maryam) yang di suatu pagi menemukan bayi di depan pintu rumahnya. Bersama suaminya, dia pun mengasuh anak tersebut dengan penuh kasih sayang layaknya anak kandung sendiri (Baso dan Fatimah).

Sampai suatu saat, Ibu Maryam merasa tidak kuat menyimpan rahasia itu, dan ia pun memberitahukan kepada anak angkatnya status yang sebenarnya. Hal ini tentu saja membuat Said Abdullah (nama anak remaja itu) sedih.


(2)

Mengetahui bahwa dirinya bukan anaik kandung dari sosok ibu yang selama ini merawatnya, Said jadi sering merenung dan berlama-lama di pantai. Dari kebiasaannya itulah, tiba-tiba ia dipertemukan dengan seorang lelaki tua yang kurang waras. Ia menyebutnya dengan Lelaki Senja, seseorang yang akhirnya menjadi inspirasi Said saat ia memutuskan untuk belajar menulis, terutama karya fiksi yang kelak akan menjadi jalan baginya untuk mewujudkan mimpinya, yaitu menjadi penulis terkenal serta bertemua orang tua kandungnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

____________________. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Ekarini Saraswati. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu Media dan UMM Press.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hasan Alwi dan Dendy Sugono (editor). 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Obor Indonesia.

Henry Guntur Tarigan. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Jakob Sumardjo & Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia. Moleong, J. Lexy. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pradopo, Rachmad Djoko. 1994. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra Teori dan Penerapannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, Atar. 1985. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Terjemahan oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsay. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sudjiman, Panuti. 2006. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Gramedia.

Tarigan, Henry Guntur. 2000. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Teeuw, A. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.


(4)

Wellek Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. (Terjemahan Melanie Budianta). Jakarta: Gramedia.

Internet

http://www.Organisasi.org.htm. (Diakses tanggal 23 Januari 2014).

http://sastrasantri.wordpress.com/2009/01/27/sosiologi-sastra/. (Diakses tanggal 27 juli 2009). (Diakses tanggal 27 Maret 2014).


(5)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini mempergunakan Library Research atau penelitian kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data. Dalam buku yang berjudul Metode Penelitian mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir 1988: 111).

Sesuai dengan namanya yaitu penelitian kepustakaan, maka peneliti melakukan berbagai riset yang berkenaan dengan kebutuhan penelitian di perpustakaan. Pengumpulan data menjadi syarat yang utama dalam penelitian sesuai dengan yang diutarakan Hall (dalam Endaswara 2011: 103) cukup penting diperhatikan bagi peneliti sosiologi sastra yang hendak mengumpulkan data. Data itu tersedia dan banyak, tidak terstruktur, maka peneliti perlu mengumpulkan data dengan kartu-kartu kecil.

Lebih lanjut Endaswara (2011: 104) menyebutkan bahwa cara pengumpulan data penelitian sosiologi sastra tergantung pada prespektif penelitiannya, prespektif yang berfokus pada (1) teks, (2) sastrawan, (3) fungsi sosial, (4) dokumen budaya, (5) struktur genetika, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, prespektif peneliti berfokus pada teks.


(6)

Peneliti juga menggunakan langkah-langkah memperoleh data sesuai dengan yang dituliskan oleh Endaswara (2011: 105), yaitu: (1) melalui pembacaan heuristik, artinya hati-hati, tajam terpercaya, menafsirkan sesuai konteks sosial, (2) melalui pembacaan hermeneutik, artinya peneliti mencoba menafsirkan terus-menerus, sesuai bahasa simbol sosial, dikaitkan dengan konteks serta pengaruh historis. Kemudian peneliti akan melanjutkan pada langkah selanjutnya yaitu melakukan pencatatan pada kartu-kartu kecil sesuai dengan data yang ditemukan di dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja.

Peneliti menuliskan data pada kartu kecil kemudian mengklasifikasikan data berdasarkan pada batasan masalah yang sudah dibuat sebelumnya, data mana yang masuk pada pesan moral kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, kesabaran, penolong, rajin belajar, dan penyesalan. Setelah semuanya dicatat dan dikelompokkan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data yang ditemukan dengan tinjauan sosiologi sastra.

3.2 Bahan Analisis

Sumber data yang menjadi bahan analisis penelitian ini adalah:

Judul : Lelaki yang Setia Mencumbui Senja Pengarang : Andi Zulfikar

Penerbit : Safirah Tebal Buku : 345 halaman


(7)

Ukuran : 13 x 20 cm

Cetakan : Pertama

Tahun : 2012

Warna Sampul : Perpaduan warna biru, putih, kuning,coklat dengan judul berwarna hitam dan merah.

Gambar Sampul : Berupa gambar seorang lelaki muda dan matahari dan pantai di sore hari.

Desain Sampul : Wulan

3.3 Teknik Analisis Data

Data yang telah diklasifikasikan sebelumnya kemudian dilanjutkan dengan menganalisis secara mendalam. Analisis pada dasarnya adalah proses pemaknaan (Endaswara 2011: 111). Adapun langkah-langkah analisis yang dikutip dari buku Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra adalah :

(1) Analisis diawali dari asumsi bahwa penelitian selalu bermula dari pertanyaan berkaitan dengan gejala yang muncul sebagai akibat hubungan antara karya sastra dan lingkungan sosialnya, (2) peneliti memanfaatkan konsep pemahaman (verstehen) terhadap karya sastra secara mendalam dengan mengungkapkan dan menguraikan gejala sosial, (3) data yang dianalisis bisa berasal dari berbagai hal yang menyangkut hubungan-hubungan antara karya sastra dan sistem sosial, (4) nilai-nilai dan norma


(8)

tingkah laku, riwayat hidup pengarang, proses penerbitan, pembaca sasaran, dan berbagai isu sosial lain bisa saja dianalisis lebih mendalam (Endaswara 2011: 113).

Analisis data berpusar pada teks sastra, tentu analisis lebih ke arah tafsiran. Gagasan Swingewood (dalam Endaswara 2011: 115) esensi analisis data sosiologis harus dilakukan ilmiah sehingga mampu mengungkapkan: (1) kehidupan manusia di masyarakat secara objektif, (2) memaknai lembaga-lembaga sosial, (3) memahami proses sosial, dengan menelusuri bagaimana masyarakat itu “mungkin” (berkembang, mundur). Dalam hal ini langkah-langkah yang diikuti dalam penelitian tersebut hanya pada point tertentu yang memang dibutuhkan oleh peneliti.

Peneliti menyederhanakan uraian panjang di atas mengenai analisis data dengan mempergunakan teknik simak dan catat data yang terdapat pada novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja, yaitu membaca dan menyimak objek kajian terlebih dahulu lalu kemudian mencatat hal-hal yang terkait dengan rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya, pencatatan ini dilakukan di kartu data.

Metode yang dipergunakan dalam menganalisis data adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan “perhitungan” atau dengan angka-angka (Moleong, 1982: 2).

Metode ini sangat tepat dipergunakan dalam menganalisis data yang ditemukan dalam penelitian ini. Hal ini dapat ditegaskan dengan salah satu ciri penting yang terdapat dalam metode kualitatif, sebagai berikut: memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural (Ratna, 2004: 46). Metode kualitatif digunakan untuk menyelidiki, menemukan,


(9)

menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010: 1).


(10)

BAB IV

PESAN MORAL DALAM NOVEL LELAKI YANG SETIA MENCUMBUI SENJA KARYA ANDI ZULFIKAR: ANALISIS SOSIOSASTRA

4.1 Pesan Moral dalam Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja

Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pesan moral merupakan amanat yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, baik itu melalui tokoh atau alur yang terdapat dalam cerita. Moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila dalam kehidupan manusia baik secara individu ataupun kehidupan bermasyarakat.

Jenis ajaran moral sangatlah luas menyangkut pada setiap persoalan hidup dan kehidupan, secara garis besar Nurgiyantoro (1995: 324) membedakannya menjadi persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Membaca dan memahami novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja karya Andy Zulfikar, peneliti menetapkan bahwa unsur-unsur pesan moral yang dikaji adalah kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, kesabaran, rajin belajar, penolong dan penyesalan.


(11)

4..1.1 Ketaatan dalam Beribadah

Taat beribadah ialah patuh kepada sang pencipta dengan tunduk akan aturan-aturan Allah. Ketaatan manusia dalam beribadah dapat kita lihat dari tingkah laku serta perbuatanya. Seperti dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja di beberapa bagian paragraf terdapat hal yang menunjukkan ketaatan tokoh dalam beribadah, seperti contoh berikut.

Kecuali Said. Dia masih menahan kesedihan yang berkecamuk didalam hatinya. Dia menyadari salah satu impiannya yang sebenarnya adalah bertemu dengan orang tuanya.

Ya Allah Yang Maha Pengasih, mudahkanlah aku bertemu dengan mereka. Kabulkanlah ya Allah, ya Tuhanku.

Said berdoa dalam hati. (LySMS, hal.64)

Acara akan diadakan mulai darin jam sepuluh lewat tiga puluh menit dan akan diselingi waktu shalat. Untunglah, Ustadz Azzam dan Said tidak terlambat untuk melakukan registrasi ulang. Mereka sampai di sana lima belas menit sebelum jam sepuluh. Setelah melakukan sholat dhuha, mereka lalu menuju tempat dilaksanakannya perlombaan tersebut.

Said pun bangkit dan mengucapkan dalam hati doa Nabi Musa yang diajarkan oleh Ustadz Azzam.

Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku Dan mudahkanlah untukku urusanku Dan lepaskanlah kekakuandari lidahku.

Doa tersebut terus menerus dilantunkannya hingga hatinya menjadi lebih tenang diatas podium (LySMS, hal.85).


(12)

Sungguh lega perasaan Said dan Baso melihat ibunya tertidur pulas. Tiada henti-hentinya Said mengucapkan doa dalam hatinya semoga Bu Maryam diberikan kesehatan oleh Allah (LySMS, hal.151).

