Hubungan Konsumsi TINJAUAN PUSTAKA

• Perkembangan terhadap kepercayaan, nilai-nilai moralitas, etika dan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan Stang, 2008.

2.5 Hubungan Konsumsi

Fast Food dan Aktivitas Fisik dengan Indeks Massa Tubuh Perkembangan psikologi pada remaja memiliki hubungan langsung terhadap pemilihan makanan yang akan mereka makan Stang, 2008. Pada masa remaja kebiasaan makan menjadi lebih buruk, dan remaja sering kali tidak mengkonsumsi nutrisi yang mereka butuhkan Sizer dan Whitney, 2006. Menurut Sizer dan Whitney 2006, remaja lebih memilih makanan yang tinggi kadar lemak jenuh dan natriumnya, dan rendah akan fiber. Menurut WHO 2003, fast food memiliki kandungan yang kaya akan lemak jenuh,lemak trans, karbohidrat dan natrium. Fast food secara umum mengandung lemak,kolesterol, garam dan energi yang sangat tinggi Khomsan, 2003. Kalori tinggi pada fast food yang relatif tidak mahal, tersedia dimana saja, sering diiklankan dan sangat lezat berhubungan dengan obesitas Sizer dan Whiteney, 2006. Obesitas disebutkan sebagai peningkatan berat badan melampaui keterbatasan kebutuhan otot dan fisik, sebagai hasil dari akumulasi lemak yang berlebihan Kramer, 2011. Menurut CDC 2011, obesitas merupakan suatu keadaan dimana BMI anak berada diatas persetil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Indeks massa tubuh IMT diartikan sebagai berat dalam kilogram yang dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat Bandini, Flynn dan Scampini, 2011. Indeks massa tubuh digunakan sebagai alat skrining untuk mendeteksi masalah berat badan pada anak CDC, 2011. Menurut Diliberti et.al 2004 dalam Stender, Dyerberg dan Astrup 2007, ada dua faktor penting mengapa fast food dapat menyebabkan obesitas yaitu porsi yang besar dan densitas energi yang tinggi. Porsi makanan yang besar mengakibatkan individu akan mengkonsumsi jumlah makanan yang lebih banyak. Young dan Nestle, 2003 dalam Stender, Dyerberg dan Astrup, 2007. Densitas energi merupakan perbandingan antara kadar makanan dan berat makanan. Fast food memiliki densitas energi sekitar 1100kJ100gr, dimana densitas energi pada Universitas Sumatera Utara fast food lebih tinggi 65 dari rata-rata pola makan British dan memiliki energi lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan anjuran pola makan sehat yaitu sekitar 525kJ100gr. Tubuh manusia hanya memiliki kemampuan kecil untuk mengenali makanan dengan densitas energi yang tinggi dan melakukan downregulation sejumlah besar makanan untuk memenuhi kebutuhan energi yang sesuai Prentice, 2003 dalam Strender et.al, 2007. IP-TFA yang terkandung pada fastfood bertindak sebagai ligand untuk sistem PPAR- γ dan menghasilkan efek biologis yang menghasilkan obesitas abdomen Mozaffarian et.al, 2006 dalam Stender, Dyerberg dan Astrup, 2007. Obesitas terjadi sebagai hasil dari ketidakseimbangan intake energi dan pengeluaran energi dalam jangka panjang. Penurunan aktivitas fisik akan menurunkan pengeluaran energi. Bila energi yang digunakan dalam suatu aktivitas fisik menurun tanpa adanya penurunan intake energi maka akan terjadi suatu ketidakseimbangan energi positif. Ketidakseimbangan energi positif akan meningkatkan penyimpanan lemak yang kemudian akan meningkatkan berat badan dan jika terus berlangsung dalam jangka panjang akan menyebabkan obesitas Bandini, Flynn dan Scampini, 2011. Universitas Sumatera Utara

2.6 Keranga Teori