Dari kutipan-kutipan di atas, ketaatan tokoh dalam beribadah terlihat saat tokoh sedang sedih juga saat ingin memulai sesuatu ia selalu ingat untuk berdoa supaya dia mendapatkan ketenangan. Doa adalah nafas hidup orang percaya. Dengan memanjaatkan doa, menunjukkan bahwa kita percaya kepada-Nya dan merupakan suatu ketaatan dalam beribadah.

Contoh lain yang menunjukan ketaatan dalam beribadah dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja dapat dilihat dari penggalan paragraf berikut.

Selepas shalat Maghrib di masjid, dia melihat Ibu Maryam menangis tersedu-sedu di ruang tengah rumahnya (LySMS, hal. 23).

Lomba tersebut sempat dihentikan ketika waktu zhuhur telah tiba. Peserta diberikan kesempatan untuk sholat, makan, dan istirahat sejenak. Ustadz Azzam dan Said memutuskan untuk shalat di masjid kampus yang terletak di dekat gerbang (LySMS, hal. 83).

Pagi ini sehabis shalat Dhuha, Bu Maryam merasakan kelelahan yang ssangat dalam tubuhnya (LySMS, hal.117).

Dalam perjalanan, tak henti-hentinya Said berdoa untuk keselamatan ibunya. Dalam hati dia juga berdoa agar Baso segera pulang kerumah (LySMS, hal.121).

Wajah Baso terlihat sangat tegang. Tiba-tiba, dia berhenti di t engah

perjalanan. Dia teringat akan sesuatu. Dia hampir lupa bahwa dia belum shalat Zhuhur. Padahal setengah jam lagi waktu akan memasuki shalat Ashar.

“Astaghfirullah, ID. Aku belum shalat Zhuhur!” seru Baso. Wajahnya terlihat pucat, seakan-akan baru kehilangan sesuatu yang sangat berharga (LySMS , hal 138).

Said rindu mereka. Said ingin merasakan bagaimana nikmatnya diajarkan al-Qur’an oleh ayah kandungnya. Diajarkan alif, ba, ta, tsa, sampai dia lancar


(13)

membaca al-Qur’an dengan tajwid yang benar. Diajak shalat berjamaah bersama-sama ke masjid (LySMS, hal. 32).

“Ada yang jauh lebih penting daripada itu. Apakah Baso sudah shalat Maghrib?” Ibunya bertanya sambil mengusap-usap rambut anaknya (LySMS, hal. 153).“Tidak perlu minta maaf kepada Ibu. Minta maaflah kepada Allah karena telah terlambat melaksanakan shalat (Zulfikar hal. 154)

“Sekarang Baso shalat dulu, setelahnya baru mandi, dan siap-siap sholat Isya di masjid (LySMS, hal. 154).

Fatimah dititipkan dulu dirumah sahabatnya itu. Ketika ditinggal Fatimah masih terlelap karena kecapaian.Fatimah sempat terbangun untuk shalat Subuh, kemudian dia tertidur lagi. Ketika Fatimah tertidur itulah, Bu Zainab memutuskan untuk berangkat ke rumah sakit (LySMS, hal. 170).

Kemarin malam Bu Maryam sempat shalat Isya dan Maghrib dengan isyarat. teringat dia belum shalat Shubuh. Walaupun waktu telah menunjukkan pagi hari, dia mempunyai uzur untuk melaksanakan shalat Subuh karena dia baru saja terbangun. Dengan isyarat dia lalu melaksanakan shalat Subuh. Tubuhnya tidak bisa banyak digerakkan, tapi kewajiban tetap harus dilaksanakan. Baso yang melihat ibunya terbangun, terdiam saja ketika ibunya melaksanakan shalat dengan gerakan yang terbatas.

Ketaatan yang tergambar diatas adalah bentuk aktivitas yang selalu dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja dengan selalu mengutamakan shalat dalam kehidupannya. Shalat merupakan kewajiban bagi umat beragama dan sebagai kekuatan dalam menghadapi persoalan ataupun masalah yang sedang menimpa. Walaupun saat kondisi separah apapun tetaplah setia pada yang maha kuasa, karena dengan kuasaNya lah segala sesuatu mungkin terjadi.

Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja merupakan novel yang sangat bermakna dan di dalamnya banyak terdapat moral-moral yang berharga salah satunya adalah moral agama yang ditunjukkan dengan baik.


(14)

4.1.2 Kesabaran

Kesabaran merupakan ketenangan hati dalam menghadapi cobaan. Tanpa kesabaran sedikit kesulitan akan membuat sesorang emosional, gegabah, dan melakukan kesalahan. Sedikit kegagalan membuat kita frustasi, sepatah kata hinaan membuat diri sakit hati, balas dendam, akibatnya hidup memiliki banyak musuh.

Kesabaran dapat membantu seseorang untuk bertumbuh dewasa serta tegar dalam menyikapi kehidupan juga menghadapi segala cobaan hidup. Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa paragraf dibawah ini.

Semenjak ditinggal mati oleh suaminya karena kecelakaan ketika melaut jauh ke pantai lepas, Ibu Maryam harus berjuang mempertahankan hidup membesarkan kedua anak kandungnya, Baso dan Fatimah. Dan tentu saja Said Abdullah. Bu dan ketiga anaknya bagai kehilangan arah hidup. Berhari-hari Bu Maryam menangis mengingat anak-anaknya yang masih kecil. Siapa lagi yang akan menanggung biaya hidup mereka. Pak Arifin tidak meninggalkan banyak harta, selain sikap optimis yang selalu diajarkannya semasa hidup. Dia mengajarkan arti percaya kepada kuasa Sang Maha Pencipta. Dia selalu memberi contoh bagaimana dia selalu bersikap tegar ketika masalah itu datang.

“Ingat Bu, terkadang manusia mengaku dia beriman ketika badannya sehat dan hartanya banyak. Tapi sesungguhnya, iman itu teruji ketika kita mendapatkan masalah dari Allah, apakah kita akan menyerah dan berkeluh kesah, ataukah bersabar dan terus berikhtiar mendapatkan yang terbaik dalam hidup kita.” Itulah pesan Pak Arifin ketika dia masih hidup.

Ibu Maryam tidak mau larut dalam sedihnya. Ditepisnya sikap pesimis dalam hidupnya. dia selalu yakin bahwa Allah tak akan meninggalkan hamba-Nya yang berbuat baik. Dia sering berdoa agar Allah memberikan kemudahan dalam hidupnya sehingga bisa melewati beban hidup ini.

Diambil alihnya tugas dan tanggung jawab menghidupi anak-anaknya dengan sepenuh hati. Dia pun memutuskan berjualan ikan di pasar serta membuka jasa menjahit dirumah. Tiada keluh, tiada kesah, yang ada hanya tekad yang membaja. (LySMS, hal. 18-19).


(15)

Dari beberapa paragraf di atas terdapat pelajaran yang bisa diambil, seperti keteguhan hati Bu Maryam dan kesabarannya dalam menghadapi pahitnya hidup, Bu Maryam selalu berdoa memohon kepada Allah untuk memperoleh kemudahan hidupnya. Walaupun dia harus mengidupi ketiga anaknya namun dia tidak mau menyerah dan ingin berusaha melanjutkan hidup.

Nilai kesabaran lainnya yang dapat diambil dari novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja adalah tentang bagaimana Said sabar menahan kesedihannya mengetahui dirinya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini dianggapnya ibu dan dia pun berusaha untuk tegar walau hatinya sangat hancur. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa kutipan di bawah ini.

Said mencoba menenangkan hatinya yang berkecamuk. Walau hatinya hancur berkeping-keping, namun dia harus tetap tegar. Wanita yang dulunya dipanggilnya sebagai ibu tak boleh larut dalam kepedihan. Dipandangnya Bu Maryam dengan penuh kasih.

“Sungguh mulia engkau, Ibu. Mau memelihara Said yang tak kau kenal.

Janganlah Ibu menangis lagi. Sungguh duka tak pantas untuk anak seperti aku. Hidup sebatang kara tanpa siapapun, tapi Ibu memberikan aku kasih. Janganlah menangis lagi. Suatu saat Said akan membalas baik budi Ibunda.”

Said mencoba menghibur Ibu Maryam, walau dia sendirimasih harus bertarung dalam kesedihan. (LySMS, hal. 29).

Kehidupan dapat mengajarkan kita untuk menjadi lebih sabar. Dalam masa-masa sulit kadang kita tidak memiliki pilihan lain selain untuk bersabar. Kesabaran dapat menjadi kekuatan untuk mengahadapi segala masalah seperti hinaan kepada diri. Dengan bersabar hinaan tersebut bagaikan angin lalu. Lebih baik memikirkan hal yang


(16)

baik daripada memikirkan segala cemoohan ataupun hinaan orang lain seperti yang ditunjukkan oleh tokoh dari beberapa paragraf berikut.

“Hai, Anak angkat.” Laud nama pemuda itu menghina Said. Dia sebenarnya merasa iri karena Said sering menjadi juara kelas. Dan hal yang palin membuatnya kesal adalah Said tidak mengijinkannya menyontek saat ujian tiba pada saat mereka mereka bersekolah di sekolah dasar yang sama.

“Hai Laud apa maksud kamu hah?!”bentak Baso kemudian. Baso mengepalkan tangannya tanda emosi. Hampir saja dia memukul Laud ketika itu. Untung Said dengan sigap menghalanginya. (LySMS, hal. 49).

“Tidak mengapa Baso,” ujar Said. “aduh Said. Jangan diam saja, anak seperti itu harus diberi pelajaran. Kalau kamu tidak mau, biar aku yang turun tangan. Aku akan hajar mulutnya itu hingga tidak berbentuk lagi.”

“Aku bukannya takut, Baso. Tapi aku tidak ingin Ibu menjadi sedih karena anak-anaknya berkelahi. Ibu telah memberi kita amanah untuk tidak berbuat sesuatu yang mengecewakan beliau. Hinaan tidak akan menyakitkan apabila hati kita tidak mengizinkan hinaan itu menyakitkan kita.” Said memberi alasan. (LySMS, hal. 50).

Dari beberapa kutipan di atas terlihat bahwa Said memiliki hati yang tenang dan sabar. Said selalu memikirkan apa akibat dari suatu tindakan yang tidak baik. Dia menunjukkan bahwa kekerasan tidak memberikan solusi malah akan membuat situsi semakin sulit.

Mendengar penjelasan Said, Baso pun akhirnya mengerti bahwa kekerasan itu mengalahkan lawan tanpa menggunakan kekerasan. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa penggalan paragraf berikut.

Semalaman Baso berpikir keras. Baso berpikir setiap orang pasti ada titik lemahnya. Secara fisik, Laud sebenarnya layak untuk digelari gelaran yang menyakitkan. Tapi Baso tidak ingin melakukan hal yang tercela. Dia memutuskan tidak memakai cara tersebut. (LySMS, hal. 51).


(17)

Baso tahu kelemahan Laud adalah ayahnya. Baso memilih melaporkan Laud pada ayahnya. Ayah Laud adalah polisi yang disiplin dan adil. Dia tidak akan membela anaknya apabila anaknya, bila anaknya itu benar-benar salah. Walhasil, Laud dihukum oleh ayahnya dan disuruh untuk meminta maaf kepada Said atas perlakuan buruknya. (LySMS, hal. 51).

Melihat penggalan-penggalan paragraf di atas dapat disimpulkan bahwa setiap rintangan hidup apabila dihadapi dengan tenang jiwa akan baik-baik saja asalkan tetap bersabar dan selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Kesabaran juga lambat laun akan berbuah, buah yang berupa kebaikan.

4.1.3 Kejujuran

Kejujuran adalah sikap positif dalam diri manusia yang menentang segala kebohongan serta bertindak dan mengatakan sesuatu berdasarkan fakta. Oleh karena itu kejujuran dapat dijadikan nilai moral yang patut diapresiasikan dalam kehidupan sebagai tindakan positif yang harus dimiliki oleh manusia.

Kejujuran di dalam diri manusia seringkali kalah oleh pikiran jahat ataupun negatif. Kebohongan dilakukan oleh manusia, karena manusia merasa dengan berbohong dapat memberikan penyelesaian pada setiap masalah yang dihadapi hingga akhiirnya kebanyakan manusia lebih memilih berbohong daripada mempertahankan kebenaran melalui bertindak jujur.

Hal utama yang diperoleh dari berbuat jujur bukanlah untuk menciptakan kesan yang baik dari orang lain tetapi bertindaklah jujur karena takut akan Sang Pencipta, karena apa yang kita peroleh dari masyarakat dari berbuat jujur tidaklah sebanding dengan apa yang akan kita terima dari Sang Pencipta yaitu ketenangan batin, berkat, serta pahala yang berlimpah.


(18)

Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja memiliki nilai kejujuran dalam ceritanya. Adanya nilai kejujuran dalam novel ini menegaskan bahwa novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja sarat akan pesan moral. Hal tersebut terlihat dari beberapa penggalan paragraf di bawah ini.

Bu Maryam mengela napas sejenak sebelum bercerita tentang lisannya tentang hal yang selama ini menghimpit didalam dadanya.

Suara Bu Maryam terdengar bergetar seiring dengan getaran hatinya yang mengumpulkan keberanian untuk menyatakan sesuatu yang terpendam selama ini. “Anakku, Said yang kusayang. Berat Ibu menceritakan ini padamu. Karena s esungguhnya, ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi Ibu untuk diceritakan. Lama sudah kita bersama, dan tak pernah engkau sedikitpun menyakiti Ibu. Engkau selalu kasih dan sayang kepada ibu, membuat Ibu merasa memiliki karunia bersama denganmu.”

Said hanya terdiam dan menundukkan kepalanya tak berani memandang wajah Bu Maryam. Dia merasakan bahwa dia harus bersiap menerima suatu berita yang akan menghancurkan perasaannya dari kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Bu Maryam. “Nak, mungkin saatnya kamu mengenal dirimu sebenarnya. Telah lama Ibu menyembunyikan rahasia ini, menganggapmu sebagai anak Ibu sendiri. Namun tak bisa lagi Ibu seperti itu. Engkau lelaki harus tegar menerima kenyataan dan cobaan.” Bu Maryam memandang wajah belia Said diletakkannya sapu tangan itu ditangan Said. Diujung sapu tangan itu terukir sebuah nama. Said Abdullah.

“Apa yang hendak Ibu ceritakan padaku? Dan darimana sapu tangan ini b erasal?” Said memberanikan diri memandang Ibunya dan bertanya. Dia ingin segera mengetahui maksud perkataan Ibunya yang telah dia dengarkan.

“Ibu ingin kamu tahu bahwa Ibu mengasihimu, Nak. Sesungguhnya, Ibu bukanlah Ibumu yang sebenarnya.” Jam dinding seakan terhenti mendengar perkataan Ibu Maryam.Ibu Maryam berhenti sejenak. Tak tertahankan kepedihan ini, seakan-akan ada yang pecah di rongga dadanya. Demikian pula Said. Rongga dadanya sesak, terhempas oleh kesedihan. Bagaikan air y ang mendidih di bejana suara tangis itu. (LySMS, hal. 26-28).

Dari penggalan-penggalan paragraf di atas terlihat bahwa kejujuran merupakan hal yang harus dikatakan walaupun kejujuran itu menyakitkan dan sering menimbulkan


(19)

kepedihan yang mendalam, namun hal yang dapat diperoleh dari kejujuran ialah ketenangan dan rasa lega dalam dada.

Berbeda apabila melakukan hal yang tidak jujur karena perbuatan seperti itu akan membuat perasaan tidak enak dan dihantui rasa bersalah. Emile Durkheim (1964: 67) dan Randall Collin (1975: 59-60) menyatakan sesungguhya perilaku jujur atau ketidakjujuran adalah sosial dalam artian perilaku tersebut konsekuensi dari internalisasi nilai-nilai (asumsi kedirian) dan kekangan serta fasilitas struktural (asumsi struktural).

Pengertian yang sederhana pada paragraf di atas adalah perilaku jujur ataupun ketidakjujuran berasal dari dalam diri sendiri ataupun ada faktor luar yang mempengaruhi perbuatan tersebut dilakukan seperti yang tergambar pada penggalan paragraf berikut.

“Baso mana, Nak?” Bu Maryam bertanya lirih dan menatap Said dengan mata yang begitu sayu. Said menundukkan pandangannya, tak sanggup menatap Ibu Maryam. Dia merasa bahwa sebaiknya dia berbohong agar tidak menambah beban Ibunya.

“Eh, Baso sepertinya lagi belajar bersama di rumah temannya, Bu. Tadi Said pulangnya tidak bareng dengan dia Bu.

“Ohhh.” Mata Bu Maryam semakin sayu seakan-akan meragukan jawaban Said. Said semakin tidak bisa memandang wajah Ibunya.Dia semakin merasa sangat bersalah kepada Ibu asuhnya ini. (LySMS, hal. 123).

Penggalan paragraf di atas menunjukkan bahwa Said melakukan kebohongan karena di satu sisi ingin melindungi Baso dari kemarahan Ibu nya di sisi lain Said tidak ingin mengatakan kejujuran melihat dari kondisi ibunya yang sedang sakit, dia tidak ingin menambah beban pikiran Ibunya. Tindakan Said sebenarnya tidaklah sangat buruk


(20)

tetapi tetap saja sesuatu yang tidak baik akan memberikan beban, baik itu perasaan maupun pikiran.

4.1.4 Pesan Moral Penolong dalam Novel LySMS

Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup sendirian. Sebagai makhluk ciptaan tuhan sudah sewajarnya sebagai manusia yang baik dan bertaqwa memiliki jiwa penolong, karena tidak selamanya hidup berjalan seperti yang kita mau. Tindakan penolong dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja adalah bagaimana Bu Maryam dengan setulus hati untuk merawat bayi yang ditemukannya bersama suaminya di depan rumahnya. Padahal keluarga Bu Maryam hanyalah keluarga sederhana yang hidupnya pas-pasan yang mengandalkan pekerjaan suaminya sebagai nelayan. Selain mau mengangkat Said sebagai anaknya Bu Maryam pun rela menjadi memberikan Asi kepada Said. Hal tersebut dapat dilihat dari penggalan paragraf berikut.

Jantung Bu Maryam terasa berdebar ketika memeluk anak itu. Ada rasa hangat kasih sayang memenuhi relung dadanya. Rasa kasihan bercampur rasa iba. Dia memandang bayi itu terlelap setelah puas mendapatkan nutrisi dari seorang Ibu yang sama sekali tidak mempunyai hubungan darah dengannya. (LySMS, hal. 13).

Untunglah di saat Said dirawat, Ibu Maryam baru saja melahirkan Baso. Ibu Maryam sering menceritakan bagaimana air susunya selalu terasa penuh ketika hendak menyusui Said dan Baso. Mungkin itulah berkah dari Allah kepada hamba-Nya yang berbuat baik. (LySMS, hal. 14).


(21)

Pak Arifin memandang Said dan istrinya bergantian. Said masih asik menetek di pangkuan ibunya. Sementara, Baso tidur lelap dipelukan ayahnya.“Kalau Ibu merasa itu yang terbaik, Bapak akan selalu mendukung. Insya Allah akan ada jalan.” Pak Arifin menjawab mantap tanpa keraguan sedikitpun. (LySMS, hal. 15).

Adapun sifat penolong lainnya terlihat pada Ustadz Azzam yang selalu membantu semua siswanya seperti memberikan pendidikan gratis bagi murid-muridnya. Ustadz Azzam memberikan perhatian lebih pada Said, karena dia tahu bagaimana penderitaan yang dihadapi Said. Dia yang selalu memberi motivasi dan masukkan agar Said tegar menghadapi hidup.

SMP Hidayah Allah merupakan salah satu bagian dari sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pesantren Hidayah Allah. Cita-cita mulia dari Ustadz Azzam, pendiri pesantren Hidayah Allah adalah memberikan manfaat yang sebesarnya bagi umat manusia dengan karya nyata. Lelaki ini adalah contoh nyata bagi siswa-siswi SMP Hidayah Allah tentang seorang yang mempunyai intelektualitas tinggi yang mau mengorbankan hidupnya untuk mencerahkan orang lain.

Ustadz Azzam memegang teguh prinsip agama yang diyakininya, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Untuk itulah dia mengabdikan sebagian besar waktunya untuk memberi manfaat bagi orang lain, baik melalui tulisan-tulisannya, ajaran-ajarannya, dan apa saja yang bermanfaat bagi orang lain. Dia percaya ilmu itu harus dibagikan, karena manusia akan mempertanggungjawabkan ilmu yang kelak dimilikinya kelah di hadapan Allah Sang Maha Pencipta.


(22)

“Tapi Ustadz, kami tidak secerdas Ustadz. Sebagian dari kami adalah remaja miskin yang tidak mungkin menempuh pendidikan. Kami bersekolah di sini pun karena gratis. Bagaimana bisa kami seperti Ustadz?” (LySMS, hal. 70).

Bermanfaat bagi orang lain berarti memberikan pertolongan kepada sesama. Ustadz Azzam adalah contoh nyata seorang penolong yang hidupnya didedikasikan untuk membantu orang lain serta menjadi orang yang bermanfaat seperti kutipan diatas. Ustadz Azzam juga yang selalu membantu Said layaknya sang ayah untuknya, dengan selalu ada untuknya saat Said membutuhkan pertolongan. Adapun hal tersebut dapat dilihat dari beberapa penggalan paragraf berikut ini.

Ustadz Azzam terbayang akan wajah Said ketika ia menjawab pertanyaan yang diajukannya. Ada derita yang terpancar di wajah anak muridnya itu. Derita yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Dia bertekad akan membantu anak itu melewati masa sulitnya. Mudahkanlah hidupnya, ya Allah. Doanya dalam hati. Dia merasa harus berbuat sesuatu. (LySMS, hal.68).

“Said, kemari!” perintah Usyadz Azzam kepada Said. “Iya Ustadz.” Said berjalan pelan ke arah gurunya.

“Said aku ingin mengikutkanmu dalam perlombaan pidato bahasa Inggris di Makassar. Temanya tentang pemuda dan masa depan bangsa. (LySMS, hal.75). “Tapi aku berharap Ustadz yang langsung membimbing saya.” Said berterus terang keinginan hatinya. Dia tidak ingin berbuat setengah-setengah. Dia ingin dibimbing langsung oleh pembimbing terbaik di sekolah tersebut.”Mulai besok Said berlatih bersama Ustadz,” sahut Ustadz Azzam. (LySMS, hal.76).

Adapun pertolongan lainnya lain yang dilakukan oleh Ustadz Azzam kepada Said yaitu dengan membimbing Said menemukan bakatnya, memberikan fasilitas buat Said, serta membimbingnya menjadi seorang penulis yang baik. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa penggalan paragraf berikut.


(23)

“Begini Said. Ustadz telah berrpikir tentang potensi yang mungkin kamu miliki. Menurut kamu, apa potensi yang kamu miliki sehingga kamu bisa mandiri?” Ustadz Azzam mencoba mengetahui dulu pendapat Said.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Diskusi ini bagaikan rangkaian jawaban dari segala dari doa-doa dan harapan Said. Said tidak bisa melupakan keinginannya menjadi seorang penulis seperti Ustadz Azzam. Sepertinya, ini kesempatan bagus untuk mengutarakan keinginannya itu. Bola mata Said membesar karena semangat yang timbul dari dalam jiwanya.“Ustadz, saya ingin menjadi seorang penulis seperti Ustadz Azzam. Kalimat Said tegas dan pasti keluar dari lidahnya.“Alasannya?”“Karena saya rasa itu lebih mudah bagi saya untuk belajar menulis saat ini. Ustadz Azzam kan menulis dalam buku Life is a Huge struggle, bahwa kalau kita ingin sukses maka kita harus mencari seseorang yang dapat dijadikan contoh, motivator, dan kalau bisa dia membimbing sehinnga kita bisa mempelajari dan mempraktikkan pengalaman-pengalamannya dalam menggapai kesuksesan.” Ustadz Azzam tersenyum. Dia sangat senang Said telah membaca salah satu buku karyanya. (LySMS, hal. 220).

Ustadz Azzam tidak ingin membantu setengah-setengah, untuk membantu Said menjadi seorang penulis ia pun tidak lupa memberikannya alat yang dapat mempermudah Said untuk menulis novel. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan-kutipan di bawah ini.

“Sebagai senjata kamu, Ustadz akan meminjamkan sesuatu,” sambung Ustadz Azzam. Dia mengambil sebuah tas dari lemari dan menyerahkannya kepada Said.

“Ambillah.” “Apa ini, Ustadz?”

“Lihatlah isinya.” Said lalu membuka tersebut dan melihat isinya. Sebuah laptop. Ternyata Ustadz Azzam meminjami sebuah laptop. Sebuah barang yang sangat penting bagi Said, karena dia memang memerlukannya untuk menulis. (LySMS, hal.250).

“Laptop itu Said pergunakan untuk menulis. Sekarang Ustadz akan menantang kamu membuat novel. Dan novel tersebut harus selesai dalam jangka waktu dua bulan.” (LySMS, hal.251).


(24)

Segala pertolongan Ustadz Azzam tidak sia-sia. Apa yang ditanamkannya pada Said akhirnya berbuah manis, Kepercayaannya, bimbingannya, serta motivasi yang diberikannya membawa Said menggapai keinginannya. Said mendapatkan hasil yang baik yakni dari perlombaan yang diikutinya. novelnya menjadi best seller yang akhirnya membawanya bertemu orang tuanya. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan di bawah ini.

“Berikutnya kita akan mengumumkan juara kedua. Juara kedua berhak mendapatkan tropi dan uang tunai senilai tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Dan pemenangnya adalah...”

“Said Abdullah dari SMP Hidayah Allah Parepare.”

Said yang berdoa sedari tadi menunggu pengumuman juara tersenyum mendengar pengumuman itu. Walaupun dia tidak mendapatkan juara kesatu, namun dia telah berusaha dengan maksimal.(LySMS, hal.90).

Keberhasilan lainnya yang diperoleh Said dari usaha kerasnya dan pertolongan Ustadz Azzam yakni novelnya diterbitkan dan menjadi best seller yang kelak akan membawanya bertemu orang tuanya. Hal tersebut dapat terlihat dari penggalan beberapa paragraf berikut.

“Terima kasih, Ustadz, atas bimbingannya. Alhamdulillah. Semoga saya dapat terus berkarya, Ustadz.” Dengan mata yang berkaca-kaca, Said mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Azzam. Dia merasa sangat bersyukur memilki seorang guru seperti Ustadz Azzam yang mampu membimbing dirinya menemukan potensinya yang dulu tersembunyi.

“Sama-sama, Said. Ustadz bangga mempunyai murid sepertimu yang tak berhenti berjuang mencapai cita-citanya.” Mata Ustadz Azzam juga sedikit berkaca-kaca memandang keharuan anak didiknya. (LySMS, hal.307).

Namun Said tidak dapat terus mengelak dari publisitas. Karena karyanya telah menjadi best seller. Masyarakat penasaran dengan karyanya, karena beberapa penulis terkenal memujinya sebagai penulis muda yang penuh bakat. (LySMS, hal.317).

Keberhasilan Said sungguh membuatnya bahagia baik dirinya maupun keluarganya. Dan akhirnya saat yang ditunggu pun tiba, ketika suatu acara televisi mengundangnya untuk hadir sebagai bintang tamu dalam acara tersebut di karenakan


(25)

prestasi nya menjadi penulis muda yang terkenal. Disanalah Said dipertemukan dengan ibu kandungnya serta saudara kembarnya. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa penggalan paragraf berikut.

“Kabar spesial? Kabar spesial bagaimana maksudnya, Ustadz? Insya Allah kalau Ustadz gembira dengan kabar tersebut, Said juga akan gembira dengan kabar tersebut.’“Begini, Said. Ustadz tadi mendapat kabar dari penerbit bahwa kamu diundang oleh Rudy Ariadi untuk menjadi bintang tamu dalam acaranya, Spirit of Rudy.” (LySMS, hal. 320).

“Said Ali sangat ingin bertemu dengan Said Abdullah. Katanya dia sangat mengagumi karya Said Abdullah. Begitu pula Ibu Khadijah, ibu Said Ali.” Perkataan Rudy terhenti. Dia mendengarkan suara isak tangis yang pelan-pelan terdengar.

“Nak Said, apakah anak tidak mengenal ibu?” Ibu Khadijah berkata pelan dengan nada terisak-isak. Dia memandang Said Abdullah. (LySMS, hal. 338). “Apakah ibu Senja yang mengalir di hati saya selama ini? Apakah ibu adalah ibu saya?” Said menangis memandang wajah teduh itu. Wanita yang ada di hadapannya. Said tergopoh memeluk wanita setengah baya itu. Air matanya mengalir deras. Sementara di sana, seorang ibu setengah baya yang telah merawat Said selama ini mengucapkan pujian kepada Allah. Alhamdulilah.” Hari ini Said Abdullah akan melihat sebuah senja yang lebih indah. (LySMS, hal. 339).

Penggalan-penggalan paragraf dia atas menggambarkan perilaku yang perlu diteladani. Sifat berjiwa sosial atau penolong terhadap manusia ditunjukkan oleh Bu Maryam serta Ustadz Azzam. Mereka menolong dengan ikhlas dan setulus hati agar Said mendapatkan kebahagiaan. Moral baik itulah yang harusnya kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dengan menolong orang yang kesusahan semampunya.


(26)

4.1.5 Rajin Belajar

Slameto (2010: 2) menyatakan dalam bukunya bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dengan interaksi dengan lingkungannya. Jadi, dengan rajin melakukan hal tersebut maka prosesnya pun akan semakin cepat dengan hasil yang lebih baik. Adapun nilai rajin belajar pada novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja ini yaitu :

a. Bahwa setiap orang harus belajar rajin dan tekun agar memperoleh kesuksesan dan cita-cita. Menjadi orang pintar, otak dan pikiran harus selalu di asah dan diisi dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Semakin banyak ilmu yang diisi maka semakin banyak juga pengetahuan yang kita peroleh.

b. Kita akan bangga apabila pengetahuan kita telah membuahkan hasil. Cita-cita yang diinginkan akhirnya terwujud apabila setiap orang mau berusaha belajar dengan tekun dan diiringi doa.

Hal tersebut di atas tergambar pada beberapa tokoh pada novel LySMS salah satunya ialah Said. Dia berusaha belajar dengan tekun untuk menjadi seorang penulis. Said sempat ingin menyerah untuk berusaha mengubah nasibnya, namun motivasi dan semangat dari orang-orang terdekatnya membuat Said sadar bahwa dia harus bekerja keras dan belajar dengan giat. Karena hidup adalah perjuangan yang besar itulah yang ada di pikirannya. Hal tersebut terlihat dari penggalan paragraf berikut.


(27)

Said mulai berhitung atas potensi yang dia miliki. Dia bertekad untuk menggapai kesuksesan seperti gurunya. Dia ingin menjadi penulis terkenal. Dia ingin belajar menulis untuk memberi motivasi kepada banyak orang dan tentu saja dirinya sendiri. Pikiran Said dipenuhi keinginan dan harapan agar segala impiannya dapat terwujud. Doa-doa kepada Allah Yang Maha Kuasa diukirnya dalam hati disertai keyakinan bahwa doanya akan terkabulkan. (LySMS, hal. 222).

Menjadi seorang penulis benar-benar impian yang ingin diraih Said. Dia pun bersungguh-sungguh untuk menggapai impiannya itu dengan rajin membaca buku-buku yang dapat menimbulkan inspirasi serta memberikan motivasi. Hal tersebut dapat terlihat dari penggalan paragraf berikut.

Said teringat perkataan Ustadz Azzam. Bila ingin menjadi seorang penulis, maka dia harus rajin membaca. Said merenungkan mungkin dirinya kurang membaca, sehingga dia tidak terlalu banyak pengalaman. Dengan banyak membaca, dirinya akan tahu bagaimana bentuk tulisan yang bagus dan kurang bagus. Said langsung membuka tasnya dan mengambil buku kumpulan cerpen Ustadz Azzam, Pelangi di atas Ombaki. Said merasa kagum karena cerpen-cerpen Ustadz Azzam sangat menarik, memotivasi, dan mencerahkan. (LySMS, hal. 233).

Tidak terasa jam dinding telah menunjukkan pukul sebelas malam. Said masih larut dalam keasyikan menyelesaikan membaca buku tersebut. Said merasa telah menemukan cita-citanya, seperti yang mungkin dirasakan Ustadz Azzam dahulu. (LySMS, hal. 234).

Dari penggalan paragraf di atas terlihat bahwa Said adalah anak yang rajin belajar juga senang membaca buku-buku. Kakak Said, Baso juga memiliki sifat tersebut. Baso memang tidak secerdas Said, namun Baso juga anak yang rajin belajar, tak hanya di bidang pendidikan, Baso juga rajin di bidang olahraga sehingga ia terpilih menjadi wakil sekolahnya untuk perlombaan olahraga. Hal tersebut dapat terlihat dari penggalan paragraf berikut.


(28)

Seperti yang diperintahkan ibunya, Baso pun tekun belajar di rumahnya. Setelah pulang sekolah Baso mengulang-ulang pelajarannya. Bila ada yang tidak dia mengerti, dia akan bertanya pada Said. Said menjawab dengan sabar hingga Baso paham akan penjelasannya. (LySMS, hal. 104).

“Aku disuruh latihan untuk menjadi wakil sekolah kita pada lomba lari yang diselenggarakan walikota bulan depan. Jadi, tiap sore aku akan dilatih oleh Pak Budi. Selain lomba lari, aku juga menjadi striker tim sepak bola sekolah kita di kegiatan tersebut. Bagus kan?” Baso bercerita dengan semangat.Sebelum Baso sempat mengeluarkan pertanyaan lain, seorang guru memasuki kelas. Pembicaraan mereka terhenti. Baso sendiri seperti lupa dengan pertanyaannya. Dia masih diliputi kegembiraannya atas prestasinya menjadi wakil olahraga sekolahnya. (LySMS, hal. 222).

Segala sesuatu jika dilakukan dengan sungguh-sungguh pastilah akan menuai hasil. Seperti hal nya Baso yang memperoleh prestasinya di bidang olahraga, maka Said pun memperoleh keberhasilan di bidang yang ditekuninya, yaitu menjadi penulis. Seperti yang terlihat pada penggalan berikut.

“Terima kasih, ya Allah. Betapa besar nikmat yang telah engkau berikan kepada diriku ini. Nikmat yang tak akan kudustakan, ya Allah” Rasa syukur itulah yang sedang bermain-main di hati Said.

Ya, Said saat ini telah berhasil mencapai salah satu impiannya. Impiannya menjadi seorang penulis. Di genggaman tangannya ada novel yang merupakan hasil karyanya sendiri. Lelaki Senja karya Said Abdullah. Namanya tertulis di halaman pertama. Buku hasil karyanya sendiri. Bahagia terus menyeruak dalam hatinya. (LySMS, hal. 307).

4.1.6 Ketaatan terhadap Orang Tua

Taat terhadap orang tua adalah kewajiban yang harus dipenuhi setiap anak. Sudah menjadai tanggung jawab anak membahagiakan orang tuanya. Orang tua bekerja keras untuk membesarkan anak yang dititipkan Tuhan kepada mereka dengan penuh


(29)

kasih sayang. Jadi sebagai seorang anak, hendaklah selalu menaati perintah orang tua dan mendengarkan nasehat-nasehatnya.

Agama manapun selalu mengajarkan umatnya untuk berbakti kepada orang tua. Taat pada orang tua merupakan wujud ketaatan pada Sang Pencipta. Jadi selama mereka hidup janganlah menyakiti mereka, karena segala kebaikan yang diperbuat akan percuma apabila tidak taat terhadap orang tua.

Hal tersebut Sama dengan novel LySMS, dalam novel ini beberapa bagian ceritanya terlihat memberikan kesan yang kuat akan ketaatan pada orang tua. Adapun perilaku ketaatan pada orang tua yang terlihat dalam novel LySMS sebagai berikut.

Said dan Baso mengerti kesulitan hidup ibunya. Mereka tumbuh menjadi anak kecil yang tidak cengeng. Terkadang untuk mencari jajan, Said dan Baso berjualan kue-kue hasil buatan tetangganya. Berkeliling setelah pulang sekolah untuk menjajakan dagangan adalah kegiatan rutin mereka. Tidak ada rasa malu, karena Ibu Maryam mengajarkan arti sebuah ketegaran. (LySMS, hal. 19).

Said tumbuh dalam lingkaran kehangatan sebuah keluarga. Membantu Ibu Maryam bekerja menjajakan ikan di pasar adalah kegiatan sehari-harinya. Bersama Baso dan Fatimah, mereka bersama-sama berjuang melalui kesulitan hidup. (LySMS, hal. 20).

Membantu meringankan pekerjaan orang tua merupakan ketaatan (bakti) kepada orang tua. Hal tersebut lah yang dilakukan Said dan saudara-saudaranya untuk membantu Bu Maryam yang telah menjadi orang tua tunggal sepeninggal ayah mereka. Tiada rasa malu untuk melakukan pekerjaan untuk membantu orang tua, walaupun mungkin rendah di hadapan manusia tetapi anak yang berbakti pada orang tuanya tinggi di hadapan Sang Pencipta.


(30)

“Anakku, Said yang kusayang. Lama kita sudah bersama, dan tak pernah engkau sedikitpun menyakiti Ibu. Engkau selalu kasih dan sayang kepada Ibu, membuat Ibu merasa memiliki karunia bersama denganmu.” (LySMS, hal. 26).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Said merupakan anak yang sangat taat kepada ibunya. Dia tidak pernah menyakiti hati ibunya serta mengecewakannya.Melihat anaknya berbakti merupakan hal terindah yang di miliki orang tua. Meskipun Said mengerahui bahwa dia bukanlah anak kandung Bu Maryam, namun Said tidak pernah merubah kasih dan sayangnya kepada Bu Maryam. Dia mengasihi Bu Maryam layaknya ibu kandungnya sendiri.

Ketaatan tidak hanya berupa kepatuhan anak terhadap orang tuanya. Mendapatkan prestasi yang membanggakan orang tua juga merupakan bentuk ketaatan. Hal itulah yang di tunjukkan Said pada ibunya. Walaupun waktunya banyak di habiskan membantu ibunya, namun dia masih bisa berprestasi. Ibu Maryam sangat bahagia dan bangga kepada anak-anaknya terutama Said. Adapun hal tersebut terlihat pada penggalan paragraf berikut.

Kemenangan Said sangat membanggakan para guru dan terutama Bu Maryam. Bu Maryam nampak sangat bahagia mendengar prestasi anak susunya itu. Tak henti-hentinya Bu Maryam mengucapkan syukur atas prestasi Said. Dia ingin Said selalu berprestasi, walaupun Said sesungguhnya mempunyai kisah hidup yang menyedihkan. (LySMS, hal. 94).

Mengingat kebaikan Bu Maryam dan Almarhum Pak Arifin, membulatkan tekad Said untuk membalas kebaikan mereka, utamanya kepada Bu Maryam yang masih hidup. Itulah sebabnya dia selalu belajar mati-matian untuk menggapai prestasi di sekolahnya agar dapat menyenangkan Bu Maryam. Peringkat satu umum hanya tiga kali lepas dari tangannya. Said tahu bahwa Bu Maryam bangga bila ada anaknya yang berprestasi. (LySMS, hal. 129).

Ibu Maryam memberikan dukungan kepada mereka berdua, karena Bu Maryam melihat apa yang Said dan Baso lakukan merupakan hal yang positf. Bu Maryam


(31)

senang bila kedua anak yang berbeda status namun kedua merupakan buah hatinya yang berharga dapat menunjukkan prestasi di sekolah serta melakukan hal positif dalam hidupnya. (LySMS, hal. 270).

Melihat orang yang disayangi merasa bahagia merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada hambanya. Orang tua manapun pasti sangat bahagia bila melihat anaknya berhasil, begitu pula yang di rasakan Bu Maryam atas keberhasilan yang diperoleh Said, sebagaimana yang terlihat pada penggalan paragraf berikut ini.

“Kamu berhasil, Nak?”

Bu maryam memandang buku dihadapannya. “Iya, Bu. Alhamdulillah.”

Mata Bu Maryam berkaca-kaca. Dia lalu mengelus lembut rambut Said, ada keharuan dan cinta dalam setiap usapan kasih sayangnya tersebut.“Doakan aku selalu, Bu.”Haru menyeruak dalam hati Said.

Aku memang tidak pernah mengetahui siapa orang tuaku sebenarnya, tapi aku telah menemukan keluargaku dirumah ini. Makasih Bu. Kalimat itu terangkai dalam batin Said. (LySMS, hal. 312-313).

Dari kutipan-kutipan di atas terlihat bahwa Said merupakan anak yang sangat berbakti pada orang tua, begitu pun Baso dan Fatimah. Anak-anak Bu Maryam menunjukkan moral yang sangat baik dan patut untuk dicontoh. Hal tersebut juga tak lepas dari pengaruh Bu Maryam dalam mendidik anak-anaknya, memberikan pelajaran moral sejak dini pada anak-anaknya.

4.1.7 Penyesalan

Penyesalan adalah perasaan yang harus dirasakan dalam hidup. Menyesal akan membuat seseorang berusaha menjadi lebih baik lagi, dan meminimalisasi kesalahan dalam hidupnya. Belajar dari kesalahan, itulah yang seseorang perbuat setelah


(32)

menyesal. Rasa menyesal adalah rasa yang wajib dirasakan. Menyesal jangan berlarut-larut. Jangan jadikan kesalahan itu beban yang sulit, tapi jadiakanlah tantangan serta penguji kesabaran agar diri menjadi lebih baik lagi.

Penyesalan dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja terlihat pada tokoh Baso yang merasa sangat menyesal karena melanggar larangan ibunya untuk tidak menonton pertandingan silat dan pulang kerumah setelah ujian untuk belajar namun penyesalan itu terjadi setelah dia mengetahui bahwa ibunya sakit parah dan Baso pun sangat sedih serta menyesali perbuatannya. Seperti yang dapat kita lihat pada penggalan berikut :

“Baso memandang wajah ibunya yang tertidur lemah ditempat tidurnya. Dalam hatinya ia tidak henti-hentinya menyalahkan dirinya. Dia beranggapan ibunya sakit karena dia nekat nonton pertandingan itu.”

“Seandainya aku tidak melanggar perintah ibu, mungkin ibu tidak akan terus seperti ini. Penyesalan itu terus berkecamuk didalam pikirannya.” (LySMS, hal. 141).

Baso tidak henti-hentinya mengucapkan doa. Dia berjanji dalam hatinya, bila ibunya sembuh dia akan selalu menuruti perintah ibunya. Dia tidak akan lagi melawan perintah ibunya. Dia berjanji seperti itu. Baso mengenang kembali perjuangan ibunya membesarkan mereka semua setelah kematian ayahnya. Bagaimana ibunya bekerja dengan keras dan giat untuk mencukupi kebutuhan mereka semua. Bagaimana ibunya memberinya kasih sayang semenjak dia dilahirkan sampai sekarang. (LySMS, hal. 151).

Kutipan-kutipan di atas menunjukkan penyesalan sosok tokoh dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja. seperti tokoh Baso yang menyesal telah mengecewakan ibunya dan dia bertekad untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya. Dia berjanji untuk menjadi anak yang lebih baik untuk menebus kesalahannya. Ketika rasa penyesalan atau rasa bersalah dirasakan oleh seorang anak yang merasa telah berbuat


(33)

salah pada orang tuanya dapat diartikan sebagai wujud ketaatan pada orang tua. Adanya rasa penyesalan berarti si anak masih memikirkan perasaan perasaan orang tuanya dan dengan begitu akan timbul keinginan untuk memperbaiki kesalahan agar tidak terulang kembali. Menyesal jangan terlalu berlarut-larut. Jangan jadikan kesalahan itu beban yang sulit, tapi jadikan itu tantangan serta uji kesabaran agar diri menjadi lebih baik lagi. Seseorang akan berpikir, lalu melakukan perenungan, kemudian timbullah tekad untuk menjadi lebih baik lagi.

4.2 Penyampaian Pesan Moral dalam Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja

Kutipan-kutipan dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja (LySMS) yang termasuk dalam kategori pesan moral: ketaatan dalam beribadah, kesabaran, penolong, rajin belajar, ketaatan pada orang tua, dan penyesalan telah diuraikan. Pada bagian ini penulis akan memaparkan bagaimana pesan moral itu disampaikan dalam novel LySMS. Penyampaian pesan moral dalam novel LySMS adalah melalui tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita. Dilihat dari segi sudut pandang (point of view) novel ini mempergunakan orang ketiga tunggal dalam menyampaikan alur cerita, yaitu Pengarang. Pesan moral tersebut disampaikan dari tokoh utama Said, namun beberapa tokoh lainnya juga memberikan peranan penting dalam menyampaikan pesan moral tersebut.

Beberapa tokoh yang berperan kuat adalah: Said, Bu Maryam, Ustadz Azzam, Baso, Pak Arifin dan Fatimah. Para tokoh masing-masing mempunyai peristiwa dalam


(34)

menyampaikan pesan moral ketaatan dalam beribadah, kesabaran, penolong, rajin belajar, ketaatan pada orang tua, dan penyesalan.

Berikut ini adalah bagaimana pesan moral dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja disampaikan :

1. Said : Tokoh said berperan penting dalam penyampaian pesan moral sebagai tokoh utama. Said menyampaikan pesan moral ketaatan dalam beribadah, ketaatan terhadap orang tua, kesabaran dan rajin belajar.

a. Ketaatan dalam beribadah

ketaatan dalam beribadah oleh tokoh Said digambarkan dengan kesetiaanya menyembah Sang pencipta yaitu tidak pernah melupakan kewajibannya untuk Sholat lima waktu, selalu bersyukur serta berdoa walaupun keadaan senang maupun sedih.

b. Ketaatan terhadap orang tua

ketaatan terhadap orang tua yang digambarkan oleh Said yaitu selalu mentaati perintah Ibunya, menjadi anak yang berbakti dengan selalu berprestasi di bidang pendidikan, serta menjadi juara di perlombaan yang di ikutinya.

c. Kesabaran

Kesabaran yang digambarkan Said yaitu kesabaran untuk menerima kenyataan pahit bahwa ia bukanlah anak kandung dari ibu yang


(35)

membesarkannya dari bayi hingga beranjak dewasa. Said juga menunjukkan kesabaran dalam menghadapi hinaan yang di tujukan padanya dan kesabaran untuk meraih sukses yang kelak akan diraihnya.

d. Rajin belajar

Said merupakan anak yang rajin belajar, hal tersebut digambarkan dengan usaha keras yang ditujukkannya untuk menjadi seorang penulis dengan rajin membaca buku di perpustakaan, menerima motivasi ataupun saran yang di berikan padanya.

2. Ibu Maryam : Bu Maryam menyampaikan pesan moral ketaatan dalam beribadah, kesabaran, kejujuran dan penolong.

a. Ketaatan dalam beribadah

Ketaatan dalam beribadah yang digambarkan oleh Bu Maryam yaitu tidak melupakan sholat lima waktu, selalu berserah kepada Tuhan, serta perjuangan nya untuk melakukan sholat walaupun kondisi tubuhnya tidak memungkinkan untuk melakukan sholat.

b. Kesabaran

Kesabaran yang digambarkan oleh Bu Maryam adalah kesabaran menghadapi kerasnya hidup untuk membesarkan ketiga anaknya sepeninggal almarhum suaminya, Arifin. Dia berjuang untuk menafkahi serta menyekolahkan anak-anaknya sendiri dengan selalu tabah dan berserah kepada Sang Pencipta.


(36)

c. Kejujuran

Kejujuran yang digambarkan oleh Bu Maryam yaitu keberaniannya untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Said bahwa Said bukanlah anak kandungnya walaupun dia tahu bahwa hal tersebut akan memberikan luka yang dalam pada anak angkatnya tersebut. Bu Maryam melakukan tersebut karena yakin bahwa hal tersebut adalah yang terbaik untuknya dan Said.

d. Penolong

Bu Maryam merupakan seorang yang sangat baik hati dan memiliki sifat penolong seperti menolong Said dengan merawatnya dari bayi serta memberikan ASI untuknya, lalu membesarkan serta menyekolahkannya. 3. Ustadz Azzam : Pesan moral yang disampaikan Ustadz Azzam yaitu

ketaatan dalam beribadah dan penolong. a. Ketaatan dalam beribadah

Ketaatan dalam beribadah yang digambarkan oleh Ustadz Azzam yaitu ketaatannya dalam melakukan Sholat lima waktu, mengajarkan tentang agama, serta mengamalkannya dengan perbuatan.

b. Penolong. Sifat penolong yang digambarkan Ustadz Azzam yaitu menolong Said dengan memberi arahan, motivasi, petunjuk, dan memberikan fasilitas untuk keperluan Said untuk menjadi penulis.


(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Adapun pesan moral yang disampaikan pada novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja karya Andi Zulfikar setelah dianalisis berdasarkan teori sosiologi sastra, maka ditemukan tujuh pesan moral yang utama, yaitu: ketaatan dalam beribadah, kesabaran, kejujuran, penolong, rajin belajar, ketaatan terhadap orang tua, dan penyesalan.

Selanjutnya dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja karya Andi Zulfikar penyampaian pesan moral digambarkan melalui dialog-dialog antar tokoh. Pemahaman pengarang Andi Zulfikar tentang kehidupan masyarakat dan pengetahuannya tentang daerah kelahirannya Makassar, menginspirasikannya dalam membuat novel LySMS. Dengan pemahaman seperti itu pula, Andi Zulfikar mengharapkan pembaca memahami arti kehidupan dengan adanya moral-moral baik yang tersirat di dalam novelnya tersebut. Selain itu juga, dia memberitahukan kepada masyarakat tentang kota Makassar. Kehidupan yang tergambar dalam Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja digambarkan oleh Andi Zulfikar di dalam ceritanya bukan hanya sekedar memberikan hiburan semata kepada pembaca, namun ia juga memberikan bobot kesusastraan pada karyanya.


(38)

5.2 Saran

Penelitian ini merupakan penelitian yang fokus pada pembahasan dari sisi moral yang mana belum merupakan penelitian mendalam terkait sosiologi sastra. Penulis berharap agar penelitian selanjutnya mengikutsertakan konteks sosial masyarakat sehingga penelitian yang disajikan lebih mendalam.


(39)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep diartikan sebagai unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti. Dengan demikian, berikut beberapa defenisi dari istilah-istilah yang terkait sebagai referensi fokus penelitian ini.

2.1.1 Novel

Waluyo (2002: 36) mengatakan Istilah novel berasal dari bahasa Latin novellas yang kemudian diturunkan menjadi novies, yang berarti baru. Kata ini kemudian diadaptasikan dalam bahasa Inggris menjadi istilah novel. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi (fiction) yang muncul belakangan dibandingkan dengan cerita pendek (short story) dan roma.

Nurgiyantoro (1994: 9) berpendapat bahwa istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novellet), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Senada dengan pendapat tersebut, Abrams menyatakan bahwa sebutan novel dalam bahasa Inggris dan yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti "Sebuah barang baru yang kecil", dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek (short story) dalam bentuk prosa.


(40)

Atar Semi (1993: 32) menyatakan bahwa novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkap aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Henry Guntur Tarigan (2003: 164) dalam “The American Colege Dictionary” mengatakan bahwa novel merupakan prosa fiksi dengan panjang tertentu, yang isinya antara lain: melukiskan para tokoh, gerak serta adegan peristiwa kehidupan nyata representatif dengan suatu alur atau suatu keadaan yang kompleks.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul paling akhir jika dibandingkan dengan cerita fiksi yang lain. Novel mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain.

Fungsi novel pada dasarnya untuk menghibur para pembaca. Novel pada hakikatnya adalah cerita dan apa yang terkandung didalamnya bertujuan memberikan hiburan kepada pembaca, sebagaimana yang dikatakan Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 1994: 3), membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.

Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai permasalahan hidup. Permasalahan hidup manusia yang kompleks dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel,


(41)

pengarang dapat menceritakan tentang aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk berbagai perilaku manusia. Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi permasalahan hidup, novel dapat berfungsi untuk mempelajari tentang kehidupan manusia pada zaman tertentu.

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1994: 11) menyatakan bahwa novel mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih komplek.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah cerita narasi fiktif yang relatif panjang dan dapat dibaca berulang-ulang dalam waktu yang relatif panjang serta mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya.

2.1.2 Pesan Moral

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 856), pesan adalah perintah, nasihat, permintaan, amanat yang disampaikan lewat orang lain. Penyampaian pesan sering disampaikan pengarang secara tersirat.

Moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 745), moral adalah 1) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila; 2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan; 3) ajaran kesusilaan yang ditarik dari suatu cerita.


(42)

Moral menurut Derajat (dalam Kamaruddin, 1985 :9) adalah kelakuan yang sesuai ukuran (nilai-nilai) masyrakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Tindakan ini haruslah mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

Menurut Lillie (dalam Budiningsih 2004: 24), kata moral berasal dari mores (bahasa Latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat. Dewey (dalam Budinigsih 2004: 24) mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila. Hal ini membuktikan bahwa moral berfungsi untuk menilai baik buruknya perilaku seseorang. Semakin sesuai perilaku seseorang dengan moral yang ditetapkan dalam masyarakat maka semakin tinggi moralitasnya.

Moral merupakan sesuatu keinginan yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca yang merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya dan makna yang disarankan lewat cerita (Nurgiyantoro, 2007: 322). Moral dalam cerita menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro 1995:3 22) biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat tokoh-tokohnya.


(43)

Dari pengertian yang diberikan terhadap kata moral, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa moral, sebagaimana dikatakan Sudarsono (1993:592), “Berhubungan dengan norma-norma perilaku yang baik/benar dan salah menurut keyakinan-keyakinan etis pribadi atau kaidah-kaidah sosial, ajaran mengenai baik perbuatan dan kelakuan”. Secara deskriptif, pengertian kata moral dijelaskan oleh Magnis-Suseno (1988 :19) berikut ini.

“Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Jadi bukan mengenai baik buruknya saja, misalnya sebagai dasar, tukang masak, pemain bertingkah atau penceramah, melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebiasaannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan benar salahnya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku perasaan tertentu dan terbatas.”

Pengertian pesan moral dari kesimpulan pengertian secara terpisah di atas adalah amanat yang ingin disampaikan mengenai perbuatan, sikap, kewajiban yang baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Pada penelitian ini, permasalahan pesan moral yang diambil dari novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja mengenai: kejujuran, kesabaran, penolong, rajin belajar, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, dan penyesalan.

Kejujuran dalam KBBI (2007: 479) adalah (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati). Kejujuran adalah melakukan tindakan sesuai hati nurani. Hati nurani selalu membuat yang terbaik untuk dilaksanakan. Bila tidak sesuai hati nurani maka kita telah berbohong. Jujur memang mudah untuk dibicarakan namun sulit untuk dilakukan.


(44)

Bersikap jujur dapat diartikan menjaga amanah. Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang mulia dan biasanya mendapat kepercayaan orang lain. Jujur adalah sikap yang tidak mudah dilakukan jika hati tidak benar-benar bersih. Namun sayangnya sifat ini belakangan sangat jarang kita temui, kejujuran saat ini menjadi barang langka. Hal ini disebabkan semakin menurunnya moral pada setiap anggota masyarakat, semua berlomba-lomba saling menjatuhkan dengan cara memfitnah sesamanya untuk mendapatkan keuntungan sendiri.

Kejujuran adalah harga diri yang harus dijaga karena kejujuran adalah harga mati yang harus dipegang sampai mati pula. Miskin materi tidak mengapa asalkan kita masih punya nilai kejujuran karena di saat kita tiada materi tiada berguna karena tidak dibawa sampai mati.

Pesan moral berikutnya adalah kesabaran. Kesabaran merupakan sebuah keutamaan yang menghiasi diri seorang manusia, di mana orang itu mampu mengatasi berbagai kesusahan dan tetap berada dalam ketaatan kepada Allah meskipun kesusahan dan cobaan itu begitu dahsyat (Abdillah, 2005: 57). Sebagai seorang manusia yang baik harus senantiasa bersabar dan mengharap kuasa Allah serta berdoa untuk memiliki kesabaran menghadapi segala cobaan.

Kesabaran merupakan ketenangan hati dalam menghadapi cobaan. Tanpa kesabaran sedikit kesulitan akan membuat sesorang emosional, gegabah, dan melakukan kesalahan. Sedikit kegagalan membuat kita frustasi, sepatah kata hinaan membuat diri sakit hati, balas dendam, akibatnya hidup memiliki banyak musuh. Jadi kesabaran merupakan moral yang harus kita miliki dan terus kita jaga dalam hidup bermasyarakat.


(45)

Penolong merupakan suatu sifat yang mulia dan salah satu moral yang hendaknya dimiliki setiap orang. Oktava (2011 : 56) mengatakan bahwa tolong menolong, saling menghargai, menghormati, dan dapat menjaga perasaan antara yang satu dengan yang lainnya mungkin hidup akan terasa damai. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri meskipun telah memiliki segalanya pastilah membutuhkan orang lain. Dalam hal tersebut tidak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga rekan dalam melakukan sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, sosial, budaya, politik maupun amal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Dalam hal tercipta hubungan untuk saling tolong menolong antara manusia satu dengan yang lain. Saling berbagi terhadap sesama merupakan suatu kebutuhan sebagi manusia.

Mengenai pesan moral rajin belajar Slameto (2010: 2) menyatakan dalam bukunya bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dengan interaksi dengan lingkungannya. Selain itu Sardiman (2010: 20) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Jadi rajin belajar adalah usaha dilakukan individu secara berlanjut untuk memperoleh perubahan pada dirinya menjadi lebih baik dengan cara membaca, mengamati, mendengarkan dan sebagainya.

Pesan moral berikutnya adalah ketaatan dalam beribadah. Salam (2000: 193) mengemukakan bahwa itu merupakan salah satu dari 12 (dua belas) dimensi kewajiban manusia dalam kristalisasi akhlak yang baik. Atas segala rahmat-Nya manusia jelas


(46)

berutang budi yang besar, Dialah yang wajib diibadahi dan ditaati oleh segenap manusia maka sudah sepatutnya apabila manusia berterima kasih atas segala pemberian-Nya dengan salah satu cara diantaranya, yaitu taat.

Salam (2000:194) menjelaskan tentang taat, yaitu berarti melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sebagaimana difirmankan. Taat ini juga dimaksudkan sebagai takwa, yakni memelihara diri agar selalu berada pada garis dan jalan-Nya yang lurus.

Pesan moral yang selanjutnya yaitu tentang ketaatan terhadap orang tua, hal inipun masih termasuk ke dalam 12 (dua belas) dimensi kewajiban manusia dalam kristalisasi akhlak yang baik menurut Salam. Orang tua adalah orang yang paling berjasa dalam kehidupan anak-anaknya, merawat dengan seluruh kasih sayang dan memenuhi kebutuhan anaknya. Jadi sebagai seorang anak sudah sepatutnya kita taat kepada orangtua untuk membalas budi mereka.

Pesan moral berikutnya adalah penyesalan. Wulandari (2011: 32) mengatakan bahwa penyesalan adalah suatu perasaan di mana seseorang merasa bersalah atau melakukan kesalahan akan sesuatu dan ingin kembali ke masa saat melakukan kesalahan tersebut, dan memperbaikinya pada masa yang telah lalu. Penyesalan adalah perasaan yang harus dirasakan dalam hidup. Karena dengan menyesal (bagi yang berpikir), seseorang akan berusaha menjadi lebih baik lagi, dan meminimalisasi kesalahan dalam hidupnya. Belajar dari kesalahan, itulah yang akan diperbuat sesorang setelah merasa menyesal.


(47)

Menyesal jangan terlalu berlarut-larut. Jangan jadikan kesalahan itu beban yang sulit, tapi jadikan itu tantangan serta uji kesabaran agar diri menjadi lebih baik lagi. Seseorang akan berpikir, lalu melakukan perenungan, kemudian timbullah tekad untuk menjadi lebih baik lagi.

2.2 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan interdisiplin dari dua ilmu yang berbeda, yaitu sosiologi dan sastra. keduanya memiliki objek kajian yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meski objek kajian dari kedua ilmu tersebut sama, tetapi ada perbedaan dalam hal memandang persoalannya. Sosiologi lebih cenderung kepada hal yang bersifat objektif dan faktual, sementara sastra adalah kebalikannya, yaitu bersifat subjektif dan rekaan.

Sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga, dan proses sosial (Damono, 1978: 6). Hal ini sejalan dengan pendapat Semi (1984: 52) bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia, masyarakat dan proses sosial. Sosiologi menelaah mengenai bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah yang ada di dalam masyarakat.

Ratna (2003: 1) berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sosiologi meneliti hubungan individu dengan kelompok dan budayawan


(48)

sebagai unsur yang bersama-sama membentuk kenyataan kehidupan masyarakat dan kenyataan sosial.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia dan hubungannya dengan proses sosial termasuk pada perubahan sosial.

Ratna (2003: 1) menyatakan bahwa sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik, seperti silpasastra (buku petunjuk arsitektur), kamasastra (buku petunjuk percintaan). Dalam perkembangan berikut kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan 'su', sehingga menjadi susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah, sedangkan Teeuw (dalam Atar Semi, 1993: 9) mengatakan sastra itu adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Perspektif sosiologi sastra yang juga perlu diperhatikan adalah pernyataan Levin (Suwardi Endraswara, 2003: 79), literature is not only the effect of social causes but also the cause of social effect yang memberikan arah bahwa penelitian sastra dapat kearah hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi dan sastra. Yang keduanya akan saling mempengaruhi dalam hal-hal tertentu yang pada gilira nnya menarik perhatian peneliti.


(49)

Saraswati (2003: 3) mengatakan perbedaan yang ada antara keduanya adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra mencoba memahami setiap kehidupan sosial dari relung perasaan yang terdalam. Damono menambahkan (dalam Saraswati, 2003: 3) yang satu beranjak dari hasil pemikiran sedangkan yang satu lagi beranjak dari hasil pergulatan perasaan yang merupakan dua kutub yang berbeda, seandainya ada dua orang sosiologi mengadakan penelitian atas satu masyarakat yang sama, hasil penelitian itu besar kemungkinan menunjukkan persamaan juga, sedangkan seandainya ada dua orang novelis menulis tentang suatu masyarakat yang sama, hasilnya cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan seseorang.

Menurut Damono (1984: 129), sosiologi sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari hubungannya dengan kenyataan sosial. Memperhatikan baik pengarang, proses penulisan maupun pembaca (sosiologi komunikasi teks) serta teks sendiri (penaksiran teks secara sosiologis). Jadi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah pendekatan dalam menganalisis karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakaan untuk mengetahui makna totalitas. Sosiologi sastra berusaha untuk menemukan keterjalinan antara pengarang, pembaca, kondisi sosial budaya, dan karya sastra itu sendiri.

Dalam pandangan Wollf (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 77) sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak general, yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semua berurusan dengan


(50)

hubungan sastra dengan masyarakat, sedangkan Faruk (1994: 1) berpendapat bahwa sosiologi merupakan gambaran mengenai cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan ditentukan oleh masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosiologi, proses belajar secara kultural, individu dialokasikan pada dan menerima peranan tertentu dalam struktur sosial itu.

Endraswara (2003: 77) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin meneliti sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat karenanya. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya.

Sosiologi sastra adalah sebuah cabang dari kajian sastra yang membahas hubungan antara karya sastra dan konteks sosialnya, termasuk pola pembahasan, jenis penikmat, gaya penerbitan dan penyajian dramatis, dan posisi kelas sosial penulis dan pembaca. Berawal pada abad ke-19 di Perancis dengan karya-karya Mme de Stael dan Hippolyte Taine, sosiologi sastra muncul kembali dalam dunia yang menggunakan bahasa Inggris dengan kemunculan suatu kajian seperi The Long Revolution oleh Raymond Wiliams (1961), dan ini paling sering dikaitkan dengan pendekatan Marxisme terhadap analisa kebudayaan.

Ian Watt Sapardi (dalam Faruk, 1994: 4) juga mengklasifikasikan sosiologi menjadi tiga bagian, yaitu: konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial masyarakat.


(51)

1) Konteks sosial pengarang, hal ini berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya. Yang terutama harus diteliti dalam ini adalah: (a) bagaimana pengarang mendapatkan mata pencahariannya, (b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya pendekatan sebagai suatu profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang,

2) Sastra sebagai cermin masyarakat, sehingga yang terutama mendapatkan perhatian adalah: (a) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra itu ditulis, (b) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya, (c) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat.

3) Fungsi sosial sastra, terdapat tiga hubungan yang perlu menjadi perhatian: (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, (b) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai penghibur masyarakat saja, (c) Sejauh mana terjadi sintetis antara kemungkinan (a) dengan (b).

Berdasarkan pendapat di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah pendekatan dalam menganalisis karya sastra yang memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya. Demikian beberapa teori tentang sosiologi sastra serta hubungan antara karya sastra dengan masyarakat yang dipakai dalam analisis sosiologi sastra terhadap novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja karya Andi Zulfikar.


(1)

PESAN MORAL DALAM NOVEL LELAKI YANG SETIA

MENCUMBUI SENJA KARYA ANDI ZULFIKAR:

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH ANDI NIM 090701042

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

Pesan Moral dalam Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja Karya Andi Zulfikar: Tinjauan Sosiologi Sastra

Oleh Andi

Abstrak

Karya sastra merupakan hasil pemikiran kreatif dari seorang pengarang dalam menggambarkan kenyataan dalam masyarakat. Karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga sebagai media penyampai pesan pengajaran.. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pesan moral yang terkandung dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan teori sosiologi sastra dalam menganalisis data.. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali pesan moral yang terdapat dalam sebuah novel, membantu para pembaca untuk memahami isi dari Lelaki yang Setia Mencumbui Senja khususnya dalam hal pesan moral yang tidak semua tertulis secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi ceritanya Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan interdisiplin sosiologi sastra sebagai landasan teori, sehingga dapat ditemukan pesan moral. Selain itu analisis ini juga mendapatkan hasil bagaimana penyampaian dari pesan moral dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja


(3)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan semesta alam yang telah memberikan begitu banyak berkah kepada penulis sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. segala anugerah dari Yang Maha Kuasa telah menuntun dan menguatkan penulis dalam menghadapi segala kendala dalam menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU. Adapun judul skripsi ini adalah “Pesan Moral dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja Karya Andi Zulfikar: Tinjauan

Sosiologi Sastra”. Saat melewati proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak

menemukan kesulitan tetapi penulis juga banyak mendapat bantuan berupa dukungan, nasihat, perhatian, bimbingan dan juga doa. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia dan juga sebagai dosen pembimbing I yang banyak memberikan masukan kepada penulis serta selalu sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP., sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU sekaligus dosen penulis yang telah memberikan banyak inspirasi selama menjadi mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia.


(4)

4. Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I pembimbing akademik penulis yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dra. Yulizar Yunas, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II penulis yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu pengajar di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU yang senantiasa dengan tulus memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Orang tua paling sempurna dalam hidup penulis sekaligus motivator terbesar dalam hidup penulis.Terima kasih Tuhan telah memberikan penulis keluarga pilihan yang dengan hati lapang mencurahkan segenap kasih sayang pada penulis.

8. Terimakasih buat sahabat-sahabat seperjuangan stambuk 09 yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Terimakasih sudah menjadi sahabat bagi penulis.

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun agar lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat

menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang “Pesan Moral dalam Novel

Lelaki yang Setia Mencumbui Senja Karya Andi Zulfikar: Tinjauan Sosiologi Sastra”.


(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Batasan Masalah ... 6

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA .... 8

2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Novel ... 8

2.1.2 Pesan moral ... 10

2.2 Landasan Teori ... 16

2.3 Kajian Pustaka ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.2 Bahan Analisis ... 26

3.3 Teknik Analisis Data ... 27

BAB IV PESAN MORAL DALAM NOVEL LELAKI YANG SETIA MENCUMBUI SENJA KARYA ANDI ZULFIKAR: ANALISIS SOSIOSASTRA ... 29

4.1 Pesan Moral dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja 29 4.1.1 Ketaatan dalam Beribadah ... 29


(6)

4.1.2 Kesabaran ... 33

4.1.3 Kejujuran ... 36

4.1.4 Penolong ... 39

4.1.5 Rajin Belajar ... 45

4.1.6 Ketaatan terhadap Orang Tua ... 48

4.1.7 Penyesalan ... 51

4.2 Penyampaian Pesan Moral dalam Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja ... 53

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1 Simpulan ... 56

5.2 Saran ... 57